Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riswani
"Interferensi fonologis terjadi ketika penutur mengidentifikasi sistem fonem bahasa pertama dan menerapkannya pada bahasa kedua (Weinreich, 2010). Penelitian ini menginvestigasi bagaimana interferensi fonologis terhadap Bahasa Inggris oleh penutur Bugis Sinjai karena adanya perbedaan kedua bahasa dan kekhasan sistem konsonantik Bahasa Bugis Sinjai. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subjek penelitian terdiri atas 2 siswa SMA; 2, dan 2 guru SMA. Data penelitian berupa 150 kata yang diambil dari World English dan disusun ke dalam 25 kalimat yang dibaca oleh subjek penelitian sebanyak 3 kali.
Penelitian ini menggunakan metode analisis padan intralingual dengan membandingkan Bahasa Bugis Sinjai dan Bahasa Inggris, serta Bahasa Indonesia. Kajian ini menunjukkan adanya interferensi under-differentiation of phonemes and actual phone subtutions (Weinreich, 2010) yang dipengaruhi oleh Bahasa Bugis Sinjai dan Bahasa Indonesia. Konteks terjadinya interferensi berupa perubahan dan peghilangan bunyi konsonan ditemukan pada distribusi dan gugus konsonan dalam kata. Interferensi ini berdampak pada arti kata Bahasa Inggris.
Meskipun Bahasa Bugis Sinjai merupakan bahasa sehari-hari, pengaruh Bahasa Indonesia ditemukan lebih besar dibandingkan Bahasa Bugis Sinjai. Hal ini menunjukkan pengaruh bahasa kedua, juga bahasa nasional, lebih dominan daripada bahasa ibu dalam pemerolehan bahasa asing. Pengaruh ortografi dalam merealisasikan bunyi kata Bahasa Inggris oleh penutur Bugis Sinjai juga ditemukan di dalam penelitian ini.
......
Phonological interference is when a speaker identifies the first language phoneme system and applies it to the second language (Weinreich, 2010). This study investigates on how phonological interference to English by Bugis Sinjai speaker due to the difference between Bugis Sinjai language and English, and also the uniqueness of Bugis Sinjai consonants system. The study is qualitative and the subjects of study consist of 2 students of senior high school, 2 students of university, and 2 teachers. The data of this study are 150 words taken from World English which are arranged into 25 sentences and read by the research subjects 3 times.
This study uses an intralingual equivalent analysis method by comparing Bugis Sinjai Language and English, as well as Indonesian. The results of the study show that there is change of phonemes falling under-differentiation of phonemes and actual phone subtutions (Weinreich, 2010) influenced by both Bugis Sinjai and Indonesian languages. The contexts of interference are the change and omission of phonemes at the phonemes distribution and cluster. The interference has effect to the meaning of English words.
Even though Bugis Sinjai language is used daily, Indonesian has bigger effect in the realization of English words by the speaker of Bugis Sinjai. It means that the second and national language is more dominant than local language in learning foreign language. We also found that there is orthographic effect in pronouncing English words by Bugis Sinjai speakers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T55130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burhanuddin Gala
"Menghilangnya ekosistem hutan bakau merupakan salah satu ciri dari munculnya masalah kerusakan di lingkungan pesisir pantai. Hilangnya hutan bakau ini yang sebagian besar dikonversi menjadi lahan tambak ikan dan udang merupakan cerminan dari faktor-faktor yang saling terkait seperti sistem kepemilikan dan model pengelolaan. Untuk menghindari semakin rusaknya wilayah pesisir dan juga untuk mengembalikan kelestariannya, banyak usaha ditempuh oleh berbagai kalangan seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi atau individu lain yang memiliki kepedulian terhadap wilayah pesisir.
Tesis ini berangkat dan upaya-upaya tersebut di atas, khususnya yang dilakukan oleh masyarakat yang langsung bersentuhan dan hidup di wilayah pesisir yang mengalami kerusakan. Dengan mengambil kasus Tongke-tongke yang terletak di pesisir kecamatan Sinjai Timur kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, penulis berusaha memperlihatkan bagaimana wilayah pesisir yang dulunya hancur oleh abrasi berhasil diselamatkan dengan usaha penanaman bakau oleh penduduk sekitarnya, yang bekerja sebagai nelayan dan mencari nafkah di laut.
Secara detail penulis juga memperlihatkan bagaimana lingkungan fisik yang ada disiasati untuk dapat ditanami bakau, bagaimana hubungan pekerjaan kenelayanan dengan keberhasilan penanaman, dan motivasi apa yang membuat penduduk begitu giat melakukan penanaman terus menerus hingga kini. Akan diperlihatkan pula bagaimana hubungan kekerabatan yang mendasari modal sosial (social capital) yang mengarah ke terjadinya kerjasama dapat memberi dukungan terhadap upaya penanaman. Sejauh mana kerjasama tercipta dan dalam konteks apa saja, juga termasuk dalam pembahasan di sini.
Fokus utama tesis ini adalah menyoroti bagaimana institusi sosial yang diciptakan penduduk nelayan Tongke-tongke mendukung keberhasilan usaha mereka menyelamatkan wilayah pesisir, dan mengembalikan ekosistem hutan bakau. Dengan menggunakan konsep institusi sosial Ostrom beserta prinsip-prinsip pengembangannya, penulis berusaha memperlihatkan proses penciptaan institusi tersebut sampai akhirnya dapat disepakati penduduk. Konsep Bourdieu mengenai struktur objektif dan teori schema dan Strauss dan Quinn juga digunakan untuk melihat perkembangan dari institusi yang tercipta. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismarli Muis
"ABSTRAK
Siri adalah suatu konsep abstrak yang meliputi banyak aspek dalam kehidupan masyarakat Bugis dan Makassar. Di dalam siri? terdapat sejumlah nilai-nilai yang bisa disebut sebagai nilai-nilai utama suku Bugis dan Makassar. Dewasa ini, siri semakin sering dibicarakan baik melalui penulisan-penulisan karya ilmiah, penelitian-penelitian, maupun dalam seminar-seminar atau dibahas dalam surat kabar-surat kabar. Dari berbagai pembahasan tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa siri pada masa sekarang cenderung dikonotasikan negatif oleh banyak orang. Siri hanya dilihat sebatas akibat-akibat yang ditimbulkannya, yang justru bersifat destruktif, misalnya menghilangkan nyawa orang yang melakukan kawin lari sebagai sanksi atas perbuatan mereka. Fenomena ini lah yang mendorong peneliti untuk mengangkat masalah siri tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh nilai-nilai siri yang pada dasarnya bersifat motivasional dan menjadi nilai-nilai utama suku Bugis Makassar, masih bertahan dalam kehidupan masyarakat tersebut saat ini. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa setiap orang memiliki nilai-nilai pribadi, apabila siri dilihat sebagai nilai-nilai utama yang ada pada masyarakat Bugis Makassar, berarti individu-individu yang ada pada masyarakat tersebut seharusnya juga memiliki nilai-nilai pribadi yang mencerminkan siri . Dasar pemikiran tersebut membawa pada rumusan permasalahan di mana penelitian ini dilakukan untuk melihat makna siri dengan mengkaitkan antara nilai-nilai yang dikandung oleh siri menurut Marzuki (1995), Moein (1990), dan Rahim (1985) dengan nilai-nilai pribadi yang berlaku secara universal menurut Schwartz & Bilsky (1994), seberapa jauh kedua nilai-nilai tersebut masih saling berkaitan.
Penelitian dilakukan di tiga daerah, yaitu Kotamadya Ujung Pandang sebagai ibukota propinsi (mewakili daerah perkotaan), dan Kabupaten Gowa serta Kabupaten Sinjai (mewakili daerah pedesaan). Selain itu, juga dibandingkan antara generasi orangtua dan generasi anak untuk melihat seberapa jauh proses penanaman nilai-nilai siri tersebut pada diri masing-masing individu.
Dalam memperoleh data digunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara yang ditunjang observasi terhadap 16 orang responden. Hasil analisa menyimpulkan bahwa makna siri semakin menyempit ke arah kesusilaan, di mana siri lebih banyak dipahami sebagai suatu akibat atau konsekuensi terhadap pelanggaran adat istiadat. Hal ini mengindikasikan bahwa kedudukan siri sebagai nilai-nilai utama pada masyarakat suku Bugis dan Makassar mulai bergeser. Hasil lain yang ditemukan adalah hampir seluruh responden (terutama dari generasi anak) tidak menyetujui pemberian sanksi mati bagi pelaku siri?, karena hal tersebut bertentangan dengan ajaran agama. Terlihat bahwa nilai-nilai agama merupakan salah satu nilai utama yang berlaku bagi mayoritas penduduk Indonesia."
1998
S2603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library