Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Adityo Anggoro
"ABSTRAK
Satu tokoh kontoversial dari Nazi yaitu Carl Schmitt mengemukakan satu
gagasan mengenai kedaulatan. Kedaulatan adalah ia yang mengambil keputusan
dalam masa krisis. Keputusan dalam masa krisis sifatnya dapat menunda hukum.
Sementara itu paska kejadian 9/11 menurut Damian Cox sebuah peristiwa terjadi
keputusan yang sifatnya menunda hukum dilakukan oleh Bush Jr. Bush
mengambil keputusan kontroversial melalui USA Patriot Act, dalam keputusan
tersebut negara diperkenankan untuk menunda hukum yang berdampak pada
penghilangan hak individu. Maka timbul kesan bahwa gagasan kedaulatan Carl
Schmitt menjadi dasar legitimasi teoritis dalam peristiwa tersebut. Penelitian kali
ini akan membantah pandangan Damian Cox dalam melihat gagasan kedaulatan
Carl Schmitt. Kedaulatan Carl Schmitt harus kita lihat sebagai keputusan dalam
politik. Hanya dengan itu kita dapat melihat secara luas dimensi dari gagasan Carl
Schmitt.

ABSTRACT
One controversial figure Carl Schmitt who support Hitler in Germany said one
notion about sovereignty. Sovereignty is who decide on the exception. But in
another moment in post 9/11 in america according in Damian Cox we can see that
there is coherency between notion sovereignty schmitt in Bush Decision
especially in USA Patriot Act. This research to critic Damian Cox about
Sovereignty Schmitt in damian Cox notion. Only that way we can see Carl
Schmitt in positive side as political philosopher.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43692
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Loviandi Agung
"ABSTRAK
Tugas Karya Akhir ini membahas pemanfaatan situasi ketergantungan yang diciptakan oleh Australia sebagai strategi geopolitiknya terhadap Papua Nugini (PNG) dan Nauru terkait implementasi kebijakan Operation Sovereign Border (OSB) pada tahun 2013. Strategi geopolitik tersebut dapat dilihat dari aktivitas Australia yang menanamkan pengaruh dan menciptakan ketergantungan pada PNG dan Nauru. Untuk menjelaskan operasional strategi tersebut digunakan teori ketergantungan. Metode penelitian yang dipakai adalah kualitatif dengan teknik studi kepustakaan dan studi dokumen. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penyaluran dana bantuan luar negeri Australia terhadap PNG dan Nauru telah menciptakan ketergantungan yang membuat kedua negara tersebut bersikap kooperatif dalam implementasi kebijakan OSB.

ABSTRACT
This paper discusses the utilization of dependency structure by Australia as a geopolitical strategy over Papua New Guinea (PNG) and Nauru related to Operation Sovereign Border (OSB) policy implementation in 2013. The geopolitical strategy was shown by the activities of Australia which put influences and creates domination over PNG and Nauru. Dependency theory is used to explain the strategy operationalization. The research methodology was qualitative through literature study and documents study as the methods for collecting data. The research shows that Australia’s foreign aid expenses over PNG and Nauru have created a dependency structure that makes both countries cooperative in Australia’s OSB policy implementations.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abir Rafa Kamil
"Sovereign Wealth Fund saat ini sedang bekermbang di dunia internasional, namun oleh karena perkembangannya yang pesat saat ini dunia internasional belum memiliki aturan baku dan organisasi internasional pengawas resmi untuk mengawasi kegiatan Sovereign Wealth Fund. Pada dasarnya Sovereign Wealth Fund merupakan entitas yang dibuat oleh negara untuk melakukan kegiatan investasi atas nama negara tersebut, umumnya modal dari Sovereign Wealth Fund ini didapatkan dari hasil penjualan sumber daya alam seperti misalnya minyak yang disisihkan Sebagian untuk dijadikan modal. Atas dasar hal tersebut tujuannya dibentuknya Sovereign Wealth Fund adalah sebagai stabilization fund guna menjaga perekonomian negara yang memilikinya dalam hal sumber daya alam yang menjadi sumber perekonomian negara tersebut habis. Terkait dengan hal ini Sovereign Wealth Fund dalam melakukan kegiatannya tentu saja bekerja sama dengan negara maupun Sovereign Wealth Fund lainnya, oleh karenanya tidak dapat dipungkiri dimungkinkan dikemudian hari akan timbul sengketa. Atas dasar hal tersebut dalam hal terjadi sengketa perlu dikaji terlebih dahulu apakah suatu Sovereign Wealth Fund tersebut dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional atau dapat dipersamakan dengan negara yang memilikinya sehingga memiliki imunitas atas pengadilan domestic dan bagaimana tanggung jawab negara yang memilikinya jika Sovereign Wealth Fund tersebut diputus bersalah

The Sovereign Wealth Fund is currently developing internationally, but due to its rapid development, the international community does not yet have standard rules and an official international supervisory organization to oversee the activities of the Sovereign Wealth Fund. Basically, the Sovereign Wealth Fund is an entity created by the state to carry out investment activities on behalf of the country, generally the capital of the Sovereign Wealth Fund is obtained from the proceeds from the sale of natural resources such as oil which are set aside in part to be used as capital. Based on this, the purpose of establishing the Sovereign Wealth Fund is to act as a stabilization fund to protect the economy of the country that owns itif the natural resources that of the country's economy run out. Related to this, the Sovereign Wealth Fund, in carrying out its activities, of course cooperates with the state and other Sovereign Wealth Funds, therefore it cannot be denied that it is possible that disputes will arise in the future. On this basis, in the event of a dispute, it is necessary to examine in advance whether a Sovereign Wealth Fund can be considered as a subject of international law or can be equated with the country that owns it so that it has immunity from domestic courts and what is the responsibility of the country that owns it if the Sovereign Wealth Fund is terminated guilty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farizan Hawali
"Tulisan ini menganalisis perkembangan obligasi biru di Indonesia dan potensi permasalahan yang mungkin timbul akibat proses penerbitan obligasi biru di Pasar Obligasi Jepang. Selain itu, artikel ini juga menjelaskan dampak dan risiko hukum dari penerbitan ini serta memberikan perbandingan singkat dengan penerbitan obligasi biru yang dilakukan oleh Republik Seychelles, Republik Fiji, Bank of China, dan Pemerintah Provinsi Hainan. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Obligasi biru merupakan obligasi berkelanjutan yang menggunakan konsep ekonomi biru yang termasuk dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Indonesia telah menerbitkan obligasi biru di Pasar Obligasi Jepang pada tahun 2023 untuk mendukung proyek-proyek yang memperhatikan pertumbuhan ekonomi biru sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kelautan. Namun karena obligasi biru diterbitkan di Pasar Obligasi Jepang, maka penting untuk memastikan proses penerbitannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.08/2019 tentang Penjualan dan Pembelian Kembali Surat Utang Negara dalam Valuta Asing di Pasar Internasional dan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2023. Selain itu, penting juga untuk mengetahui dampak dan risiko hukum yang mungkin timbul dari penerbitan obligasi biru tersebut. Selain itu, perbandingan singkat dengan penerbitan obligasi biru yang dilakukan oleh negara dan lembaga lain dapat menunjukkan beberapa perbandingan mengenai struktur obligasi biru, pihak-pihak yang terlibat, dan penggunaan dana obligasi biru tersebut sehingga Indonesia dapat mengkaji dan meningkatkan kapasitasnya dalam hal ini. melakukan penerbitan obligasi biru di masa depan. Beberapa cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pengujian lebih lanjut terhadap obligasi biru, membuat kerangka kerja yang detail, dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

This article analyzes the development of blue bonds in Indonesia and the potential problems that could arise due to the blue bond issuance process on the Japanese Bond Market. Apart from that, this article also describes the legal impacts and risks of this issuance and provides a brief comparison with the blue bond issuance carried out by the Republic of Seychelles, the Republic of Fiji, the Bank of China, and the Hainan Provincial Government. This article was prepared using doctrinal research methods. Blue Bond is a sustainable bond that uses the blue economy concept, which is included in the 17 Sustainable Development Goals. Indonesia will issue Blue Bonds on the Japanese Bond Market in 2023 to support projects that pay attention to blue economic growth as mandated by Law Number 32 of 2014 concerning Marine Management. However, because Blue Bonds are issued on the Japanese Bond Market, it is important to ensure that the issuance process complies with applicable regulations, such as Minister of Finance Regulation No. 215/PMK.08/2019 concerning the Sale and Repurchase of Government Debt Securities in Foreign Currency in International Markets and Law Number 28 of 2022 concerning the 2023 State Expenditure and Expenditure Budget. Apart from that, it is also important to know about the impact and legal risks that could arise from the issuance of the blue bond. Apart from that, a brief comparison with blue bond issuances carried out by other countries and institution can show several comparisons on the blue bond structures, parties involved, and the use of proceeds of the blue bonds so that Indonesia can study and increase its capacity in carrying out blue bond issuances in the future. Some ways are by carrying out further testing of blue bonds, creating a detailed framework, and increasing compliance with applicable laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Ratna Wilis Indrawatie Soetojoputeri
"Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh variabel ekonomi makro yang terdiri dari pertumbuhan inflasi, pertumbuhan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, pertumbuhan cadangan devisa, pertumbuhan yield obligasi pemerintah Amerika Serikat serta pertumbuhan premi Credit Default Swap terhadap pertumbuhan yield obligasi global pemerintah Indonesia - Indo16 yang berdenominasi US Dollar di pasar keuangan dunia selama periode Januari 2007 sampai dengan April 2014.
Setelah dilakukan pengujian regresi melalui metode Ordinary Least Squares, penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pertumbuhan inflasi, pertumbuhan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, pertumbuhan yield obligasi pemerintah Amerika Serikat terhadap pertumbuhan yield Indo16. Selain itu terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan cadangan devisa terhadap pertumbuhan yield Indo16. Pertumbuhan premi Credit Default Swap memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan yield Indo16. Pertumbuhan yield obligasi pemerintah Amerika Serikat dan pertumbuhan CDS Indonesia memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan yield obligasi global Indo16 yang berdenominasi US Dollar.

This study aimed to analyze the effect of macroeconomic variables: inflation growth, foreign exchange growth, foreign reserves growth, U.S. government bond yield growth and credit default swap growth to the growth of Indonesian sovereign global bond yield - INDO16 (denominated in US Dollar) in global financial market during the period January 2007 to April 2014.
After testing through an Ordinary Least Squares (OLS) test, this study showed a positive relationship between inflation growth, foreign exchange growth, U.S. government bond yield growth to the growth of Indonesian sovereign global bond yield -INDO16. In addition there is a negative relationship between Indonesian foreign reserve growth to INDO16 global bond yield growth. Credit Default Swap growth has a positive relationship to INDO 16 global bond yield growth. The growth of U.S. government bond yield and the growth of CDS has a significant influence to the growth of Indonesian global bond yield INDO-16.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaillard, Norbert
"This book provides the necessary broad overview, which will be of interest to both economists and investors alike. Chapter 1 presents the main issues that are addressed in this book. Chapters 2, 3, and 4 provide the key notions to understand sovereign ratings. Chapter 2 presents an overview of sovereign rating activity since the first such ratings were assigned in 1918. Chapter 3 analyzes the meaning of sovereign ratings and the significance of rating scales; it also describes the refinement of credit rating policies and tools. Chapter 4 focuses on the sovereign rating process. Chapters 5 and 6 open the black box of sovereign ratings. Chapter 5 compares sovereign rating methodologies in the interwar years with those in the modern era. After examining how rating agencies have amended their methodologies since the 1990s, Chapter 6 scrutinizes rating disagreements between credit rating agencies (CRAs). Chapters 7 and 8 measure the performances of sovereign ratings by computing default rates and accuracy ratios: Chapter 7 looks at the interwar years and Chapter 8 at the modern era. The two chapters assess which CRA assigns the most accurate ratings during the respective periods. Chapters 9 and 10 compare the perception of sovereign risk by the CRAs and market participants. Chapter 9 focuses on the relation between JP Morgan Emerging Markets Bond Index Global spreads and emerging countries' sovereign ratings for the period 1993-2007. Chapter 10 compares the eurozone members' sovereign ratings with Credit Default Swap-Implied Ratings (CDS-IRs) during the Greek debt crisis of November 2009-May 2010."
New York: Springer, 2012
e20396423
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Gatut Priyo Sembodo
"Tata kelola perusahaan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan serta menumbuhkan kepercayaan investor. Selayaknya perusahaan, Sovereign Wealth Fund (SWF) sebagai lembaga pengelola investasi milik negara juga wajib menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance). Pengaturan tata kelola SWF dalam Santiago Principles dipahami sebagai prinsip-prinsip dasar dalam tata kelola SWF sebagai prinsip dan praktik yang diterima secara umum yang mencerminkan pengaturan tata kelola dan akuntabilitas yang tepat penuh kehati-hatian. Indonesia Investment Authority (INA) merupakan SWF yang didirikan pada tahun 2020 berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020) bertujuan untuk menjadi duta dan katalisator bagi sektor investasi di Indonesia dengan meningkatkan kepercayaan dan minat pasar global untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif ditemukan bahwa keberhasilan pelaksanaan investasi yang dilakukan oleh beberapa SWF di berbagai negara seperti Norway Government Pension Fund Global (GPFG), China Investment Corporation CIC), dan Russian Direct Investment Fund (RDIF) disebabkan karena SWF-SWF tersebut telah melaksanakan tata kelola dan implementasi prinsip-prinsip yang ada Santiago Principles secara baik, sedangkan kegagalan yang menimpa 1 Malaysia Development Berhad (1MDB) menunjukkan bahwa ketidakpatuhan dalam implementasi prinsip-prinsip yang ada Santiago Principles menyebabkan terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan 1MDB. INA sebagai SWF di Indonesia telah melakukan tata kelola yang baik berdasarkan 24 Prinsip dalam Santiago Principle, meskipun ada beberapa kekurangan seperti prinsip yang belum dilaksanakan oleh INA maupun pelaksanaan prinsip yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Perbaikan pelaksanaan tata kelola INA wajib segera dilakukan demi terwujudnya tujuan awal didirikannya INA yaitu untuk mendukung pembangunan nasional dan dengan terwujudnya tata kelola yang baik akan jaminan bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.

Good corporate governance is a important element in improving the efficiency and performance of the company as well as growing investor confidence. Like a company, the Sovereign Wealth Fund (SWF) as a state-owned investment management institution is also required to apply the principles of good governance. SWF governance arrangements in the Santiago Principles are understood as basic principles in SWF governance as generally accepted principles and practices that reflect appropriate prudent governance and accountability arrangements. The Indonesia Investment Authority (INA) is an SWF which was established in 2020 based on Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (UU 11/2020) aiming to become an ambassador and catalyst for the investment sector in Indonesia by increasing trust and interest in the global market to invest in Indonesia. Indonesia. By using the normative legal research method, it was found that the successful implementation of investments made by several SWFs in various countries such as the Norway Government Pension Fund Global (GPFG), China Investment Corporation CIC), and the Russian Direct Investment Fund (RDIF) was due to the fact that the SWFs had implementing good governance and implementation of the Santiago Principles, while the failure that befell 1 Malaysia Development Berhad (1MDB) shows that non-compliance with the implementation of the Santiago Principles has led to abuse of authority by the parties involved with 1MDB. INA as SWF in Indonesia has carried out good governance based on the 24 Principles in the Santiago Principle, although there are some shortcomings such as the principles that have not been implemented by INA or the implementation of principles that are contrary to the provisions of the legislation in Indonesia. Improvements in the implementation of INA governance must be carried out immediately in order to realize the initial goal of establishing INA, namely to support national development and with the realization of good governance there will be guarantees for investors to invest in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dervis Kirikkaleli
"This study aims to shed light on the co-movement of sovereign credit risk and economic risk in Turkey using the Toda–Yamamoto causality, Gradual Shift causality, and Wavelet Coherence tests. The study answers the following questions, which, to the best of our knowledge, have not been investigated in the literature: (i) Is there any causal linkage between sovereign credit risk and economic risk?; and (ii) If yes, why? Our findings reveal that (i) economic risk caused sovereign credit risk in 1997 and 2002; and (ii) between 2001 and 2012, sovereign credit risk caused economic risk at different scales. The Toda–Yamamoto causality and Gradual Shift causality tests confirm that, in Turkey, changes in sovereign credit risk significantly lead to changes in economic risk, indicating the importance of sovereign credit risk for predicting economic risk."
Amsterdam: Elsevier, 2020
658.15 BIR 20:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Khairi
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tiga hal yaitu perbandingan pengelolaan surat utang negara di Indonesia, Amerika Serikat dan Italia, pengaturan hukum mengenai sovereign bond default dan signifikansi pengaturan mengenai sovereign bond default. Perbandingan dikhususkan pada proses penerbitan dan ada atau tidaknya sinking fund khusus untuk surat utang Negara. Berdasarkan Undang Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Negara menjamin pembayaran pokok dan bunga surat utang negara dengan menganggarkan dananya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun. Undang-Undang No. 24 Tahun 2002, Undang Undang Amerika Serikat dan Undang Undang Italia terkait surat utang negaranya tidak memiliki ketentuan mengenai sovereign bond default. Penyelesaian sovereign bond default adalah dengan mengaktifkan satu klausula yang dikenal dengan collective action clause dalam terms and conditions surat utang Negara. Penulisan ini juga membandingkan praktek dan peraturan perundang-undangan Indonesia, Amerika Serikat dan Italia dalam penggunaan collective action clause pada surat utang Negara.

ABSTRACT
This undergraduate thesis reviews three matters inter alia the comparative study on the management of sovereign bond under Indonesian Law, United States Law and Italian Law, the regulations to resolve sovereign bond default, and the significance to establish regulations pertaining sovereign bond default. The comparative study is confined to the issuance process and the existence of sinking fund designated for sovereign bond purposes. Pursuant to Indonesian Law No. 24 of 2002 regarding sovereign bond, the state guarantees the payment of principal and interest of sovereign bond by allocating the fund in the state’s annual budget. However, Law No. 24 of 2002, United States and Italian laws do not contain any provisions to resolve sovereign bond default. Sovereign bond default is resolved by activating the collective action clause within the terms and conditions of sovereign bond. This research seeks to review the practice, the laws and regulations of Indonesia, United States and Italy of using the collective action clause in the sovereign bond."
2014
S56579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>