Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Fahmi Asiddiq
Abstrak :
Maraknya perburuan dan perdagangan ilegal bagian tubuh harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) telah mengancam populasi satu-satunya harimau endemik Indonesia. Bagian tubuh diduga harimau sumatra hasil perdagangan ilegal sering kali dalam kondisi tidak utuh dan sudah mengalami pemrosesan sehingga menyulitkan identifikasi barang bukti temuan tersebut. Aplikasi biologi molekuler dengan memanfaatkan DNA unik pada harimau sumatra menjadi penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan markah Forensically Informative Nucleotide Sequencing (FINS) daerah gen COI pada sampel forensik harimau sumatra dan mengetahui asal usulnya. Primer spesifik dirancang dalam penelitian ini untuk mendapatkan urutan yang informatif dalam mengidentifikasi sampel forensik. Sampel yang didapatkan terdiri dari kulit, tulang, bubuk tulang, dan gigi yang berasal dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Batang Gadis, dan hasil temuan tim forensik dari Garut. Sebanyak 57% sampel berhasil di amplifikasi dan tujuh di antaranya berhasil dilanjutkan ke tahap sequencing. Hasilnya primer yang dirancang berhasil mengidentifikasi seluruh sampel sebagai harimau sumatra, tetapi tidak dapat membedakan asal usul masing-masing sampel. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memaksimalkan penggunaan markah FINS hingga pembentukan haplotipe. ......The rampant poaching and illegal trading of Sumatran tiger parts (Panthera tigris sumatrae) has threatened the endemic tiger population that is the only one in Indonesia. Body parts suspected to be the result of illegal trade in Sumatran tigers are often incomplete and have undergone processing, making it difficult to identify the evidence found. The application of molecular biology by utilizing the unique DNA in the Sumatran tiger is important to overcome this problem. This study aims to develop Forensically Informative Nucleotide Sequencing (FINS) markers for the COI gene region in forensic samples of Sumatran tigers and determine their origin. A special primer was designed in this study to obtain an informative sequence in forensic sample identification. The samples obtained consisted of skin, bone, bone powder, and teeth from the Aceh Natural Resources Conservation Agency (BKSDA), Bukit Barisan Selatan National Park, Batang Gadis National Park, and the findings of the forensic team from Garut. around 57% of the total sample was successfully amplified and seven of them were successfully proceed to the sequencing stage. The result was that the designed primer succeeded in identifying all samples as Sumatran tigers, but could not distinguish the origins of each sample. Further studies are needed to maximize the use of FINS markers to haplotype formation.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Swari Maharani
Abstrak :
CITES 1973 merupakan konvensi lingkungan internasional yang bertujuan untuk melindungi tumbuhan dan satwa dari perdagangan internasional yang berlebihan. Konvensi ini menggerakkan upaya global untuk melakukan konservasi terhadap keanekaragaman hayati. Salah satu satwa yang terancam bahaya kepunahan adalah harimau Sumatera. CITES 1973 memasukkannya ke dalam kategori Appendiks 1 yang berarti tidak boleh ada perdagangan komersial terhadap satwa tersebut. Indonesia, sebagai negara habitat harimau Sumatera, telah meratifikasi CITES 1973 dan mengesahkan peraturan-peraturan hukum untuk melindungi tumbuhan dan satwa, termasuk harimau Sumatera. Selain itu, Indonesia juga terlibat kerja sama regional dan global dengan negara-negara habitat harimau lainnya. Namun, populasi harimau Sumatera terus menurun, tidak hanya karena perdagangan, tetapi juga karena kerusakan habitat, perburuan liar, dan konflik dengan manusia. CITES 1973 belum diimplementasikan dengan baik di Indonesia terlihat dari lemahnya penegakan hukum yang menyebabkan populasi harimau Sumatera terus terancam. Penanganan kasus-kasus kriminal terkait harimau Sumatera tidak dilakukan secara tuntas dan sanksi-sanksi yang diberikan tidak memberi efek jera. Perdagangan liar bersifat terbuka dan terorganisir, baik di dalam maupun di luar negeri. Hutan di Pulau Sumatera mengalami degradasi karena banyaknya konversi fungsi hutan untuk kebutuhan komersial. Masyarakat belum dilibatkan dalam perlindungan harimau dan habitatnya; sementara peran NGOs sering terhambat oleh respon yang lambat dari pemerintah. Komitmen Indonesia terhadap CITES 1973 harus diperkuat agar harimau Sumatera tidak lagi terancam kepunahan dan ekosistem di sekitarnya juga turut dilestarikan. ...... CITES 1973 is an international environmental convention aiming to protect flora and fauna from excessive international trade. This convention drives a global effort to conserve biodiversity. One of the animals that are in danger of extinction is Sumatran tigers. CITES 1973 has categorized the species in the Appendix 1, which means there should be no commercial trade against the species. Indonesia, as the habitat for Sumatran tigers, has ratified CITES 1973 and passed the legal regulations to protect plants and animals, including Sumatran tigers. In addition, Indonesia is involved in regional and global cooperation with the other tiger range countries. Nevertheless, the population of Sumatran tiger continues to decline, not only because of trade, but also due to habitat destruction, illegal poaching, and conflict with humans. CITES 1973 has not been implemented properly in Indonesia as seen from the lack of law enforcement causing the population of Sumatran tigers continues to be threatened. Criminal cases towards Sumatran tigers have not been solved completely and sanctions given have less deterrent effect. Illegal trade has become increasingly open and organized, both domestically and globally. Forests in Sumatra have degraded because of the conversion of forest lands to fulfill commercial needs. Local communities have not been involved in the protection of tigers and their habitat; while the role of NGOs is often hampered by the slow response from the government. Indonesia's commitment to CITES in 1973 should be strengthened so that Sumatran tigers are no longer in danger of extinction and the ecosystem around them is also conserved.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trizki Suci Pitaloka
Abstrak :
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Namun Indonesia juga merupakan salah satu negara yang mempunyai laju kepunahan satwa yang cukup tinggi. Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan pelestarian dan perlindungan Harimau Sumatera yang sudah dalam kondisi kritis menurut IUCN. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipologi bersifat deskriptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah tingginya tingkat perburuan dan perdagangan Sumatera sebagai satwa yang dilindungi. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat dan penegak hukum akan pentingnya perlindungan terhadap satwa dan lemahnya penegakan hukum. ......Indonesia is known as one of many countries which has the biggest biodiversity in the world, but also have quite high species extinction rate. This thesis discusses the implementation of conservation and protection of Sumatran Tiger which included in Critically Endangered according to IUCN. In conducting this thesis, the writer uses juridicial-normative library research methods and descriptive typology. The problem of this thesis is high level of poaching and trade of Sumatran Tiger as a protected animal. And conclusion of this thesis is a lack of public awareness and law enforcement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library