Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Charbeneau, Randall J
New Jersey: Prentice-Hall, 2005
628.168 CHA g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Juarna
Abstrak :
Sistem Persamaan Diferensial Parsial Biodegradasi Pencemar Air Tanah (Sistem PDP-BPAT) menggambarkan perubahan konsentrasi pencemar (S), oksigen terlarut (0) dan mikroba (M) terhadap ruang dan waktu dalam reaksi biodegradasi yang berlangsung dalam media air tanah. Reaksi biodegradasi dimodelkan dengan fungsi Monad, sedangkan media air tanah menimbulkan fenomena dispersi dan adveksi pada reaktan S dan 0 sedangkan M diasumsikan immobile. Sistem PDP-BPAT terdefinisi pada ruang hingga dengan syarat batas Neumann homogen dan suatu nilai awal [S 0 M]. Sistem PDP-BPAT diselesaikan dengan menggunakan metoda garis (method of line), yaitu : (1) sistem PDP diubah menjadi menjadi sistem PDB melalui diskritisasi ruang dengan menggunakan formula central difference, dan (2) menyelesaikan PDB yang dihasilkannya dengan menggunakan paket VODPIC (Variable-coefficient Ordinary Differential equation solver with the Preconditioned Krylov for the solution of linear systems). Dalam tesis ini ditunjukkan bahwa sistem PDB-BPAT adalah kaku (stiff) dengan nisbah kekakuan (stiffness rasio) berkisar antara 2.05e15 s/d 5.87e24 pada T = 0 ski 100 haft Matriks koefisien sistem bersifat diagonal dominan sehingga pita diagonalnya (diagonal band) ditetapkan sebagai pendekatan bagi matriks pra-kondisi. Nilai-nilai pada pita diagonal ini terutama berasal dari suku reaksi biodegradasi (fungsi Monod). Dengan menggunakan parameter VODPK [MF,JPRE] [21,1] (metoda BDF dan prakondisi kid, dengan matriks pita diagonal sebagai matriks pra-kondisi) diperoleh hasil-hasil utama sebagai berikut : (1) untuk nilai awal [S 0 M] [3 4.5 0.1] mg/liter (homogen) diketahui bahwa pencemar mencapai nilai minimum (S_min = I e-6*S_awal) pada hari ke-83930 (or 230 tahun) dan run-time 00:02:07.54, jika injeksi oksigen dilakukan pada hari ke-30, (2) untuk nilai awal [S 0 M] [3(1 + e _b(xx + Y2) 4.5 0.1] mg/liter (nonhomogen) waktu yang dibutuhkan untuk mencapai S_min di suatu titik (xy) sembarang adalah 50 hari jika injeksi dilakukan pada hari ke-30 dan ke-40, (3) dengan nilai awal nonhomogen juga diperoleh bahwa suku dispersi lebih dominan dibandingkan dengan suku adveksi, (4) pita diagonal matriks koefisien sistem cukup baik ketika digunakan sebagai matriks prakondisi tetapi kurang baik ketika digunakan sebagai koefisien sistem. Proses komputasi dilakukan dengan menggunakan komputer PC 486-DX, dengan memory 8 MB dan CPU clock 66 Mhz.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Sulistyowati Soetardjo
Abstrak :
ABSTRAK Dampak penting akibat pembangunan industri antara lain adalah perubahan kualitas udara yang disebabkan oleh pencemaran udara. Salah satu kegiatan industri yang diduga menimbulkan dampak tersebut adalah industri Pabrik Semen Tonasa yang berada di desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran udara oleh kegiatan P.T. Semen Tonasa terhadap kejadian penyakit saluran pemapasan yang ada di masyarakat sekitarnya. Digunakan rumus Gaussian Model untuk mengetahui konsentrasi partikel debu dalam menentukan titik lokasi penelitian, yaitu sebagai tempat pengukuran kualitas udara ambien dan pengambilan sampel penelitian. Mencari derajat hubungan kejadian penyakit saluran pernapasan yang ada di masyarakat sekitar dengan faktor-faktor yang berkaitan yaitu Jenis Pekerjaan, Masa Kerja Dan Lama Tinggal serta faktor lain yang mungkin memberikan kontribusi terjadinya penyakit saluran pernapasan yaitu faktor kesehatan lingkungan human dalam hal ini adalah kondisi rumah hunian masyarakatnya yang meliputi ventilasi, kepadatan hunian dan bahan bakar rumah tangga yang digunakan. Dilakukan survei dengan pendekatan cross sectional, di sekitar ke 4 lokasi pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara ambien dilakukan pula pengambilan sampel penelitian secara acak dan proporsional sebanyak 120 responden. Dengan menggunakan uji statistik multivariabel regresi logistik, didapatkan hasil sebagai berikut : Jenis pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) dengan kejadian penyakit saluran pernapasan. Adapun Lama Tinggal tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p > 0,05) dengan kejadian penyakit saluran pernapasan yang ada. Kenyataan tersebut di atas ditunjang dengan basil pengukuran kualitas udara ambien terhadap konsentrasi partikel debu yang masih berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) sebagaimana yang ditetapkan berdasarkan Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 02/MenKLH/1988 Tanggal: 19 Januari 1988, Jakarta 1988 yaitu 0,260.mg/m3 Dalam penelitian ini ditemukan risiko terjadinya penyakit saluran pernapasan adalah 3 kali lebih besar bagi responden dengan jenis pekerjaan berhubungan dengan debu dan masa kerja di atas 4 tahun dibandingkan dengan jenis pekerjaan tidak berhubungan dengan debu dan masa kerja kurang hingga 4 tahun. Faktor kondisi kesehatan lingkungan hunian (ventilasi, kepadatan hunian, dan bahan bakar rumah tangga) yang diduga sebagai faktor pengganggu ternyata mempunyai kontribusi yang tidak bermakna secara statistik terhadap kejadian penyakit saluran pemapasan. Didapatkan model regresi logistik yang fit terhadap kejadian penyakit saluran pernapasan adalah Jenis Pekerjaan dan Masa Kerja. Hasil lain yang ditemukan adalah bahwa estimasi kemungkinan (EK) orang menderita penyakit saluran pernapasan di sekitar PT. Semen Tonasa tertinggi sebesar 5,06% bila kondisi orang dengan jenis pekerjaan berhubungan dengan debu dan mass kerja di atas 4 tahun, sebaliknya jika kondisi di atas tidak terpenuhi maka EK turun hingga menjadi 0,89%.
ABSTRACT One of the significant impacts generated by industrial activities is the change in air quality due to air pollution. The Tonasa Cement Factory operated by P.T. Semen Tonasa in Mangilu Village, Bungoro Sub-district, District of Pangkajene Kepulauan, South Sulawesi, is assumed to belong to those industries that pollute the air. The objective of the research is to determine the relation of air pollution generated by the activities of P.T. Semen Tonasa on the incidence of respiratory diseases suffered by the people living around the location of the cement factory. By applying the Gaussian Model to fix the location of sampling sites, the ambient air quality was measured to determine the concentration of dust particles in the air. Furthermore, activities were conducted to determine the level of correlation between the incidence of respiratory diseases suffered by the people surroundings of the cement factory and such factors as the type of work, extent of employment, and the period of time living in the surroundings of the factory. Also, a correlation was determined related to their settlement environmental conditions such as the conditions of houses including the condition of house ventilation, density, and the kind of fuel used by the households. Conducting surveys and using a cross-sectional approach, from the four air sampling sites, chose 120 respondents randomly and proportionally. The type of work shows statistically significant correlation with the incidence of respiratory diseases. However, the period time of living in the surrounding of the cement factory does not. These finding are supported by the results of the determination of the concentration of dust particles which amounted to less than the Upper Threshold Value (i.e. 0,260 mg/m3) as stated in the Decree of the States Minister of the Environment No.Kep- 02/MenKLH/1988 of January 19, 1988. The research showed that the risk of respiratory diseases is three times greater among respondents whose work is related to dust and their extent of employment is more than four years. The condition of the houses (ventilation, density, and kind of fuel used) which was assumed to be contributing factors to the incidence of respiratory diseases, proved to be not the case. A logistic regression model, which fitted the incidence of respiratory diseases, was found in the case of type of work and extent of employment. Also results were obtained concerning the estimation probabilities of people living in the surroundings of the cement factory who suffer from respiratory diseases. This amounted to a maximum of 5.06 percents of people whose work are related to dust and whose extent of employment exceeds four years. On the other hand, the estimation probabilities dropped to 0.89 percents of people whose work is not related to dust and whose extent of employment is less than four years.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Zaman
Abstrak :
ABSTRAK
Program PJPT II di Indonesia telah memasuki era industri. Pemaparan sebagian uap logam merkuri anorganik di udara lingkungan kerja merupakan masalah pokok kesehatan kerja di industri pertambangan. Akan diteliti berapa tinggi tingkat pemaparan merkuri anorganik pada pekerja tambang emas dan bagaimana hubungan konsentrasi merkuri anorganik dalam urine dengan faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian ini dibatasi pada hubungan indeks pemaparan, tempat kerja dan lama kerja dengan konsentrasi merkuri anorganik dalam urine pekerja tambang emas di Kampung Lerokis Kabupaten Maluku Selatan. Pemantauan biologik di gunakan untuk melakukan analisa urine pekerja terhadap konsentrasi logam merkuri anorganik. Kegiatan pemantauan biologik dilakukan pada penelitian ini sebanyak empat kali.

Penelitian ini menggunakan data sekunder pada PT Prima Lirang Mining secara cross sectional retrospektif dani tahun 1991-1993. Unit analisis adalah 76 orang pekerja tambang emas dan 6 orang penduduk lokal. Metode analisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi, bivariat dengan uji beda mean dan Chi-Square dan analisis multivariat dengan regresi logistik. Variabel bebas yang diteliti adalah indeks pemaparan, tempat kerja dan lama kerja. Variabel terikat konsentrasi merkuri anorganik dalam urine. Hasil penelitian dari 81 responden, konsentrasi merkuri anorganik masih berada dibawah Indeks Pemaparan Biologik.

Dari 3 variabel yang terbukti ada hubungan secara statistik dengan konsentrasi merkuri anorganik dalam urine adalah tempat kerja. Pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar uap logam merkuri anorganik lebih besar risiko terpapar dibanding pekerja di tempat yang tidak terpapar. Tidak terbukti ada beda proporsi indeks pemaparan dan lama kerja dengan konsentrasi merkuri anorganik dalam urine pekerja tambang emas. Pemantauan biologik telah berhasil memperlihatkan adanya pemaparan yang meningkat pada pekerja. Kegiatan ini dapat digunakan pada industri yang terdapat pemaparan uap logam merkuri anorganik di Indonesia. Disarankan agar pihak perusahaan lebih memperhatikan upaya menurunkan konsentrasi pemaparan di udara dan optimalisasi pemantauan biologik.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Cakrawati
Abstrak :
Berkembangnya sektor industri di negara kita, selain memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif terutama terhadap lingkungan berupa pencemaran air karena merkuri. Salah satu kota yang berpotensi mengalami pencemaran air adalah Kota Pontianak. Hal ini disebabkan antara lain karena Kota Pontianak merupakan salah satu lokasi penambangan emas. Polutan merkuri di Pulau Kalimantan diperkirakan sebesar 61 ton setiap tahunnya untuk kegiatan penambangan emas skala kecil dan berdasarkan hasil penelitian dari Universitas Tanjungpura pada Bulan Agustus 2000 diketahui bahwa kandungan merkuri di sepanjang Sungai Kapuas dan anak-anak sungainya, serta pada biota sungai (beberapa jenis ikan), dan pada contoh air PDAM telah melebihi ambang batas. Pencemaran tersebut perlu ditangani serius karena Sungai Kapuas sampai saat ini berfungsi sebagai bahan baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai besarnya pajanan merkuri dalam rambut masyarakat Kota Pontianak. Disamping itu untuk mempelajari hubungan karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lama tinggal) serta kebiasaan makan ikan dengan kadar merkuri dalam rambut. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari hasil studi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Penyehatan Air Ditjen P2M & PL tahun 2000, dengan rancangan Cross Sectional, populasi adalah masyarakat Kota Pontianak pelanggan PDAM. Sampel adalah kepala keluarga / anggota keluarga; umur minimal 15 tahun; tinggal minimal 1 tahun: bersedia diambil sampel rambut dan urin yang diambil dengan metode klaster sebanvak 240 responden. Hasil penelitian menunjukan rata-rata kadar merkuri dalam rambut responden 0,9512 µg,/g (95% CI: 0,4534-1,4490), median 0,2900 µg/g, modus 0,00: µg/g, kadar merkuri terendah 0,00 µg/g dan tertinggi 52,57 µg/g. Sebaran kadar merkuri dalam rambut vaitu sebanvak 79 orang mempunyai kadar merkuri antara 0,00-0,09 µg/g 26 orang > 1,47 µg/g, dan sisanya adalah 0,10-1,30 µg/g. Pada kelompok usia 25 - 34 tahun mempunyai proporsi masyarakat yang rambutnya mengandung merkuri lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Responden yang frekuensi makan ikan setiap hari memiliki proporsi masyarakat yang rambutuva mengandung merkuri lebih besar dibandingkan dengan kelompok frekuensi makan ikan lainnva. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin, pekerjaan, dan lama tinggal di Pontianak dengan kadar merkuri dalam rambut. Melihat kecenderungan peningkatan pencemaran air karena merkuri, maka perlu ditingkatkan kerjasama Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dengan sektor terkait, melakukan sosialisi / penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya akibat pencemaran merkuri, pemeriksaan kadar merkuri secara berkala baik pada air sungai dan ikannya maupun hasil laut, perlu teknologi altematif yang lebih tepat. Perlu dilakukan penelitian yang serupa pada ?kelompok risiko tinggi? yang dilengkapi dengan mengetahui banvaknya ikan yang dikonsumsi setiap hari (beral) serta pemeriksaan kadar merkuri yang terkandung didalamnva. Metoda lain adalah dengan cara melakukan pemeriksaan kadar merkuri dalam rambut responden sentimeter per sentimeter karena setiap sentimeter helai rambut dapat disamakan dengan kira-kira 1 bulan pemajanan.
The development of industrial sector in Indonesia, beside its positive impacts, also generates negative impacts on environment such as mercury pollution in water. Pontianak City is one potential area to be polluted by mercury because, among others, Pontianak City is gold mining location. Mercury as pollutant in Kalimantan Island was predicted to be present as many as 61 tones each year for small-scale gold mining activity. Study by Tanjungpura University in August 2000 indicated that mercury level along the Kapuas River and its small canals, and in river biotic (several types of fish), as well as in PDAM (Local Office of Drinking Water) water supply had exceeded the accepted limit. This pollution needs to be seriously handled because Kapuas River is main water provider for PDAM of Pontianak City. This study aims to obtain information on the magnitude of mercury exposure measured in hair mercury level among community of Pontianak City and to understand the relationship between respondent's characteristics (age, sex, working status/job, and length of stay) and fish eating habit with hair mercury level. This study was secondary data analysis from the primary study by Health Office of West Kalimantan and Directorate of Water Hygiene year 2000, employed a cross-sectional design, with community members subscribed to PDAM as population. 240 sample was chosen using cluster method, head/member of a family, minimum age of 15 years old, stay at least 1 year, and willing to participate in hair and urine tests. The results showed that the average mercury level in hair was 0.9512 µg/g (95 % Cl: 0,4534-1,4490), median 0.2900 µg/g, the lowest mercury level was 0.00 µg/g and the highest was 52.57µg/g. The distribution of hair mercury level was 79 respondents had 0,00-0,09 µg/g, 26 respondents had > 1,47 µg/g and the rest had 0,10-1,30 µg/g mercury level. The age group of 25-34 years old had greater proportion of respondents with higher level of hair mercury compared to other age ranges. Respondents who eat fish daily had higher proportion of high hair mercury level compared to other frequency of fish eating. There is no relationship between sex, working status / job, and length of stay in Pontianak with hair mercury level. Observing the increasing trend of water mercury pollution, the collaboration between Health Office of West Kalimantan and other related sectors needs to be improved, as to provide socialization / education to the community members on the dangers of mercury pollution, routine mercury level check both in the river and fish:, and needs more appropriate alternative technology. There is a need to conduct similar research among "the high risk group" including the documentation on how many fish eaten daily (in weight) as well as checking its mercury content. Other method is by examining mercury level in hair centimeter by centimeter because each centimeter of hair shaft equals to a month exposure.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T1233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Susilowati, translator
Abstrak :
Perubahan penggunaan tanah secara tidak terkendali di kawasan Situ Rawa Besar ditunjukkan dengan semakin meningkatnya tanah yang dimanfaatkan untuk permukiman dan perdagangan. Hal ini membawa dampak terhadap kelestarian situ. Kawasan Situ Rawa Besar pada Tahun 2003 sebagian besar dimanfaatkan untuk permukiman 064%), sisanya untuk perdagangan (12%), kebun yang tidak dibudidayakan (4%), jalan lingkungan (12%), dan fasilitas umum (8%). Salah satu tepi situ telah terbangun penuh oleh rumah-rumah permanen dengan jalan lingkungan beraspal. Penduduk kawasan Situ Rawa Besar membuang limbah padat dan cair domestik ke perairan dan sempadan situ. Peningkatan jumlah limbah domestik tersebut sama dengan peningkatan jumlah penduduk kawasan. Berdasarkan fakta-fakta di atas dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu "dampak pemanfaatan lahan pada kualitas air situ. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
  1. Penurunan kualitas air situ ditinjau dari parameter Dissolved Oxygen (DO), pH, dan Amoniak.
  2. Perhitungan bahan pencemar dilakukan untuk mengetahui peningkatan jumlah bahan pencemar dalam limpasan air hujan.
Tujuan penelitian ini adalah:
  1. Mengetahui dampak perubahan penggunaan tanah di kawasan situ Rawa Besar pada kualitas air situ.
  2. Mengetahui dampak rencana penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah pada kualitas air situ.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
  1. Perubahan penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar menyebabkan penurunan kualitas air situ dilihat dari parameter DO, pH, dan Amoniak.
  2. Perubahan penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar menyebabkan peningkatan jumlah bahan pencemar dalam limpasan air hujan.
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah:
  1. Penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar.
  2. Kualitas air Situ Rawa Besar. Data penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar yang dipakai adalah data 5 (lima) tahun terakhir dari Tahun 1999 sampai Tahun 2003. Pengumpulan data primer yang diperlukan dilakukan langsung di lapangan, baik dengan wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan. Pengumpufan data sekunder dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Analisis terjadinya penurunan kualitas air situ dilakukan dengan mengetahui hubungan (korelasi) antara perubahan pemanfaatan lahan dan parameter-parameter kualitas air (DO, pH, dan Amoniak). Analisis terjadinya peningkatan jumlah bahan pencemar yang terbawa oleh limpasan air hujan dilakukan dengan mengetahui peningkatan koefisien aliran permukaan (C).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
  1. Perubahan penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar menyebabkan penurunan kualitas air situ, hal tersebut dapat diketahui dengan melihat bahwa:
    • Perubahan penggunaan tanah untuk permukiman mempunyai hubungan yang kuat dengan parameter DO, pH dan Amoniak. Koefisien korelasi (r) antara variabel permukiman dan parameter DO sebesar 0.8848, antara variabel permukiman dan parameter pH sebesar 0.9245, serta antara variabel permukiman dan parameter Amoniak sebesar 0.8669.
    • Perubahan penggunaan tanah untuk perdagangan mempunyai hubungan yang kuat dengan parameter DO, pH dan Amoniak. Koefisien korelasi (r) antara variabel perdagangan dan parameter DO sebesar 0.8353, antara variabel perrnukiman dan parameter pH sebesar 0.9208, serta antara variabel permukiman dan parameter Amoniak sebesar 0.8615.
    • Parameter oksigen terlarut (DO) mengalami penurunan dari 9.71 mg/I pada Tahun 1999 menjadi 4.5 mg/I pada tahun 2003. Parameter pH mengalami peningkatan dari 7.35 pada Tahun 1999 menjadi 8.63 pada tahun 2003. Parameter amoniak mengalami peningkatan dari 0.022 mg/I pada Tahun 1999 menjadi 0.035 mg/I pada tahun 2003. Parameter-parameter yang melebihi Baku Mutu lingkungan adalah Amoniak, Fenol, Timbal, BOD, COD dan adanya bakteri koli.
    • Perubahan penggunaan tanah menyebabkan peningkatan jumlah bahan pencemar dalam limpasan air hujan sebesar 1.34% per tahun dan peningkatan jumlah Iimbah cair domestik yang dibuang ke perairan situ sebesar 6.604 % per tahun.
  2. Rencana penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dapat menyebabkan penurunan kualitas air situ, hal tersebut dapat diketahui dengan melihat bahwa:
    • Penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar dapat menghasilkan limbah cair domestik dengan jumlah besar yaitu 215.082 lt/dt pada jam jam sibuk. Permukiman yang padat (19504 unit) juga berpotensi menyebabkan penurunan kualitas air situ.
    • Tingginya luasan untuk kawasan terbangun (80%) menyebabkan tingginya jumlah bahan tercemar yang terbawa limpasan air hujan, dapat mencapai 90% dari bahan pencemar yang terakumulasi di darat.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Utami Iriani
Abstrak :
Polusi udara di DKI Jakarta terus menunjukkan peningkatan bahkan beberapa polutan telah melewati nilai ambang batas. Meningkatnya kadar polutan di udara menimbulkan serangan asma dan bronkitis pada masyarakat. Tahun 2001 penyakit saluran napas bawah adalah termasuk penyakit 10 besar di Indonesia dan di Jakarta berada pada peringkat 15 besar. Studi ekologi dengan analisis time trend ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi parameter ISPU dengan serangan asma/bronkitis. Data yang digunakan adalah data skunder harian iklim (radiasi matahari, kelembaban, suhu arah angin, kecepatan angin), parameter ISPU (PM10, SO2, 03, NO2) dari BPLHD DKI Jakarta dan kunjungan rawat jalan dan rawat inap dari pasien yang terserang asma/bronkitis dari 5 RS (Fatmawati, Pasar Rebo, Koja, Sumber Waras, Cipto Mangunkusumo) yang masing-masing mewakili wilayah di DKI Jakarta. Dan data per minggu selama tahun 2002-2003 ditemukan radiasi matahari di Jakarta 151,65 W/m2, kelembaban 75,68 %, suhu 27,95°C, arah angin 159,93°, kecepatan angin 1,83 m/s. Rata-rata per minggu PM10 73,95 µg/m3, SO2 38,72 µg/m3 , 03 53,21 µg/m3 , NO2 40,56 µg/m3, ISPU 87,99 dan 67,9 % dalam kategori sedang. Rata-rata per minggu kunjungan asmalbronkitis 47 kali. Radiasi matahari mempunyai korelasi positif dengan 03 dan ISPU. Kelembaban mempunyai korelasi negatif dengan PM10, SO2, 03, NO2 dan ISPU. Suhu mempunyai korelasi positif dengan PM10, SO2, 03, NO2 dan ISPU. Arah angin mempunyai korelasi negatif dengan PM10, SO2, 03, NO2 dan ISPU. Kecepatan angin berkorelasi positif dengan NO2 dan berkorelasi negatif dengan PM10, SO2, dan 03. Asma dan bronkitis mempunyai korelasi positif dengan NO2 dan berkorelasi negatif dengan 03. Hasil analisis time trend dalam periode tiga bulanan didapatkan pola kunjungan asma dan bronkitis tidak mengikuti pola konsentrasi kualitas udara ambien dan ISPU. Disimpulkan bahwa keadaan suhu dan kelembaban di Jakarta masih nyaman dengan radiasi matahari yang cukup. Arah angin Selatan Tenggara dengan kecepatan sepoi lembut. Semua parameter ISPU masih di bawah baku mutu dan sebagian besar udara Jakarta selama tahun 2002-2003 dalam kategori sedang. Tingginya konsentrasi NO2 di udara sejalan dengan meningkatnya jumlah kunjungan pasien yang terserang asrna/bronkitis. Perlu adanya kerjasama lintas sektor untuk membuat suatu sistem kewaspadaan dini bagi penderita asmalbronkitis tentang buruknya kualitas udara. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam hubungan kausalitas diperlukan penelitian lebih lanjut dalam waktu yang lama dan dengan desain kohort. ...... Relationship Between Climate, Pollutant Standard Index (PSI) and Asthma Bronchitis Attack in DKI Jakarta 2002-2003 (Ecology Time Trend Study in 5 General Hospitals in DKI Jakarta)Air pollution in DKI Jakarta increases continuosly every year even some pollutant have been over threshold limit value. This can cause asthma attack and bronchitis to people whose exposed. In 2001, chronic respiratory diseases still in 10 big diseases class in Indonesia and 15 in Jakarta. Ecology study with time trend analysis is aimed at finding relationship between parameters of PSI with asthma attack and bronchitis. Climate data such as sun radiation, humidity, temperature, wind direction and wind speed is get from BPLHD Jakarta. Parameters of PSI such as PM10, SO2, 03, NO2 is get from BPLHD also. Asthma attack and bronchitis visit is get from 5 general hospitals in Jakarta which each hospital represent every district. From 2002-2003, it is found that the weekly average of sun radiation in Jakarta is 151,65 W/m2, humidity 75,68 %, temperature 27,95°C, wind direction 159,93°, wind speed 1,83 m/s. Weekly average of PM10 is 73,95 µg/m3, SO2 38,72 µg/m3, 03 53,21 µg/m3, NO2 40,56 µg/m3, ISPU 87,99 and 67,9 % data still in middle category, The weekly average of asthma /bronchitis attack visit is 47 times. Sun radiation have positive correlation with 03 and PSI. The humidity negative correlation with PM10, SO2, 03, NO2 and PSI. The temperature have positive correlation with PM10, SO2, 03, NO2. The wind direction in Jakarta from 2002-2003 have negative correlation with PM10, S02, 03, NO2 and PSI. The wind speed have positive correlation with NO2 and negative correlation with PM10, SO2, and 03. Asthma attack and bronchitis have positive correlation with NO2 and negative correlation with 03. The result of time trend analysis in 3 months period show that the trend pattern of asthma /bronchitis attack visit doesn't follow the trend pattern of PSI parameters. It is conclude that the temperature and humidity of Jakarta still comfort for human with enough radiation intensity. Wind direction is South East and in slow speed. All PSI parameters still under treshold limit value and most of the air condition of Jakarta in 2002-2003 is still in the middle category. The highest concentration of NO2 is, the more asthma/bronchitis patient's visit. It is need over sector cooperation to make early detection system for asthma/bronchitis sufferer about how bad the air quality. To get better conclusion of causality it is need more research in long term, for instance (5-10) years and in cohort design.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, B. R. Crysman
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk mempelajari perubahan spektrum penyerapan akan digunakan Sun-Fotometer dengan melakukan pemantauan dan pengukuran secara berkesinambungan. Grafik spektrum yang didapat dianalisa dan dibandingkan dengan spektrum yang mengandung polutan dari literatur acuan yang ada.

Dengan menganalisa spektrum pada berbagai panjang gelombang, dapat diketahui tentang adanya penipisan yang terjadi dalam daerah ultraviolet, cahaya teriihat dan infra merah. Sun-Fotometer juga dapat digunakan untuk pemantauan bergeraknya polutan di atmosfer, terutama di daerah perkotaan, yang memiliki sumber polutan yang sangat banyak.

Sun-Fotometer yang digunakan merupakan keterpaduan komponen utama yang terdiri dari Teleskop, Monokromator, Photomultiplier, ADC/Interface, dengan unit Personal Komputer.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charles J.
Abstrak :
Sejumlah tenaga kerja yang selama paling sedikit 5½ jam sehari, 5 hari seminggu dan telah berlangsung hingga 4 tahun, telah menghirup udara lingkungan kerja yang mengandung gas ammonia. Keadaan seperti inilah yang telah diamati oleh peneliti di pabrik ammonia urea dari perusahaan PT. PUPUK KALTIM yang berlokasi di Bontang, Propinsi Kalimantan Timur. Hal yang sama dialami oleh karyawan lain di pabrik sejenis dengan kadar dan waktu pemaparan yang berbeda-beda. Para pekerja gelisah akan kemungkinan rusaknya paru mereka, sehingga sering mengganggu pikiran mereka sewaktu melaksanakan tugasnya. Walaupun lama kelamaan dengan berjalannya waktu, para pekerja telah "menerima" lingkungan kerja yang demikian, namun kegelisahan itu sewaktu-waktu dapat muncul kembali. Kecelakaan akibat tumpahnya ammonia cair atau bocornya gas ammonia telah pernah dilaporkan, namun akibat lebih lanjut dari peristiwa itu belum pernah dilaporkan. Gangguan organ pernafasan akibat gas ammonia lingkungan kerja sangat sedikit didokumentasikan dan penelitian ke arah ini masih jarang. Walaupun para ahli dan pengawas kesehatan kerja dapat menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) secara umum, namun disadari bahwa NAB tersebut dari waktu ke waktu selalu ditinjau kembali. Ini disebabkan pengertian gangguan kesehatan semakin sensitif dan spesifik sebagai konsekuensi berkembangnya tuntutan "sejahtera" dari manusia beradab. Untuk itu perlu diselidiki bagaimana hubungan antara pemaparan gas ammonia dan kesehatan tubuh tenaga kerja. Untuk kesempatan kali ini penulis meneliti hubungannya dengan fungsi paru. Disadari bahwa kebanyakan tenaga kerja Indonesia umumnya dan tenaga kerja pabrik ini khususnya, belum dapat lepas dari kebiasaan merokok. Untuk mendapatkan pengaruh gas ammonia yang "murni", maka para perokok Untuk lebih memastikan tingkat kaitan antara udara lingkungan kerja yang mengandung gas ammonia dan fungsi paru maka perlu dilakukan penyelidikan serupa di pabrik sejenis di luar pabrik PT. PUPUK KALTIM yaitu pabrik PT. PUPUK KUJANG. Keterbatasan waktu menyebabkan pengumpulan data dicukupkan hanya pada kedua perusahaan ini. Berbagai alat pengukur telah dipelajari. Dari alat-alat yang tersedia, selanjutnya dipilih yang terbaik yaitu spektrofotometer untuk analisis gas ammonia dan spiro meter untuk mengukur fungsi paru.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Groundwater recharge technology is the effort to reduce execcive surface runoff and to conserve the groundwater as well. However, runoff can disperse the pollutants which then accumulate in water bodies....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>