Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmania Diandini
Abstrak :
Latar Belakang: Pajanan debu silika telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko infeksi TB paru. Diketahuinya besar risiko pajanan debu silika terhadap timbulnya TB paru dapat menjadi suatu aset dalam upaya advokasi program pemberantasan TB baik di pusat pelayanan kesehatan, maupun di tempat kerja, terutama tcrhadap sektor industri yang terkait pajanan debu silika seperti keramik, gelas, konstruksi, etc. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan kasus 129 orang, dan kontrol 129 orang yang dipadankan menurut usia dan jenis kelamin. Wawancara riwayai pajanan debu silika dilalcukan dengan kuesioner yang telah diujicoba sebelumnya. Diagnosis TB paru diambil dari data sekunder hasil pemeriksaan basil tahan asam (BTA) sputum 3x dan foto toraks di awal diagnosis. Pengaruh pajanan debu silika terhadap TB pam dianalisis regresi logistik, disesuaikan terhadap sejumlah faktor risiko lainnya. Hasil: Dari analisis bivariat ditemukan bahwa faktor pajanan debu silika sedang-tinggi memiliki OR kasar = ll.05 (95% Cl = l.39~87-69, p = 0_023). Namm; analisis multivariat tidak menunjukkan kemaknaannya terhadap TB pam. Faktor risiko yang bermakna adalah pendidikan tamat SMP (OR suaian = 2.26, 95% CI = 0.97-5.27), tamat SD hingga tidak sekolah (OR suaian 2.16, 95% Cl = 0.95-4.92), penghasilan rendah (OR suaian = 2.64, 95% CI = 1.21-5.84), Indeks massa tubuh (IMT) kurang (OR suaian = 15.76, CI = 6.95-3546), riwayat minum alkohol sedang-berat (OR suaian = 6.77, 95% CI = 2.27-1 9.78). Simpulan dan saran: Tidak terdapat perbedaan dalam zisiko TB paru antara riwayat pekeljaan terkait pajanan debu silika dengan pekerjaan lainnya_ Keterbatasan popuiasi penelitian di puskesmas tempat penelitian diperkirakan mempunyai andil terhadap hasil yang diamati_ Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pada populasi yang lebih spcsifik yaitu pada pekerja industri dengan pajanan debu silika. ......Silica dust exposure has long been known as risk factor for tuberculosis. Therefore, the risk on silica dust exposure can be an asset for health promotion to eradicate tuberculosis in the industrial setting, especially in silica-related industries such as ceramic, pottery, glass, construction, etc. Methods: The study design is case-control with cases (129 persons) and control (129 persons) selected and matched by age with 5-year interval, and gender. History of occupation with silica dust exposure was taken by interview using questionnaire which had been tested its validity and reliability. Diagnosis of tuberculosis which are acid-fast bacilli.sputum.smear and.thorax.photo interpretation were taken. secondary available. The relationship between pulmonary TB and silica dust exposure was evaluated by logistic regression analysis adjusted for other confounding factors. Result: Bivariate analysis shows that moderate to high silica dust exposure has crude OR=ll.05 (95% CI = 1.39-87.69, p=0.023). Meanwhile, multivariate analysis does not show its effect towards pulmonary TB. Factors that increases risk are junior high-school graduates (adjusted OR = 2.26, 95% CI = 0.97-5.27), illiterate up to elementary graduate (adjusted OR = 2.16, 95% CI = 0.95-4.92), low income (adjusted OR = 2.64, 95% CI = 1.21-5.s4), new body mass index (BMI) (adjusted OR = 15.76, 95% CI = 6.95-3546), and moderate-heavy drinking (adjusted OR = 6.77, 95% CI = 2.27-l9_78). Conclusion and Recommendation: Effect of occupation with silica dust exposure on pulmonary 'l`B is not shown in this study. Limitation of the study population was assumed as the cause. Further research is needed to be done in more specific population such as community of worker in industry with silica dust.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29185
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Vidiawaty
Abstrak :
Penyakit Tuberkulosis paru TB paru masih menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia, termasuk Indonesia. Angka penemuan kasus TB paru di wilayah Kecamatan Duren Sawit berada di urutan ketiga tertinggi yang ada di Kotamadya Jakarta Timur, yaitu mencapai 249 jiwa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru.Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden. Sampel penelitian terdiri dari 55 kelompok kasus dan 55 kelompok kontrol. Sampel yang digunakan adalah pasien yang terdata dan terdiagnosa sesuai dengan konfirmasi laboratorium di Puskesmas. Sampel berusia minimal 15 tahun, bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Duren Sawit dan tidak merenovasi rumah sebelum terdiagnosa TB paru. Kriteria kasus adalah pasien Puskesmas yang terdiagnosa TB paru BTA sedangkan kriteria kelompok kontrol adalah pasien Puskesmas yang dinyatakan TB paru BTA - oleh petugas Puskesmas.Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru di wilayah Kecamatan Duren Sawit adalah jenis kelamin OR 4,3; 95 CI 1,9-9,9 , tingkat pendidikan OR 4,2; 95 CI 1,9-9,4 , pekerjaan OR 3,2; 95 CI 1,3-7,7 , perilaku merokok OR 3,3; 95 CI 1,5-7,6 , pencahayaan OR 17,5; 95 CI 6,0-51,1 , suhu OR 6,6; 95 CI 2,9-15,4 , kepadatan hunian OR 9,5; 95 CI 4,0-22,6. ......Pulmonary tuberculosis TB is still the cause of the high number of morbidity and mortality in the world, including Indonesia. The number of pulmonary tuberculosis cases found in Duren Sawit subdistrict is the third highest in East Jakarta, reaching 249 people. The purpose of this study is to analyze factors related to pulmonary TB occurance.The research design used was case control with total 110 respondents. The study sample consisted of 55 case groups and 55 control groups. The samples used were patients who were recorded and diagnosed in accordance with laboratory confirmation at the Puskesmas Central Public Health . The sample is at least 15 years old, living in Duren Sawit sub district and not renovating the house before being diagnosed with pulmonary tuberculosis. Case criteria were Puskesmas Central Public Health patients who were diagnosed with pulmonary tuberculosis while the control group criteria were Puskesmas Central Public Health patients who have been declared pulmonary TB AFB by Puskesmas Central Public Health officers.The results of this study indicated that the risk factors affecting pulmonary TB occurance in Duren Sawit sub district are gender OR 4.3, 95 CI 1.9 9.9 , education level OR 4.2, 95 CI 1.9 9.4 , occupations OR 3.2, 95 CI 1.3 7.7 , smoking behavior OR 3.3, 95 CI 1.5 7.6 , exposure OR 9,5 95 CI 6,0 51,1 , temperature OR 6,6,95 CI 2,9 15,4 , occupancy density OR 9,5 95 CI 4, 0 22,6.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Silviana
Abstrak :
Latar belakang: Penyakit TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 90% kasus TB Paru ditemukan di negara berkembang. Di Indonesia penyakit TB Paru masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. Di Kabupaten Muaro Jambi jumlah penderita TB Paru pada tahun 2003 adalah 61.84 per 100.000 meningkat menjadi 106.16 per 100.000 penduduk pada tahun 2004. Peranan faktor lingkungan fisik dalam rumah menentukan penyebaran penyakit TB Paru, sehingga dalam penanggulangan TB Paru yang komprehensif harus melibatkan faktor lingkungan fisik dalam rumah. Pada tahun 2004, cakupan rumah sehat di Kabupaten Muaro Jambi hanya 36.9%, hal ini di duga memperbesar timbulnya penularan TB Paru.

Tujuan: Penelitian ini untuk melihat hubungan lingkungan fisik dalam rumah dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2005.

Metode: Desain studi kasus kontrol dengan 95 kasus yang diambil dari penderita TB Paru BTA (+) dari 18 Puskesmas di wilayah Kabupaten Muaro Jambi dan 95 kontrol yang diambil dari tetangga kasus dengan BTA (-).

Hasil: Analisis multivariat lingkungan fisik dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah: kelembaban rumah <40% atau >70% (OR:4,87;95%CI:1,58-15,04),ventilasi kamar <10% (OR:3,83 ; 95%C1:1,23-11,93), pencahayaan rumah <60 Iuks (OR;2,47;95%CI:0,55-11,16), ventilasi dapur <10% (OR:2,21;95% CI:0,8-6,13), ventilasi rumah <10% (OR:2,2;95% CI:0,63-7,81), dan pencahayaan kamar <60 Iuks (OR:1,61;95% CI:0,37-7).

Saran: Kerjasama lintas sektaral dalam penataan desain dan konstruksi rumah sehat bila ada penataan ulang serta penyuluhan mengenai rumah sehat.
Background: Pulmonary TB, is an infective-contagious disease caused by Mycobacterium Tuberculosis. More than 90% of global pulmonary TB cases occur in the developing countries. TB remains an important public health problem in Indonesia. The occurrence of pulmonary TB in Muaro Jambi District in the year of 2003 is 61,84 per 100.000 population and increased to 106,16 per 100.000 population in 2004. Physical Environment condition of the house is one factor that playing important role in Pulmonary TB spreading, especially the coverage of healthy housing in Muaro Jambi District only 36,9% in 2004.

Objectives: to investigate the relation between physical environment of the house with occurrence of pulmonary TB in Muaro Jambi District.

Methods: This case-control study design used 95 cases and 95 controls. Those respondents had been taken from 18 Primary Health Centers in Muaro Jambi District.

Results: Based on multivariate analysis housing conditions that influenced the risk of pulmonary TB are : the level of humidity of the house less than 40% or more than 70% (OR:4,87;95%Cl: 1,58-15,04), bedroom ventilation less than 10% (OR;3,83;95% CI:1,23-11,93), house with low level of light exposure / less than 60 luks (OR:2,47;95%CI:0,55-11,16), kitchen ventilation less than 10% (OR:2,21;95%CI:0,8-6,13), house ventilation less than 10% (OR:2,2;95%C1:0,63-7,81), and bedroom with low level of light exposure/less than 60 luks (OR:1,61;95% CI: 0,37-7).

Suggestion: TB control program in Muaro Jambi District should coordinates with other departments to improve housing designs and give health promotion activities about healthy house.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permatasari
Abstrak :
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama penyakit dan kematian di dunia. Hubungan antara TB dan malnutrisi telah lama diketahui. Berkembangnya TB secara progresif menyebabkan wasting dan hilangnya massa otot, serta hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Koinfeksi TB/HIV menyebabkan peningkatan metabolisme, gangguan fisik, dan masalah nutrisi. Selain itu, adanya penyakit infeksi kronik seperti halnya TB paru dan HIV/AIDS disertai dengan penurunan BB dapat menyebabkan kaheksia. Serial kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan menerapkan terapi nutrisi sebagai bagian dari tatalaksana TB paru, infeksi HIV, dan kaheksia. Seluruh pasien dalam serial kasus ini adalah pasien TB paru dengan malnutrisi berat dan kaheksia. Dua dari empat pasien disertai infeksi HIV. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi, penyakit penyerta, dan kebutuhan yang bersifat individual. Kebutuhan energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict dengan kebutuhan energi total setara dengan 35?40 kkal/kg BB. Makronutrien diberikan dalam komposisi seimbang dengan protein 15?20% total kalori (1,5-2 g/kg BB). Suplementasi mikronutrien diberikan sesuai dengan angka kecukupan gizi. Nutrien spesifik berupa omega-3 dan asam amino rantai cabang (AARC) diberikan untuk memperbaiki kaheksia. Keluaran yang dinilai meliputi kondisi klinis, asupan, dan toleransi asupan. Dua dari empat pasien memberikan keluaran klinis lebih baik, namun peningkatan BB tidak signifikan.ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a leading cause of illness and death of people globally. The association between TB and malnutrition has long been known. Progressive tuberculous disease results in wasting and loss of muscle mass and hypoalbuminaemia, which are also seen in HIV infection. Co-infection with HIV and TB poses an additional metabolic, physical, and nutritional burden. In addition, chronic infecton disease such as pulmonary TB and HIV/AIDS accompanied with weight loss leads to cachexia. The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary TB, HIV infection and cachexia treatment. All patients in this reports with diagnosis of pulmonary TB with severe malnutrition and cachexia. Two of four patients diagnosed with HIV infection. Nutrition therapy was given individually according to the clinical condition and underlying disease. Harris-Benedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35?40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15?20% of total requirement (1,5-2 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Omega-3 and branched-chain amino acid (BCAA) was given as specific nutrients to improved cachexia. Outcome measurements included clinical condition, intake analysis, and intake tolerance. Two of four patient had improved in clinical outcome but there was no significant difference in weight gain.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahayu Widyawardani
Abstrak :
Latar Belakang: Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang bersifat kronis dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Perubahan metabolisme akibat infeksi Mycobacterium Tuberkulosa(M.TB) dan aktivasi sistem neurohormal turut berperan terhadap terjadinya malnutrisi, yang dapat memberikan efek negatif terhadap prognosis pasien dengan TB Paru. Penderita TB Paru mengalami penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Terapi Medik Gizi sejak awal diagnosis ditegakkan, akan mendukung proses pemulihan pasien TB. Kasus : Dalam serial kasus ini, dipaparkan empat kasus pasien TB Paru dengan berbagai faktor risiko, diantaranya adalah penyakit TB Paru, TB Miliar, PPOK et causa TB Paru, Meningitis TB. Pada awal pemeriksaan didapatkan adanya defisiensi asupan makronutrien dan mikronutrien, hipoalbuminemia, CRP yang meningkat, hemoglobin (Hb) yang turun, penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Terapi medik gizi diberikan secara individual, sesuai dengan kondisi klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan analisis asupan makan terakhir. Hasil: Tiga dari empat pasien mengalami peningkatan asupan, perbaikan kondisi klinis, dan kapasitas fungsional serta kualitas hidup pasien. Status nutrisi pasien tidak mengalami perburukan selama perawatan, Kesimpulan: Terapi Medik gizi yang adekuat pada pasien TB dapat mempertahankan status nutrisi pasien dan mendukung perbaikan kondisi klinis, kapasitas fungsional, serta kualitas hidup pasien. ......Background: Pulmonary tuberculosis (pulmonary TB) is a chronic infectious disease with high morbidity and mortality. Changes in metabolism due to infection with Mycobacterium Tuberculosis and activation of the neurohormal system contribute to the occurrence of malnutrition, which can have a negative effect on the prognosis of patients with pulmonary TB. Patients with pulmonary TB have decreased functional capacity and quality of life.Early medical nutrition therapywill support the recovery process of pulmonary TB patients. Case : In this case series, four cases of pulmonary TB patients were presented with various risk factors, including pulmonary TB disease, miliar TB, COPD et causa lung TB, and TB meningitis. Deficiency of macro and micronutrient intake, hypoalbuminemia, increased CRP, decreased hemoglobin (Hb), decreased functional capacity and quality of life were found at the beginning of examination. Nutrition medical therapy is given individually, according to clinical conditions, results of laboratory examinations, and analysis of recent food intake. Result : Three out of four patients experience increased intake, improvement of clinical conditions, functional capacity and quality of life. The nutritional status of patients did not experience worsening during treatment. Conclusion: Adequate nutritional medical therapy in TB patients can maintain patient nutritional status and support improvement of clinical conditions, functional capacity, and quality of life.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Alfisah
Abstrak :
ABSTRAK
Prinsip pelayanan kesehatan pada anak harus berfokus pada anak dan keluarga, untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga. Dalam upaya meningkatkan pemeliharaan kesehatan anak dengan TB Paru, keluarga mempunyai lima tugas yang perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dalam pengobatan TB paru pada anak. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional dengan melibatkan 107 orang tua yang mempunyai anak dengan TB Paru di RSUD Kota Bekasi. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Tugas Kesehatan Keluarga yang dimodifikasi dari penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan untuk tugas mengenal masalah berada dalam kategori mampu (57%); Tugas membuat keputusan dalam kategori tidak mampu (51,4%); Tugas memberikan perawatan yang tepat berada dalam kategori mampu (55,1%); Tugas keempat dan kelima memodifikasi lingkunga dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dalam kategori mampu (60,75%) dan (51,4%). Peneliti merekomendasikan perlunya peningkatan sosialisasi dengan pemberian informasi terkait pencegahan dan pengobatan TB paru pada anak, pada tatanan pelayanan kesehatan primer
ABSTRACT
The children?s health care should focus on children and families. The family has five tasks to complete in purpose to obtain the children?s health needs. The purpose of this research was to describe the implementation of family health tasks in children with pulmonary TB medication. This research used cross sectional design and used consecutive sampling, involving 107 parents whose children suffering from pulmonary TB in RSUD Bekasi. The Instrument used was family health tasks questionnaire, which was modified from previous research. The result showed 57% respondents were capable to complete the first task, which is to recognize the problem. The second task, families were unable to make a decision (51,4%). The third task, which is giving a proper care, was in capable category around 55,1%. The result also showed that 60,75% respondents were capable to complete the fourth task, which is modify environment. Around 51,4% were capable to do fifth task, which is utilizing healthcare facilities. This research recommended the improvement of health promotion related to prevention and medication of children with pulmonary TB
2016
S63998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audia Jasmin Armanda
Abstrak :
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mikrobakterium Tuberkulosis. Kasus TB paru di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2015 ditemukan 203 penderita dengan BTA (Basil Tahan Asam) (+). Penelitian ini bertujuan agar diketahuinya faktor yang mempengaruhi (meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan, status gizi, pendidikan, status merokok, jumlah rokok yang dihisap, pengetahuan, sikap, perilaku, kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi, suhu, dan kelembaban) terhadap kejadian TB paru BTA(+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2016. Penelitian ini menggunakan studi kasus-kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA(+) yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan pada April-Mei 2016 sebagai kasus, dan pasien non-TB sebagai kontrol. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuisioner teruji. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat (uji regresi logistik). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian TB paru BTA+ adalah Status gizi (p=0,000, adjusted OR=6,329), dan Sikap (p=0,003, adjusted OR=4,529). Disarankan agar responden memperoleh asupan gizi seimbang setiap harinya. ......Tuberculosis disease is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. There were 203 new cases of AFB (Acid-Fast Bacilli) (+) pulmonary TB in Pesanggrahan District Community Health Centers in 2015. The purpose of study was to known the factors influenced (which include age, sex, occupation, income, nutritional status, education, smoking, number of smoked, knowledge, attitude, behaviour, populous household, house lights, ventilation, room temperature, and humidity) the incidence of AFB(+) pulmonary TB in Pesanggrahan District Community Health Centers, South Jakarta, in 2016. The method used in this study was a case-control study, have done within April-May 2016, the cases is AFB(+) pulmonary TB patients registered in Pesanggrahan District Community Health Centers, with other non-TB patients as the control. The data was collected with interview using tested questionnaires. Data analysis was performed with univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis (logistic regression test). Multivariate analysis shows that variables with significant impact on AFB(+) pulmonary TB are nutritional status (p=0,000, adjusted OR=6,329), and attitude (p=0,003, adjusted OR=4,529). Recommended to respondent get nutrition that contain balanced nutrition every day.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65202
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfiroh
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit Tuberkulosis paru TB paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan masih menjadi penyebab kematian utama di antara penyakit infeksi lainnya. Infeksi kronik menyebabkan tubuh dalam keadaan stres oksidatif. Pada keadaan stres, produksi hormon stres meningkat dan dapat berpengaruh pada peningkatan kadar gula dalam darah yang dapat memicu terjadinya diabetes melitus DM . Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor yang berhubungan dengan munculnya DM Tipe 2 pada pasien TB paru dan membuat klasifikasi dengan menggunakan metode CHAID Chi-square Automatic Interaction Detection . Variabel dependen pada penelitian ini adalah status DM Tipe 2, sedangkan variabel independennya adalah jenis kelamin, usia, Indeks Massa Tubuh IMT , kadar neutrofil, kadar limfosit, Laju Endap Darah LED , Obat Anti Tuberkulosis OAT , yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Analisis dengan menggunakan metode CHAID diperoleh faktor yang berhubungan dengan munculnya DM Tipe 2 pada pasien TB paru adalah usia, Indeks Massa Tubuh IMT , jenis kelamin, obat pirazinamid Z . Berdasarkan metode CHAID diperoleh klasifikasi kemunculan DM Tipe 2 pada pasien TB paru, yaitu pasien TB paru yang berusia ge; 40 tahun, memiliki IMT ge; 25 kg/m2, dan berjenis kelamin laki-laki. "
" "ABSTRACT
" Pulmonary Tuberculosis pulmonary TB is a chronic infectious disease that is caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis and is still considered as one of the leading cause of death among other infectious diseases. Chronic infection causes the body to be in an oxidative stress condition. In a stressful condition, the production of stress hormone increases and it can affect the level of sugar in blood which can trigger Diabetes Mellitus to occur. The purpose of this research is to know the factors that are related to the occurrence of type 2 DM on TB patients and to make a classification using CHIAD Chi square Automatic Interaction Detection . The dependent variable in this research is type 2 DM status, while the independent variables are gender, age, body mass index, level of neutrophil, level of lymphocytes, erythrocyte sedimentation rate, anti tuberculosis medicines which are rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, ethambutol, and streptomicin. The result for analysis of using CHIAD method is that the factors related to the occurrence of type 2 DM on TB patients are age, body mass index, gender and pirazinamid Z . Based on CHAID method, a classification of the occurrence of type 2 DM on pulmonary TB patients is obtained, which is pulmonary TB patients who are ge 40 years old, have body mass index ge 25 kg m2, and are male patients
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemalasari Nas Darisan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Penyebab kematian pada TB paru seringkali tidak tergambarkan dengan jelas disebabkan sebagian besar studi mengandalkan pada registrasi TB berdasarkan sertifikat kematian. Hanya sedikit studi penyebab kematian berdasarkan otopsi ataupun audit kematian untuk mengetahui penyebab kematian sebenarnya. Audit kematian diperlukan untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit. Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian pada TB paru bakteriologis terkonfirmasi apakah berkaitan dengan TB secara langsung atau tidak langsung (berkaitan dengan komorbid) berdasarkan audit kematian, guna identifikasi intervensi yang efektif untuk mencegah kematian TB. Metoda : Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSUP Persahabatan dengan subjek penelitian adalah semua pasien TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang meninggal di RS Persahabatan tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data diambil dari rekam medis, dilakukan audit kematian dan dinilai kesesuaian penyebab kematian langsung maupun tidak langsung antara sertifikat kematian dengan audit kematian. Hasil : Terdapat 51 subyek dengan laki-laki sebanyak 35 orang (68,6%) dan perempuan 16 orang (31,4%). Penyebab kematian langsung terkait TB berdasarkan audit kematian sebanyak 15 subyek (29,4 %) yaitu disebabkan oleh gagal napas (17,6 %) dan meningitis TB (11,8%). Penyebab kematian langsung tidak terkait TB berdasarkan audit kematian adalah 36 subyek (70,6%) yaitu sepsis infeksi bakteri (41,2%) menjadi penyebab terbanyak, diikuti AIDS (3,9%), penyakit kardiovaskular (3,9 %), penyebab lain (5,9 %) dan tidak diketahui (15,7%). Diagnosis TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang sesuai pada sertifikat kematian berdasarkan audit adalah 25 subyek (49%) dan penyebab kematian langsung TB paru bakteriologis terkonfirmasi pada sertifikat kematian yang sesuai berdasarkan audit kematian adalah 27 subyek (52,9%). Kesimpulan : Penyebab kematian langsung pada TB paru bakteriologis terkonfirmasi terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh gagal napas sedangkan yang tidak terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh sepsis infeksi bakteri. Diperlukan intervensi lebih lanjut untuk mencegah kematian TB.
ABSTRACT
Background : The causes of death in pulmonary TB are often not represented clearly caused most studies rely on the registration of TB based on death certificates. Only a few studies based on autopsy or death audits. Medical audit is necessary to improve the quality of service in the hospital. Objective : The aim of the study is to know the cause of death in pulmonary TB bacterically proven whether related directly or undirecly with TB (regarding comorbid) based on audit of death to identify effective intervention to prevent mortality in TB. Method : This is cross sectional study in RSUP Persahabatan with subject of study all of pulmonary TB patients bacterically proven died in RSUP Persahabatan in 2014 according to inclution and exclusion criteria. The data were taken from medical record, with audit of death asses the cause of death direct or not direct between certificate of death and audit of death. Result : There are 51 subjects. Male are 35 subjects (68,6%) and female are 16 subject (31,4%).The causes of death directly related with TB based on audit of death are 15 (29,4%) caused by respiratory failure (17,6 %) and meningitis TB (11,8 %). The causes of death are not directly related with TB based on audit of death are 36 subjects (70,6 %) caused by sepsis with bacterial infection (41,2 %), AIDS are (3,9 %), cardiovascular diseases (3,9 %), other causes are (5,9 %) and unknown are (15,7 %). The diagnosis of pulmonary TB in a death certificate in accordance with the results of the audit are 25 subjects (49%) and pulmonary tuberculosis cause of death on death certificates in accordance with the results of the audit are 27 subjects (52.9%). Conclusion : The causes of death are pulmonary tuberculosis bacteriology most directly caused by respiratory failure while the causes of death are not immediately TB that most caused by sepsis with bacterial infection as the cause. Required further interventions to reduce mortality of TB.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Sukarno
Abstrak :
Tuberkulosis TB ekstra paru merupakan penyakit infeksi yang banyak terjadi di Indonesia. Penelitian TB ekstra paru di Indonesia masih sedikit, tatalaksana TB ekstra paru, termasuk obat yang digunakan serta hasil pengobatannya juga masih jarang diteliti. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian, karakteristik dan mengevaluasi pengobatan TB ekstra paru di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014 - 31 Desember 2017. Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder dari data register DOTS TB dan data rekam medis di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014-31 Desember 2017. Dari 456 pasien TB, didapat 153 pasien TB ekstra paru 33,5 , dari jumlah tersebut ada 136 pasien TB ekstra paru dengan data yang lengkap dan di evaluasi. Sebagian besar pasien berusia muda 91,9 , usia rata-rata 36.6 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan 62.5 . Jenis TB ekstra paru terbanyak adalah limfadenitis TB 55,9 . Sebanyak 85,3 pasien pengobatannya lengkap, 11 putus obat, 1,5 gagal, dan 2,2 pindah pelayanan pengobatan. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara keberhasilan terapi dengan usia p = 0,58; PR 0,9, 95 CI : 0,763-1,14 , komorbiditas p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802 ndash; 1.049 , IMT < 18,5 p = 0,613; PR =0,6, 95 CI : 0,15-3,05 . Penambahan etambutol fase lanjutan kategori I, dan pemberian ofloksasin pada terapi kategori II, meskipun tidak sesuai dengan panduan terapi meningkatkan keberhasilan terapi p = 0.039; PR = 1.1, 95 CI : 1.037 ndash; 1.318 . Keberhasilan terapi dengan lama pengobatan ge; 9 bulan lebih baik dibandingkan dengan < 9 bulan, p = 0,001; PR=1,8 95 CI : 1,403-2,533 .Kesimpulan : Penambahan etambutol pada fase lanjutan kategori I meningkatkan keberhasilan terapi TB ekstra paru. Sebagian besar TB ekstra paru membutuhkan lama pengobatan lebih dari 9 bulan.
Tuberculosis TB extra pulmonary is a common infectious disease in Indonesia. Extra pulmonary TB research in Indonesia is still small, the management of extra pulmonary TB, including the drugs used and the result of treatment are also rarely studied. This study aims to determine the prevalence, characteristics and evaluate the treatment of extra pulmonary TB in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period January 1, 2014 December 31, 2017. This cross sectional study used secondary data from DOTS TB register data and medical record data in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period 1 January 2014 31 December 2017. Of the 456 TB patients, 153 extra pulmonary TB patients 33,5 were found, out of which there were 136 extra pulmonary TB patients with complete data and evaluation. Most of the patients were young 91,9 , the average age was 36,6 years, the majority of patient were female 62,5 . The most common types of TB were TB lymphadenitis 55,9 . As many as 85,3 of patients complete treatment, 11 loss to follow up, 1,5 failed, and 2,2 transfer out. There was no significant association between the success of therapy with age p 0.58, PR 0.9 95 CI 0.763 1.14 , comorbidity p 0.25 PR 0.9, 95 CI 0.802 1.049 , IMT
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>