Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prihandoko Sanjatmiko
Bogor: CV Bianglala Kreasi Media, 2019
551.462 PRI o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prihandoko Sanjatmiko
Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia, 2016
551.462 PRI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yulianto
Abstrak :
Tulisan ini membahas tentang perkembangan tegalan di daerah alairan Cikawung, kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Menggunakan data dasar peta topografi keluaran tahun 1940 citra Landsat tahun 1994 dan peta penggunaan lahan tegalan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa selama kurun waktu tahun 1940-1999 telah terjadi perubahan lahan, khususnya konversi lahan hutan dan kebun/perkebunan menjadi tegalan secara signifikan. Dalam kurun waktu tersebut terjadi rata-rata penambahan luas tegalan sebesar 104 hektar per tahun. Secara spasial pertambahan luas tegalan berkorelasi positif dengan pertambahan jumlah petani dan perubahan kerapatan jaringan jalan. Berkembangnya lahan tegalan di daerah studi pada wilayah perbukitan dan pegunungan dengan lereng lebih dari 25 persen, diduga menjadi penyebab tingginya muatan sedimen aliran Cikawung selanjutnya bermuara di Citandui dan akhirnya mengendap di laguna Segara Anakan.
2003
JUGE-5-Jan2003-23
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Telescopium merupakan salah satu organisme yang hidup di ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran T. telescopium terkait dengan interaksi pada vegetasi mangrove dan kondisi di lingkungan Segara Anakan pada bulan Januari-Maret 2014. Data vegetasi mangrove yang diperoleh dari pengamatan setiap transek kuadrat, yaitu meliputi nama spesies, jumlah tegakan masing-masing spesies, dan ukuran diameter batang setinggi dada. Parameter fisika kimia lingkungan yang diukur antara lain, suhu, salinitas, pH air, pH sedimen, nitrat, ortofosfat, TOM, dan fraksi sedimen untuk menggambarkan kondisi lingkungan. Penarikan contoh dilakukan dengan sistem sampling berdasarkan keberadaan pohon mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Laguna Segara Anakan terdapat 11 jenis mangrove, jenis yang dominan adalah Avicennia Alba. Secara keseluruhan kualitas fisik kimia lingkungan di kawasan Segara Anakan masih mendukung kehidupan mangrove dan T. telescopium. Hasil analisis koresponden menunjukkan bahwa sebaran T. telescopium berkaitan dengan keberadaan vegetasi mangrove Avicennia alba dan Rhizophora stylosa. Hasil analisis kandungan unsur hara serasah menunjukkan bahwa kandungan unsur organik jenis tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan jenis lain.
OLDI 40:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Barnard Ceisaro
Abstrak :
Tesis ini membahas struktur dan komposisi jenis mangrove Segara Anakan, Cilacap. Penelitian kuantitatif ekologi hutan mangrove dilakukan dengan cara pencuplikan data menggunakan metode belt transek. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa struktur komunitas hutan mangrove di Segara Anakan, Cilacap merupakan hutan muda (regenerated forest) yang terdiri atas semai 72,1%, belta 27,4% dan pohon 0,5 %. Pada tingkat semai didominasi oleh Acanthus ilicifolius (INK 78,40%) dan ko-dominannya Sonneratia alba (INK 24,57%). Pada tingkat belta didominasi oleh Sonneratia alba (INK 95,32 %) dan jenis ko-dominannya adalah Avicennia marina (INK 72,74 %) dan untuk tingkat pohon didominasi oleh Sonneratia alba (INK 230,23 %) dan jenis ko-dominannya adalah Nypa fruticans (INK 37,47 %). Komposisi jenis mangrove terdiri atas 13 jenis yang semuanya merupakan principal mangrove species. Kondisi hutan mangrove pada lokasi penelitian mengindikasikan perlunya upaya perlindungan terhadap kawasan hutan sehingga memberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang membentuk komunitas hutan mangrove yang didominasi oleh tingkat pohon. ......The focus of this thesis is structure and composition of mangrove species in Segara Anakan, Cilacap. Quantitative ecology studies of mangrove forest of Segara Anakan, Cilacap done by sampling data using belt transects. In the study area shows that the structure of mangrove forest communities in Segara Anakan, Cilacap is a young forest (regenerated forest) with composititon of seedling 72,1%, sapling 27,4% and tree 0,5 %. At level seedling dominated by Acanthus ilicifolius (I.V . 78,40%) and codominant species is Sonneratia alba (I.V . 24,57%). At the level of belta dominated by Sonneratia alba (I.V. 95.32%) and codominant species is Avicennia marina (I.V. 72.74%). At level of tree dominated also by Sonneratia alba (I.V. 230.23%) and codominant species is Nypa fruticans (I.V. 37.47%). The mangrove species composition consist of 13 species that are all principal mangrove species. Conditions of mangrove forest on the location of the study indicate the need for efforts to protect the forest areas so as to provide an opportunity to grow and develop being a mangrove forests that dominated by tree level.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This research was aimed to reveal genetic variation in finger shrimp (Metapenaeus elegant) of segara anakan lagoon based on morphometric features....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rianta Pratiwi
Abstrak :
Segara Anakan Lagoon (SAL) is widely known as a traditional fishing ground for many aquatic organisms and is located in Central Java, in an area with high rainfall rates. The objectives of this study were to determine the effects of rainfall on the distribution of Penaeus monodon Fabricius in SAL and/or mangrove waters and to explain the cause of yearly fluctuations in this area’s fish catch during a 13-year period from 1998 to 2011. The effects of rainfall on the local distribution and abundance of shrimp in SAL, Cilacap, Central Java, Indonesia, were examined using the Anco method for three periods, namely: first period (i.e., commercial catch production, 1998–2011), second period (December 2010–November 2011) and third period (December 2011–April 2012) as part of a shrimp fishery and eco-biology study in this region. The marked increase in rainfall from 557 mm during the East Monsoon (June–August) to 1,225 mm in the second transition season (September–November) and West Monsoon (December–February) in the Segara Anakan region enhanced the seasonal movement of shrimp into the Zone IV fishing ground and produced an initial increase in the abundance of adults (CL>25 mm) in the region from 312 to 2,630 individuals. This initial increase in adult abundance enhanced the shrimp’s reproductive potential, while heavy rainfall indirectly assisted the recruitment of young shrimp into the estuary, their growth, and survival, to increase shrimp abundance in the following year. Lower rainfalls from July to September) adversely affected shrimp population and usually resulted in smaller populations (312 individuals). Statistical analysis of the relationship between shrimp catch and annual rainfall showed a high level of significance at 1%.
Bogor: Seameo Biotrop, 2018
634.6 BIO 25:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Yanto Puji Irianto
Abstrak :
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki potensi dalam meningkatkan produk domistik bruto dan kesejahteraan rakyat yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Negara Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang memiliki banyak pantai dan estuaria. Hal ini sangat mendukung bagi pertumbuhan luas hutan mangrove di Indonesia yang mencapai ± 5,210 juta hektar pada tahun 1982 (Dahuri et. al, 1996). Ekosistem hutan mangrove yang merupakan ekosistem peralihan antara ekosistem darat dan laut, memiliki karakteristik yang khas. Kondisi semacam ini menyebabkan ekosistem hutan mangrove sangat rawan terhadap pengaruh faktor luar (Alikodra, 1995). Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, hutan mangrove merupakan tumpuan bagi nelayan setempat sebagai tempat mencari ikan dan udang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, kayu mangrove dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan bahan baku industri lainnya. Dewasa ini telah terjadi penyusutan luas hutan mangrove menjadi ± 2,496 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia (Dahuri et. al, 1996). Salah satu dari ekosistem tersebut, terdapat di Segara Anakan, Kabupaten Dati II Cilacap, Jawa Tengah, dengan luas ± 29.400 hektar pada tahun 1970 yang merupakan hutan mangrove terluas di Pulau Jawa. Hutan mangrove di Segara Anakan ini berperan penting, karena berfungsi sebagai habitat biota perairan yang bermanfaat sebagai sumber perikanan. Namun bila dibandingkan dengan ekosistem laut, konsentrasi fitoplankton pada ekosistem ini lebih sedikit. Menurut Barnes (1974), fungsi fitoplankton ini dapat disubsidi oleh daun-daun mangrove. Berdasarkan data, terlihat bahwa telah terjadi perubahan dan penyusutan kondisi hutan mangrove Segara Anakan dari ± 29.400 hektar pada tahun 1970 menjadi ± 7.928,3 hektar pada tahun 1995. Begitu pula dengan luas perairan Segara Anakan dari ± 4.580 pada tahun 1970 menjadi ± 1.643,3 hektar pada tahun 1995. Perubahan dan penyusutan kondisi hutan mangrove dan luas perairan ini akan berpengaruh terhadap kehidupan biota perairan di dalamnya. Hal ini selanjutnya akan berakibat pada berkurangnya produksi perikanan bagi nelayan tradisional. Dalam jangka panjang kondisi seperti ini akan berakibat pula pada perubahan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya, terutama terhadap matapencaharian nelayan di Segara Anakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan fakta empiris guna menguji hipotesis tentang:
(1). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap tingkat produksi udang dan ikan (Yl); serta terhadap pola matapencaharian penduduk;
(2). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap pola matapencaharian penduduk (Y2)
(3). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) di wilayah penelitian, desa yang berada di dalam dan di sekitar (luar) kawasan Segara Anakan secara keseluruhan serta perdesa di wilayah penelitian. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan mengenai keberadaan hutan mangrove dan luas perairan Segara Anakan dalam kaitannya dengan pengelolaan dan pelestariannya, serta terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan di Segara Anakan dalam pengambilan keputusan instansi terkait. Penelitian ini berlokasi di kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan, Kabupaten Dati II Cilacap, Jawa Tengah dengan obyek penelitian 7 desa dari 5 kecamatan di kabupaten tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian ini selain dilakukan melalui studi pustaka, juga melalui pengamatan lapangan... Pengumpulan data melalui observasi lapangan dilakukan dengan teknik wawancara dan kuesioner terhadap responden. Dalam observasi lapangan ini termasuk pula pengamatan terhadap berbagai aktivitas nelayan dan kondisi lainnya di daerah penelitian. Di samping itu digunakan pula data dan fakta time series untuk dapat mengetahui gejala-gejala yang timbul, yang selanjutnya dapat digunakan untuk masukan mengenai saran tindakan yang berkaitan dengan variabel yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan yang sudah menetap di sekitar hutan mangrove Segara Anakan selama lebih dari lima tahun. Untuk pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan teknik purposive random sampling. Adapun syarat responden adalah kepala keluarga nelayan dari suatu rumah tangga yang berkaitan dengan hutan mangrove, menangkap ikan atau udang, serta berumur lebih dari duapuluh tahun. Sementara pemilihan tujuh desa dari lima kecamatan sebagai lokasi penelitian dilakukan secara acak sederhana berdasarkan informasi bahwa desa tersebut berhubungan langsung dengan kawasan hutan mangrove Segara Anakan. Melalui teknik pengambilan sampel ini didapat responden sebanyak 140 kepala keluarga dari tujuh desa sampel tersebut. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, sedangkan pengujian hipotesis dengan teknik korelasi ganda dan regresi tinier ganda serta regresi kuadratik dengan menggunakan fasilitas program komputer SPSS for Windows. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
(1). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan leas perairan Segara Anakan mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap tingkat produksi udang dan ikan (Y1) (r 0,736). Keeratan hubungan antara variabel X1; X2 - Y1 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,541.
(2). Tingkat produksi udang dan ikan (X1(3)) mempunyai hubungan positif dan kurang berarti terhadap tingkat pendapatan rata-rata nelayan (Y3) (r = 0,435). Keeratan hubungan antara variabel X1(3) - Y3 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,189.
(3). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap jenis pola matapencaharian penduduk (Y2) secara keseluruhan di wilayah penelitian (r antara 0,899 - 0,977). Keeratan hubungan antara X1; X2 Y21 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,807 - 0,955. Untuk hubungan perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap jenis pola matapencaharian penduduk per desa (Y2), mempunyai hubungan positif dan berarti (r = antara 0,818 - 0,986). Keeratan hubungan antara variabel x1; X2 - Y 2, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,669 - 0,973, kecuali terjadi di desa Kaliwungu jenis matapencaharian buruh/tani tambak mempunyai hubungan positif tetapi kurang berarti (r = 0,505) dan keeratan hubungan antar variabel X1 ; X2 - Y2, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,255. Sedangkan untuk hubungan perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap jenis pola matapencaharian penduduk di desa yang berada dalam kawasan Segara Anakan (Y2) - (r = antara 0,931 - 0,989). Keeratan hubungan antara X1; X2 - Y2 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,867 - 0,979. Begitu pula dengan hubungan antara perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap jenis pola matapencaharian penduduk di desa yang berada di sekitar (luar) (Y2) mempunyai hubungan positif dan berarti (r = antara 0,951 - 0,991). Keeratan hubungan antara variabel X1 ; X2 - Y2, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,905 - 0,982.
(4). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) di wilayah penelitian secara keseluruhan (r = 0,978). Keeratan hubungan antara variabel X1; X2 ; X3, - Y4, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,957. IIntuk hubungan perubahan kondisi hutan mangrove (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) di desa yang berada di dalam kawasan Segara Anakan mempunyai hubungan positif dan berarti (r = 0,985). Keeratan hubungan antara variabel x1; X2; X3 - Y 4, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,970. Begitu pula halnya yang terjadi di desa yang berada di sekitar (luar) kawasan Segara Anakan mempunyai hubungan positif dan berarti antara perubahan kondisi hutan mangrove (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) (r = 0,952). Keeratan hubungan antara variabel X1 ; X2 ; X3 - Yip tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,907. Sedangkan perubahan kondisi hutan (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) per desa di wilayah penelitian (r = antara 0,920 - 0,974). Keeratan hubungan antara variabel X1 ; X2 ; X3 - Y4, tergambar dari koefisien determinasi (r2) sebesar antara 0,847 - 0,949. Berdasarkan uji hipotesis di atas terlihat bahwa variabelvariabel tersebut berhubungan positif dan secara dominan terbukti berarti. Selain variabel kondisi hutan mangrove dan luas perairan Segara Anakan yang mempengaruhi variabel lainnya yang dikaji dalam penelitian ini, maka disadari masih ada variabel lain yang perlu dikaji dalam penelitian lain untuk masa yang akan datang. Suatu kajian yang lebih mandalam guna membantu instansi terkait dalam pengambilan keputusan. ...... The area of coastal and Indonesia ocean had a potential to enhance the gross domestic products and people welfare. Until now, the potential has not been used optimally. Indonesia is an archipelago state that had a lot of coastal and estuaries. These are supporting facts that uphold the growth of mangrove forest in Indonesia which reached the lagoon size of such as ± 5.210 million hectare in 1982 (Dahuri et al. 1996). Mangrove ecosystem as transitional ecosystem between terrestrial and marine ecosystem, had specific characters. This condition caused the mangrove forest ecosystem which are fragile to the external factors (Alikodra, 1995). Reviewed from social-economic perspective, mangrove forest as a place for searching the shrimps and fish is a basis for the livelihood of local fishermen. Furthermore, mangrove wood can be used as construction material, firewood, and raw material for other industry. There is a declining process on the size of mangrove forest ecosystem in Indonesia into ± 2.496 million hectare (Dahuri et. al. 1996). One of those ecosystems located in Segara Anakan with the lagoon size of + 29.400 hectare in 1970, in Cilacap sub-province of Central of Java, is the biggest mangrove area in Java Island. The mangrove forest in Segara Anakan had an important role, it functioned as a biotic habitat that gave benefit as a source of fisheries activities. But if we compared between mangrove ecosystem and marine ecosystem, the concentration of phytoplankton in this ecosystem seemed smaller than the marine. Barnes (1974) said that the leaves of mangroves could subsidize function of phytoplankton. The data showed that there were changing and declining of mangrove forest condition at Segara Anakan. The change started from ± 29.400 hectare in 1970 to ± 7.928,3 hectare in 1985. The change occurred also in aquatic environment or lagoon of Segara Anakan from ± 4.580 in 1970 to ± 1.643,3 hectare in 1985. Those changing and declining processes of mangrove forest and aquatic area will influence the biota life. These things will cause the decreasing of fish production of traditional fishermen. In the long term, this condition will influence also the social-economic condition and social-cultural, especially the livelihood of the fishermen. The intention of this study was to collect empirical data and facts to test the hypotheses. Those hypotheses are focused on the testing on correlation between:
1. The changing of mangrove forest (X1) and the lagoon area (X2) in Segara Anakan, with level of shrimp and fish production (Y1); and with pattern of fisherman occupation (Y2)';
2. The changing of mangrove forest (X1) and the lagoon area in Segara Anakan (X2), with the pattern of the changing of mangrove forest (X1) and the lagoon area in Segara Anakan (X2) with average income level (X3), with the changing of fishermen occupation within research area (Y4). The research sites are the villages in Segara Anakan and its surrounding area totally, and also each villages in research area. The expectation of this study is to give an input for decision making within related institution. The inputs are: the existing condition of mangrove forest and the lagoon size of aquatic area of Segara Anakan related with its management and conservation, and also the change of fishermen occupation in Segara Anakan. The research sites located in mangrove forest of Segara Anakan, Sub-province of Cilacap, Central of Java. The research objects are 7 villages within 5 districts in this sub-province. The data collecting process in this research used few methods such as library study, site field observation. Field observation methods used few techniques such as interview, questionnaire distribution to respondents, and observation on the condition and fishermen activities. The time series data and facts can be used to know the emerging phenomena, which used for the inputs related to the studied variable. The populations in research area are all fishermen in who lived more than five years near the mangrove forest. Respondents are selected through purposive random sampling technique. The respondents were heads of fishermen family, which lived near the mangrove forest. They catch fish and shrimps, and the age older than 20 years old. The selection of 7 villages from 5 districts as research areas conducted in simple random based on the information that told those villages relate directly with mangrove forest in Segara Anakan. With this sample gathering technique, the collected respondents were 140 respondents from seven villages. Data analysis conducted through qualitative and quantitative methods, the hypotheses testing used the double correlation and double linear regression and also quadratic regression. These analyses supported by SPSS for Windows computer program. The research results are:
1. There was positive and significant correlation between, both the change condition of mangrove forest (X1) and the lagoon size of Segara Anakan (X2) with the level of shrimps and fishes production. The correlation (Yl) showed as (r=0,736). The closeness correlation between variables X1; X2 - Y1 shown in determinant coefficient (r2) as big as 0.541.
2. The correlation between shrimps and fishes production Xl{3} and average income level of the fishermen showed positive and less significant correlation (Y3 ) (r=0.435). The closeness correlation between variables X1{31-Y3 reflected through coefficient determinant (r2) as big as 0.189.
3. Generally for Segara Anakan area, there were positive and significant correlation between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern fishermen occupation (Y2) (r between 0.899-0.977). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.807-0.955. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern fishermen occupation in each village (Y2) (r = between 0.818-0.986). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.669-0.973, except happened in Kaliwungu village. In this village, the fishpond workers have a positive and less significant correlation (r=0.505). The closeness relationship among variables X1, X2 - Y2 showed that the coefficient determinant (r2) as big as 0.255. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern villagers occupation in the village inside Segara Anakan area (Y2) (r = between 0.931 - 0.989). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.867 - 0.979. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern villagers occupation in the village outside Segara Anakan area (Y2) (r = between 0.951 - 0.991). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.905 .-0.982.
4. Totally, there were positive and significant correlation between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and average income level of fishermen (X3) with, the pattern fishermen occupation in research area (Y4) (r = 0,978). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y4 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.957. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and the average income level of fishermen with the occupational pattern of fishermen in the villages within Segara Anakan lagoon (Y4) (r = between 0.985). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y4 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.970. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and average income level with, the pattern villagers occupation in the village outside Segara Anakan area (Y4) (r = 0.952). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y3 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.907. There was also positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and average income level (X3) with, the pattern villagers occupation in the village within research area (Y4) (r = between 0.920 - 0.974). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y4 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.847 - 0.949 Based on those above hypotheses testing, it showed that those variables were positively correlated and dominantly significant. Beside the variables of condition of mangrove forest and the size of the lagoon of Segara Anakan that influenced the the other studied above variables, it is realized that there still lot of other variables which should be studied in the future. A thorough study that will help related institution or offices in decision making.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ety Parwati
Abstrak :
Segara Anakan dan sekitarnya, berada di Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah merupakan daerah kajian yang dipilih. Wilayah tersebut memiliki ekosistem payau yang unik, yakni berupa estuari yang terlindung dan dikelilingi oleh hutan payau yang perkembangannya sangat dinamis. Wilayah ini terlindung dari Samudera Hindia karena adanya Pulau Nusakambangan. Meskipun demikian di daerah ini proses sedimentasi berlangsung sangat intensif pada dasawarsa terakhir ini. Pendangkalan Segara Anakan dipengaruhi erosi yang terjadi pada daerah aliran sungai di sebelah utara kawasan ini. Perairan Segara Anakan berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground) dan habitat berbagai spesies ikan dan udang. Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah ini, Segara Anakan merupakan tempat mencari ikan (fishing ground). Selain bermatapencaharian sebagai nelayan, sebagian masyarakat juga mengembangkan kegiatan pertanian (sawah, tegalan) dan pertambakan pada lahan-lahan yang memungkinkan. Wilayah atas Segara Anakan merupakan lahan yang subur untuk pertanian. Banyak penduduk yang mengandalkan hidupnya dari bertani. Dalam rangka meningkatkan hasil pertanian, penduduk menggunakan pestisida yang sering kali tanpa perhitungan yang tepat. Akibatnya sisa pestisida sering terbuang ke sungai. Aliran sungai Citanduy yang cukup deras serta kondisi lahan atas yang berbukit-bukit akan membawa pesitisida dari lahan pertanian di bagian atas bermuara ke sekitar estuari di bagian bawah. Kondisi iklim dan curah hujan dapat mengakibatkan berkurangnya sifat pestisida yang dikandungnya, akan tetapi sisa pestisida dalam jumlah sekecil apapun akan menumpuk di sekitar estuari. Perubahan yang terjadi pada dasawarsa terakhir, terutama laju sedimentasi yang cepat telah menimbulkan penurunan fungsi ekologi yang secara tidak langsung mengurangi hasil tangkapan nelayan setempat. Sedimentasi juga telah mengakibatkan terbentuknya tanah timbul yang menutupi sebagian perairan, sehingga semakin lama luas perairan Segara Anakan semakin berkurang. Penerapan teknologi penginderaan jauh (inderaja) untuk pemantauan kondisi lingkungan memberikan hasil guna yang optimal, karena penginderaan jauh memberikan kemudahan dalam analisis spasial, berulang, kontinu, serta meliputi wilayah relatif luas dengan biaya yang relatif murah dan cepat bila dibandingkan dengan survei terestris. Artinya, data inderaja mampu menyediakan informasi obyektif, andal dan ekonomis dalam usaha inventarisasi, pemantauan maupun evaluasi sumberdaya. Dari uraian latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian untuk memecahkan permasalahan di Segara Anakan, yaitu: 1) Apakah telah terjadi penurunan kualitas lingkungan di kawasan perairan Segara Anakan ?, 2) Bagaimana caranya mengevaluasi kondisi kualitas lingkungan dengan biaya dan tenaga seminimal mungkin?, dan 3). Apakah data penginderaan jauh (inderaja) dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kualitas lingkungan ? Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengkaji kondisi kualitas lingkungan kawasan perairan Segara Anakan dengan melihat apakah telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2000, 2) Mengkaji cara melakukan evaluasi kualitas lingkungan dengan biaya dan tenaga seminimal mungkin dan 3) Mengkaji kemampuan data inderaja dalam mengevaluasi kondisi lingkungan di kawasan perairan Segara Anakan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan cara yang efisien untuk mengevaluasi kondisi lingkungan. Cara dan metoda yang sama diharapkan dapat dimodifikasi dan diaplikasikan untuk kawasan perairan wilayah Indonesia lainnya. Analisis inderaja yang dilakukan mencakup analisis mangrove, analisis perubahan penutup lahan dan analisis kualitas perairan. Penutup lahan di kawasan ini dibagi menjadi 9 (sembilan) kelas, yaitu : 1) Perairan, mencakup sungai, danau dan laut, 2) Rawa, 3) Tambak, 4) Hutan mangrove, 5) Sawah, 6) Tegalan, yang meliputi kebun dan lahan pekarangan, 7) Hutan, 8) Lahan kosong dan 9) Permukiman. Parameter kualitas perairan yang akan dideteksi menggunakan data inderaja adalah beberapa parameter yang merupakan parameter yang dapat digunakan dalam evaluasi kualitas lingkungan, yaitu Kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), Kandungan Pb , Kandungan minyak dan BOD (Biochemycal Oxygen Demand). Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian laboratorium untuk analisis data inderaja dan survey lapangan untuk memperoleh kelengkapan data mengenai posisi dan lokasi obyek pengamatan, pengukuran parameter kualitas perairan, dan pengumpulan data sosial ekonomi. Kelengkapan data lapangan juga di peroleh dengan memanfaatkan data sekunder, baik berupa hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan maupun data hasil olahan dari Biro Pusat Statistik. Analisis inderaja dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu; 1) Tahap pra pengolahan yang mencakup proses-proses koreksi data citra inderaja, meliputi koreksi geometri presisi dan koreksi atmosfer, 2) Proses pengolahan data citra itu sendiri yang dilakukan dengan menggabungkan data-data hasil pengukuran di lapangan sebagai acuan uji ketelitian. Hasil analisis data citra inderaja menunjukkan tiga hal, yaitu: 1) Hutan mangrove di kawasan ini terus menerus mengalami penurunan luasan dan perubahan tingkat kerapatan selama enam tahun pengamatan, yaitu dari tahun 1994 sampai tahun 2000, 2) Konversi penggunaan lahan dari penutup lahan yang satu menjadi penutup lahan lainnya banyak terjadi di kawasan ini, akan tetapi konversi yang terjadi seringkali dilakukan tanpa perhitungan yang matang, dan 3)Kualitas perairan di kawasan ini menunjukkan kondisinya terus mengalami penurunan. Dari hasil pengamatan dan analisis yang mendalam mengenai kondisi perairan Segara Anakan dan sekitarnya dapat disimpulkan dua hal, yaitu : 1) Telah terjadi penurunan kualitas lingkungan kawasan perairan Segara Anakan dan sekitarnya dari tahun 1994 sampai tahun 2000. 2) Data inderaja dengan cakupannya yang luas dan resolusi temporalnya yang tinggi serta karakteristik spektralnya yang baik mampu mengevaluasi kualitas lingkungan dengan melakukan analisis beberapa parameter, yaitu : 1) Analisisi perubahan luasan dan kerapatan mangrove, 2) Analisis perubahan penutup/penggunaan lahan dan 3) Analisis beberapa parameter kualitas perairan. 3) Jika dibandingkan dengan penelitian yang semata-mata mengandalkan hasil uji lapangan, biaya dari tenaga yang diperlukan dengan menggunakan data inderaja tidak terlalu besar. Daftar kepustakaan : 43 (1982 - 2000)
Segara Anakan and its surrounding, located in Cilacap, Central Java, has been selected as study area. The area has a unique brackish ecosystem: an estuary which is protected and surrounded by brackish forest with very dynamic growth. The area is isolated from Indian Ocean as it covered by Nusakambangan island. However, sedimentation process in this estuary has been going very intensively during the last decade. The sedimentation of Segara Anakan is influenced by erosion that occurs in the watershed area in the north. The function of Segara Anakan is nursery ground and habitat of various fish and shrimp species. Segara Anakan is also as fishing ground for local fishermen. Besides fishermen, people are also developing agriculture (rice field, mixed plants) and fish farming in possible areas. Upper Segara Anakan area is fertile for agriculture. Many inhabitants rely their lives on farming. In improving agricultural production, people use pesticides. However, pesticides is often used excessively. As a result, the residue is often dumped into the rivers. The fast flow of Citanduy River and the hilly upland are bring the pesticides from farming area in the upper area down to lower area in the estuary. The condition of climate and rainfall may result in the decrease of pesticides concentration; however, any little amount will deposit around the estuary. The changes in the last decade, especially the rapid sedimentation rate has resulted in the decrease of ecological function, which is indirectly reduce fish catch for local fishermen. Sedimentation has also resulted in the new land that covers some parts; consequently, Segara Anakan water area is reduced. Application of Remote sensing technology to monitor the condition of the environment produces an optimal result, as remote sensing provides' capability in spatial analysis, repetitiveness, and covers relatively wide areas with relatively inexpensive and fast compared to terrestrial survey. This means that remote sensing is able to provide objective, reliable, and economical information in inventory, monitoring or assessment of resources. The objectives of the study are : 1) to analyze the environmental condition of Segara Anakan waters by evaluating the condition of environmental quality from 1994 to 2000, 2) to analyze how to evaluate environment quality with minimum cost and effort, and 3)to assess the capability of remote sensing data in evaluation of environmental condition in Segara Anakan waters. The result of the study is expected to be beneficial as inputs in determining the efficient method to evaluate environmental condition. Similar method is expected to be able to be modified and applied for other water areas in Indonesia. Remote sensing analysis carried out consists of mangrove analysis, land cover changes analysis, and water quality analysis. Land cover in this area divided into nine classes, that is : 1) water, including river, lake and sea, 2) swamp, 3) ponds, 4) mangrove forest, 5) rice field, 6) mixed plant, 7) forest, 8) bare land, and 9) settlement. Parameters of water quality detected from remote sensing data are turbidity, Total Suspended Solid (TSS), Plumbum (Pb), oil and Biochemical Oxygen Demand (BOD). The study is a laboratory research for analysis of remote sensing data and field survey to gain and locate observation, measurement of water quality, and collecting social and economy data. Field data is also obtained from secondary data, that is the result of previous research and from Statistical Central Agency. Remote sensing analysis is carried out in several steps, that is : 1) pre processing, including precision geometric correction and atmospheric correction, and 2) image processing by using field data as references of accuracy. The result of remote sensing data analysis shows three points: 1) mangrove forest in this area has been continuously experiencing a decreasing acreage and change in density level during 6 years of observations, from 1994 to 2000, and 2) conversion of land use from one land cover into another has been continuously happened in this area, hence quality of the environment in the area shows a continuous decrease. From the result of observations and analysis of condition of Segara Anakan and surrounding waters, two points can be concluded, that is : 1. Environmental quality in Segara Anakan and surrounding waters have declined from 1994 to 2000 2. Remote sensing data with wide coverage, high temporal resolution, and its good spectral characteristic is capable of evaluating environmental condition by using analysis of several parameters, that is: 1) Analysis of mangrove acreage and density changes, 2) Analysis of land use/cover changes, and 3) Analysis of water quality parameters. 3. Compared to research that relies only on terrestrial observation, cost and effort using remote sensing data are relatively small. Number References : 43 (1982 - 2000)
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T14628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>