Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Putri Utami
"Vaksin konjugat pneumokokus 13-valen berperan penting dalam upaya mengurangi penyakit invasif pneumokokus pada anak terinfeksi HIV. Tujuan studi retrospektif ini untuk mengevaluasi respon imun humoral pada anak terinfeksi HIV pra dan pasca vaksinasi PCV13 di Jakarta, Indonesia. Penelitian ini menggunakan sampel serum bahan biologis tersimpan (BBT) dari 66 anak sebelum, 12 dan 18 bulan setelah vaksinasi. ELISA dan uji bakterisidal serum digunakan untuk mengukur konsentrasi antibodi dan antibodi fungsional pasca vaksinasi, secara berurutan. IgG total 13 serotipe S. pneumoniae 12 bulan pasca vaksinasi PCV13 menunjukkan peningkatan konsentrasi yang signifikan dibandingkan dengan pra vaksinasi (p=0.01). Konsentrasi IgG spesifik serotipe 4, 14 dan 23F pasca vaksin 18 bulan terjadi penurunan siginifikan dibandingkan pra vaksinasi (p<0.05) sedangkan IgG spesifik serotipe 6B terjadi peningkatan konsentrasi antibodi (p=0.03). Tidak terjadi perubahan konsentrasi IgG spesifik serotipe 3 yang efektif setelah vaksinasi. Konsentrasi IgG serotipe 19F tidak ada perbedaan signifikan (p>0.05) setelah vaksinasi. Tidak ada korelasi signifikan antara jumlah sel T CD4 dengan konsentrasi IgG total 13 serotipe S. pneumoniae. Rerata konsentrasi IC50 serum bactericidal assay adalah 275,2 U/mL. Kesimpulannya, satu dosis PCV13 untuk anak terinfeksi HIV mampu menghasilkan tingkat antibodi yang kuat dan fungsional terhadap S. pneumoniae.
......The 13-valent pneumococcal conjugate vaccine plays an important role in efforts to reduce pneumococcal invasive disease in HIV-infected children. The aim of this retrospective study was to evaluate the humoral immune response in HIV-infected children before and after PCV13 vaccination in Jakarta, Indonesia. This study used serum samples of biologically stored material from 66 children before, 12 and 18 months after vaccination. ELISA and serum bactericidal assays were used to measure post-vaccination antibody and functional antibody concentrations, respectively. IgG total of 13 serotypes of S. pneumoniae 12 months after PCV13 vaccination showed a significant increase in concentration compared to pre- vaccination (p=0.01). The concentration of specific IgG serotypes 4, 14 and 23F after the vaccine 18 months decreased significantly compared to pre-vaccination (p<0.05) while the concentration of specific IgG for serotype 6B increased (p=0.03). There was no change in effective serotype 3 specific IgG concentration after vaccination. There was no significant difference (p>0.05) in serotype 19F IgG concentrations after vaccination. There was no significant correlation between the number of CD4 T cells and the total IgG concentration of 13 serotypes of S. pneumoniae. The mean concentration of IC50 serum bactericidal assay was 275.2 U/mL. In conclusion, a single dose of PCV13 for HIV-infected children appears to produce strong and functional antibody levels against S. pneumoniae."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perdana Rezha Kusuma Putra Hermawan
"Latar belakang: Buah manggis merupakan buah yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Beberapa penelitian menunjukan buah ini memiliki efek antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek antibakteri kulit buah ini.
Metode: Penelitian merupakan studi experimental. Besarnya sampel penelitian adalah 4 dengan jumlah perlakuan sebanyak 7 yaitu kontrol positif (Erythromycin), kontrol negatif (akuades), ekstrak kulit buah manggis pengenceran (10x,15x,20x,30x,40x). Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur zona hambat (diameter) pada agar darah yang ditanami bakteri streptococcus pneumonia. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis untuk menentukan perbedaan bermakna antar data uji, kemudian akan dilanjutkan uji Mann-Whitney untuk melihat data yang memiliki perbedaan bermakna.
Hasil: Hasil pengujian hipotesis menunjukan perbedaan bermakna dan uji posthoc terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada perbandingan antibiotik Eritromisin dibandingkan dengan akuades dan ekstrak kulit buah manggis dalam berbagai pengenceran. Namun jika dilihat pada perbandingan antara akuades dengan ekstrak kulit buah manggis dalam pengenceran 10x dan 15x menunjukan adanya perbedaan bermakna (p=0,013 dan 0,014). Uji antara ekstrak dari kulit buah manggis pada pengenceran 20x,30x,40x dan akuades tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05).
Simpulan: Ekstraksi kulit buah manggis pengenceran 10x dan 15x memiliki efek antimikroba dengan zona hambat bakteri sebesar 26 mm dan 16,5 mm.
......Background: Manggosteen is one of flora that have virtue for health. Few research indicate that this fruit have antioxidan effect and also antibacterial effect. This study head for antibacterial effect of extract mangosteen rind on a streptococcus pneumoniae.
Method : This experimental study have 4 sample with 7 treatment group among others are positive control (Erythromycin), negative control (aquades), extraction in various dilutions (10x, 15x, 20x, 30x, 40x). These treatment group zone of inhibition?s in blood agar which had been planted with sterptococcus pneumoniae bacteria will be measured. This data will be analyzed with Kruskal-Wallis & Mann-Whitney test to identify which data have significant differences.
Result: Kruskal-Wallis test show asignificance value (p = 0.000) and Mann-Whitney test has significant difference (p <0.05) in comparison between erythromycin compared with aquades and mangosteen peel extraction at various dilution. Comparison in mann-wthitney test between aquades and mangosteen peel extract at 10x and 15x dilution indicates there is a significant difference (p = 0.013 and 0,014). Between aquades and mangosteen peel extract 20x, 30x, 40x dilution indicates no significant difference (p> 0.05).
Conclution: Extract of mangosteen rind have a inhibition effect on the growth of Streptococcus Pneumoniae bacteria which create a inhibition zone on blood agar for 10x dilution are 26 mm and for 15x dilution are 16,5 mm."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurika Pramanan Diah
"Streptococcus pneumonia>e, bakteri patogen yang banyak menyebabkan infeksi sehingga menjadi penyakit pneumokokal yang memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi. Antibiotik makrolid seperti eritromisin dan azitromisin merupakan pilihan terapi namun menunjukkan adanya peningkatan resistensi. Terdapat dua mekanisme utama timbulnya resistensi terhadap makrolid, yaitu metilasi ribosom yang diperankan oleh gen erm>(B) dan pompa efluks yang diperankan oleh gen mef>(A). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan gen erm>(B) dan mef>(A) pada isolat Streptococcus pneumoniae> yang resisten terhadap eritromisin dan azitromisin.
Sebanyak 60 isolat Streptococcus pneumoniae> diikutsertakan dalam penelitian ini. Uji kepekaan terhadap eritromisin dan azitromisin dilakukan dengan metode difusi cakram. Dari 60 isolat tersebut  didapatkan 33 (55 %) isolat sensitif sedangkan 27 (45 %) isolat resisten terhadap eritromisin dan azitromisin. Selanjutnya keberadaan gen erm>(B) dan mef>(A) dideteksi menggunakan PCR. Di antara 27 isolat Streptococcus pneumoniae> yang resisten terhadap eritromisin dan azitromisin, 7 (25,9 %) isolat memiliki gen erm>(B), 6 (22,2 %) isolat memiliki gen mef>(A), serta 14 (51,9 %) isolat memiliki kedua gen erm>(B) dan mef>(A). Dari 27 isolat tersebut, 11 ( 40,7 %) isolat merupakan serotipe 19 F, dan 9 ( 81,8 % ) isolat di antaranya memiliki kedua gen erm>(B) dan mef>(A). Hasil penelitian menunjukkan proporsi cukup besar baik dari gen erm>(B) atau mef>(A) saja maupun kedua gen secara bersamaan pada isolat Streptococcus pneumoniae> yang resisten terhadap eritromisin dan azitromisin. Sedangkan dari 15 isolat Streptococcus pneumoniae> yang peka terhadap eritromisin dan azitromisin tidak ditemukan gen erm>(B) dan mef>(A).
......Streptococcus pneumoniae>, the leading pathogen of bacterial infection, is responsible for for pneumococcal diseases with severe morbidity and mortality. Macrolides ( e.g erythromycin and azithromycin ) has become drug of choice for pneumococcal diseases, but the prevalence of macrolides-resistant Streptococcus pneumoniae >have been rising in recent years. There are two major mechanisms mediating resistance to macrolides, >ribosomal methylation by >erm>(B) gene, and efflux pump by mef>(A) gene. The aims of this study is to detect erm>(B) and mef>(A) genes in erithromycin and azithromycin-resistant Streptococcus pneumoniae> isolates.
A total of 60 Streptococcus pneumoniae> isolates were analyzed using antimicrobial suscepbility test ( disk diffusion method ) to determine their drug resistance to erythromycin and azithromycin. Among 60 isolates, 33 (55 %) isolates were susceptible, and 27 (45 %) isolates were resistant to erythromycin and azithromycin. The presence of erm>(B) and mef>(A) was determined by PCR. Among of 27 erythromycin and azithromycin Streptococcus pneumonia>-resistant isolates, 7 (25,9 %) isolates carried erm>(B) gene, 6 (22,2 %) isolates carried mef>(A) genes, and 14 (51,9 %) isolates carried both erm>(B) and mef>(A) genes. Of these 27 isolates, 11 ( 40,7 %) isolates belongs to serotype 19 F, with 9 ( 81,8 %) isolates carried both erm>(B) and mef>(A) genes. In conclusion, there was a high proportion of either erm>(B) and mef>(A) genes alone or both of these genes in erythromycin and azithromycin-resistant Streptococcus pneumoniae> isolates. Of 15 erythromycin and azithromycin-susceptible Streptococcus pneumoniae> isolates, no erm>(B) and mef>(A) genes were found."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumewu, Stephany Angelia
"Streptococcus pneumoniaemerupakan bakteri Gram positif yang bersifat patogen pada manusia dan menjadi penyebab Invasive Pneumococcal Diseases (IPD)dengan tingkat kematian yang tinggi. Streptococcus pneumoniae merupakan salah satu flora normal yang terdapat pada saluran pernafasan atas dan nasofaring anak-anak. Kolonisasi merupakan langkah pertama bakteri tersebut melakukan infeksi ke dalam tubuh inang.Kolonisasi lebih dari satu serotipe (multi serotipe/co-colonization) meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan serotipe dan multi kolonisasi bakteri S. pneumoniae dari kultur primer. Sebanyak 150 usapan nasofaring yang diperoleh dari anak-anak diseleksi dengan metode mikrobiologi dan diperoleh sebanyak 67 kultur primer yang diduga mengandung bakteri S. pneumoniae. Sebanyak 67 kultur primer tersebut kemudian diidentifikasi menggunakan pendekatan molekuler, yaitu dengan teknik Polymerase Chain Reaction. Penentuan serotipe dilakukan dengan teknik PCR multipleks. Bakteri S. pneumoniae berhasil diidentifikasi dari 57 kultur primer (38%). Serotipe bakteri S. pneumoniae yang berhasil diidentifikasi pada penelitian ini, yaitu 19F (9), 6A/B (9), 19A (5), 23F (4), 15B/C (3), 7F (3), sg18 (2), 11A (2), 9V (2), 12F (1), 35F (1), 3 (1), 15A (1), 17F (1), 34 (1), 7C (1), dan 11 sampel kultur primer tidak dapat ditentukan serotipenya. Hasil tersebut juga sama dengan serotipe yang dapat ditentukan dari kultur murni. Hanya ditemukan satu dari 67 kultur primer yang mengandung lebih dari satu serotipe bakteri S. pneumoniae. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, penentuan serotipe dapat dilakukan langsung dari kultur primer tanpa menggunakan kultur murni dan metode PCR multipleks kurang sensitif dalam mendeteksi serotipe minor.
......Streptococcus pneumoniae is a Gram-positive bacteria that are pathogenic to humans and cause Invasive Penumococcal Diseases (IPD) with a high mortality rate. Streptococcus pneumoniae is one of the normal flora found on the upper respiratory tract and nasopharynx of children. Bacterial colonization is the first step to carry out infection in the host’s body. Colonization more than one serotype (multi colonization/co-colonization) increases the likelihood of infection. This study aims to determine the serotype and multiple colonization of S. pneumoniae directly from the primary culture. A total of 150 nasopharyngeal swabs were obtained from children and selected by microbiological methods thus obtained 67 suspected primary cultures of S. pneumoniae. Primary cultures from those 67 samples were identified using molecular approaches, namely Polymerase Chain Reaction technique. Serotypes determination was done by using multiplex PCR. Streptococcus pneumoniae were identified from 57 (38%) primary cultures. Serotypes that were identified in this study, namely 19F (9), 6A/B (9), 19A (5), 23F (4), 15B/C (3), 7F (3), sg18 (2), 11A (2), 9V (2), 12F (1), 35F (1), 3 (1), 15A (1), 17F (1), 34 (1), 7C (1), and 11 primary culture samples were non serotypeable. These results are also similar to that were obtained from pure culture, so serotyping with multiplex PCR can be performed directly from primary culture without the use or pure culture. We could only found one of 67 primary cultures that contains more than one serotypes of S. pneumoniae, so we conclude that multiplex PCR method are less sensitive in detecting minor serotypes."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Wildan Rabbani Kurniawan
"Pneumonia adalah penyakit ISPB yang mempunyai angka kematian yang masih cukup tinggi di dunia dan juga Indonesia Dua bakteri penyebab utama penyakit ini adalah Klebsiella pneumoniae serta Streptococcus pneumoniae Antibiotik adalah pengobatan utama untuk kasus akibat kedua bakteri tersebut Penggunaan antibiotik yang dilakukan secara luas dan tidak tepat guna menyebabkan munculnya pola peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik yang biasa diberikan sehingga dibutuhkan golongan antibiotik baru yang masih efektif Senyawa X merupakan sebuah senyawa yang mengandung struktur cincin oksazol dan diduga mempunyai potensi untuk menjadi sebuah senyawa antibiotik baru yang masih efektif melawan berbagai bakteri Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioaktivitas dari Senyawa X terhadap kedua bakteri tersebut serta apakah terdapat hubungan antara penambahan dosis dengan bioaktivitasnya Sebanyak 3 kultur dari masing masing bakteri sebagai ulangan diberikan perlakuan dengan metode disk difussion test Disk kosong ini diisi dengan aquades sebagai baseline alkohol 90 sebagai kontrol negatif serta Senyawa X dengan konsentrasi 2 4 8 16 32 64 dan 128 mg L sebagai perlakuan Indikator bioaktivitas adalah diameter hambatan pertumbuhan dari kedua bakteri Secara deskriptif didapatkan bahwa Senyawa X cenderung mempunyai bioaktivitas terhadap kedua bakteri sedangkan uji hipotesis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan dosis Senyawa X dengan peningkatan bioaktivitasnya pada bakteri Streptococcus pneumoniae p 0 003 Namun pada bakteri Klebsiella pneumoniae tidak ditemukan hubungan yang bermakna p 0 133 Hasil penelitian ini membuktikan Senyawa X memiliki bioaktivitas terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae dan Streptococcus pneumoniae Namun hubungan yang bermakna terhadap peningkatan dosis Senyawa X dan bioktivitasnya hanya terjadi pada bakteri Streptococcus pneumoniae.
......
Pneumonia is one of the Upper Airways Infections which still has increasing mortality rate in Indonesia Two common pathogens causing this disease are Klebsiella pneumoniae and Streptococcus pneumoniae Antibiotics are the main therapy in this case A wide and irrational usage of those antibiotics brings the increasing antibiotics resistant pattern of both pathogens So that a new and effective antibiotic are needed Substance X an ocsazoles containing substance is now assumed being an effective antibiotic among many pathogens Therefore this study aims to understand the bioactivity of Substance X to both pathogens and to understand the relationship between the increasing dosage and their effect on the Substance X bioactivity There were 3 cultures of both pathogens and each of them is given disk diffusion test method to conduct the experiment The blank disk were then filled with aquades baseline alcohol 90 negative control and Substance X with 2 4 8 16 32 64 And 128 mg L concentration tested group The indicator of bioactivity in this study measured in growth inhibition diameter of both pathogens Descriptively the experiment shows Substance X has bioactivity to both pathogens Another hypothesis then tested using Kruskal Wallis shows a significant relationship between the increasing dosage of Substance X and the increasing bioactivity on Streptococcus pneumoniae p 0 003 but not on Klebsiella pneumoniae p 0 133 This study then can be concluded that Substance X has bioactivity to both Klebsiella pneumoniae and Streptococcus pneumoniae But the significant relationship between increasing dosage and bioactivity of Substance X can only be found on Streptococcus pneumoniae."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alsyifaa Dharmawan
"Streptococcus pneumoniae merupakan salah satu bakteri Gram-Positif penyebab penyakit pneumonia. S. pneumoniae hidup di dalam rongga nasofaring manusia. Pada individu yang sehat, S. pneumoniae tidak akan menyebabkan suatu gejala. Namun, pada individu yang rentan seperti orang tua, penderita imunodefisiensi, dan anak-anak, bakteri tersebut dapat menjadi patogen serta dapat menyebar ke lokasi lain dan menyebabkan gejala seperti penyakit Pneumonia.Vaksin sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut sehingga dapat mencegah infeksi bakteri S. pneumoniae penyebab penyakit pneumonia pada individu. Pada penelitian ini digunakan antigen potensial terhadap vaksin pneumonia berupa pneumolysin. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengembangkan model vaksin terbaru pada bakteri S. pneumoniae penyebab pneumonia menggunakan pneumolysin dan pendekatan bioinformatika sehingga pencegahan terhadap pneumonia dapat diatasi secara tepat dan efisien. Pada penelitian ini digunakan beberapa metode seperti uji physicochemical, prediksi epitop, seleksi epitop, serta molecular docking. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa epitop Pep 6 dari sekuens pneumolysin yang berikatan dengan reseptor 5IFH dengan nilai global energy -48.68 kcal/mol merupakan kandidat terbaik untuk vaksin pneumonia karena memiliki nilai global energy yang paling rendah diantara kandidat B Cell epitope lainnya.
......Streptococcus pneumoniae is one of the Gram-positive bacteria that causes pneumonia. S. pneumoniae lives in the human nasopharyngeal cavity. In healthy individuals, S. pneumoniae will not cause any symptoms. However, in susceptible individuals such as the elderly, immunodeficient patients, and children, these bacteria can become pathogenic and can spread to other locations and cause symptoms such as pneumonia. Vaccines are urgently needed to overcome these problems so that they can prevent S. pneumoniae infection which causes pneumonia in individuals. In this study, a potential antigen against pneumonia vaccine in the form of pneumolysin was used. The purpose of this research is to develop a new vaccine model for the bacterium S. pneumoniae that causes pneumonia using pneumolysin and a bioinformatics approach so that pneumonia prevention can be handled appropriately and efficiently. In this study, several methods were used, such as physicochemical test, epitope prediction, epitope selection, and molecular docking. From the experimental results, it was found that the Pep 6 epitope from the pneumolysin sequence that binds to the 5IFH receptor with a global energy value of -48.68 kcal/mol is the best candidate for pneumonia vaccine because it has the lowest global energy value among other B cell epitope candidates."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library