Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oxenfeldt, Alfred R.
New York: Amacom , 1975
338.5 OXE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Olan Syahlan Mukdiem
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17563
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwan Hermawan
Abstrak :
Sektor industri memiliki peran yang penting bagi perekonomian Indonesia. Permasalahan yang dihadapi industri saat ini adalah harga gas sebagai bahan baku yang cenderung mahal di tengah-tengah harga minyak yang turun sejak tahun 2016. Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Perpres 40/2016 tentang penetapan harga gas untuk industri tertentu pada floor price USD 6/MMBTU untuk melindungi revenue produsen gas, sedangkan kontrak gas saat ini menggunakan sistem eskalasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi nilai netback setiap pabrik dan mereview kebijakan harga gas yang berlaku. Hasil perhitungan netback berdasarkan long run marginal cost bahwa pabrik PKT 04 dan 05, Pusri 1B, 2B, 3, dan 4, PKC 1A dan 1B, dan PKG memiliki nilai netback yang rendah kecuali secara rata-rata PKT memiliki nilai netback paling tinggi. Sehingga kebijakan harga gas saat ini perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga gas kontrak untuk menjaga operasional pabrik secara ekonomis. ...... The industrial sector has an important role for the Indonesian economy. The problem facing the fertilizer industry is the price of gas as a raw material that tends to be expensive for the lower prices of crude oil since 2016. To overcome this problem the government issued Presidential Regulation No. 40/2016 on setting gas price for fertilizer industry but this regulation only sets floor gas prices at USD 6/MMBTU to secure revenues of gas producers. Meanwhile the current sale gas contract for fertilizer apply an escalation. The objectives of this study are to evaluate the netback value each fertilizer plant and assess the current gas price policy. The netback value is calculated based on long run marginal cost of urea production. The result shows that PKT 04 and PKT 05, Pusri 1B, 2B, and 3, PKC 1A and 1B, and PKG have lower netback value than gas price contract, except (mana yang sdh lebih tinggi) . The current gas price policy needs to be adjusted to keep the fertelizer industry profitably.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimenez, Emmanuel
Baltimore: The johns Hopkins University Press, 1987
338.433 621 JIm p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This paper investigates the theoretical an practical impact of the goverment procurement policy on rice price in Bangladesh agriculture. Teh policy, basically, aims at procuring a targeted amaunt of rice and wheat at predetermined prices in order to protect...
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This paper investigates the theoretical impacts of the government procurement policy on rice producer price in Bangladesh agriculture........
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Rubiani
Abstrak :
Tarif pelayanan persalinan di Puskesmas Cimanggis Kota Depok yang berlaku saat ini adalah Rp. 75.000,0. Tarif ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan operasional kamar bersalin di Puskesmas di mana Puskesmas harus melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai tempat pertolongan persalinan yang bermutu dengan tidak hanya selalu bergantung kepada subsidi Pemerintah. Dengan penyesuaian tarif diharapkan terwujud maksimalisasi pelayanan, karena tarif yang sesuai dengan kemampuan membayar masyarakat akan meningkatkan utilisasi. Penyesuaian tarif dilakukan melalui analisa tarif yang berdasarkan biaya satuan pelayanan persalinan ,tingkat pengembalian biaya, tingkat kemampuan (ability to pay ATP) dan kebijakan tarif dan tarif pesaing yang setara. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di unit kamar bersalin Puskesmas Cimanggis Kota Depok, yaitu menganalisa biaya dengan menggunakan data tahun 2000 dan menggunakan metode double distribution. Adapun untuk menilai tingkat kemampuan dan kemauan masyarakat membayar yaitu dengan mengolah data hasil survei terhadap masyarakat Kabupaten Bogor. Kemampuan masyarakat menurut ATP adalah : 92 % masyarakat mampu membayar Rp 72.000,0 ; 72% masyarakat mampu membayar Rp 270.000,0.; 50% masyarakat mampu membayar Rp.504.000,00. Dari hasil analisa biaya kamar bersalin, didapatkan biaya satuan aktual Rp.585.593,00 dan biaya satuan normative Rp.524.626,00 Tarif pertolongan persalinan yang akan disarankan adalah Rp. 270.000,0. Saran perubahan tarif tersebut disambut baik oleh kepala Dinas Kesehatan Kota Depok serta Kepala Puskesmas Cimanggis, selanjutnya akan diusulkan ke Pemda untuk diproses lebih lanjut. Daftar Pustaka : 21 (1996 - 2001)
A Case Study of Birth Delivery Rational Price Analysis at Puskesmas Cimanggis, City of Depok, 2002The current price of delivery service at Puskesmas Cimanggis City of Depok is Rp75.000,-. Considering the tasks and functions of Puskesmas as quality delivery service place that does not depend on government's support, the current price is not suitable with operational need of birth delivery room in Puskesmas. It is expected that price adjustment would maximize the service, because the appropriate price that is in line with people's ability to pay would increase utilization. The price adjustment was conducted through price analysis based on the unit cost of birth delivery service, cost recovery rate, ability to pay (ATP), price policy, and competitor's price. This study is a study case that was conducted in Birth Delivery Room Unit at Puskesmas Cimanggis City of Depok by analyzing the cost using double distribution method. The assessment of the ability to pay and the willingness to pay of the people in the District of Bogor was conducted by processing data from the survey result. The ability to pay according to ATP1 was 92% of people were able to pay as much as Rp72.000, 00; 72% of people were able to pay as much as Rp270.000,00 and 50% of people were able to pay as much as Rp504.000,00. Based on the cost analysis of birth delivery room of this study, the actual unit cost was Rp585.593, 00 and normative unit cost was Rp524.626,00. Nevertheless, the recommended price of birth delivery service is Rp270.000, 00. The recommendation of the price change is accepted by the Head of District Health Office as well as the Head of Puskesmas Cimanggis. Furthermore, the next step would be proposing this pricing to the Local Government. References: 21 (1996 - 2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujiati
Abstrak :
Kajian ini mempunyai latar belakang masalah pentingnya pangan sebagai kebutuhan azasi manusia, adanya pergeseran pembangunan ketahanan pangan dan ketergantungan Jakarta terhadap daerah produsen atau impor untuk memenuhi ketersediaan pangan. Pokok masalah penelitian ini adalah "apa rumusan strategi pengembangan ketahanan pangan dan apa prioritas strategi pengembangan ketahanan pangan di Propinsi DKI Jakarta". Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, menggunakan data sekunder dan primer dan kuisioner terhadap 16 responden yang memahami dan berkecimpung dalam pengembangan ketahanan pangan. Analisis data menggunakan Matrik Intemal-Ekstemal dan Proses Hirarki Analitik (PHA) dengan alat bantu software Expert Choice 2000. Peluang untuk pengembangan ketahanan pangan di Propinsi DKI Jakarta adalah: (1) kebijakan impor beras; (2) kebijakan OPK dan RASKIN; (3) kebijakan penetapan harga gabah/beras; (4) subsidi pupuk dan kredit; (5) perkembangan teknologi informasi, komputer dan transportasi; (6) otonomi daerah; (7) perkembangan teknologi pertanian; dan (8) komitmen pemerintah. Faktor ancaman meliputi: (1) perubahan iklim/alam; (2) globatisasi; (3) perubahan situasi politik; (4) laju inflasi; dan (5) fluktuasi nilai rupiah. Kekuatan untuk pengembangan ketahanan pangan di Propinsi DKI Jakarta adalah: (1) ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan; (2) ketersediaan sarana dan prasarana transportasi; (3) keberadaan lembaga keungan; (4) keberadaan asosiasi dan kelembagaan pangan; (5) ketersediaan SDM; (6) partisipasi masyarakat; dan (7) kerjasama Mitra Praja Utama. Faktor kelemahan meliputi: (1) keterbatasan lahan pertanian; (2) ketergantungan pasokan pangan; (3) keterbatasan modal petani; (4) meningkatnya jumlah penduduk; (5) terbatasanya akses informasi ketahanan pangan; (6) kemiskinan; (7) pola konsumsi beras; dan (8) belum adanya institusi ketahanan pangan. Hasil analisis dengan Matrik Internal-Ekstemal diperoleh hasil total nilai faktor internal 2,576 dan nilai faktor eksternal 2,722 sehingga strategi yang sesuai adalah strategi growth. Rumusan strategi yang dikembangkan meliputi: (1) pengembangan dan peningkatan intensitas jaringan kerjasama; (2) peningkatan kapasitas distribusi pangan; (3) pembangunan sistem cadangan pangan; (4) peningkatan keberdayaan dan partisipasi masyarakat; dan (5) pengembangan diversifikasi dan konsumsi pangan. Hasil analisis dengan Proses Hirarki Analitik (PHA) diperoleh faktor untuk pengembangan ketahanan pangan di Propinsi DKI Jakarta adalah kepastian pasokan pangan (bobot 0,457), sistem distribusi pangan (bobot 0,289), diversifikasi konsumsi pangan (bobot 0,131), dan sistem penyimpanan pangan (bobot 0,122). Aktor yang berpengaruh meliputi Pemda DKI (bobot 0,365), BUMD/swasta (bobot 0,314), masyarakat (bobot 0,163) dan pemerintah pusat (bobot 0,158). Prioritas straegi adalah: (1) pengembangan dan peningkatan intensitas jaringan kerjasama (bobot 0,277); (2) peningkatan kapasitas distribusi pangan (bobot 0,247); (3) peningkatan keberdayaan dan partisipasi masyarakat (bobot 0,163); pembangunan sistem cadangan pangan (bobot 0,161); dan (5) pengembangan diversifikasi dan konsumsi pangan (bobot 0,152). Prioritas altematif kelembagaan berturut-turut:(1) pemerintah dan swasta (bobot 0,621); (2) pemerintah murni; dan (3) swasta murni/mekanisme pasar (bobot 0,179). Pelaksanaan alternatif strategi memerlukan koordinasi dengan pemerintah pusat, kerjasama dengan pihak lain yang terkait, dan dukungan kebijakan sektor lain seperti ekonomi, kesehatan, sosial, politik dan lain-lain. Hal lain yang perlu dilakukan adalah peningkatan daya beli masyarakat untuk mencapai Pola Pangan Harapan (PPH) dan pemetaan ketahanan pangan tingkat wilayah dan rumah tangga.
Strategy of Development Food Security in DKI Jakarta ProvinceDKI Jakarta doesn't have enough land to food production. in order to adequate the needed of food, DKI Jakarta Province must supply them from others region or import. The research objectives are to (1) formulated of strategy development food security in DKI Jakarta Province with identified strengths, weaknesses, opportunities and threats and (2) formulated priority of strategy development food security in DKI Jakarta Province. Data analysis with Matrix Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), Matrix Internal-External and Analytical Hierarchy Process (AHP). The opportunities of developing food security in DKI Jakarta Province are (1) import rice policy; (2) targeted price subsidy policy; (3) floor price policy; (4) fertilizer and food security subsidies; (5) information, computer and transportation technologies; (6) local autonomy; (7) development agriculture technology; and (8) government commitment. The threats are (1) climate alteration; (2) globalization; (3) national politic situation; (4) inflation rate; and (5) Rupiahs kurs. The strengths are: (1) trade infrastructure; (2) transportation infrastructure; (3) finance institution; (4) food association and institution; (5) human resource; (6) community participation; and (7) cooperate with other provinces. The weaknesses are: (1) land agriculture limited; (2) dependences to other region or import; (3) capital farmer limited; (4) increasing population; (5) limited information of food security; (6) poverty; (7) consumption model; and (8) there is not special food security institution yet. Results Internal - External analysis are 2,576 for internal score and 2,722 for external score. The formulation and priority strategies are: (1) developing and improving of network cooperation intensity (0,277); (2) improving distribution of food capacity (0,247); (4) developing of food stock system (0,161); (3) improving community empowerment and participation (0,163); (5) diversification of food production and consumption (0,152). DKI Jakarta Province should coordinate with central government and mapping food security in local and household level for implementing strategies.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuning Trihadmini
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis komparasi krisis Asia dengan krisis keuangan global dalam aspek pola penularan (contagion, interdependence) dan spillover, baik secara intra dan inter asset price serta analisis respons kebijakan moneter. Pola penularan diestimasi dengan menggunakan model DCC-GARCH dari data harian, sedangkan analisis spillover dan respons kebijakan dimodelkan dengan menggunakan Global VAR (GVAR) dengan data bulanan. Periode analisis dari Januari 1995 sampai dengan Maret 2018. Hasil penelitian menunjukkan terdapat persamaan dan perbedaan pola penularan antara krisis Asia dengan krisis keuangan global. Beberapa persamaannya adalah; (i) perambatan shock intra asset price lebih besar dibandingkan inter asset price, (ii) terjadi common cycle yaitu penularan krisis cenderung terjadi dalam periode yang pendek dan berulang, (iii) terjadi interdependence pada nilai tukar, serta (iv) dari dua periode krisis, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi paling tajam diantara mata uang negara ASEAN. Adapun perbedaan dari kedua krisis adalah; (i) pada krisis Asia, terjadi interdependence intra asset price pada suku bunga O/N, nilai tukar, serta interdependence terbatas pada indeks saham, kemudian terjadi juga interdependence semua asset price intra ASEAN. Pada nilai tukar, terjadi common trend intra ASEAN yaitu mengalami pergerakan searah dalam jangka panjang, kecuali dengan SGD tidak terjadi. (ii) Pada krisis keuangan global terjadi asimetri interdependence pada nilai tukar, dimana Interdependence negative yang terjadi sebelum GFC (mata uang ASEAN menguat dalam tahun 2005-2007) lebih kecil dibandingkan dengan interdependence positif yang terjadi saat krisis keuangan global, (mata uang ASEAN mengalami depresiasi). (iii) Pada krisis Asia, suku bunga O/N memiliki degree of co-movement paling besar baik intra dan inter asset price, juga intra ASEAN. Sementara pada krisis keuangan global nilai tukar menunjukan co-movement paling besar. Terdapat pertalian yang kuat antara nilai tukar dengan indeks saham, namun shock nilai tukar mempunyai efek yang lebih besar dan bertahan dalam jangka panjang. (iv) Diantara variabel riel, inflasi menerima efek limpahan paling besar pada kedua krisis, namun pada krisis Asia efeknya lebih eksplosif. Penurunan GDP saat krisis Asia lebih banyak disebabkan efek limpahan dari public debt, sementara pada krisis keuangan global oleh nilai tukar. (v) Respons kebijakan moneter Tight Money Policy pada krisis Asia lebih efektif dalam jangka panjang (1-2 tahun), sementara itu respons kebijakan stabilisasi pada krisis keuangan global lebih efektif dalam jangka pendek. ......A financial crisis that occurs in one country can easily spread to other countries and become a global financial disaster in a short time. This study aims to conduct a comparative analysis of the Asian crisis with the global financial crisis in terms of contagion, interdependence and spillover effect, both intra and inter asset prices, as well as an analysis of monetary policy responses. The pattern of contagion was estimated using the DCC-GARCH model from daily data, while the spillover analysis and policy response were modeled using Global VAR (GVAR) with monthly data. The analysis period is from January 1995 to March 2018. The results show that there are similarities and differences in transmission patterns between the Asian crisis and the global financial crisis. Some of the similarities are; (i) intra-asset price shock propagation is greater than inter-asset price, (ii) common cycle occurrence, i.e. crisis transmission tends to occur in short and repeated periods, (iii) exchange rate interdependence, and (iv) from two crisis periods , the Rupiah experienced the sharpest depreciation among ASEAN currencies. The differences between the two crises are; (i) in the Asian crisis, there was interdependence of intra asset prices on O/N interest rates, exchange rates, and limited interdependence on stock indices, then there was also interdependence of all intra ASEAN asset prices. In the exchange rate, there is a common intra-ASEAN trend that is experiencing the same direction of movement in the long term, except that SGD does not occur. (ii) In the global financial crisis, interdependence asymmetry occurred in exchange rates, where the negative interdependence that occurred before the GFC (the ASEAN currency strengthened in 2005-2007) was smaller than the positive interdependence that occurred during the global financial crisis, (the ASEAN currency experienced a depreciation. ii) During the Asian crisis, the O/N interest rate had the highest degree of co-movement, both intra and inter asset prices, as well as intra ASEAN. Meanwhile, during the global financial crisis, the exchange rate showed the largest co-movement. There is a strong relationship between the exchange rate and stock indices, but exchange rate shocks have a larger effect and persist in the long term. (iv) Among real variables, inflation received the largest spillover effect in the two crises, but in the Asian crisis the effect was more explosive. The decline in GDP during the Asian crisis was mostly due to spillover effects from public debt, while in the global financial crisis it was caused by the exchange rate. (v) The monetary policy response of the Tight Money Policy to the Asian crisis was more effective in the long term (1-2 years), while the stabilization policy response to the global financial crisis was more effective in the short term.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anggereni
Abstrak :
Perishable food merupakan segala komoditi makanan yang memiliki masa hidup ataupun masa kegunaan yang terbatas. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa penawaran diskon pada perishable products mempunyai trade off tersendiri bagi retailer ataupun penyedia barang dalam memenuhi permintaan yang muncul. Oleh karenanya, penentuan set optimasi diskon dan inventori yang mencakup besaran diskon yang ditawarkan, kapan diskon harus ditawarkan, serta jumlah inventori yang seharusnya dipasok perlu dilakukan dalam memaksimalisasi keuntungan dalam trade off yang ada. Ketiga hal ini dibahas dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pendekatan keuntungan yang diperkirakan diperoleh bahwa kebijakan yang disarankan adalah memesan 45 dus jeruk dan menawarkannya pada harga normal dan pada harga dengan potongan sebesar 15% mulai pada hari ke-20 pada pelanggan. Disamping itu, penawaran produk pada harga dengan diskon ternyata memberikan keuntungan lebih bagi perusahaan daripada harga normal. ......Perishable food is all the commodities that have fixed useful life. Reality shows that discount offered on these commodities has trade-off for both retailer and supplier. Therefore, determination of optimal discount and inventory set is needed. Discount and inventory set consists of how much the discount should be offered, when it should be offered, and how much inventory should be stock. Those three things are covered in this thesis with expected profit approach. It is found that the policy suggested is stocking 45 box of orange and offering them with normal price and discounted price (15%) starting from day 20 to customers. Another interesting thing is also found. Offering product with discounted price will give higher profit than in normal price.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S52356
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library