Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satria Guna Dharma
"Perilaku sedentari, ditandai dengan adanya kegiatan dalam jangka waktu yang lama yang melibatkan duduk atau berbaring, telah dilaporkan terkait dengan adanya peningkatan risiko jantung dan pembuluh darah. Duduk lebih dari 10 jam sehari dibandingkan dengan duduk kurang dari 5 jam sehari dikaitkan dengan peningkatan risiko terhadap penyakit kardiovaskular. Tingkat permasalahan yang ada di perusahaan ini, karena dari hasil pemeriksaan berkala pada 1 departemen didapatkan angka yang cukup signifikan terhadap faktor-faktor risiko PJK. Sedangkan pada departemen lainnya tidak ada sama sekali penilaian terhadap faktor-faktor risiko PJK.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat stratifikasi risiko PJK pada pekerja main office dan pekerja site dengan menggunakan Skor Kardiovaskular Jakarta, untuk masukan bagi manajemen perusahaan sebagai rekomendasi menggunakan skor tersebut untuk menilai risiko PJK pekerja, khususnya pekerja yang berada di main office. Metode penelitian menggunakan disain potong lintang dengan analisis komparatif. Hasil yang paling berhubungan dengan stratifikasi risiko kardiovaskular Jakarta adalah faktor risiko riwayat penyakit keluarga p=0.021, OR=1334.3, dan 95 CI=147.1-12103.6.
......
The sedentary behaviour, characterized by long term activities involving sitting or lying down, has been reported to be associated with an increased risk of cardiovascular disease. Sitting more than 10 hours a day compared to sitting less than 5 hours a day is associated with increased risk of cardiovascular disease.The underlying problems in this company, is that the periodic check results in one department obtained a significant number of risk factors for cardiovascular disease. While in other departments there is no assessment of cardiovascular disease risk factors.
The purpose of this research was to determine the level of cardiovascular disease risk stratification using Jakarta cardiovascular score, as an input for company management to recommend using this score to assess workers cardiovascular disease risks, especially for workers in the main office. A cross sectional study was used as a design for this research, with comparative analysis. The most closely related result with cardiovascular risk stratification is a family history with cardiovascular disease p 0.021, OR 1334.3, dan 95 CI 147.1 12103.6."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niswatun Nafi'ah
"Perilaku sedentari merupakan faktor risiko gangguan metabolisme tubuh seperti: obesitas, kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes melitus, serta berkaitan dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran perilaku sedentari siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023 dan determinannya. Penelitian dengan desain cross sectional. Sampel sebesar 240 siswa diambil secara proportional random sampling  pada 16 sekolah. Pengumpulan data dengan cara responden mengisi sendiri kuesioner yang diadaptasi dari The Adolescent Sedentary Activity Questionnaire. Analisis univariat, bivariat (Chi Square), dan multivariat (regresi logistik ganda) dilakukan pada penelitian ini. Hasil penelitian mendapatkan sebanyak 58,8% siswa berperilaku sedentari kategori tinggi (≥6 jam/hari). Faktor individu yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa adalah jenis kelamin dan status ekonomi keluarga. Faktor interpersonal yang berhubungan dengan perilaku sedentari adalah pola asuh orang tua dan dukungan teman sebaya, sedangkan peraturan sekolah merupakan variabel confounding. Jenis kelamin adalah faktor yang dominan berhubungan dengan perilaku sedentari siswa, siswa perempuan berpeluang hampir 12 kali untuk berperilaku sedentari tinggi dibanding siswa laki-laki (OR=11,8; 95% CI=5,829–23,934) setelah dikontrol oleh status ekonomi keluarga, pola asuh orang tua, dukungan teman sebaya dan peraturan sekolah. Untuk itu, Dinas kesehatan dan Puskesmas perlu mengoptimalkan peran dan fungsi edukasi pencegahan perilaku sedentari siswa serta menjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama agar upaya pencegahan perilaku sedentari dapat maksimal.
......
Sedentary behavior is a risk factor for metabolic disorders such as obesity, high cholesterol, hypertension, diabetes mellitus, and is associated with symptoms of depression and anxiety in adolescents. The research objective was to describe the sedentary behavior of high school students in Tajurhalang District, Bogor Regency in 2023 and its determinants. Research with cross sectional design. A sample of 240 students was taken by proportional random sampling in 16 schools. Data collection by means of respondents filling out a questionnaire adapted from The Adolescent Sedentary Activity Questionnaire. Univariate, bivariate (Chi Square), and multivariate (multiple logistic regression) analyzes were performed in this study. The results of the study found that 58.8% of students behaved sedentarily in the high category (≥6 hours/day). Individual factors related to students' sedentary behavior are gender and family economic status. Interpersonal factors related to sedentary behavior are parenting and peer support, while school regulations are confounding variables. Gender is the dominant factor related to students' sedentary behavior, female students are almost 12 times more likely to have high sedentary behavior than male students (OR=11.8; 95% CI=5.829–23.934) after being controlled by family economic status, pattern parenting, peer support and school rules. For this reason, the Health Service and Community Health Centers need to optimize the role and function of education to prevent sedentary behavior in students and collaborate with the Education Office and the Ministry of Religion so that efforts to prevent sedentary behavior can be maximized."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi Astuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perilaku sedentary selama pandemi COVID-19 sebagai mediator antara kecemasan dan depresi. Kecemasan didefinisikan sebagai bentuk antisipasi dari ancaman di masa depan yang lebih sering diasosiasikan dengan ketegangan otot dan kewaspadaan, perilaku pencegahan, dan penghindaran. Depresi didefinisikan sebagai adanya perasaan sedih, kosong, suasana hati yang mudah tersinggung, disertai perubahan somatis dan kognitif yang secara signifikan mempengaruhi kapasitas dan fungsi individu. Adapun perilaku sedentary didefinisikan sebagai setiap perilaku dalam keadaan terjaga yang ditandai dengan pengeluaran energi sebesar ≤ 1,5 ekuivalen metabolik (MET), baik dalam postur duduk, bersandar, atau berbaring. Pengukuran variabel pada penelitian ini dilakukan dengan alat ukur Beck Anxiety Inventory (BAI), Beck Depression Inventory (BDI), dan Sedentary Behavior Questionnaire (SBQ). Data diperoleh melalui survei daring dari warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia dan berada di rentang usia 20-40 tahun (N=608). Analisis data dilakukan dengan analisis model mediasi pada makro PROCESS dari Hayes, analisis korelasi parsial dan semi parsial, serta analisis kovariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku sedentary mentally passive ditemukan memediasi secara parsial hubungan antara kecemasan dan depresi.
......This study aims to determine the role of sedentary behavior during the COVID-19 pandemic as a mediator between anxiety and depression. Anxiety is defined as the anticipation of a future threat associated with muscle tension and alertness, prevention, and avoidance. Depression is defined as feelings of sadness, emptiness, irritable moods, somatic and cognitive changes that significantly affect individual capacity and function. Sedentary behavior is defined as any behavior in an awake state with an energy expenditure of ≤ 1.5 metabolic equivalents (MET), whether in a sitting, leaning, or lying posture. Variables in this study were measured using Beck Anxiety Inventory (BAI), Beck Depression Inventory (BDI), and the Sedentary Behavior Questionnaire (SBQ). Data collected by online surveys from Indonesian citizens who live in Indonesia in the age range of 20-40 (N = 608). Data were analyzed using a mediation model on Hayes macro PROCESS, part and partial correlation, and analysis of covariance. This study indicates that sedentary behavior mentally passive was found to partially mediated relationship between anxiety and depression."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivid Ivearni Patriana Leodewi Darwanto
"Prevalensi perilaku sedentari di Indonesia pada remaja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Perilaku sedentari merupakan perilaku berisiko menyebabkan penyakit diabetes tipe II, hipertensi, gangguan jantung, dan depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan lama waktu sedentari pada remaja di Indonesia dan mengetahui faktor apa yang paling dominan.
Desain studi potong lintang, dengan menggunakan data GSHS 2015. Sampel penelitian remaja (11-18 tahun) yang memiliki data variabel lengkap sebesar 9973 sampel. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji beda proporsi dan analisis multivariate dilakukan menggunakan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi perilaku sedentari ≥ 3 jam per hari pada remaja sebesar 27,7% (95% CI = 24,6%-30,9%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sedentari adalah kelompok umur remaja (OR=3,344; 95% CI=2,410-4,642), indeks massa tubuh (OR=1,324; 95% CI=1,141-1,539), konsumsi makanan berisiko (OR=1,738; 95% CI=1,127-2,678), dan konsumsi alkohol (OR=1,643; 95% CI=1,294-2,088). Faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku sedentari adalah kelompok umur remaja. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan variabel dari faktor lingkungan.
......
The prevalence of sedentary behavior in Indonesia among adolescents is higher compared to other age groups. Sedentary behavior is a risky behavior that causes diabetes type II, hypertension, heart problems, and depression. This study aims to determine what factors are related to sedentary behavior among adolescents in Indonesia and to know what factors are the most dominant.
Cross-sectional study design, using data from GSHS 2015. The samples are adolescents (11-18 years) who have complete variable data. The total samples are 9973 samples. Bivariate analysis was performed using a different proportion test (Chi Square) and multivariate analysis was performed using logistic regression tests.
The results of the study showed that the prevalence of sedentary behavior for a period ≥ 3 hours per day in adolescents was 27.7% (95% CI = 24.6% -30.9%). Factors related to sedentary behavior were adolescent age groups (OR = 3.344; 95% CI = 2,410-4,642), body mass index (OR = 1,324; 95% CI = 1,141-1,539), consumption of foods at risk (OR = 1,738 ; 95% CI = 1,127-2,678), and alcohol consumption (OR = 1,643; 95% CI = 1,294-2,088). The most dominant factor associated with sedentary behavior is the age group of adolescents. Further research is needed by including variables from environmental factors."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Demy Faheem Dasril
"Konteks Penelitian : Trend obesitas mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selama ini obesitas menjadi permasalahan global, baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia sendiri, telah dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui angka prevalens obesitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas tersebut. Merujuk dari penelitian-penelitian sebelumnya, belum ada satupun data obesitas pada anak Taman Kanak-kanak (TK), padahal obesitas dapat berkembang mulai dari usia dini. Peneliti ingin mengetahui besar prevalens obesitas anak TK serta kaitannya dengan beberapa faktor risiko yang diteliti.
Tujuan Penelitian : Mengetahui prevalens obesitas pada anak TK di Jakarta Pusat dan hubungannya dengan faktor risiko sedentary life.
Desain Penelitian : Cross-sectional (deskriptif-analitik)
Lokasi Penelitian : Taman Kanak-kanak di Kecamatan Menteng, kelurahan Cikini, Jakarta Pusat. Masing-masing di TK Mini, TK Al-Ma'mur, TK Perguruan Cikini, dan TK As-Syukur.
Subyek Penelitian : Anak-anak TK yang bersekolah di keempat TK tersebut yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel ditentukan dengan cara all-sampling dan memenuhi syarat minimum jumlah sampel berdasarkan rumus penghitungan besar sampel.
Hasil Penelitian : Pada penelitian ini, secara proporsi, angka obesitas pada subyek yang menjalani sedentary life (30,0%) lebih besar daripada subyek yang non-sedentary life (22,7%). Obesitas ditemukan 1,462 kali lebih banyak pada subyek yang sedentary life dibandingkan dengan subyek yang non-sedentary life {IK95%; RO=1,462 (0,711-3,009)}. Namun, secara statistik hal ini tidak bermakna (p=0,301). Penyebab dari hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh tidak detailnya pertanyaan dalam kuesioner, serta desain penelitian yang potong lintang sehingga tidak dilakukan pengukuran keluaran energi dalam METS. Selain itu, masih ada anggapan orang tua bahwa anak yang kurus jika berolah raga akan bertambah kurus dan ketidaktahuan orang tua mengenai makanan apa yang sebaiknya boleh dikonsumsi oleh anak.
......Context : The trend of obesity is increasing annually. In the past decades, obesity has been a major global issue, especially in the United States and several other countries including Asia Pacific. In Indonesia, there was some study undergone to describe the prevalence of obesity and its risk factors. If we looked back into the past studies, there is no single study taken in the settings of Kindergarten children in spite that obesity is developing early in life. We wanted to know the prevalence of obesity in Kindergarten children and the determined risk factors in our research. Objective : Determine the prevalence of obesity in Kindergarten children at Jakarta Pusat and its correlation with sedentary life.
Research Design : Cross-sectional (descriptive-analytic)
Settings : Four Kindergarten at Kecamatan Menteng, kelurahan Cikini, Jakarta Pusat. The Kindergarten consists of TK Mini, TK Al-Ma'mur, TK Perguruan Cikini, and TK Assyukur.
Subject : The students at the abovementioned Kindergarten which fulfills the inclusion and exclusion criteria. Total sample for this research is carried out by all-sampling method to anticipate drop-outs. The total amount of sample taken in this study has been verified through the sample formulations.
Outcome : Proportionally, the number of obese child by sedentarian (30,0%) is bigger than the non-sedentarian child (22,7%). Obesity was found to be 1,462 higher for sedentarian subject compared to the non-sedentarian {CI95%; OR=1,462 (0,711-3,009)}. But statistically, this founding is not valid (p=0,301). In other words, this study alone can't. The possible cause for this result is the lack of detail in the quessionaire, and also the design of study only serves descriptive data and little correlation meaning. Likewise, there are still urban myth that skinny child will get skinnier if they do sports and parents ignorancy of their childs adequate food intake, by which the composition and frequency of eating.
Conclusion : The prevalence of obesity in Kindergarten children at Cikini, Menteng, DKI Jakarta is 28,1%, which has a correlation with sedentarian."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Setyawati
"Latar Belakang : Pekerjaan aktivitas rendah (sedentary work) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin. Pada pekerja dengan aktivitas rendah cenderung terjadi stasis urin dan mengakibatkan pengendapan substansi yang terlarut di dalamnya. Hal ini bila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan terjadinya kristal pada urin, termasuk diantaranya adalah kristal kalsium oksalat.
Metode : Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi kristal kalsium oksalat urin pada pegawai kantor X serta mengetahui hubungan pekerjaan aktivitas rendah (sedentary work) dengan terjadinya kristal kalsium oksalat urin. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan analisa kasus kontrol. Dilakukan pengumpulan data selama bulan Juni 2005 yang meliputi karakteristik responden serta faktor risiko dengan wawancara serta pemeriksaan urinalisa. Juga dilakukan pengisian label uraian aktivitas kerja masing-masing satu orang pada pegawai golongan sedentary dan non sedentary untuk mendapatkan gambaran pekerjaan.
Hasil : Dari 261 responden, didapatkan prevalensi kristal kalsium oksalat urin sebesar 41%. Faktor aktivitas kerja rendah (sedentary work) meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin dibandingkan dengan non sedentary (OR= 7,06; 95% CI 3,33;14,99). Kebiasaan makan sedang oksalat meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin (OR 21,41; 95% CI 3,85;118,95) dibandingkan dengan rendah oksalat. Kebiasaan kurang minum air putih akan meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat (OR 3,94; 95% CI 1,86;8,36) dibandingkan dengan cukup minum air putih.
Kesimpulan : Aktivitas kerja rendah (sedentary work), kebiasaan makan sedang oksalat dan kurang minum air putih meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin, sehingga dianjurkan pada pekerja golongan sedentary worker untuk mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung oksalat dan minum air putih yang cukup.

Background : Work with low activity (sedentary work) representing one of risk factor for calcium oxalate crystal in urine. At sedentary worker tend to happened urine static and result precipitation of dissolve substance in it. This matter when let continuously will result urine crystal inclusive calcium oxalate crystal.
Method : The research intention was to know prevalence of calcium oxalate crystal in urine among office X employee, and also to know relation of low activity work with the calcium oxalate crystal. The research design was cross sectional with case control analysis. Data was collected during June 2005 including respondents characteristic and also risk factor with interview and urinals lest, it?s also done admission filling of work activity table each one employee of sedentary and non sedentary.
Result : From 261 respondents got prevalence of calcium oxalate crystal in urine equal to 41%. Low activity work (sedentary work) increased risk of the happening calcium oxalate crystal in urine compared to non sedentary (OR 7,06; 95% (13,33; 14,99). Eat habit with medium oxalate increased risk of the happening calcium oxalate crystal in urine compared to lower oxalate habit (OR 21,41; 95% CI 3,85; 118,95). Less drink water habit increased risk of the happening calcium oxalate crystal in urine compared to enough drink water habit (OR 3,94: 95% CI 1,86,8,36).
Conclusion : Sedentary work, eat habit with medium oxalate and less drink water habit have proven increased the risk of calcium oxalate in urine. Therefore it is recommended for sedentary worker to reduce high oxalate food in diet and drink enough water.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Roswita
"Sedentary behavior pada anak usia sekolah menunjukkan peningkatan di beberapa negara. Menghabiskan waktu dengan sedentary behavior yang dilakukan secara berlebihan dapat berdampak pada masalah kesehatan. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa besarnya dampak sedentary behavior terhadap anak usia sekolah.
Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran jumlah waktu yang dihabiskan untuk sedentary behavior yang digunakan anak usia sekolah dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sedentary behavior pada anak usia sekolah di SDN Ujung Menteng 01 Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan proporsional random sampling dan sampel berjumlah 107 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama sedentary behavior sebesar 4,03 jam dan adanya hubungan yang signifikan antara IMT, pekerjaan ibu, pembatasan screen time, ketersediaan media elektronik serta kebiasaan makan dengan sedentary behavior dengan nilai p < 0,05. Faktor yang paling dominan terhadap sedentary behavior adalah pembatasan screen time. Pembatasan screen time sebaiknya dapat diterapkan pada anak usia sekolah untuk menurunkan risiko sedentary behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Avrila Putri
"

Sindrom metabolik adalah kumpulan dari beberapa faktor risiko berupa tingginya kadar gula darah, rendahnya kadar High Density Lipid (HDL), tingginya kadar trigliserida, obsesitas sentral serta hipertensi. Seseorang yang mengidap sindrom metabolik memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang penyakit kronik seperti kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2 di kemudian hari. Berdasarkan hasil Medical Check Up pada pegawai Perusahaan Migas X Jakarta di tahun 2014, angka dislipidemia mencapai 69,4%, obesitas 14,8%, overweight 33,17%, diabetes 8,7%. Selain itu, berdasarkan pengamatan penulis, pegawai pusat Perusahaan Migas X memiliki gaya hidup yang cenderung sedentary karena lebih banyak duduk di kursi untuk mengerjakan pekerjaan administratif dan cukup sering mengonsumi makanan yang tinggi lemak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan sindrom metabolik pada pekerja kantor pusat Perusaahan Migas X dengan menggunakan desain studi cross sectional. Hasil penelitian ditemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik pada pekerja kantor pusat Perusaahan Migas X adalah 25%. Variabel independen yang berhubungan signifikan dengan kejadian sindrom metabolik adalah pola makan protein hewani (p value= 0,016), pola makan lemak (p value=0,037), Indeks Masa Tubuh (p value=0,001), aktivitas fisik (p value= 0,010), perilaku sedentary (p value=0,030) dan merokok (p value=0,037). Oleh karena itu, perlu adanya strategi untuk memberikan pengetahuan dan informasi terkait pola makan yang seimbang serta meningkatkan kemauan pekerja untuk senantiasa melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur serta tidak merokok untuk menjaga berat badan yang ideal, memiliki gaya hidup yang sehat dan mencegah penyakit kronik akibat sindrom metabolik.


Metabolic syndrome is a cluster of some risk factors such as high level of glucose and triglyceride, low level of High Density Lipid (HDL), central obesity, and hypertension. Someone who suffers from metabolic syndrome has higher risk to get chronic disease like cardiovascular disease and diabetes melitus type 2 in the future. As per Medical Check Up result of Oil and Gas Company X workers in 2014, found that dyslipidemia up to 69,4%, obesity 14,8%, overweight 33,17%, diabetes 8,7%. Furthermore, based on observation, office workers of Oil and Gas Company X tend to have sedentary life style since they spent most of their time at office to sit for doing some administrative task and often consume high fat food. Thus, the objective of this study was to analyze the risk factors that associate with metabolik syndrome on Head Office Workers of Oil and Gas Company X using cross sectional design study. The result of this study foud that prevalence of metabolik syndrome on Head Office Workers of Oil and Gas Company X is 25%. The independent variables that were significant with metabolic syndrome were animal protein diet (p value = 0.016), fat diet (p value = 0.037), body mass index (p value= 0,001), physical activity (p value = 0.010), and sedentary lifestyle (p value = 0.030) and smoking (p value= 0,037). Therefore, it is necessary to create strategy in order to provide knowledge and information regarding a balanced diet and increase the willingness of workers to do sufficient and regular physical activity and stop smoking to maintain ideal body weight, having a healthy life style and prevent chronic disase caused by metabolik syndrome.

"
2019
T53142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livia Kurniati Saputra
"Inflamasi derajat rendah diduga terlibat dalam patogenesis penyakit kronis yang
terjadi secara global. Salah satu penanda inflamasi yang kerap digunakan adalah
high sensitivity C-reactive protein (hsCRP). Asupan serat pangan yang lebih rendah
diduga berperan terhadap kadar hsCRP serum, akan tetapi hasil penelitian
sebelumnya masih bervariasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara
asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum pada pekerja sedentari usia 19-49
tahun di Jakarta Timur, Indonesia. Studi ini merupakan studi potong lintang pada
58 pekerja sedentari yang dilaksanakan pada Bulan Agustus hingga Oktober 2020.
Data dasar dikumpulkan memakai kuesioner. Asupan makanan dicatat dengan 3-
day food record dan dilakukan pengukuran antropometri untuk mengetahui indeks
massa tubuh (IMT) dan ukuran lingkar pinggang. Pemeriksaan hsCRP serum
memakai metode imunoturbidimetri. Analisis untuk menilai korelasi antara asupan
serat pangan dan kadar hsCRP serum dilakukan menggunakan uji Spearman jika
nilai p<0,05 dianggap bermakna. Mayoritas subjek adalah perempuan, tidak
merokok, dengan aktivitas fisik kurang dan memiliki status gizi normal serta tidak
obesitas abdominal. Berdasarkan data asupan makanan didapatkan asupan energi,
karbohidrat total, dan serat pangan total berada dibawah rekomendasi AKG. Hanya
asupan lemak total yang sesuai dengan rekomendasi AKG. Asupan serat pangan
total didapatkan sebesar 7,45 g/hari. Nilai hsCRP serum masih dalam batasan
normal, yaitu sebesar 0,4 mg/L. Pada analisis bivariat tidak didapatkan korelasi
antara asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum (r=0,003, p=0,981). Hasil
penelitian ini tidak mendapatkan adanya korelasi antara asupan serat pangan
dengan kadar hsCRP serum, namun diketahui asupan serat pangan masih sangat
rendah sehingga perlu dilakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan asupan
serat pangan pada pekerja sedentari.
......Low grade inflammation has previously been linked to the global development of
chronic disease. High sensitivity C-reactive protein (hsCRP) is commonly used to
detect inflammation. Low dietary fiber intake was hypothesized to have an effect
on serum hsCRP concentration. To this day, studies on the relationship between
dietary fiber and serum hsCRP have shown inconclusive result. In this study, we
aimed to find a correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP on
sedentary worker age 19-49 years old at East Jakarta, Indonesia. This was a cross
sectional study on 58 sedentary workers. This study was conducted in August-
October 2020. Subject’s characteristics was obtained using a questionnaire. Dietary
assessment was conducted using 3-day food record. Anthropometic measurements
included body mass index (BMI) and waist circumference. Serum hsCRP
concentrations were measured using immune turbidimetry. Spearman test was used
to determine correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP, with
p<0,05 being significant. Subjects were mostly female, non-smoker, with
inadequate physical activity. A majority of subjects had normal BMI and waist
circumference. Dietary assessment showed subject has inadequate intake of energy,
carbohydrate, and dietary fiber. Only fat intake was adequate in the present study.
Total dietary fiber intake was 7,45 g/day. Median value of serum hsCRP was 0,4
mg/L. There was no correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP
(r=0,003, p=0,981). However, this study found that dietary fiber intake was very
low. Thus, education on increasing dietary fiber intake is necessary for sedentary
workers."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatihatul Aghnia
"Mahasiswa yang mengerjakan skripsi rentan mengalami stres serta memiliki gaya hidup sedentari. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan perilaku sedentari dengan tingkat stres mahasiswa skripsi. Penelitian bersifat kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi dan pendekatan cross sectional. Sebanyak 110 mahasiswa Universitas Indonesia yang mengerjakan skripsi dipilih dengan teknik proportional random sampling. Stres diukur menggunakan Perceived Stress Questionnaire (PSQ) dan perilaku sedentari Sedentary Behavior Questionnaire (SBQ). Sebanyak 79,1% mengalami stres berat dan 90% terlibat perilaku sedentari tinggi. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku sedentari dengan tingkat stres (p= 0,508; α=0,05). Rekomendasi penelitian selanjutnya lebih memfokuskan jenis perilaku sedentari.
...... Students who completed thesis was prone to stress and had a sedentary lifestyle. This study aimed to find the relationship between sedentary behavior with stress level of students who doing thesis. This study was quantitative descriptive correlation with crosssectional. The sample was 110 students of Universitas Indonesia who was doing thesis that chosen by proportional random sampling. Stress level measured with Perceived Stress Questionnaire (PSQ) and sedentary behavior measured with Sedentary Behavior Questionnaire (SBQ). The are 79,1% of respondents perceived severe stress and 90% involved with high sedentary behavior. This study showed no significant association between sedentary behavior with stress level (p= 0,508; α=0,05). The author suggests to more focused on each kind of sedentary behavior for further research.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>