Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmiyati Sarah
"Resiko besar yang harus dihadapi pelaut adalah terbatasnya waktu untuk berkumpul dengan keluarga Keith & Schaefer (dalam Fesbach,1987) mengemukakcan bahwa terdapat konflik peran pada istri-istri yang suaminya memiliki waktu kerja yang panjang karena dengan demikian kesempatan untuk membangun nilai-nilai keluarga seperti kedekatan, kehangatan dan keintiman menjadi berkurang.
Banyak Iagi faktor-faktor pendukung terciptanya kepuasan perkawinan yang kurang dapat dipenuhi seutuhnya oleh seorang suami karena terbatasnya waktu yang dimiliki karena tuntutan pekerjaannya. Kondisi dimana istri harus Iebih banyak menanggung beban serta Iebih besar bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan rumah tangga seperti istri pelaut akan menyebabkan tidak dapat dipenuhinya beberapa faktor tersebut diatas. Oleh karenanya penulis ingin Iebih jauh mengetahui tentang gambaran kepuasan perkawinan pada istri istri pelaut melihat cukup banyak ditemukan para istri yang suaminya bekerja sebagai pelaut mengeluhkan mengenai keadaan rumah tangga mereka. Melihat yang Iebih banyak mengalami masalah adalah para istri, maka peneliti secara khusus melakukan penelitian pada subyek istri.
Selanjutnya penulis berharap dari penelitian ini dapat diperoleh manfaat yaitu memberikan masukan kepada istri pelaut tentang hal-hal yang penting untuk diperhatikan guna menegakkan Iandasan yang kuat bagi terciptanya kepuasan perkawinan, memberikan informasi bagi institusi yang menangani masalah masalah keluarga, tentang masalah kepuasan perkawinan yang dirasakan istri pelaut dimana informasi ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan penyuluhan, konseling ataupun terapi bagi yang bermasalah serta menambah hasil-hasil penelitian tentang keluarga pelaut yang berguna bagi penelitian selanjutnya.
Penelitian ini dilakukan terhadap 5 orang subyek penelitian dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan yang mendorong subyek penelitian untuk menikah beragam, yaitu sebagai wadah pemenuhan kebutuhan ekonomi, kelangsungan generasi, karena menganggap pemikahan sebagai sesuatu yang normal dan wajar juga karena cinta. Ada pula subyek yang menikah karena kasihan pada calon suami yang telah Iama mengejarnya, juga karena subyek merasa tidak enak menolak calon mertua yang telah datang dari jauh untuk melamar. Sedangkan jenis perkawinan istri pelaut didominasi oleh jenis perkawinan tradisionaI. Diketahui pula bahwa tingkat kepuasan perkawinan istri pelaut naik dan turun silih berganti. Pada umumnya tinggi rendahnya kurva kepuasan perkawinan istri pelaut dipengaruhi oleh keberhasilan penyesuaian diri istri terhadap tugasnya baik sebagai istri maupun sebagai istri pelaut. Keberhasilan pada masa penyesuaian diri berpengaruh pada kuatnya Iandasan perkawinan selanjutnya. Selain itu, kurva kepuasan perkawinan iuga dipengaruhi oleh terpenuhinya faktor-faktor yang mendukung terciptanya kepuasan perkawinan, yaitu afeksi dari suami, keberhasilan anak anak dalam sekolah dan kelancaran karir suami. Faktor- faktor kepuasan perkawinan yang tidak dapat dipenuhi oleh suami dapat menimbulkan ketidakpuasan perkawinan yang dirasakan istri pelaut, dalam penelitian ini ditemukan faktor-faktor tersebut antara Iain adalah kualitas komunikasi yang buruk dengan suami, faktor sosial, faktor hubungan intim, faktor peran dan tingkah Iaku suami yang kurang sesuai dengan keinginan istri serta faktor kebutuhan istri yang tidak terpenuhi oleh suami, khususnya kebutuhan untuk dimengerti. Ada pula subyek yang merasakan bahwa faktor ekspresi afeksinya tidak terpenuhi oleh suami serta hubungan mertua dan ipar yang buruk.
Hal lain yang perlu diperhatikan Iebih Ianjut dalam penelitian ini adalah adanya sejumlah keterbatasan yang diduga dipengaruhi oleh jumlah subyek yang terbatas, alat ukur yang kurang tajam menggali inforrnasi, kekurang- terampilan peneliti dalam menggali informasi ataupun dalam menganalisa data karena pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang baru bagi peneliti. Saran untuk penelitian selanjutnya adaiah melengkapi subyek penelitian, yaitu bukan hanya istri saja yang dijadikan subyek, namun juga suaminya sehingga informasi mengenai kepuasan perkawinan dapat diperoleh lebih Iengkap. Disamping itu penambahan jumlah subyek penelitian dapat memperkaya hasil penelitian, agar wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat berjalan lancar, maka diperlukan waktu yang cukup untuk membina ?raport' antara peneliti dan subyek penelitian, sehingga sewaktu wawancara dilakukan subyek penelitian tidak canggung menjawab pertanyaan peneliti."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasfordate, Aksilas
"Tanimbar dalam kajian ini adalah suatu wilayah kepulauan yang terletak di bagian tenggara kepulauan Maluku. Kepulauan ini pada awalnya tidak berpenghuni, oleh sebab itu penyebutan Tanimbar didasarkan pada pertimbangan yang berkaitan dengan asal-usul masyarakat yang mendiami pulau tersebut. Kata Tanimbar berasal dari kata Tanempar (bahasa nistimur) Tanebar (bahasa weslyeta) dan Tnebar (bahasa fordata) yang memiliki arti sama yaitu 'terdampar'. Kata terdampar ini ditujukan kepada masyarakat yang datang dari berbagai pulau atau wilayah Indonesia khususnya Indonesia Timur, seperti ada yang datang dari Halmahera, Ambon, Seram, Banda, Kai, Aru, Sulawesi (Bugis Makassar dan Buton), bahkan ada yang datang dari pulau Timor. Atas dasar inilah, maka suku asli di kepulauan Tanimbar sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Jadi kata Tanimbar bisa digunakan untuk menunjukkan orang (orang Tanimbar), juga digunakan untuk menunjukkan wilayah (kepulauan Tanimbar).
Tanimbar yang merupakan wilayah kepulauan. Hal ini memungkinkan kebanyakan masyarakatnya mendiami daerah-daerah pesisir pantai. Berdasarkan tempat pemukiman ini, maka aktivitas rnereka-pun lebih cenderung ke laut, sehingga peralatan yang digunakan berkaitan dengan aktivitas mereka, sampai-sampai dijadikan simbol dalam setiap masyarakat di Tanimbar. Misalnya; sebuah bangunan perahu di Tanimbar, dianalogikan dengan struktur masyarakat setiap kampung di Tanimbar. Atas dasar inilah maka 'pamaru muka pamaru belakang yang merupakan dua bagian dari sebuah bangunan perahu digunakan sebagai judul tesis ini.
Sejauh ini 'Tanimbar hanya dilihat dari perspektif sejarah Maluku, khususnya Maluku Tenggara. Oleh sebab itu, jika perpegang pada pandangan tersebut, maka sejarah Tanimbar sangat terabaikan dari peter penyelidikan sejarah Indonesia. Memang diakui bahwa secara garis politik Tanimbar merupakan salah satu wilayah yang sangat terpencil dan tidak menarik perhatian para peneliti sejarah untuk meneliti daerah tersebut. Akan tetapi dimanakah sejarah dari bagian-bagian atau pulau-pulau yang juga memiliki riwayatnya sendiri-sendiri ? Apakah Tanimbar merupakan embel-embel dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ?
Oleh sebab itu, kajian ini bertujuan; pertama, mengisi celah yang terjadi dalam penulisan sejarah Maluku, terutama mengenai pembukaan jaringan pelayaran antar-pulau di Maluku; kedua, mengungkapkan problematik interaksi masyarakat Tanimbar dalam menerima para pedagang asing (dalam hal ini Bugis Makassar dan Belanda); ketiga, mengukapkan posisi masyarakat Tanimbar dalam jaringan pelayaran di Indonesia Timur abad XIX.
Berkaitan dengan itu, ruang lingkup kajian ini terdiri atas beberapa hal yaitu; (1) tentang kondisi ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat Tanimbar sebelum adanya kontak dengan daerah lain di Indonesia Timur melalui jaringan pelayaran dan perdagangan abad XIX; (2) Tujuan jaringan pelayaran tersebut, yang ternyata tidak semata-mata adalah kegiatan perdagangan, tetapi juga ada kegiatan lain; seperti upaya penyebaran agama, (Islam oleh para pedagang Bugis Makassar, Kristen Protestan dan Katolik oleh para pedagang Belanda); (3) Reaksi masyarakat Tanimbar terhadap berbagai macam hal baru yang dihadapinya dan (4) beberapa faktor yang menyebabkan Belanda meninggalkan. Tanimbar akhir abad XVIII dan kembali menguasai serta menempatkan Tanimbar dalam daerah kekuasaan Belanda secara tetap pada abad XIX.
Keterlibatan Masyarakat Tanimbar dalam jaringan pelayaran di Indonesia Timur abad XIX tidak terlepas dari suatu kategori utama dalam mengkaji Asia Tenggara, yaitu port polity. Pemusatan pelabhuan dan pintu gerbang (entrepot) serta penyelenggaraan negara (polity) merupakan gejala yang hampir menyeluruh di Asia Tenggara kepulauan. Di dalam kerangka itu pula kajian Tanimbar dapat dilakukan.
Kajian ini menggunakan pendekatan kelautan yang melihat wilayah perairan laut sebagai satu kesatuan dari berbagai macam satuan bahari yang pada perkembangannya menjadi satuan yang lebih besar. Dalam kerangka itu, wilayah perairan Tanimbar terbentuk yang dapat mengintegrasikan bagian-bagiannya menjadi satu kesatuan laut. Dalam proses lebih jauh, satuan laut tersebut juga berintegrasi ke dalam jaringan pelayaran di Indonesia Timur.
Dalam konstalasi tersebut, posisi Tanimbar memainkan peranan dalam lalu lintas perdagangan di Indonesia Timur, di mana dari Tanimbar para pedagang asing (Bugis Makassar, Belanda dan Cina) memperoleh komiditi dagang seperti; tripang, mutiara, kerang mutiara, kulit penyu, sirip ikan hiu, agar-agar (rumput laut) dan sebagainya untuk dikirim ke Makassar, Batavia, Banten, Malaka, untuk dijual atau ditukarkan dengan bahan pakaian (tekstil) dan barang kebutuhan lainnnya untuk dibawa kembali ke Tanimbar. Dalam kegiatan tersebut, masyarakat Tanimbar bertintak sebagai pihak yang khusus menyediakan barang-barang dagang yang dijual kepada para pedagang asing.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa melalui jaringan pelayaran tersebut, masyarakat Tanimbar bisa mengenal dan menerima hal-hal baru yang pada awalnya belum dikenal atau sudah dikenal tetapi lain daripada yang baru masuk. Misalnya, salah satu hal nyata yang sampai sekarang masih ada di Tanimbar, yakni model dan cara pembuatan perahu, yang ternyata model dan ketrampilan pembuatan perahu diperoleh dari para pelaut dan pedagang Butun."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T1606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smita Annisaghara
"ABSTRAK
Serial animasi televisi, sebagai salah satu bentuk media massa, juga termasuk sebagai media yang memegang peran penting dalam menunjukkan representasi positif, khususnya karena serial animasi kerap ditonton oleh anak-anak dan remaja yang cenderung mudah terpengaruh oleh apa yang mereka lihat di lingkungan sekitar. Salah satu serial animasi yang menunjukkan citra perempuan yang positif adalah serial animasi ldquo;Sailor Moon rdquo; yang berasal dari Jepang. ldquo;Sailor Moon rdquo; adalah sebuah kisah tentang seorang gadis remaja biasa yang hidupnya berubah secara drastis setelah ia tahu bahwa ia adalah Sailor Moon yang memiliki kekuatan super dan ditakdirkan untuk membasmi kejahatan. Teori norma budaya Melvin DeFleur menyatakan bahwa media massa secara selektif menampilkan dan menegaskan nilai-nilai serta ideologi tertentu, yang kemudian bisa mempengaruhi norma dalam masyarakat. Folarin kemudian menyatakan bahwa berdasarkan teori tersebut, individu dalam masyarakat cenderung mendasari perilaku mereka dari nilai-nilai yang ditampilkan dalam media massa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis unsur feminisme yang diangkat dalam ldquo;Sailor Moon rdquo; dan pengaruh unsur-unsur tersebut bagi penontonnya, khususnya penonton perempuan. Melalui metode wawancara langsung, hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur feminisme dalam ldquo;Sailor Moon rdquo; merupakan hal yang meninggalkan kesan mendalam dan memiliki pengaruh yang positif bagi penonton perempuan.

ABSTRACT
Television animated series, as one form of mass media, is included as a medium that plays an important role in showing positive representation, especially because its main demographics are impressionable children and teenagers. One popular TV show that represents women in a positive light is ldquo;Sailor Moon rdquo;, a Japanese animated series. ldquo;Sailor Moon rdquo; is a story about an ordinary teenage girl whose life changed drastically once she found out that she is able to transform as Sailor Moon who has a super power and is destined to fight against a powerful evil force. Melvin DeFleur rsquo;s Cultural Norms theory suggests that the media selectively presents and emphasizes certain values and ideas and therefore will influence norms in society. Folarin then made a statement based on that theory that some members of society tend to pattern their behavior to the values shown in mass media. This study aims to analyze what feminist values are incorporated in ldquo;Sailor Moon rdquo; and what influence those values have on the audience, especially the female audience. Through one-on-one interviews, the results show that the elements of feminism in ldquo;Sailor Moon rdquo; have left a deep impact on its female viewers and have influenced them in a positive way."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library