Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Muktiarti
Abstrak :
Alergi makanan adalah salah satu jenis alergi yang sering terjadi dan merupakan masalah penting pada anak karena makanan merupakan zat yang mutlak diperlukan pada tumbuh kembang anak. Bila seorang anak alergi terhadap bahan makanan utama yang sangat diperlukan pada proses tumbuh kembangnya keadaan ini tentunya dapat merupakan proses tumbuh kembang anak. Perkembangan alergi makanan didahului oleh adanya tahap sensitisasi. Pada tahap ini seorang individu belum menunjukkan gejala tetapi sudah terdapat kenaikan kadar IgE spesifik terhadap alergen makanan tertentu. Paparan terhadap alergen berikutnya pada individu yang sudah tersensitisasi akan rnenimbulkan reaksi imunologi yang selanjutnya mencetuskan gejala alergi. Deteksi sensitisasi terhadap suatu alergen dapat dilakukan melalui pemeriksaan uji kulit (skin prick test/SPT) dan pemeriksaan kadar IgE spesifik terhadap suatu alergen. Pemeriksaan kadar IgE spesifik mempunyai kelebihan dibandingkan SPT terutama bagi anak-anak di bawah 2 tahun karena pemeriksaan SPT pada bayi di bawah 1 tahun sering memberikan hasil negatif palsu dan pada anak usia di bawah 2 tahun dapat mempunyai indurasi yang lebih kecil. Susu sapi termasuk salah satu jenis makanan yang paling sering menimbulkan reaksi alergi karena protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali dikenal oleh bayi. Prevalens alergi susu sapi (ASS) cukup bervariasi mulai dari 0,5% sampai dengan 7,5%.8-9 Alergi susu sapi sering terjadi pada bayi di bawah usia 1 tahun dan angka kejadiannya akan berkurang dengan bertambahnya usia. Manifestasi klinis ASS dapat timbul di berbagai sistem organ seperti kulit, saluran cema, saluran napas, dan reaksi anafilaksis. Baku emas untuk menegakkan diagnosis ASS adalah dengan uji provokasi makanan buta ganda atau double blind placebo control food challenge (DBPCFC). Tatal aksana ASS adalah penghindaran susu sapi dan semua produknya. Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan cara terbaik untuk menghindari alergen susu sapi. Namun bila pasien ASS tidak bisa mendapatkan ASI maka sebagai pengganti susu sapi dapat diberikan susu kedelai, susu dengan protein hidrolisat, atau susu elemental. Susu kedelai telah lama digunakan terutama di negara-negara Timur. Susu kedelai pertama kali digunakan sebagai pengganti susu sapi pertama kali adalah pada tahun 1929. Beberapa keuntungan pemakaian susu kedelai antara lain adalah tidak mempunyai protein susu sapi, rasa yang lebih enak dan harga yang lebih murah dibandingkan susu protein hidrolisat. Kedelai dapat juga menjadi bahan dasar bermacam-macam makanan yang cukup sering dikonsumsi di negara Asia, antara lain minyak, tepung, tahu, tempe, penyedap alamiah, kecap, dan susu kedelai. Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang sering digunakan oleh ibu-ibu di Asia untuk menjadi makanan awal yang diperkenalkan saat penyapihan karena konsistensinya yang lembut dan harganya yang cukup murah. Namun sayangnya, banyak penelitian menyatakan bahwa sebagian besar pasien ASS juga alergi terhadap kedelai. Prevalens alergi kedelai (AK) pada ASS sangat bervariasi, berkisar antara 0-63% dengan angka yang lebih tinggi dilaporkan pada ASS yang tidak diperani oleh IgE. Karena alasan inilah sebagian besar pasien ASS diberikan susu dengan protein hidrolisat ekstensif untuk menghindari kemungkinan AK. Selain itu, penelitian-penelitian tersebut lebih banyak dilakukan di negara-negara Barat yang populasinya tidak banyak mengkonsumsi kedelai. Pada penelitian yang dilakukan di Korea angka sensitisasi kedelai pada pasien ASS adalah sebesar 18,3%. Penelitian di Thailand menemukan AK sebesar 17% pada pasien ASS. Sedangkan penelitian di Jepang menemukan angka kejadian AK pada anak-anak yang menderita alergi makanan sebesar 11%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Sri Rejeki
Abstrak :
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi harga kedelai domestik. Dengan menggunakan pendekatan ARDL, terlihat bahwa dalam jangka panjang variabel harga kedelai dunia dan nilai tukar memiliki pengaruh yang positif dan signifikan, tetapi volume impor kedelai, GDP, dan peran BULOG sebagai importir tunggal tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Namun, tarif impor pada periode ke-t memiliki dampak yang negatif dan signifikan. Sementara, dalam jangka pendek variabel harga kedelai dunia pada periode ke-t dan nilai tukar mempengaruhi harga kedelai dalam negeri secara positif dan signifikan.Selanjutnya, variabel volume impor kedelai, GDP, dan peran BULOG pada periode ke-t tidak mempengaruhi harga kedelai dalam negeri dengan signifikan. Sama seperti dalam jangka panjang, tarif impor periode ke-t memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan. Namun, jika kita lihat hasil model ARDL terbaik, terlihat bahwa tarif impor kedelai satu periode sebelumnya memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga kedelai dalam negeri, yang menunjukkan adanya lag dalam penerapan kebijakan tersebut.
The objective of this research is to observe factors determining domestic soybean price. Using ARDL approach, the result showed that in the long term, soybean world price and exchange rate variable have positive and significant effect, but soybean import volume, GDP, and BULOG intervention as single importer have no significant impact. However, import tariff on t-period has negative and significant effect.In the short term, soybean world price on t-period and exchange rate have positive and significant impact, but soybean import volume, GDP, and BULOG intervention on t period have no significant impact. The best ARDL model also shown that import tariff on t-period has positive and significant effect which indicates a lag in the policy implementation.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Yuniati
Abstrak :
Salinitas adalah satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup serius yang mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian. Salah satu strategi untuk menghadapi tanah salin adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Telah dilakukan penelitian untuk menilai persentase perkecambahan dan ketahanan sepuluh galur dan varietas tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap cekaman garam. Perlakuan salinitas dilakukan dengan penambahan NaCl 70, 80, 90, dan 100 mM pada media basal. Berdasarkan beberapa kriteria berupa pengamatan secara visual, persentase perkecambahan, rasio berat basah/berat kering dan persentase kematian tunas apikal dapat disimpulkan galur yang toleran garam adalah Wilis, Malabar dan Sindoro, galur sensitif adalah Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang dan Sriyono, sedangkan yang sedang adalah Genjah Jepang, Lokan, dan Tidar.
Screening of Soybean Cultivars Glycine max (L.) Merrill under Sodium Chloride Stress Condition. Salinity is one of the most serious and widespread agricultural problems resulting in losses of yield. Generally, as land is more intensively cultivated, the salinity problem becomes more severe. A high concentration of NaCl greatly reduces growth of both the shoot and the root. One strategy available to cope with saline soil is to choose salt-tolerance crops or to select salt-tolerance cultivars within a crop. Experiments were conducted to asses the performance of ten cultivars soybean (Glycine max [L.] Merrill) to salt stress at germination and seedling stages. Salinity treatments were begun by adding 70, 80, 90, and 100 mM NaCl to the basal nutrient solution. According to germination percentage, fresh weight/dry weight ratios, and the percentage of dead apical buds we suggest that Wilis, Malabar and Sindoro were tolerant lines, Genjah Jepang, Lokan, and Tidar were moderate and the sensitive lines were Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang and Sriyono.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Food diversificatiion is one of the governmental programs to reduce rice demand. Cassava is a good sources of carbohydrate. The Objective of this research was to show the effect of composition of cassava and soybean flour in flake formula. The flake was enriched with soybean (10%,20/%, 30%, and 40%) as source of protein. Hedonic test was test was used to determine the best product. The result indicated that 10 % soybean mixing was the most accepted.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Abstract. This study aimed to analyze and evaluate the extent of relationship between the soybean demand in a region and the number of cooperatives in the area, as well as the extent of relationship between the number of cooperative members (tofu and tempeh producers) and the number of cooperatives in the area. This study uses a quantitative approach based on primary data, later processed using Pearson correlation method. The results of data processing show that there is no significant relationship between the number of cooperatives and the number of producers. Furthermore, there is also no significant relationship between the number of cooperatives and existing soybean demands. This indicates the low role of cooperatives in the national soybean supply chain at the present. Therefore, there are two policy options that can be made. First, a radical policy, i.e. to leave out PRIMKOPTI in soybean supply chain at all. Second, the still mainstream policy, i.e. to still involve PRIMKOPTI, thus in order to make long-term programs in soybean business administration run well, PRIMKOPTI should be institutionally empowered and strengthened to achieve its business resilience.

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi sejauh mana hubungan antara kebutuhan kedelai dalam suatu daerah terhadap jumlah koperasi di daerah tersebut, serta sejauh mana hubungan antara jumlah anggota (pengrajin tahu tempe) terhadap jumlah koperasi di suatu daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data primer yang kemudian diolah menggunakan metode korelasi Pearson. Atas hasil pengolahan data, didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah koperasi dan jumlah pengrajin. Di sisi lain, juga ditemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara jumlah koperasi dengan kebutuhan kedelai yang ada. Hal ini menunjukkan rendahnya peran koperasi dalam rantai suplai kedelai nasional saat ini. Oleh karena itu, ada 2 (dua) pilihan kebijakan yang dapat dilakukan. Pertama, kebijakan yang sifatnya radikal, yaitu tidak melibatkan PRIM KOPTI dalam rantai suplai kedelai. Kedua, kebijakan yang masih mainstream, yaitu agar program jangka panjang dalam tata niaga kedelai dapat berjalan baik dengan tetap melibatkan PRIM KOPTI, maka harus dilakukan pemberdayaan dan penguatan kelembagaan dan mewujudkan resiliensi bisnis PRIM KOPTI.
Bogor: Department of Business Management Econom Bogor Agricultural University, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Egi Gustiani
Abstrak :
Film cepat hancur merupakan bentuk sediaan lapis tipis yang dapat segera hancur dalam mulut tanpa memerlukan air. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi dan mengevaluasi film cepat hancur ekstrak meniran, dengan protein kedelai tersuksinilasi (PKS) sebagai eksipien. Protein kedelai (PK) disuksinilasi dengan anhidrida suksinat sebanyak 100% b/b PK (PKS1) dan 250% b/b PK (PKS2), dalam suasana basa dengan medium berair. Film cepat hancur dibuat dengan metode solvent casting dan dievaluasi. Berdasarkan pengujian dengan FTIR, PKS memiliki intensitas yang lebih tinggi pada bilangan gelombang 1697,41 cm-1 yang menunjukkan gugus karboksilat, dan pada bilangan gelombang 1653,05 cm-1 yang menunjukkan gugus karboksil amida yang terbentuk pada ikatan antara gugus amin dari asam amino lisin dengan gugus karboksil dari suksinat, serta tidak ditemukannya spektrum untuk PKS2 pada 2359,02 cm-1 yang menunjukkan bahwa gugus amin primer pada PKS2 seluruhnya telah digantikan oleh suksinat. PKS1 memiliki derajat suksinilasi 35,741 ± 0,380%, dengan daya larut 0,3437 ± 0,0081 gr/100ml pada pH 6,8. Sementara PKS2 memiliki derajat suksinilasi 100,380 ± 0,380%, dengan daya larut yang lebih tinggi pada pH 6,8 yaitu 0,4390 ± 0,0111 gr/100ml. Evaluasi film cepat hancur menunjukkan bahwa F3 memiliki kriteria yang terbaik sebagai film cepat hancur, dengan waktu hancur in vitro 11,27 ± 1,050 detik. Hasil uji kesukaan menunjukkan 80% responden menyukai penampilan dan rasanya. Rata-rata waktu hancur di rongga mulut responden adalah 10,6 ± 2,513 detik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa protein kedelai tersuksinilsi dapat digunakan sebagai eksipien untuk film cepat hancur. ...... Fast disintegrating film (FDF) is a thin layer dosage form which is rapidly disintegrated without water in oral cavity. The aim of this study was to formulate and evaluate FDF containing Phyllanthus niruri extract, using succinylated soybean protein (SSP) as excipient. Soybean protein (SP) was succinylated using succinic anhydride 100% w/w SP (SSP1) and 250% w/w SP (SSP2), in basic condition of aqueous medium. FDF was formulated using solvent casting method and evaluated. FTIR results of SSP showed higher intensity at 1697.41 cm-1 which attribute to carboxylic group, and 1653.05 cm-1 which attribute to amide carbonyl group which is formed on bound between amine group from lysine, and carboxyl group from succinic, there was also no spectrum found for SSP2 at 2359.02 cm-1 which showed that all of primary amine from lysine has substituted by succinic. SSP1 has 35.741 ± 0.380% as its substitution degree, with 0.3437 ± 0.0081 g/100ml as its solubility at pH 6.8. SSP2 has 100.380 ± 0.380% as its substitution degree, with higher solubility with 0.4390 ± 0.0111 g/100ml as its solubility at pH 6.8. Evaluation of FDF showed that F3 had the best characteristics as FDF, with 11.27 ± 1.050 seconds disintegration time. The hedonic test results showed that 80% responders like FDF's appearance and taste. The average of FDF's disintegration time in responders' oral cavity was 10.6 ± 2.513 seconds. Based on the research results, it can be concluded that succinylated soybean protein can be used as excipient for FDF.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55228
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Ekstrak kacang kedelai diketahui berkhasiat sebagai zat aktif antiaging. Pada penelitian kali ini, ekstrak kacang kedelai pada konsentrasi 2%, 4%, 6%,dan 8% diformulasikan dalam sediaan krim. Adanya penambahan ekstrak kacang kedelai dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada krim diperkirakan dapat mempengaruhi kestabilan fisik krim. Uji kestabilan fisik dilakukan melalui pengamatan pada penyimpanan selama delapan minggu di suhu kamar, suhu tinggi (40oC±2oC), dan suhu rendah (4oC±2oC), cycling test, dan uji mekanik. Parameter kestabilan yaitu organoleptis, pH, diameter globul rata-rata, viskositas, cycling test dan uji mekanik. Keempat formula menunjukkan kestabilan fisik berdasarkan pengamatan organoleptis, pemeriksaan pH, diameter globul rata-rata, konsistensi, viskositas, cycling test, uji mekanik.
Universitas Indonesia, 2009
S32713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Khairunisa
Abstrak :
Usaha ekstensifikasi terus dilakukan pemerinlah untuk peningkatan produksi kedelai national melalui pemanfaatan lahan di daerah pasang surut. Namun masalah salinitas menjadi faktor pemhalas pertumbuhan lanaman. Salah sain sirategi unluk mcngatasi masalah tersebut adalah memilih kultivar Tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar gararn tinggi. Telah dilakukan penelitian di rumah kaca Departemen Biologi FMIPA-U1 pada bulan Descmber 2003 sampai dengan Maret 2004 yang bertujuan untuk mengetahui respon tanaman kedelai [Glvcine max (L.) Merr.] variatas Jayawijaya terhadap beberapa konsetilrasi NaCl yaitu 0. 25. 50, dan 75 inM.Perlakuan NaCl diberikan sejak pengecambahan biji (dengan cara irigasi) sampai niasa pcrtumbuhan tanaman (dengan cara perendaman). Berdasarkan pengamatan kualitatif berupa persentasi perkecambahan, jumlah daun, berat segar tajuk. dan bera kering tajuk dapat disimpulkan bahwa NaCl konsentrasi 50 mM sudah mulai menurunkan kualitas pertumbuhan tanaman kedelai variatas Jayawijaya sehingga kedtlai varietas ini tergolong varietas yang scnsitif terhadap kadar garam di alas 50 mM.
Government keeps trying to increase the production of soybean through extensification program (enlarging the planting area) by using marginal land. However, salinity is being a factor thai influences llie growth and limits the productivity of crop plants. One of strategies to maintain production on saline soils includes the use of plants that are tolerant lo salinity. Experiments were conducted at green house of Department of Biology on December 2003 - March 2004.1 he objective of ihis study was to evaluate the effect of salinity on growth of soybean \Glycine max (L.) Men.) var. Jayawijaya at seedling stage and the later stages. In this study soybean were treated with 0, 25, 50 and 100 mM NaCl. The treatments with NaCl were begun since germination. Hased on qualitative test which are germination percentage, amount of leases, and 1'resh and dry shoot weight it was concluded that on NaCl 50 mM, the quaility of this plant growth start to decrease. Ihis Jayawijaya soybean is categorised as a sensitive to salinity above 511 mM.
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2003
SAIN-8-1-2003-13
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sumartini
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit embun tepung disebabkan oleh cendawan Erysiphae diffusa (Cook and Peck) pada tanaman kedelai dan E. polygoni (DC Sawada) pada kacang hijau. Penyebaran penyakit penting ini menyebabkna kehilangan hasil mencapai 35% pada kedelai dan 26% pada kacang hijau. Di Indonesia, penyakit ini terjadi di sentra produksi kedelai dan kacang hijau. Di luar negri, penyebaran penyakit embun tepung meliputi Asia, Amerika Serikat, dan Brazil. Intensitas penyakit biasanya tinggi pada musim kemara, pada saat suh dingin di pagi hari dan kondisi berembun di sekitar pertanaman. Gejala penyakit embun tepung mudah dikenali dengan ciri seperti tepung di permukaan atas daun. Hal ini dapat mengganggu proses fotosintesis dan transpirasi. selain itu, haustorium Erysiphe menyerap fungsi tanaman sehingga menganggu beberapa fungsi dan proses metabolisme. Penyakit embun tepung perlu dikendalikan untuk menekan kehilangan hasil kedelai dan kacang hijau. Cara pengendalian yang disarankan adalah penyemprotan dengan bahan nabati (ekstrak biji mimba, kompos teh, susu sapi, minyak dari citronella, lemongrass, eucalyptus, cinnamon, dan tanaman teh ) pada kedelai dan penggunaan varietes tahan vima-1 pada kacang hijau.
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2017
630 JPPP 30:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>