Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patricsia
"Latar belakang: Proporsi lansia diperkirakan akan terus meningkat. Salah satu masalah utama pada kesehatan kulit lansia adalah xerosis cutis atau kekeringan kulit. Tata laksana xerosis cutis yang tidak adekuat dapat menimbulkan komplikasi dan menurunkan kualitas hidup lansia. Pelembap merupakan tata laksana utama xerosis cutis. Jarak waktu pemakaian ulang yang tepat berbagai jenis pelembap perlu diketahui dasar ilmiahnya.
Tujuan: Mengetahui status hidrasi dan sawar kulit setelah aplikasi tunggal vaselin album, lanolin 7,5% dalam vaselin album, krim urea 10%, dan krim pelembap yang mengandung seramid pada lansia dengan xerosis cutis.
Metode: Sebuah penelitian dengan pre dan post-experimental design, tersamar ganda pada lansia dengan xerosis cutis. Jumlah SP adalah 15 orang dan pemilihan SP dilakukan secara berurutan (consecutive sampling). Satu SP mendapat empat perlakuan, dua pelembap dioleskan di tungkai bawah kanan dan dua pelembap di tungkai bawah kiri. Penentuan lokasi pengolesan pelembap menggunakan metode randomisasi sederhana. Penilaian status hidrasi dan sawar kulit dinilai menggunakan skor SRRC sebelum dan 12 jam setelah pengolesan pelembap, sedangkan nilai SCap dan TEWL diperiksa setiap 3 jam selama 12 jam.
Hasil: Terdapat penurunan skor SRRC yang bermakna 12 jam setelah pengolesan keempat jenis pelembap (p<0,001). Peningkatan tertinggi nilai SCap pada 3 jam setelah pengolesan vaselin album sebesar 12 AU (p<0,001) dan lanolin 7,5% dalam vaselin album sebesar 13,96 AU (p<0,001). Peningkatan tertinggi nilai SCap pada 6 jam setelah pengolesan krim urea 10% sebesar 14,43 AU (p<0,001) dan krim yang mengandung seramid sebesar 7,57 AU (p=0,002). Terdapat peningkatan nilai SCap yang bermakna sejak pada 3-12 jam pada seluruh kelompok pelembap. Penurunan bermakna nilai TEWL hanya pada 3 jam setelah pengolesan krim urea 10% sebesar 1,44 g/h/m2 (p=0,006).
Kesimpulan: Terdapat perbaikan skor SRRC yang bermakna pada seluruh kelompok pelembap. Terdapat perbaikan nilai SCap yang bermakna sejak 3-12 jam setelah pengolesan keempat jenis pelembap. Penurunan bermakna nilai TEWL hanya terdapat pada 3 jam setelah pengolesan krim urea 10%. Berdasarkan hasil penelitian ini, jarak waktu ideal pemakaian ulang vaselin album dan lanolin 7,5% dalam vaselin album adalah setiap 3 jam, sedangkan jarak waktu ideal pemakaian ulang krim urea 10% dan krim yang mengandung seramid adalah setiap 6 jam. Dengan mempertimbangkan biaya dan efektivitas pelembap dalam meningkatkan hidrasi kulit, pengulangan pemakaian pelembap masih dapat dilakukan setiap 12 jam.

Background: The proportion of elderly is expected to increase continuously. One of the main problems in elderly skin health is xerosis cutis. Inadequate management of xerosis cutis in the elderly can cause complications and reduce the quality of life. Moisturizers is the main management of xerosis cutis. The evidences base of the interval reapplication time in various types of moisturizers need to be known.
Objectives: To determine the hydration and skin barrier status after a single application of vaseline albumin, lanolin 7.5% in vaseline album, urea 10% cream, and ceramide cream in elderly with xerosis cutis.
Methods: This was a study with a pre and post-experimental design, double-blinded. A total of 15 elderly subjects with xerosis cutis were choosen with consecutive sampling. Every subject received four treatments, two moisturizers on the right leg and two moisturizers on the left leg. The location of moisturizers application was determined by using a simple randomization method. Assessment of hydration and skin barrier status was assessed using the SRRC score before and 12 hours after application, while the SCap and TEWL value were examined every 3 hours for 12 hours.
Results: There was a significant decrease in SRRC scores 12 hours after application of all types moisturizers (p<0.001). The highest increase in SCap at 3 hours after the application of vaseline album was 12 AU (p<0.001) and lanolin 7.5% in vaseline album was 13.96 AU (p<0.001). The highest increase in SCap at 6 hours after the application of urea 10% cream was 14.43 AU (p<0.001) and ceramide cream was 7.57 AU (p=0.002). There was a significant increase of SCap from 3 to 12 hours in all four types moisturizers. The significant decrease in TEWL only at three hours after the use of urea 10% cream was 1.44 g/h/m2 (p=0.006).
Conclusion: There was a significant decrease in SRRC scores in all four types of moisturizers. There was a significant increase in the value of SCap from 3 to 12 hours after application of all moisturizers. The significant decrease in TEWL was only 3 hours after application of urea 10% cream. Based on the results, the ideal reapplication time of vaseline album and lanolin 7.5% in vaseline album is every 3 hours, while for urea 10% cream and ceramide cream is every 6 hours. Considering the cost and effectiveness of moisturizers in hydrating the skin, reapplication of moisturizers every 12 hours still would be effective.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Dorthy Santoso
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai dan merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit DM meningkat dengan pesat dan akan menjadikan Indonesia peringkat ke empat dunia. Betambahnya jumlah penyandang DM dan komplikasi akibat DM menjadi beban negara terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu komplikasi yang terkait dengan bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah komplikasi mikrovaskular yakni neuropati. Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering dan jumlah keringat yang berkurang. Kekeringan kulit yang tidak di tata laksana dengan baik mempermudah timbulnya kaki diabetik.
Tujuan: Mengetahui pengaruh kadar HbA1c dan gula darah terhadap kulit kering pada pasien DM tipe 2.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Endokrin Ilmu Penyakit Dalam dan Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Juli hingga September 2018. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat kekeringan kulit dengan menggunakan penilaian SRRC, dilanjutkan dengan pemeriksaan corneometer dan tewameter. Terakhir dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk kadar HbA1c dan GDS.
Hasil: Didapatkan total 95 subjek dengan usia rerata 54 tahun, hampir sebagian besar pasien tidak merokok, tidak menggunakan pelembap dan AC, tidak menggunakan air hangat untuk mandi, mengkonsumsi obat penurun kolesterol, mengalami neuropati dan menopause, serta durasi lama DM ≥5 tahun. Hasil utama penelitian ini didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar HbA1c dengan nilai SRRC berdasarkan uji nonparametrik Spearman (r = 0,224; p = 0,029). Perhitungan statistik dilanjutkan kembali dengan analisis stratifikasi dan regresi linear stepwise.

Background: Type 2 diabetes mellitus is one of the most common metabolic diseases and is one of the top four non-contagious priorities. DM prevalence has been increasing rapidly and would make Indonesia ranked fourth in the worldwide. The increasing number of people with DM and its associated complications are major burden, especially for developing countries such as Indonesia. One of the complications associated with Dermatology and Venereology is microvascular complications, specifically neuropathy. Autonomic neuropathy is characterized by dry skin and reduced amount of sweat. Unmanaged dry skin is a potential risk factor of developing diabetic foot.
Objective: To determine the effect of HbA1c and blood glucose level on dry skin in type 2 diabetes mellitus patient.
Methods: This study was a cross-sectional study conducted on patients with type 2 diabetes mellitus in the Endocrine outpatient clinic of the Internal Medicine and Dermatology and Venereology outpatient clinic of RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from July to September 2018. History taking, physical examination to determine the degree of skin dryness using SRRC assessment, followed by examination of the corneometer and tewameter. At last, blood test examination was performed for HbA1c and random blood glucose levels measurement.
Results: A total of 95 subjects were enrolled with an average age of 54 years, most if the patients were non-smoker, did not use moisturizers and air conditioning, did not use warm water for bathing, consumed cholesterol lowering agent, experienced neuropathy and menopause, and have been suffering DM for more than 5 years. The main results of this study were statistically significant correlation between HbA1c levels and SRRC values based on the Spearman nonparametric test (r = 0,224; p = 0,029). Statistical calculations were continued with stratification analysis and stepwise linear regression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Dorthy Santoso
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai dan merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit DM meningkat dengan pesat dan akan menjadikan Indonesia perillgkat kc empat dunia. Bctrunbalmya jumlnh penyandang DM dan komplikasi akibat DM menjadi beban negara terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu komplikasi yang l~rkail d~Ilgan bidang Hum Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah komplikasi mikrovaskular yakni neuropati. Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering dan jumlah keringat yang berkurang. Kekeringan kulit yang tidak di tata laksana dengan baik mempennudah timbulnya kaki diabetik. Tujuan: Mengetahui pengaruh kadar HbAle dan gula darah terhadap kulit kering pada pasien DM tipe 2. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklini.k Endokrin IImu Penyakit Dalam dan Poliklinik Hmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Juli hingga September 2018. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat kekeringan kulit dengan menggunakan penilaian SRRC, dilanjutkan dengan pemeriksaan eorneometer dan tewameter. Terakhir dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk kadar HbAle dan GDS. Basil: Didapatkan total 95 subjek clengan usia rerata 54 tahun, hampir sebagian besar pasien tidak merokok, tidak menggunakan pelembap dan AC, tidak menggunakan air hangat untuk mandi, mengkonsumsi obat penurun kolesterol, mengalami neuropati dan menopause, serta durasi lama DM 2:5 tabun. Hasil utama penelitian ini didapatkan korelac;;i yang hennakna seeara statistik antara kadar HbAle dengan nilai SRRC berdasarkan uji nonparametrik Spearman (r· = 0,224; P = 0,029). Perhitungan statistik dilanjutkan kembali dengan anal isis stratiflkasi dan regresi linear stepwise. Kesimpulan: Pada pasicn DM tipe 2 terdapat peningkatan SRRC dan SCap yang dipengaruhi oleh kadar HbAle.

Background: Type 2 diabetes mellitus is one of the most common metabolic diseases and is one of the top four non-contagious priorities. DM prevalence has been increasing rapidly and would make Indonesia ranked fourth in the worldwide. The increasing number of people with DM and its associated complications are major burden, especially for developing countries such as Indonesia. One of the complications associated with Dermatology and Venereology is microvascular complications, specifically neuropathy. Autonomic neuropathy is characterized by dry skin and reduced amount of sweat. Unmanaged dry skin is a potential risk factor of developing diabetic foot. Objective: To determine the effect ofHbAlc and blood glucose level on dry skin in type 2 diabetes mellitus patient. Methods: This study was a cross-sectional study conducted on patients with type 2 diabetes mellitus in the Endocrine outpatient clinic of the Internal Medicine and Dermatology and Venereology outpatient clinic of RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from July to September 2018. History taking, physical examination to dctcrminc the degree of skin dryness using SRRC assessment, followed by examination of the comeometer and tewameter. At last, blood test examination was performed for HbAlc and random blood glucose levels measurement. Results: A total of95 subjects were enrolled with an average age of 54 years, most if the patients were non-smoker, did not use moisturizers and air conditioning, did not use warm water for bathing, consumed cholesterol lowering agent, experienced neuropathy and menopause, and have been suffering DM for more than 5 years. The main results of this study were statistic3.Ily significant correlation between HbAlc levels and SRRC values based on the Spearman nonparametric test (r = 0,224; P = 0,029). Statistical calculations were continued with stratification analysis and stepwise linear regression. Conclusion: Type 2 DM patients experience increment in SRRC and SCap, which are associated with HbA 1 c level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
T59211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library