Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frisca Cristi
"Pasal 39 ayat (2) KUHAP memberikan wewenang kepada penyidik atau penyidik pembantu untuk melakukan tindakan perampasan yatu penyitaan terhadap barang (baik bergerak maupun tidak bergerak) yang sedang berada dalam perkara perdata atau pailit dengan syarat barang tersebut temasuk barang yang dimaksud dalam pasal 39 ayat (1) KUHAP. Hal ini dikarenakan kepentingan umum berada di atas kepentingan pribadi. Hukum Indonesia mengikuti Hukum Barat yang mengenal pemisahan yang tegas antara hukum publik dan hukum privat, namun menjadi masalah jika ternyata terdapat dua putusan (dari perkara publik dengan perkara privat) yang saling bertentangan. Jika berdasarkan doktrin maka kepentingan negaralah yang didahulukan, dan hakim-hakim biasanya memutus berdasarkan doktrin ini. Dengan ini berarti putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat dilaksanakan dikarenakan harus menunggu putusan pidananya terlebih dahulu. Berkaitan dengan hal tersebut di atas dalam tindak pidana korupsi dapat dikenai hukuman perampasan barang bukti untuk Negara. Hal ini disebabkan tindak pidana korupsi berkaitan dengan kerugian Negara sehingga sifatnya khusus dan harus segera diselesaikan. Penelitian ini menganalisa putusan MA No.3233 K/Pdt/1995 dimana dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim juga menggunakan doktrin ini. Dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana kekuatan hukum eksekusi tanah sengketa yang diletakkan sita jaminan dalam perkara perdata yang kemudian disita oleh Kejaksaan sebagai barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi, bagaimana kekuatan penyitaan barang bukti yang dilakukan oleh kejaksaan jika terhadap penyitaan barang bukti tersebut juga sudah terdapat putusan perdata yang menyatakan bahwa hak milik atas tanah tersebut berada pada pihak ketiga, dan bagaimanakah Kekuatan Hukum Putusan Perdata atas tanah yang disita untuk dijadikan sebagai barang bukti dalam Perkara Pidana Korupsi sebelum diundangkannya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22018
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Tanti Adriani
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Sita jaminan merupakan suatu tindakan untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari, atas barang-barang milik tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses berperkara berlangsung terlebih dahulu disita. Maksud dari barang tersebut disita adalah agar tidak dialihkan kepada pihak lain. Namun ada kalanya suatu sita jaminan diletakkan pada barang yang dirasa kurang tepat untuk diletakkan hal tersebut. Salah satunya adalah pada barang lelang, yakni pada putusan dengan No. Perkara 275/Pdt.G/2009/PN.JKT.BAR, dimana barang tersebut sudah dibeli dengan itikad baik oleh pembeli yakni Tergugat II atau PT Widya Raharja Dharma. Selain itu pembelian tersebut sudah dilakukan melalui proses lelang, yakni atas permintaan Tergugat III atau Dirjen Kekayaan Negara Lain-lain kepada Tergugat IV atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. Proses lelang yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait mengenai lelang, dimana dalam salah satu peraturan lelang yakni 40/PMK.07/2006 tentang Pelaksanaan Lelang, yakni pada pasal 3 disebutkan bahwa Pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan. Maka dalam hal ini dikarenakan barang yang sudah dibeli tersebut telah diletakkan sita jaminan, maka langkah selanjutnya adalah dengan memberikan perlindungan hukum kepada pembeli tersebut, yakni dalam rangka melindunginya terkait kepemilikan barang.

ABSTRACT
Collateral Forclosure is an action to ensure the implementation of a decision in the future; over defendant's belongings either move or not move during the litigation process takes place first seized. The purpose of the goods seized is not transferable to another party. However, there are times when a sequestration is placed on the goods which are less appropriate to put it. One is on an auction items, namely the decision to No. Case 275/Pdt.G/2009/PN.JKT.BAR, where the goods had been purchased in good faith by the buyer that is Defendant II or PT Widya Dharma Raharja. Besides, the purchase has been made through an auction process, ie, at the request of Defendants III or the Director General of State Assets to Other Defendants IV or the Bureau of Accounts Receivable and State Auction. Auction process is conducted according to relevant laws and regulations regarding the auction, where in one of the auction rules 40/PMK.07/2006 on Implementation of the Auction, which is mentioned in article 3 that the auctions that have been implemented in accordance with applicable regulations can not be undone. Therefore, in this case because the goods which have been purchased, have been placed collateral forclosure, then the next step is to give legal protection to the buyer, ie, in order to protect the ownership of goods. "
[Depok, Depok]: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S478
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Yahya
"Dengan dijatuhkan putusan pailit, maka Debitur Pailit kehilangan hak nya dalam menguasai harta bendanya yang termasuk dalam Boedel Pailit tersebut, dan secara hukum diberikan tugas pemberesan tersebut kepada Kurator. Akan tetapi melakukan tugas pemberesannya, seringkali Kurator menemukan hambatan seperti dengan diletakannya penyitaan pidana terhadap harta pailit tersebut yang berakibat akan terhambatnya upaya pemberesan yang dilakukan serta menimbulkan ketidakpastian bagi Kreditur Pailit dalam mendapatkan pelunasan piutangnya. Dalam skripsi ini akan dijelaskan terkait peran dan kewenangan Kurator dalam mengatasi penyelesaian sengketa harta pailit yang diletakan sita pidana tersebut serta pertimbangan hakim dalam memutus sengketa tersebut. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode kepustakaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwasannya penerapan sita umum kepailitan serta sita pidana memiliki esensi dan tujuannya masing-masing sehingga dalam memutus, hakim tidak dapat mencampur adukan terkait kedudukan penyitaan tersebut melainkan haruslah diputus secara satu per satu. Selain itu dalam mengatasi sengketa harta pailit yang diletakan sita pidana, Kurator berwenang untuk mengajukan Gugatan Lain-Lain kepada Pengadilan Niaga agar hakim memisahkan harta pailit yang benar-benar memiliki keterkaitan dengan tindak pidana untuk dikedepankan penyitaan pidananya dan selanjutnya, terhadap Putusan Pidana tersebut Kurator juga berwenang untuk mengajukan upaya keberatan bilamana Hakim Pengadilan Pidana melakukan perampasan terhadap Harta Pailit tersebut.

With the imposition of bankruptcy judgment, the Insolvent Debtor loses its right to control its property which is included in the Bankruptcy Boedel, and is legally given the task of settlement to the Curator. However, carrying out its settlement duties, often the Curator finds obstacles such as the placement of criminal confiscation of the bankrupt assets which results in hampering the settlement efforts made and creates uncertainty for the Insolvent Creditor in obtaining repayment of its receivables. In this thesis, it will be explained regarding the role and authority of the Curator in overcoming the settlement of bankruptcy property disputes placed by the criminal seizure and the judge's consideration in deciding the dispute. In conducting this research, the author used a form of normative juridical research with literature methods. From the results of the research conducted, it was found that the application of general bankruptcy and criminal confiscation has its own essence and purpose so that in deciding, judges cannot mix complaints related to the position of confiscation but must be decided one by one. In addition, in resolving disputes over bankruptcy assets placed under criminal confiscation, the Curator is authorized to file a Miscellaneous Claim to the Commercial Court so that the judge separates the bankruptcy assets that are truly related to the criminal act to put forward criminal confiscation and furthermore, against the Criminal Judgment the Curator is also authorized to file an objection if the Criminal Court Judge confiscates the Bankruptcy Property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wildan Suyuthi
Jakarta: Tatanusa, 2004
347.016 WIL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Uvani Martaulina Rodoputri
"Skripsi ini membahas kedudukan hukum tindakan penyitaan secara pidana terhadap harta pailit dalam proses pemberesan kepailitan, yang mana adanya bentrokan ketentuan antara hukum kepailitan dan hukum acara pidana terkait penyitaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis akan menganalisis pertimbangan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara antara Kurator dan Penyidik yang saling memperebutkan penyitaan suatu benda yang merupakan harta pailit sekaligus barang bukti dalam perkara pidana. Terhadap permasalahan diatas dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sita pidana didahulukan dari sita pidana. Walaupun demikian, mungkin terasa kurang adil dalam ranah kepailitan dimana hal tersebut dapat mengurangi nilai harta pailit, oleh karena itu ditemukan suatu sarana yang telah diterapkan di Amerika yaitu berupa perjanjian koordinasi yaitu perjanjian antara Kurator maupun Penyidik untuk menangani konflik kepentingan atas harta pailit yang sekaligus barang bukti. Dalam perjanjian ini dapat diatur bagaimana kedudukan benda yang menjadi objek sengketa, apakah ia akan dimasukkan ke dalam boedel pailit, lalu di register sebagai barang bukti, atau ia hanya akan dimasukkan sebagai barang bukti dan sebagainya.

This thesis discusses the legal status of the act of criminal forfeiture against the bankruptcy property in the liquidation process of bankruptcy assets, in which the clash of provisions between the law of bankruptcy and criminal procedure law related to foreclosure. To answer the problem then the authors will analyze the consideration of the panel of judges who examine and adjudicate cases between curators and investigators who are fighting over the seizure of an object that is a bankruptcy property as well as evidence in a criminal case. With regard to the above problems, the research is conducted using a normative juridical method.
The results show that criminal forfeiture takes precedence from bankruptcy. However, it may feel unfair in the realm of bankruptcy where it can reduce the value of bankruptcy assets, hence found a solution that has been applied in the United States is a coordination agreement which is an agreement between the Curator and the Investigator to handle conflicts of interest on the property of bankruptcy as well as evidence in criminal case. In this agreement can be arranged how the position of objects that become the object of dispute, whether it will be inserted into the list of bankruptcy assets, then registered as evidence in criminal case, or it will be included as evidence only and so forth.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Muhammad Riyadhus Salam
" ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai sita eksekusi terhadap benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia dalam hal telah terjadi penjualan benda persediaan tersebut kepada pihak ketiga, dengan bentuk penelitian yuridis normatif, metode penelitian studi kepustakaan, dan menggunakan data sekunder. Pada dasarnya peraturan tentang benda persediaan termuat dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatur bahwa setelah terjadi perpindahan terhadap benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia, penerima fidusia tidak diperbolehkan untuk mengeksekusi benda persediaan tersebut atas alasan apapun. Dalam kasus ini sita eksekusi terhadap benda persediaan yang telah berpindah kepemilikannya tetap dilakukan. Skripsi ini membahas perlindungan hukum apakah yang melindungi pemegang benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia dalam keadaan seperti demikian. Hukum perdata mengenal prinsip droit de suit pada hukum jaminan kebendaan, sedangkan dalam hal benda persediaan terdapat pengecualiaan, asas umum atau prinsip umum dari benda persediaan ini sangat berkaitan dengan adanya sita eksekusi tersebut dan akan dibahas dalam skripsi ini.
ABSTRACT This thesis discusses the execution of confiscation inventory objects that become the object of fiduciary guarantee in case there has been a sale of the inventory objects to a third party. the kind of research is normative juridical, literature study method, and using secondary data. Basically regulations on inventory items contained in Fiduciary Act which provides that after the transfer of the inventory objects that become the object of fiduciary, fiduciary recipients are not allowed to execute the inventory object for any reason. In this case the execution of confiscation of objects inventory has changed ownership remain to be done. This thesis discusses whether the legal protection that protects the buyer of inventory objects that become the object of fiduciary in such a case. Civil law recognized the principle of droit de suit the material security law, whereas in the case of inventory objects are the exception, a general principle of inventory objects is related to the seizure of the execution and will be discussed in this thesis."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66647
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Suhada Nibra
"Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 telah dicabut Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 yang mengatur prosedur perebutan di sisi lain dalam keputusan KPPU yang telah sudah final dan mengikat tidak termasuk daftar aset atau objek yang menjamin impleme keputusan. Dalam perkembangannya ada petisi untuk ditinjau Mahkamah Agung atas putusan KPPU yang sudah final dan mengikat bahkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus Temasek menyatakan bahwa KPPU tidak bisa mengeksekusi keputusan karena keputusan tersebut masih diajukan untuk ditinjau. Itu hasil menunjukkan bahwa tanggung jawab perdata yang dilakukan oleh KPPU adalah penyitaan pelaksanaan dan pelaksanaan putusan KPPU yang masih bisa ditunda, yaitu dalam Kasus Temasek Holdings dan Emi Music Indonesia sehingga Putusan KPPU tidak dapat segera dilaksanakan setelah putusan itu sah mengikat.

Regulation of the Business Competition Supervisory Commission Number 1 of 2019 has been revoked Regulation of the Business Competition Supervisory Commission Number 1 of 2010 governing the scrambling procedure on the other hand in the KPPU's final and binding decision does not include a list of assets or objects that guarantee the implementation of the decision. In its development there is a petition to be reviewed The Supreme Court over the final and binding decision of the KPPU even the Central Jakarta District Court in the Temasek case stated that the KPPU could not execute the decision because the decision was still being submitted for review. The results show that the civil liability carried out by KPPU is the confiscation of the implementation and implementation of the KPPU's decision which can still be postponed, namely in the Case of Temasek Holdings and Emi Music Indonesia so that the KPPUs decision cannot be carried out immediately after the ruling is legally binding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>