Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 2 Document(s) match with the query
cover
Muchammad Abdun Nafik
"

Rasio elektrifikasi di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 98.89% namun masih banyak daerah yang rasio elektrifikasinya tergolong rendah, bahkan beberapa daerah masih belum menikmati akses listrik. Elektrifikasi rendah terutama dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) atau di pulau-pulau kecil. Namun di sisi lain, Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan berada di kawasan tropis memiliki potensi tinggi dalam pengembangan energi terbarukan (ET) sebagai sumber tenaga listrik, khususnya energi surya. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model solar home & pumpung system (SHPS) dan menilai kelayakannya. Dalam konsep ini skema SHPS bertujuan memberikan akses listrik kepada masyarakat 3T untuk kebutuhan penerangan dan akses air bersih. Sebanyak 4 unit Lampu LED 3 watt yang dilengkapi baterai digunakan untuk penerangan setiap rumah tangga, sementara pompa air 600 watt dapat digunakan secara komunal untuk 150 rumah tangga. Baik lampu maupun pompa air mendapat pasokan energi listrik dari panel surya masing-masing. Terdapat 3 skenario dalam implementasi SHPS untuk total 150 rumah tangga dengan tingkat diskonto untuk investasi sebesar 10%. Skenario 1 adalah investasi penuh sebesar Rp 806 juta, NPV = Rp 2.8 juta, IRR = 10.05%, PI = 1.003, payback period dalam 9 tahun, masa manfaat 20 tahun. Skenario 2 adalah hibah penuh oleh pemerintah/swasta dengan anggaran 480.5 juta. Skenario 3 adalah hibah oleh pemerintah/swasta untuk lampu tenaga surya (program LTSHE) dan skema investasi untuk pompa air tenaga surya dengan biaya investasi Rp 56 juta, NPV = Rp 1.2 juta, IRR = 11.21%, PI = 1.021, payback period 3 tahun, dengan masa manfaat selama 20 tahun. Keunggulan lain dalam skema SHPS adalah potensi eleminasi emisi karbon dioksida sebesar 4.5 ton per tahun jika untuk kebutuhan yang sama digunakan genset berbahan bakar minyak diesel. Oleh karena itu, SHPS layak dikembangkan dalam mendukung peningkatan elektrifikasi di kawasan 3T.


The electrification ratio of Indonesia has achieved 98.89% in 2019, but there are still many regions where the electrification ratio is relatively low, even some still do not enjoy access to electricity. Low electrification is especially felt by Indonesians living in 3T areas (terdepan/ frontier, terluar/outermost, dan tertinggal/lagging) or on small islands. On the other side, Indonesia, that is geographically an archipelagic and located in the tropics, has high potential in the development of renewable energy for electrical power generation especially solar energy. This study aims to design a solar home & pumpung system (SHPS) model and assess its feasibility. In this concept the SHPS scheme is purposed to provide electricity access to 3T community for the needs of illumination and access to clean water. A total of 4 units of 3 watt LED lights integrated with batteries are used for lighting each household, while a 600 watt water pump can be used communally for 150 households. Both the lamp and the water pump are supplied with electrical energy from their respective solar panels. There are 3 scenarios in the implementation of SHPS for a total of 150 households with a discount rate for investments of 10%. Scenario 1 is a full investment of Rp 806 million, NPV = Rp 2.8 million, IRR = 10.05%, PI = 1,003, payback period in 9 years, with a lifetime of 20 years. Scenario 2 is a full grant by the government/private sector with a budget of Rp 480.5 million. Scenario 3 is a grant by the government/private sector for solar lights (LTSHE program) and an investment scheme for solar water pumps with an investment cost of Rp 56 million, NPV = Rp 1.2 million, IRR = 11.21%, PI = 1,021, payback period of 3 years, with a lifetime of 20 years. Another advantage in the SHPS scheme is the potential elimination of carbon dioxide emissions of 4.5 tons per year if for the same needs utilized diesel-fueled generators. Therefore, SHPS is feasible to be developed in support of increasing electrification in the 3T region.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titan Reagan Sjofjan
"DNA Mitokondria (mtDNA) terdiri dari 16.569 pasang basa (pb), hanya
6x10 ®% dari seluruh genom manusia, tetapi kontribusi mtDNA dalam
pengetahuan terhadap evolusi, sejarah^jopulasLmanusia^daayariasi genetik.
antar Individu maupun variasi genetik dalam suatu populasi jauh lebih besar
dibanding jumlahnya dalam genom manusia. Hal ini disebabkan karena
mtDNA mempunyal beberapa karakteristik khas, seperti kuantitas yang
banyak, bersifat haploid (tidak mengalami rekombinasi), dan tingginya laju
mutasi dibandingkan DNA inti. Studi terhadap populasi, §erta variasi genetik
individu dalam populasi biasanya difokuskan pada daerah kontrol mtDNA
(D-Loop Region), daerah yang tidak menyandi gen, karena tingginya laju
mutasi pada daerah tersebut dibanding daerah lain pada mtDNA, yaitu 5-10
kali lebih tinggi dari daerah lain di mtDNA. Telah berhasil di sekuensing
daerah sepanjang 519 pb pada Hipervariabel 1 D-Loop Mitokondria
(nt 16101-16569 dan nt 1-50 berdasarkan penomoran sekuens referens
Cambridge) pada populasi Kodi dan Sumba Timur dengan 30 individu untuk
tiap populasi. Analisis terhadap 60 sampel yang dibandingkan dengan
sekuens referens Cambridge menunjukan bahwa terdapat 55 haplotipe
dengan 66 single nucleotide polymorphisms (SNPs). Ditemukan 56 SNPs
yang sudah dipublikasikan dan 10 SNPs baru dan belum pernah
dipublikasikan. Analisis lanjut terhadap polimorfisme sekuens HVR-1 D-Loop
mtDNA dan pohon filogenetik menunjukan haplotipe yang diperoleh dapat
diidentifikasi ke dalam haplogrup utama di Asia; BM (16% Kodi dan 23% Sumba Timur), M (30% Kodi dan 53,3% Sumba Timur), F (26% Kodi dan
10% Sumba Timur), dan motif Pollnesia (16,7% Kodi dan 6.7% Sumba
Timur) dan 5 haplotipe yang tidak dapat diidentifikasi. Berdasarkan pola
percabangan pohon filogenetik dengan metode Neighbor-Joining; sekaens
dapat diktasifikasi menjadi tujuh kelompok. Keunikan dari tiap kelompok
menerangkan parbadaan garis silsilah nanak moyangnya. SNP yang taramati
dimiliki olah kadua populasi dan tidak ada kacandarungan mangalompok dari
salah satu populasi. Dari pangaiompokan ini tarlihat bahwa kadua populasi
yang dianalisa tarnyata barcampur dalam tiap kalompok dalam pohon
f '
filogenetik, ha! ini menunjukan bahwa populasi Kodi dan Sumba Timur
mempunyai katarkaitan sacara ganatik yang ralatif dakat."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library