Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Media Amora
"ABSTRAK

Perubahan yang cepat di lingkungan regional dan derasnya arus globalisasi jelas memunculkan tantangan-tantangan baru yang jauh lebih berat bagi ASEAN. Pengalaman di masa lalu dan sekarang menunjukkan bahwa tanpa mekanisme kelembagaan yang memadai, termasuk yang bersifat regional kemajuan tidak mudah diraih. Mekanisme kelembagaan ini akan membantu mengumpulkan sumber daya dengan lebih efektif, seperti biaya bersama dan disribusi perolehan dengan lebih setara. ASEAN memerlukan konsolidasi kerjasama regional dan peningkatan kapasitasnya untuk bertindak dalam lingkup internasional. Ini memerlukan penyesuaian organisasi dan penerapan identitas internasional. ASEAN perlu memajukan integrasi yang lebih besar dan memiliki personalitas hukum. Agar memenuhi tantangan tersebut, ASEAN perlu memastikan bahwa perjanjian-perjanjian ASEAN dilaksanakan secara efektif. Dan perancangan Piagam ASEAN berlaku sebagai langkah penting menuju pemenuhan persyaratan tersebut.

Penandatanganan Piagam ASEAN Desember 2008 menandai babak baru ASEAN dari kerjasama yang bersifat persaudaraan? menjadi organisasi yang berdasarkan suatu komitmen bersama yang mengikat secara hukum. Dengan kejelasan visi, tujuan, perbaikan struktur organisasi, adanya mekanisme pengambilan keputusan dan mekanisme penyelesaian konflik, serta peningkatan peran dan mandat Seketariat ASEAN, diharapkan dapat lebih menjamin implementasi kesepakatan-kesepakatan ASEAN yang telah dicapai. Piagam ASEAN akan memberikan ASEAN dasar yang kokoh bagi kerjasama intra regional dan bagi peran internasional yang lebih efektif.


ABSTRACT

Rapid changes in the scope of regional and swift currents of globalization clearly raises new challenges that much harder for ASEAN. The past and present experience shows that without adequate institutional mechanism, including those that are regionally progress hardly to achieved. ASEAN needs regional cooperation consolidation and increase its capacity to act in international scope. This requires organizational adjustments and application of international identity. ASEAN needs to promote a large integration and have the legal personalities. In order to meet such challenges, ASEAN needs to ensure that the ASEAN agreements implemented effectively. The design of the ASEAN Charter is applicable as important step towards fulfilling these requirements.

The signing of ASEAN Charter in December 2008 marks a new phase of ASEAN from ?brotherhood cooperation? into an organization based on a shared commitment which is legally binding. With clear vision, goals, improvement of organization structures, decision-making mechanism and mechanism of conflict resolution, increasing role and mandate of the ASEAN Secretariat, is expected to a better ensure of the implementation of all agreements that has been achieved. The ASEAN Charter will give ASEAN a well-built foundation for intra-regional cooperation and more effective international role.

"
2010
T27810
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Asnan
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007
959.81 GUS m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Fitriani
Singapore: Institute of South East Asia Studies., 2014
337.504 EVI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hutabarat, Leonard
"The Asia-Europe meeting (ASEM) officially established in 1996 an inter-regional forum that consist of ten members of the Association of Southeast Adian Nations (ASEAN),China, Japan and South Korea as well as twenty five member states of the European Union (EU) and the European commision (EC). Is ASEM an exercise in building a region or is it an institution for creating a regime ? ASEM is more than a summit.It is also more that just a process.Though it is far from developing into a formal organization, it has acquired a certain structure.This article explains the wider Asia-Europe relationship .ASEM has contributed to multi -level governance in international politics through encouraging inter-regional cooperation,promoting regional identity-building and enhancing multi lateralism. ASEM process has also enhanced the role of the EU in encouraging multi dimensinal dialoque and cooperation building a regime, and emphasizing cross-cultural comprehension and mutual respect. It might be too early to have a definitive judgment about the success and failure of ASEM after a decade of its existence,this article puts in perspective some of the modest contributions that ASEM has brought about conceptually in the debate on multi -level governance, and more concretely to the level of interactions between Asia and Europa"
2006
JKWE-II-3-2006-44
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gema Ramadhan Bastari
"Teori-teori dari studi regionalisme telah menjelaskan bagaimana dan mengapa kawasan berintegrasi. Salah satu perkembangan termutakhir dari studi ini adalah bahwa variabel interaksi sosial merupakan variabel kunci yang dapat meningkatkan kerekatan sebuah kawasan (regionness). Akan tetapi, penelitian yang ada masih belum mampu menjelaskan seperti apa dan dalam kondisi apa interaksi sosial yang diperlukan untuk mendukung integrasi kawasan. Dalam rangka menutupi kesenjangan teoritik tersebut, tesis ini membahas kemungkinan untuk mendesain integrasi kawasan dengan menginkorporasi pendekatan dari disiplin psikologi sosial. Secara khusus, penelitian ini menggunakan metode metateori untuk mengidentifikasi intertekstualitas antara teori tentang regionness dan teori pemahaman sosial. Temuan utama yang diperoleh dari upaya ini adalah bahwa konvergensi dan divergensi dalam integrasi kawasan tidak perlu dilihat sebagai oposisi biner, melainkan sebagai dua elemen yang memiliki fungsi esensial dalam menjamin integrasi kawasan. Dengan kata lain, peningkatan signifikan dari tingkat regionness di suatu kawasan hanya dapat dicapai dalam kondisi yang memungkinkan setiap aktor di kawasan untuk menjalani proses konvergensi dan divergensi dalam mengimajinasikan hasil akhir regionalisasi yang hanya dapat terbayangkan melalui proses kolektif tersebut.

Theories of regionalism have explained how and why regions are integrated. One of the most recent developments in this study is that social interaction is a key variable that can increase the regionness of a region. However, existing research has not been able to explain what kind of and under what circumstances social interactions are needed to support regional integration. In order to cover the theoretical gap, this thesis discusses the possibility of designing regional integration by incorporating approaches from social psychology. In particular, this study uses metatheory method to identify intertextuality between theories about regionness and theory of social understanding. The main finding of that approach is that convergence and divergence in regional integration need not be seen as a binary opposition, but rather as two elements that have an essential function in ensuring regional integration. In other words, a significant increase in regionness can only be achieved under a circumstance in which every actor in the region can undergo the process of convergence and divergence in imagining the final results of regionalization which can only be imagined through the collective process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T52097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Muhammad
"Penelitian ini membahas tentang adanya pembentukan identitas etno-regionalisme pada saat pemberlakuan suatu kebijakan homogenisasi budaya oleh negara. Kebijakan tersebut dikenal dengan sebutan Thaification. Thaification lahir sebagai sebutan dari beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan kesatuan identitas politik berbagai kelompok etnis yang tinggal di seluruh wilayah Thailand dengan menjadikan identitas Thai sebagai rujukannya. Pada awalnya Thaification merupakan insiatif Raja Chulalongkorn untuk membentuk nasionalisme yang dianggap lebih modern di Thailand, diteruskan pada rezim Perdana Menteri Phibunsongkhram dengan mengeluarkan kebijakan dengan sebutan Ratthaniyom.
Penulis memfokuskan tulisan ini kepada etnis Lao-Isan yang menjadi salah satu target utama dari Thaification. Penulis akan membahas tentang geliat identitias masyarakat Lao-Isan dalam menghadapi Thaification yang cenderung menerima Thaification. Penulis berasumsi bahwa penerimaan tersebut karena adanya kepentingan mereka secara ekonomi, politik dan budaya. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis membuktian asumsi tersebut.

This study discusses the formation of ethno-regionalism identity at the time of implementing a policy of cultural homogenization by the state. This policy is known as Thaification. Thaification was born as a term of several policies aimed at creating the unity of political identity of various ethnic groups living in all regions of Thailand by making Thai identity a reference. In the beginning, Thaification was King Chulalongkorn's initiative to form a nationalism that was considered more modern in Thailand, continued on by the regime of Prime Minister Phibunsongkhram by issuing policies as Ratthaniyom.
The author focuses on this paper to Lao-Isan ethnic which is one of the main targets of Thaification. The author will discuss about stretching the identity of the Lao-Isan community in the face of Thaification which tends to accept Thaification. the authors assume that this acceptance is due to their economic, political and cultural interests. Therefore in this study the authors prove these assumptions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester: Wiley-Academy,, 2001
720.91 TRO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Audilia
"Arsitektur sebagai ilmu merancang tak hanya berkutat pada material, ruang, dan menyalurkan aspirasi. Bentuk maupun gaya bangunan yang berubah-ubah menunjukkan respon dari adanya keterlibatan dengan lingkungan sekitar dan dapat menjadi tantangan yang dapat menghilangkan karakteristik suatu tempat apabila dibiarkan. Regionalisme sebagai pendekatan dalam arsitektur menjadi salah satu pengetahuan yang dapat diterapkan untuk mengungkapkan kembali karakteristik dan nilai yang dimiliki daerahnya. Gereja Katolik di Indonesia menjadi salah satu contoh yang memiliki hubungan dengan pendekatan tersebut, terutama karena melakukan adaptasi dari budaya setempat untuk menjadi akrab dengan masyarakat, tetapi juga menunjukkan unsur gereja yang universal di dalamnya. Mangunwijaya, salah satu arsitek di Indonesia yang juga seorang budayawan, menunjukkan adanya penerapan dari pendekatan regionalisme dalam karya arsitekturnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh penerapan dari regionalisme di salah satu karyanya dan mengetahui langkah-langkah beliau dalam menerapkan regionalisme tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data pustaka dari berbagai sumber. Penulis menggunakan metode deskriptif analitik dalam menguji elaborasi teori mengenai regionalisme terhadap studi kasus Gereja Santa Maria Assumpta di Klaten karya Y. B. Mangunwijaya. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsep regionalisme dapat diterapkan di Indonesia. Penelitian juga menemukan adanya penerapan regionalisme yang tak hanya menampilkan karakteristik setempat tetapi juga penunjang kebutuhan umat di gereja.

Architecture as a science of designing, does not revolve around materials, spaces, and expressing aspirations only. The shape of the building style that changes from time to time shows the response of involvement to the surrounding environment and can be a challenge that may eliminate the characteristics of the place if it is left unnoticed. Regionalism as an approach in architecture becomes a knowledge that can be applied to express the characteristics and values of the region. The Catholic Church in Indonesia is one of the examples that has a connection with the approach, and not just related to the adaptation of local culture so it becomes familiar with the community, but also how it shows the universal church in it. Mangunwijaya, one of the architects in Indonesia, who was also a culturalist, pointed out the use of regionalism in his architectural works. This study aims to determine how far the application of regionalism in one of his works and discover his actions in implementing regionalism. The research used a qualitative approach and collected library data from various sources. The author used descriptive analytic methods in verifying elaborated theories about regionalism in the case study of the Church of Santa Maria Assumpta in Klaten by Y. B. Mangunwijaya. This research shows that the concept of regionalism can also be applied in Indonesia. The research also found the importance of applying regionalism which is not only to display the local characteristics but also to support the needs of the people in church."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Hermawan Prasetyo
"Kehandalan arsitektur tradisional Nusantara dalam merespon iklim sudah banyak teruji melalui beberapa penelitian terkait dengan penciptaan performa lingkungan ruang dalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ekspresi klimatik yang tercermin pada bentuk elemen arsitektur tradisional Nusantara sebagai akibat dari respon iklim makro tropis lembab. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan melakukan kompilasi tipologi arsitektur tradisional di beberapa wilayah di Indonesia. Hasil kompilasi dikaitkan dengan sistem klasifikasi iklim dari Koppen dengan menganalisis perilaku beberapa variabel iklim seperti radiasi matahari, suhu, angin, dan curah hujan.
Hasil penelitian ini adalah interpretasi bentuk-bentuk elemen geometris yang terdapat pada selubung bangunan sebagai bentuk respon iklim mikro dan makro yang melekat pada selubung bangunan arsitektur tradisional Nusantara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi iklim makro tidak memberikan korelasi yang kuat dengan bentuk rumah tradisional Nusantara. Bentuk arsitektur lebih dipengaruhi oleh iklim mikro, terutama bentuk atap rumah tradisional yang memiliki peran dominan dalam beradaptasi dengan iklim, berupa ekspresi kecuraman atap. Secara anatomi, atap sebagai representasi kepala memberikan dimensi yang lebih besar dibandingkan badan dan kaki. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi perancangan arsitektur masa kini yang mempertimbangkan regionalisme dari aspek klimatik."
Bandung: Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2017
728 JUPKIM 12:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>