Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuzelly Husnedi
Abstrak :
Dalam Undang-Undang Otonomi Daerah NO. 22 Tahun 1999, kesehatan menempati urutan kedua dan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten atau Kotamadya. Beberapa rumah sakit umum daerah saat ini sedang berupaya mempersiapkan diri menjadi unit swadana. Unit swadana adalah satuan kerja tertentu dari instansi pemerintah yang diberi wewenang untuk menggunakan penerimaan fungsionalnya secara langsung. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran tentang tahapan perubahan RSUD Karawang menjadi unit swadana dan gambaran tentang perubahan yang dilaksanakan di rumah sakit tersebut sebagai unit swadana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan enam belas informan. Informan penelitian ini adalah orang-orang di RSUD Karawang yang berkepentingan dan mengetahui dengan baik perubahan RSUD Karawang menjadi unit swadana dan terlibat dalam proses transformasi rumah sakit tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menjadi unit swadana, upaya yang dilakukan oleh RSUD Karawang adalah melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah sebagai stakeholder untuk mendapatkan dukungan, kemudian pengurusan proses administrasi sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 38 Tahun 1991. Disamping itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah menjadi unit swadana, perubahan organisasi yang dilakukan oleh rumah sakit meliputi perubahan struktural yang terdiri dari perubahan visi, misi, dan strategi, perubahan struktur, perubahan sistem termasuk didalamnya adalah perubahan sistem insentif, sistem komunikasi, dan sistem pengambilan keputusan, serta perubahan kultural, berupa perubahan pola pikir atau nilai-nilai. Prinsip dasar yang dipakai dalam melakukan perubahan adalah keterbukaan, empowerment, enrichment, bertanggung jawab, peningkatan kesejahteraan karyawan, serta konsistensi terhadap misi dan visi. Perubahan status rumah sakit menjadi unit swadana merupakan suatu kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan perubahan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. ......Study on Transformational Process of Karawang General Hospital as An Autonomous District Hospital.Based on law No.22/1999, health sector is located at the government's second priority which has to be accomplished at regency or municipality level. At present, several district general hospitals are eager to become an autonomous unit. Autonomous unit is a certain work unit of government institution which is given the authority to use its operational income directly. The objective of this research was to gain complete description about Karawang District General Hospital's transformation process into an autonomous unit and the process of transformation that was performed by the hospital as an autonomous unit. This research was a qualitative research, which was conducted by in depth interviewing to the sixteen informants from many levels of management. All of them were the employees of Karawang General Hospital who were involved and had some information about the process of its transformation. The result showed that Karawang District General Hospital have had made an approach to the district government as the stakeholder of the hospital and fulfilled the administrative requirements regarding to Presidential Decree No. 38/1991. The research also indicated that after becoming an autonomous unit, Karawang District General Hospital obtained organizational transformation that included structural and cultural transformation. Structural transformation was the form of strategy, vision and mission transformation, structure and system transformation. System transformation itself consisted of incentive, communication and decision making system transformation. Cultural transformation incorporates the way of thinking and values. The transformation principles were transparency, empowerment, enrichment, responsibility, promotion of employee prosperity, and consistency in attempting the mission and vision. Hospital transformation into an autonomous unit is an opportunity that should be used in obtaining transformation process so that the hospital can promote better quality of healthcare.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T2558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Muslikah
Abstrak :
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. IFRS RSUD Karawang kini sedang mengalami penurunan kinerja, ditandai dengan menurunnya cakupan pelayanan resep, oleh karena itu perlu dilakukan analisis kembali untuk merumuskan strategi yang harus diterapkan oleh IFRS RSUD Karawang agar bisa meningkatkan kinerjanya. Perumusan strategi dilakukan dengan melakukan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus terhadap kebijakan, strategi, program serta kegiatan yang telah dilakukan oleh IFRS RSUD Karawang, melalui tiga tahap : Tahap I (Input Stage), Consensus Decision Making Group (CDMG) berjumlah 10 orang yang terdiri dari staf Direksi, Kepala Ruangan, Kepala Instalasi Penunjang Medik, Staf Medis Fungsional (SMF), Kepala IFRS, Komite Medik serta Ketua Komite Farmasi dan Terapi melakukan analisis lingkungan internal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki IFRS RSUD Karawang meliputi variabel organisasi, manajemen mutu, pemasaran, anggaran, sumber daya manusia, produk layanan, sarana dan prasarana yang terbagi menjadi fasilitas pendukung kegiatan berupa fisik bangunan, peralatan kantor, alat rumah tangga, alat listrik, peralatan farmasi, buku-buku perpustakaan dan barang farmasi yang pengadaannya melalui siklus logistik, serta variabel sistem/metoda/informasi. Analisis lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi FRS RSUD Karawang yang terdiri dari lingkungan jauh meliputi variabel ekonomi, demografi, sosial, politik/hukum/kebijakan umum dan kebijakan khusus berupa swadana, teknologi dan epidemiologi. Lingkungan industri meliputi variabel pemasok, lingkungan operasional meliputi variabel pesaing, penyandang dana dan pelanggan. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang telah diidentifikasi ditentukan bobot dan rate dari masing-masing faktor tersebut sehingga diperoleh nilai total IFE (Internal Factor Evaluation) dan nilai total EFE (External Factor Evaluation). Tahap II (Matching Stage), untuk menentukan posisi agar memperoleh strategi CDMG menggunakan matriks Internal-Eksternal (IE Matrix) dengan memperhatikan nilai total IFE dan EFE, guna mempertajam analisis dilakukan matching dengan memasukkan pangsa pasar relatif dan tingkat pertumbuhan pasar dari IFRS RSUD Karawang pada matriks Boston Consulting Group (BCG Matrix). Berdasarkan matriks IE posisi IFRS RSUD Karawang berada pada kuadran I atau pada posisi Growth and Build dengan strategi yang direkomendasikan adalah strategi intensif (market penetration, market development, product development) dan/atau strategi integratif (forward integration, backward integration, horizontal integration). Dari BCG matriks IFRS RSUD Karawang berada pada kuadran III yaitu Cash Cows dengan alternatif strategi yang direkomendasikan status quo, enchancement, penetration dan related diversification, Tahap III (Decision Stage) dengan kesepakatan CDMG menentukan alternatif strategi yang direkomendasikan oleh kedua matriks untuk dilaksanakan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa IFRS RSUD Karawang masih memiliki potensi pasar yang besar dengan dukungan internal yang cukup kuat walaupun pesaing cukup kompetitif dan pemasok mengadakan sedikit penekanan dengan mengurangi pasokan, hal ini terlihat dengan lambatnya pertumbuhan pasar IFRS RSUD Karawang. Sebagai saran untuk tindak lanjut maka strategi yang terpilih dikembangkan menjadi operasional dengan menjabarkannya menjadi program dan kegiatan yang bisa diterapkan (aplicable) dengan mengacu kepada konsep Balanced Scorecard yang berbasis 4 perspektif, yaitu perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sumber daya manusia, perpektif proses pelayanan, perpektif pengguna dan donor serta perspektif keuangan.
Strategic Improvement to Increase the Performance of Pharmaceutical Department of Karawang Public HospitalPharmaceutical services are an integrative part of comprehensive health care in a hospital. As a patient oriented services the main goal of this department is providing high quality drugs for patient in every financial status. Pharmaceutical Department of Karawang Public Hospital (IFRS RSUD Karawang) shows a decrease performance at this time, by the evidence of low the rate of prescription services coverage?s. So a new strategy is needed to achieve the high performance of FRS RSUD Karawang. Strategic improvement study was done by descriptive and qualitative research which was approaching by case study method regarding the policy, strategic, program, and activities which had applied at IFRS RSUD Karawang through 3 (three) stages as mention below : First Stage (Input Stage) is developing a Consensus Decision Making Group (CDMG), with ten personnel consist of Managerial Staff, Chief of Ward, Heads of Department, Medical Staff; Chairman of Medical Staff Organization, Committee on Drugs & Therapy. They analyzed the internal factor of IFRS RSUD Karawang to identify strengths and weaknesses of this department using some variables namely: organizational, quality management, marketing, budgeting, human resources, services product, information system and supporting facilities including building, office appliances, home appliances, electrical appliances, pharmaceutical equipment, references book and pharmaceutical stuff. They also analyzed the external factor of this department to identify opportunities and threats to this department which consist of far environment, industrial environment, and operational environment. Far environment are economical, demographic, social, politic, law, general policies and specific policies as self manage financial system (swadana), and technological and epidemiological variables, the industrial environment about vendor and operational environment are competitor, investor, and customer variables. Then the CDMG scoring and weighting the identified strengths, weaknesses, opportunities and threats, to get total score of Internal Factor Evaluation (IFE) and External Factor Evaluation (EFE) The Second Stage (Matching Stage) is positioning the IFRS RSUD Karawang to find the most appropriate strategy should be taken, CDMG use Internal-External Matrix (IE Matrix) considering total score of IFE and EFE to determine the position of this department. To get more accurate analysis CDMG also use Matrix of Boston Consulting Group (BCG Matrix) considering the relative market share and market growth achievement by matching both matrix. Based on IE Matrix IFRS RSUD Karawang is in Growth and Build positions with the alternative strategies recommended are : intensive strategies (as market penetration, market development, product development), integrative strategies (forward integration backward integration, horizontal integration), based on BCG matrix 11-.RS RSUD Karawang is in Cash Cow position with the alternative strategies recommended are : status quo, enhancement, penetration and related diversification. The Third Stage (Decision Stage) on this stage CDMG decided to apply all alternative strategies are recommended by both matrixes. The research shows that IFRS RSUD Karawang still has a significant market potenticy and strong internal support in between a competitive atmosphere and pressure from vendor in late delivery order. As a result of all condition is slowly market growth of IFRS RSUD Karawang. The suggestion for the following step is developing the chosen strategy into specific applied program or activities by using the Balanced Scorecard method. The Balance Scorecard method is based on 4 (four) perspectives namely: learning and growth of human resources, internal business process, customer and investor and financial perspective.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tati Dedah
Abstrak :
Komunikasi terapeutik merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari asuhan keperawatan dalam rangka memelihara mutu pelayanan keperawatan secara komprehensif dan profesional. Pasien yang dirawat di rumah sakit umum mempunyai kerawanan gangguan psiko-sosial-spiritual yang menyertai gangguan fisik biologis. Dari studi pendahuluan diketahui masalah kecemasan pada pasien rawat Inap di RSUD Karawang cukup tinggi (79,31%), dengan demikian diperlukan intervensi keperawatan berupa komunikasi terapeutik. Selama ini bentuk komunikasi antara perawat-pasien pada umumnya lebih bersifat komunikasi sosial, belum mengarah kepada komunikasi yang bertujuan terapeutik. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengapa hal ini terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan melihat hubungan antara karakteristik perawat meliputi; usia, jenis kelamin, pendidikan, dan masa kerja serta tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Karawang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang menggunakan desain penelitian cross sectional. Hipotesa yang dibuktikan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara karakteristik perawat meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik dan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner tentang karakteristik perawat, pengukuran tingkat pengetahuan perawat tentang langkah-langkah komunikasi terapeutik dengan menggunakan soal tes pilihan ganda sebanyak 20 butir. Instrumen untuk mengukur pelaksanaan komunikasi terapeutik berdasarkan teori yang dikemukakan Stuart dan Sundeen (1987), yaitu empat tahap komunikasi terapeutik yang dituangkan ke dalam 30 butir pernyataan dengan menggunakan skala bertingkat dari mulai tidak pernah sampai selalu dengan rentang nilai 1 - 5. Instrumen telah diuji reliabilitasnya dengan menggunakan rums Alpha Crontach. Sampel penelitian adalah 94 orang tenaga perawat fungsional yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Karawang (total sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keseluruhan responden sebanyak 47,9% melaksanakan komunikasi terapeutik balk dan 52,1% kurang. Tingkat pendidikan dan masa keda perawat terbukti berhubungan bermakna dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin dan tingkat pengetahuan tidak berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik. Hasil uji multivariat menunjukan bahwa dari kedua variabel tersebut ternyata yang paling dominan berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik adalah variabel masa kerja. Berdasarkan hasil penelitian ini penulis menyarankan kepada Manajemen RSUD Karawang untuk meningkatkan taraf pendidikan perawat ke jenjang yang lebih tinggi, mengadakan pelatihan-pelatihan tentang komunikasi terapeutik, mengupayakan ratio perawat-pasien ke taraf yang memadai, membuat sistem penugasan dan pelaksanaan supervisi dari atasan langsung, adanya protap dan dokumentasi pelaksanaan komunikasi terapeutik. Kepada peneliti lanjutan perlu dikembangkan penelitian tentang pelayanan komunikasi terapeutik dari sudut pandang klien dengan metoda dan teknik penelitian kualitatif.
Therapeutic communication is an inseparable activity in nursing care to keep up good quality nursing that is comprehensive and professional Patients in the general hospitals are susceptible to altered psycho-social-spiritual related to altered physic biologist. Anxiety is the most common problem at the patient in RSUD Karawang faced by (79,31%), so intervention is highly needed in the form of therapeutic communication. Communication between nurse-patients is more common in a form of social communication, not yet using communication leading to therapeutic goals. Thus a research is needed to explain why it happens. The research goal is to describe and to examine the relation between nurse characteristics including age, gender, education, work period and nurses' knowledge with the implementation of therapeutic communication conducted in the wards of the general hospital (RSUD) Karawang. This is an analytic research that using cross sectional design. The hypothesis tested in this research are correlation between nurse's characteristics; age, gender, education, work period and nurses' knowledge about therapeutic communication with its implementation in the nursing process. The instrument of this research is questionnaires concerning nursing characteristics and nurse' knowledge on steps in practicing therapeutic communication by using 20 multiple-choice questions. The instrument for measuring the implementation of therapeutic communication is based on Stuart and Sundeen's theory (1987) consisting of four steps in therapeutic communication broken in to 30 questions, graded from "never" up to "always" with a range from 1 to 5. The research sample is 94 fungsionals nurse that work in the ward of RSUD Karawang (total sampling). The result of this research showed that less than half of the respondents (47,9%) are considered good and more than half (52,1%) are bad in implementing therapeutic communication. Education and works period are significantly related to the implementation of therapeutic communication, while age, gender, and grade of knowledge had been proven to be not related of the two significantly related variables the most dominant one is work period. Based on this research it is recommended that the management of the RSUD Karawang improve their nurse's educational level, conducted training on therapeutic communication, adjusted bed nurse ratio, and develop operating standard in implementing therapeutic communication, with supervision from the direct manager and keeping continuing documentation. Research in the implementation of therapeutic communication service from patient's point of view is recommended.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T1470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardhani Sutardjo
Abstrak :
RSUD Karawang has 167 beds with BOR = 72.65 in 1995. There was no any standardization of pharmaceutical products use at Central Operating Installation of RSUD Karawang Hospital. This research is aimed to analyze actual requirement of used up pharmaceutical products use for elective major operations at Central Operating Installation of RSUD Karawang. Central Operating Installation is an economic and significant revenue and expense source of pharmaceutical products. This research applies a comparative analysis and qualitative approach. The research has been completed at Central Operating Installation of RSUD Karawang from November 11 to December 11, 1996. There were 38 elective major operations held at the hospital. Seventy one percent of the above number was entered into 5 operations, that is : Hemiatomy 7 patients ( 18.42 % ), Strumectomy 6 patients ( 15.78 % ), Appendectomy 5 patients (13.15 % ), Extirpation 5 patients ( 13.15 %) and Prostatectomy 4 patients (10.52 % ). As much as 123 items of used up pharmaceutical products were prepared at Central Operating Installation of RSUD Karawang, but only 73 items ( 59.35 % ) that in use. The number of 73 items used for operation, as follows : 1. Hemiatomy: - Hospital report = 43 items ( 58.90 % ) - Research result = 45 items ( 61.64 % ) 2. Strumectomy : - Hospital report = 38 items ( 52.05 % ) - Research result = 37 items ( 52,05 % ) 3. Appendectomy : - Hospital report = 42 items ( 57.53 % ) - Research result = 49 items ( 67.12%) 4. Extirpation: - Hospital report = 41 items ( 56.16% ) - Research result = 44 items ( 60.27%) 5. Prostatectomy - Hospital report = 47 items ( 64.38 % ) - Research result = 44 items (60.27%) Such an information of used up pharmaceutical products for elective major operations was taken from Central Operating Installation of RSUD Karawang. There was a different information of used up pharmaceutical products use between RSUD Karawang and the researcher. There was also contrary measurement of used up pharmaceutical products use between the hospital and the researcher. Possibly, used up pharmaceutical products use at RSUD Karawang has not been standardized yet. There are 25 items of pharmaceutical products must be prepared by Central Operating Installation of RSUD Karawang for 5 elective major operations. Temporary standardized measurement of used up pharmaceutical products requires a few month Benchmarking. We suggest to increase recording and reporting activities for controlling and providing Hospital's management information.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Permana Subanegara
Abstrak :
Komite Medik RSU Karawang yang baru berusia satu tahun merupakan wadah non struktural yang melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengendali kualitas pelayanan di rumah sakit, masih menghadapi berbagai kendala-kendala yang belum dapat terpecahkan. Dengan struktur ketenagaan, pembiayaan dan piranti lunak dari pimpinan rumah sakit, proses Komite Medik dapat berjalan, namun masih belum optimal, sehingga dampaknya tehadap outcome tindakan bedah, terutama terhadap kualitas pelayanan medik, belum terlihat. Masalah ini diakibatkan karena struktur yang mendukung, belum mecakup dukungan stuktural berupa sarana gedung dan peralatan yang memadai. Disamping itu prosedur tetap tentang kegiatan-kegiatan komite medik masih belum lengkap, sehinga proses belum dapat berjalan dengan optimal. Kaitannya dengan outcome tindakan bedah, oleh karena berdasarkan pengalaman di negara Amerika (Phartenon, 1979) 75% tuntutanmasyarakat pengguna yang diajukan terhadap dokter, 82% diantaranya ditujukan kepada para dokter yang melakukan tindakan pebedahan. Oleh Karena itu, diperlukan peningkatan peran manajemen rumah sakit, untuk turut serta mengupayakan pemecahan masalah yang dihadapi oleh komite medik dan untuk mencegah terjadinya tuntutan masyarakat pengguna, dengan cara perbaikan struktur dan proses komite medik yang pada akhirnya akan berdampak terhadap meningkatnya kualitas pelayanan (outcome). Penelitian ini bersifat studi kasus dengan pendekatan kualitatif, karena meneliti struktur proses dan outcome yang sudah memiliki pola. Fokus penelitian adalah komite medik, yang berkaitan dengan struktur, proses kegiatan komite medik, serta outcome dari tindakan bedah di RSU Karawang. Dari hasil penelitian, didapat suatu gambaran bahwa pengorganisasian komite medik berdampak positif terhadap struktur, proses dan outcome tindakan bedah, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membentuk suatu konsep pengembangan komite medik di Rumah Sakit Umum Daerah Unit Swadana Daerah kelas C Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang. Konsep ini dibentuk berdasarkan tinjuan pustaka dan penelitian langsung di lapangan. Hasil ini merupakan masukan kepada manajemen rumah sakit, sebagai dasar dalam pengembangan Komite Medik. Daftar Pustka: 32 (1972 - 1995).
Medical Staff Organization (MSO) is a functional unit in Karawang Hospital , with an objective to monitor and control the quality of medical services. This unit has been working since 1995, and still have a lot of problems in organizing is activities. This study is intended to compare structure, process and outcome of medical staff activities in Karawang Hospital, during the period of pre-MSO (1994) and post MSO (1995). The trigger initiating MSO activities in Karawang Hospital is the Director's decree (SK) on development of MSO in Karawang Hospital. The new MSO organization has a full support from the Hospital Director with facilities, financial supports and methods. MSO activities in 1995 was increasing very fast, with 36 MSO meeting where almost 80% of all the doctors present. Mortality evaluation meetings, morbidity meetings, nosocomial task force, statistical evaluation of quality of medical services, completeness of medical records suddenly become a medical concern in the hospital. MSO budget for meetings and training of medical staff jumped from 1,6 millions rupiah in 1994 to 7,7 millions in 1995 and projected to 50 millions in 1996. Result of the study shown that MSO was very active in 1995 compared to the situation in 1994. Outcome of MSO in this study is measured by the quality of medical surgeries conducted in 1994 and 1995. The study shown the decrease in waiting time for surgery, and length of stay after surgery in 1995 compared to 1994. Since mortality rate is influenced by the condition of patients when they came to the hospital, the outcome data should look further to the increasing rate of infection after surgeries. The study suggest to look at nosocomial infection, quality of nursing of patients facilities, and improvement of quality of medical services through the development of standard operating procedures for every surgeries in Karawang Hospital. The study concluded that MSO had a positive impact on the quality of medical surgeries in Karawang Hospital. One of the important finding of this study is that MSO will not working properly without a full support and attention of Hospital Director. Reeferences : 32 (1972 - 1995).
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Munir
Abstrak :
ABSTRAK Dengan bertambahnya rumah sakit baru dan meningkatnya pendapatan serta pendidikan masyarakat, diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan, baik di bidang mutu pelayanan maupun fasilitas. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, akan menyebabkan meningkatnya kesadaran akan arti hidup sehat. Pada umumnya rumah sakit didirikan untuk memberikan pelayanan pengobatan dan penyembuhan kepada pasien rawat jalan dan rawat inap. Untuk menunjang keberhasilan program rawat inap ini perlu diketahui hubungan antara karakteristik pasien rawat inap dengan penggunaan kelas perawatan. Serta bagaimanakah menurut pendapat pasien tentang pelayanan rawat inap yang selama ini sudah dilakukan oleh fihak rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mcngetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan karakteristik pasien pengguna ruang rawat inap khususnya kelas VIP/kelas I dan kelas II, serta persepsi pasien terhadap pelayanan yang diterima selama dirawat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, data primer didapat dari hasil wawancara yang berpedoman pada kuesioner dan dilaksanakan pada bulan April 1994. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteiistik pasien yang diteliti yaitu jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, pendapatan dan penanggung biaya berhubungan dengan pengguna ruang rawat inap kelas VIP/kelas I dan kelas II. Dan pada umumnya pelayanan yang diberikan sudah memuaskan. Hanya jika dibandingkan antara pengguna ruang rawat inap kelas VIP/kelas I dan kelas II, temyata mereka yang dirawat pada kelas VlP/kelas I lebih merasa kurang puas dibandingkan dengan mereka yang dirawat pada kelas II. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan pelayanan rawat inap pada RSUD Karawang.
ABSTRACT The growth of new hospitals and the increase of income and education of the society, will also improve the medical treatment, both on services as well as facilitation. Society who had reached a high level of education would be more conscious of the meaning of good health. Generally, hospitals were built to serve medical treatment and recovery to outpatient and in-patient users. To back up the success of the in-patient program, the relationship between the characteristic of the in-patient and the consumption of room has to be analyzed as well as the patients' opinion about in-patient services offered by the hospital. The objective of the study is to analyze the characteristics factors of the patients who used the VIP, first and second class rooms, and their perception about the services they experienced during their stay. This is a descriptive research. Primary data was collected from structured interview using questionnaire and was done in April 1994. The result of the research in connection with the in-patient characteristics (sex, residence, education, income and sponsor) related to the usage of the VIP, first and second class rooms, for the services available were generally found satisfying. The only difference is that the services for the in-patient users of the second class were better than the VIP or first class. It is hoped that the result of the study will contribute to the development of the in-patient unit of the Karawang General Hospital.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library