Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
De Chiara, Joseph, 1929-
Jakarta: Erlangga , 1990
721 DEC s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
De Chiara, Joseph, 1929-
Jakarta: Erlangga, 1997
R 720.28 CHI st
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrul Helen
"Penelitian ini menginvestigasi inkonsistensi implementasi prinsip-prinsip Islam pada produk properti perumahan tapak bertajuk syari rsquo;ah yang ditawarkan oleh pengembang di Bekasi. Penelitian ini berusaha untuk menjawab dua pertanyaan yaitu: 1 apakah produk perumahan syari rsquo;ah terutama perumahan tapak di Bekasi telah memenuhi prinsip-prinsip Islam dengan maksimal, seperti pada transaksi keuangan? dan 2 jika belum, apa penyebab produk perumahan syari rsquo;ah belum bisa memenuhi prinsip-prinsip Islam? Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan strategi eksplanatoris sekuensial.
Penelitian ini menemukan bahwa: 1 produk perumahan syari rsquo;ah di Bekasi belum bisa memenuhi prinsip-prinsip Islam dengan maksimal seperti pada transaksi keuangan; 2 pengembang mengetahui prinsip-prinsip Islam pada properti perumahan namun tetap membangun unit rumah yang tidak sesuai dengan prinsip Islam, dan; 3 pengembang khawatir margin keuntungan menurun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di satu sisi pengembang ingin menjangkau masyarakat menengah ke bawah namun di sisi lain biaya pengembangan perumahan dengan prinsip-prinsip Islam cukup tinggi.
......This research investigates inconsistencies in the implementation of Islamic principles on housing product with sharia titled offered by developers in Bekasi, especially on landed house type. This study attempts to answer two questions 1 Does the shariah housing product especially landed houses type in Bekasi have fulfilled the Islamic principles maximally, as in financial transactions And 2 if not, what is the cause of shariah housing products can not fulfill the Islamic principles. This research uses mixed method with sequential explanatory strategy.
This study found that 1 Shariah housing products in Bekasi have not been able to fulfill Islamic principles maximally as in financial transactions 2 the developer knows the principles of Islam on housing but still builds product which are inconsistent with Islamic principles, and 3 developers are concerned that profit margins are declining. This study concludes that, one side the developer wants to reach the middle to lower society but on the other hand the development cost of the housing with Islamic principles is quite high. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Yusron
"Dari perairan Tapak Tuan , Aceh Selatan telah berhasil dikumpulkan sekitar 21 jenis fauna ekhinodermata yang mewakili 5 jenis Holothuroidea, 5 jenis Asteroidea, 4 jenis Echinoidea dan 7 jenis Ophiuroidea. Kelompok bintang mengular atau Ophiuroidea merupakan kelompok yang paling menonjol untuk daerah lamun. Berdasarkan hasil transek yang dilakukan di ketiga lokasi yang diamati ternyata kelompok bintang mengular (Ophiuroidea) menempati tingkat kekayaan jenis relatif tinggi. Secara umum baik dalam jumlah jenis ataupun jumlah individu, fauna ekhinodermata di perairan Tapak Tuan, Aceh Selatan lebih miskin bila dibandingkan dengan di Perairan Sekotong, Lombok Barat. Komposisi jenis, struktur komunitas, zonasi dan sebaran lokal akan didiskusikan dalam tulisan ini.

Notes On The Echinoderm Fauna Of The Tapak Tuan Bay Waters, Aceh Selatan The Nangroe Aceh Darussalam. A total of 21 species of echinoderms, belonging to of 5 species Holothuroidea, 5 species of Asteroidea, 4 species Echinoidea and 7 species Ophiuroidea have been found in the Tapak Tuan of Aceh Selatan. The Ophiuroidea were relatively dominant in the sea grass zone. On the basis of population density, Ophiuroidea was the dominant group and relatively highest in the individual density. In general, the number of species of echinoderm fauna is smaller than that in the Sekotong Lombok Barat bay waters. The species composition, community structure, zonation, and spatial distribution of echinoderm fauna are discussed in this paper."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jiway Francis Tung
"Tesis ini adalah sebuah studi kasus advokasi lingkungan, yang menyoroti ketertibatan LSM lokal maupun nasional dalam usahanya untuk membela, petani sawah dan tambak di Dukuh Tapak, Semarang Barat, Jawa Tengah, dari dampak negatif dari proses industrialisasi. Limbah industri yang mentah, dibuang ke kali Tapak, dari sebuah pabrik baru dibangun dengan modal Jepang dan merembet ke sawah melalui saluran irigasi, ke tambak tambak, serta sumur warga Tapak. Korupsi birokrasi pemerintah yang kerapkali ditemukan, sikap acuh tak acuh dari para industriawan, serta intimidasi dan tekanan yang dilakukan oleh polisi maupun aparat militer, bukan merupakan suatu temuan yang mengejutkan, melainkan dapat diduga sebagai gejala dan proses pembangunan yang sudah berjalan di Indonesia sejak awal 1970an. Temuan yang mengejutkan adalah cara LSM nasional menjalankan agenda mereka, terkadang di atas kebewatan warga Tapak, yang pada akhirnya justru merugikan warga Tapak.
Kasus Tapak metibatkan suatu koalisi longgar dari LSM nasional maupun lokal. Pada awalnya, LSM lokal dan warga Tapak menempuh pelbagai cara, termasuk meminta bantuan dari birokrasi pemerintah yang sama sekali tidak mengindahkan nasib mereka, dan berusaha membuat perusahaan pabrik mengendalikan dan mengolah limbahnya. Setelah usaha-usaha tersebut tidak berhasil, mereka berusaha mengendalikan limbahnya sendiri dengan penanaman encek gondok serta pohon bakau untuk meringankan efek pencemaran serta erosi, dan juga membelokkan saluran kali Tapak supaya tidak melewati sawah dan tambak tambak mereka. Usaha-usaha tersebut tidak berhasil dan pemerintah mengizinkan pabrik baru dibangun serta memasukkan Tapak dalam kawasan industri di mana industri diperbotehkan mencemari lingkungan. Seiring dengan situasi warga Tapak yang semakin hari semakin buruk, taktik yang mereka tempuh mencerminkan keputusasaan mereka. Bekerjasama dengan Walhi, LSM lingkungan di Indonesia yang ternama, mereka mencegat Menteri Perindustrian ketika dia memberi ceramah di Universitas Kristen Satyawancana di Salatiga, Jawa Tengah, untuk menuntut pertanggungjawaban serta tindakan korektif urrtuk mengatasi masalah pencemaran.
Setetah aksi tersebut, para demonstran Tapak melarikan diri untuk menghindari kejaran aparat Pada waktu yang sama, warga Tapak memutuskan untuk minta bantuan dari YLBHI, serta LBH Semarang untuk menggugat perusahaan yang bertanggungjawab atas pencemaran di Tapak. Pada waktu itu, aparat berusaha mengakhiri kasus Tapak dengan tindakan represif dan intimidasi. Pertemuan warga dirazia, tokoh warga diancam, dan mata-mata digunakan untuk menciptakan suasana mencekam serta tidak menentu.
Keterlibatan dua LSM ternama yang berorientasi advokasi membawa akibat-akibat yang tidak sengaja. Sampai titik ini, LSM lokal di Semarang bekerjasama secara akrab dengan warga Tapak untuk memutuskan jalan baiknya. LSM lokal menganggap perannya sebagai pendamping warga serta untuk membantu melaksanakan keputusan yang diambil warga Tapak, Walhi serta YLBHI, dengan jaringan nasional dan internasional yang luas, mempunyai sumber daya serta opsi yang beranekaragam. Mereka cenderung membuat agenda sendiri, yang meninggalkan LSM serta warga Tapak untuk melaksanakan keputusan yang sudah diambil dalam rapat LSM atau sebagai penonton dalam sebuah drama yang lebih besar antara pemerintah dan LSM nasional tersebut.
LSM-LSM nasional menyelenggarakan boikot konsumer yang pertama di Indonesia yang ditujukan pads perusahaan yang mencemari kali Tapak. Boikot tersebut bersama dengan keterlibatan Mental KLH Emil Salim, memaksa perusahaan pencemar untuk menyetujui mediasi. Persetujuan yang dihasilkan mewajibkan pengusaha membayar ganti rugi dan merehabilitasi lingkungan kali Tapak. Persetujuan tersebut dianggap sebagai kasus pertama di mana mediasi lingkungan diselenggarakan dengan berhasil. LSM-LSM nasional menerbit buku dan memberi ceramah di mancanegara mengenai keberhasilan kasus tersebut. LSM baru bernama, ICEL, the Indonesian Center for Environmental Law, didirikan oleh salah satu staf dari YLBHI yang paling menjagokan mediasi sebagai solusi tepat bagi kasus Tapak. ICEL didirikan dengan bantuan dari USAID untuk mengembangkan mediasai serta solusi lain berdasarkan jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa lingkungan.
Persetujuan yang dihasilkan proses mediasi, tidak pemah dilaksanakan dan usaha untuk pengawasan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Warga Tapak menerttma ganti rugi akan tetapi jumlahnya tidak memadai untuk menggantikan 14 tahun pencemaran yang dideritakan mereka. Pemulihan kali Tapak tidak pernah terjadi dan pencemaran mulai lagi, dengan matinya ikan, udang serta rusaknya sawah-sawah. Warga Tapak ingin melanjutkan guggatannya terhadap perusahaan pencemar lagi, akan tetapi YLBHI melarang LBHS untuk melanjutkan kasusnya lagi. Larangan tersebut terjadi ketika YLBHI tengah bernegosiasi dengan pemerintah di daerah lain mengenai kasus lain dengan menggunakan metode mediasi lingkungan juga. Menurut YLBHI, warga Tapak terikat oleh persetujuan mediasi untuk tidak menggugat lagi.
Tanpa kemungkinan untuk melanjutkan kasusnya, terlupakan oleh LSM nasional dan masih diintimidasi oleh aparat, warga Tapak tidak ada pilihan lain kecuali menjual sawahnya dan tambaknya pada pemda setempat dengan harga murah, yang dijual kembali pada industriawan untuk membangun pabnk pabrik baru.
Di suatu negara di mana selama Orde Baru, penegakan hukum tidak ada dan keputusan pengadilan dibuat berdasarkan jumlah suap atau kedekatan koneksi pada istana, tidak masuk akal bahwa LSM nasional bisa bersikap baik dan percaya bahwa mediasi lingkungan tanpa sanksi yang jelas dapat menyelesaikan kasus Tapak dengan baik kecuali dengan mempertimbangkan faktor kepentingan sendiri. Mengapa warga Tapak dikorbankan demi kepentingan kasus mediasi lingkungan yang lain, jika kasus Tapak menunjukkan kelemahan serius bahkan fatal dan model mediasi? Mengapa akiivis LSM berusaha mempromosikan model penyelesaian sengketa yang tidak praktis dan tidak pintas pada donor intemasional? Jawabannya secara pasti melebihi jangkauan penelitian ini, akan tetapi, saya berpendapat bahwa jawabannya terletak pada hubungan antara organisasi internasional Berta donor dengan LSM di dunia ketiga. Hubungan tersebut melibatkan lebih dari penyaluran dana dan ide melainkan penyaluran ideologi yang terjadi dalam konteks strukturalisasi ketergantungan dana di mana legitimasi diukur oleh donor daripada masyarakat akar rumput yang merupakan basis dukungan LSM yang sebenamya.

This thesis a case study of environmental advocacy, examining the involvement of local and national NGOs in defending rice and shrimp farmers in Tapak village, West Semarang, Central Java, from the effects of industrialization. Raw industrial waste, dumped into the Tapak river by a newly built Japanese owned factory, quickly found its way into rice-fields-through irrigation ditches, as well as into ponds for raising shrimp and village wells. The pervasive corruption of government bureaucrats, callous indifference of industrialists, and intimidation and coercion by police and military, that I have found in this case study were neither unusual nor unexpected, but rather symptomatic of the process of development which has been occurring in Indonesia since the early 1970s. What was unexpected was the way national NGOs involved in the case pursued their own agenda, even over the objection of the villagers involved and ultimately totheir detriment.
The Tapak case involved a loose coalition of local and national NGOs. In the beginning, local NGOs and villagers pursued a variety of tactics including working their way up a totally unresponsive bureaucracy and trying to make factory management control and treat their waste. When these efforts proved fruitless, they switched to physical efforts to control the waste themselves including the planting of encek gondok plants and mangrove trees to try and alleviate the effects of the pollution and erosion, and also diverted the main channel of the river to bypass rice fields and fishponds. These efforts also were not successful as the government continued to allow new factories to be built and also zoned Tapak village into an area designated as an "industrial area" where factories would be allowed to pollute the environment.
As the Tapak villagers' situation grew more desperate, so did the tactics they employed. Working together with Waihi, Indonesia's most prominent environmental NGO, they interrupted the Minister of Industry during a lecture he was giving at a university in Salatiga, Central Java, to demand government accountability and corrective action, afterwards fleeing the inevitable pursuit by police and military. At the same time, the Tapak villagers decided to enlist YLBH1, Indonesia's national legal aid institute and its local office, LBHS to sue the polluting companies. At this point, the military raised the level of intimidation and coercion to try to end the case. Village meetings were raided, local leaders were threatened and village spies and informants were used to create an atmosphere of fear and mistrust.
The involvement of two of Indonesia's most prominent advocacy oriented NGOs, YLBHI and WALHI, brought unintended consequences. Up to this point, local Semarang based NGOs worked very closely with the Tapak villagers to decide what course of action totake. The local NGOs saw their role as one of support and to help facilitate any decision the villagers made. Waihi and YLBHI, with a wide network of national and international contacts, had a much wider range of resources and possible solutions. They tended to formulate the agenda themselves, leaving local NGOs and villagers to implement what had been decided in NGO meetings or as mere bystanders in a larger drama between the government and the national NGOs.
The national NGOs organized Indonesia's first domestic consumer boycott aimed at products produced by factories polluting the Tapak river, which by this time numbered fourteen. This boycott combined with the subsequent involvement of the Minister of the Environment, Emil Salim, forced polluting companies into mediation. The resulting agreement specified monetary compensation and restoration of the Tapak river. It was hailed as a landmark agreement, the first case of environmental mediation_ The national NGOs published books and gave lectures abroad about this case as an example of successful environmental mediation. A new NGO, ICEL, the Indonesian Center for Environmental Law, was founded by a key staff member with YLBHI who had been the foremost proponent of mediation in the Tapak case. 1CEL was founded with substantial aid from USAID to promote mediation and other legal based solutions to environmental problems.
The agreement which came out of the mediation process was never implemented and attempts at enforcement were superficial at best. Villagers did get monetary remuneration but it was inadequate to compensate for the 14 years of pollution they had suffered. Restoration of the Tapak river never happened, and pollution soon started again, killing fish and shrimp and poisoning rice fields. Villagers wanted to resume the lawsuit againstthe polluting companies, but YLBHI, the national legal aid office, ordered their local office not to assist the villagers_ This order occurred in the context of YLBHI negotiating with the government on another case involving environmental mediation. YLBHI maintained that legally, the villagers were constrained by the mediation agreement not to try to sue the companies involved again.
Not having legal recourse, abandoned by national NGOs, and still subject to harassment and intimidation by the mifrtary, the Tapak villagers had no choice but to one by one, sell their rice fields and fishponds to the local government at low prices which in turn sold the land to industrialists to build more factories.
In a country where during the New Order, the rule of law was nonexistent and court cases were decided by the size of the bn'bes or strength of connections to the presidential palace, it is inexplicable that national NGOs could be so naive to believe that environmental mediation without specified sanctions could possibly bring a successful resolution to the Tapak case unless sett-interest is factored in. Why would the Tapak villagers be sacrificed in the interest of another ongoing case of environmental mediation if their experience had shown serious if not fatal flaws in the mediation model? Why would NGO activists try and promote an impractical and inappropriate model of conflict resolution to international donors?
The definitive answer to these questions is beyond the scope of my research but t suspect it lies in the relationship between international organizations and donors with NGOs in Third World countries. This relationship involves more than just the transfer of money and ideas but rather a transfer of ideology which occurs in the structuralizing context of monetary dependency where legitimization is measured by donors rather than the grassroots which comprise NGOs true constituency."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T9260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Diah Herawati
"Jakarta dialiri oleh tiga belas sungai yang bermuara di Laut Jawa. Perpaduan antara kondisi geografis, banyaknya sungai, rusaknya lingkungan hidup, tekanan jumlah penduduk, menyebabkan Jakarta semakin rentan terhadap banjir. Permasalahan kepadatan penduduk, menyebabkan munculnya pemukiman ilegal, dan kumuh di wilayah bantaran sungai. Dengan kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini, frekuensi banjir semakin meningkat dengan volume dan daya rusak banjir yang juga semakin meningkat. Semakin banyaknya rumah ilegal di bantaran sungai, akan mempersempit dan menurunkan kemampuan sungai untuk menampung air. Penduduk yang tinggal di bantaran sungai juga sangat rentan terhadap bahaya banjir. Normalisasi sungai Ciliwung dilakukan untuk memperlebar dan memperdalam sungai. Namun normalisasi Sungai Ciliwung belum disertai dengan penataan bantaran sungai untuk mengoptimalkan fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial dari sungai dan bantaran sungai. Selain normalisasi sungai, untuk meningkatkan kualitas lingkungan, menyelamatkan penduduk dari bencana banjir, dan memperbaiki kondisi sungai, diperlukan juga perencanaan dan penataan lansekap di wilayah tersebut. Kehadiran lansekap/taman di bantaran Sungai Ciliwung ditujukan untuk mengusung berbagai fungsi yang meliputi fungsi ekologis-estetika, dan fungsisosial-ekonomi. Perencanaan lansekap di wilayah bantaran Sungai Ciliwung dibutuhkan agar berbagai fungsi-fungsi tersebut dapat dicapai secara optimal dan berlanjut.
......Jakarta has thirteen rivers that ends into the Java Sea.The combination of geographical conditions, a number of rivers, destruction of the environment, population pressure, make Jakarta increasingly vulnerable to flooding. Problems of overcrowding, led to the emergence of illegal settlements and slums in the riverbanks. With climate change conditions that occur at this time, the frequency of flooding is accumulated with the volume and the destructive force of floods is also accumulated. Accumulated number of illegal settlements in the riverbank, will narrow and reduce the ability of rivers to hold water. Residents who live along the river are also extremely vulnerable to flooding. Ciliwung river normalization done to widen and deepen the rivers. However, normalization of Ciliwung River has not been accompanied by the arrangement of river banks to optimize the function of ecological, economic, and social aspects of rivers and flood plains. Planning and arrangement of the landscape in that area are required to normalize the river, to improve the quality of the environment, to save the the residents from floods, and to improve the condition of the river. The presence of landscape/garden on the Ciliwung riverbank intended to carry a variety of functions that include ecological-aesthetic, and socio-economic functions. Landscape planning in the Ciliwung riverbank needed for various functions can be achieved optimally and continuously."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30191
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Lestari Juwita
"Tapak liman (Elephantopus scaber L.) dan sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan tanaman yang secara empiris digunakan untuk penyakit hati. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian kombinasi infusa akar tapak liman dan daun sambiloto. Tiga puluh enam tikus dibagi kedalam 6 kelompok secara acak. Kelompok I (kontrol normal), kelompok II (kontrol induksi), kelompok III (tapak liman 400 mg/200 g bb), kelompok IV (sambiloto 100 mg/200g bb), kelompok V (kombinasi tapak liman 400 mg dan sambiloto 50 mg), dan kelompok VI (kombinasi tapak liman 200 mg dan sambiloto 100 mg). Bahan uji diberikan peroral selama 8 hari dan 2 jam setelah pemberian terakhir karbon tetraklorida diberikan melalui rute yang sama. Pada hari ke-9 dilakukan pengambilan darah dan hati. Pengukuran aktivitas ALT dan ALP plasma menggunakan ALT dan ALP kit dan ditunjukan dengan perbedaan serapan. Analisa histologi didasarkan pada diameter vena sentralis dan persen kerusakan lobulus hati. Hasil menunjukan kelompok V dan VI berbeda bermakna dengan kelompok induksi untuk aktivitas ALT, ALP plasma serta hasil pengamatan histologi hati. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa kombinasi infusa tapak liman dan sambiloto memiliki efek hepatoprotektif. Dosis kombinasi dengan hasil yang paling mendekati kontrol normal adalah kombinasi akar tapak liman 400 mg/200 g bb dan sambiloto 50 mg/200 g bb.

Tapak liman (Elephantopus scaber L.) and sambiloto (Andrographis paniculata Nees) were the plants empirically used in the treatment of liver disease. The aims of the study was to determine the hepatoprotective effect of infusa of tapak liman roots and sambiloto leaves combination. Thirty six male Sprague-Dawley rats were randomly divided into 6 groups. Group I (normal control), group II (induction control), group III (400mg/200g tapak liman), IV (100mg/200g sambiloto), V (400mg tapak liman and 50mg sambiloto), and VI (200mg tapak liman and 100mg sambiloto). The infusa were administered for 8 days and carbon tetrachloride was given 2 hours after the last administration. Collection of the blood and liver resection were carried out on 9th day. ALT and ALP plasma activities were analyzed using kit reagen and showed by absorbances differences. Diameter of liver central vein and liver lobules damage percentages were histological analysis parameter. There were significant differences between group V and VI with induction control for ALT, ALP activities supported by the results of liver histological examination. It can be concluded that the combination of tapak liman and sambiloto infusa had hepatoprotective effect and combination of 400mg tapak liman and 50mg sambiloto results were almost equivalent to normal control."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S44
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrin Kusuma Wardani
"Pelaksanaan pekerjaan pembangunan perumahan  RST membutuhkan tingkat keawasan yang tinggi. Mutu produk adalah salah satu yang menjadi pertimbangan para konsumen dalam membeli perumahan. Kurangnya pengetahuan dan alat untuk mengawasi mutu pelaksanaan pada Perusahaan X berakibat pada masih seringnya ditemukan pekerjaan cacat konstruksi pasca konstruksi yang menjadi keluhan setiap konsumen perumahan RST Perusahaan X. Sehingga  proses manajemen mutu yang ada perlu dikembangkan agar dapat mengeliminir cacat yang terjadi pada konstruksi bangunan sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu produk di masa yang akan datang. Pada penelitian ini proses manajemen mutu dikembangkan berbasis PMBOK 6th  edition.
......Construction process of urban housing for affordable housing requires special supervision.  Therefore quality result is main part of consideration while customers selecting the product. Like of knowledge and tools and supervising quality of construction at selected company as main object of this caused a several findings about defect of post construction products. Thus, quality management process is properly needed to be developed in order to eliminate such defects and regain quality of product back to standard further. Regaining to object and its issues, this waiting developed quality management process based on PMBOK 6th edition as main guidance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susianni, Author
"ABSTRAK
Tapak liman (Elephantopus scaber Linn.) merupakan terna menahun yang
sangat mudah tumbuh dan telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai obat
tradisional yang memiliki banyak kegunaan. Bagian tumbuhan yang dapat digunakan
adalah herba, daun dan akar dalam bentuk sediaan rebusan tumbuhan tersebut.
Pada penelitian ini, ingin diketahui pengaruh sari air akar tapak liman terhadap
fungsi ginjal melalui pengukuran kadar urea dan kreatinin dalam plasma tikus sebagai
bagian dari uji toksisitas sub kronis.
Penelitian dilakukan menggunakan 32 ekor tik:Us jantan galur Sprague-Dawley
yang dibagi secara acak ke dalam empat kelompok. Kelompok I,II,III masing-masing
diberi do sis sari air akar tapak liman 50 mg, 100 mg, dan 200 mg per 200 g berat
badan tikus, sedangkan kelompok IV adalah kelompok kontrol. Sari air diberikan
sekali sehari secara oral selama 90 hari erus menerus, kemudian plasma tikus diambil
untuk diperiksa kadar urea dan kreatinrnnya secara spektrofotometri. ~
Dari percobaan didapatkan kadar urea rata-rata (mg/100ml)adalah: kelompok I:
7,43 ± 1,77; kelompok IT: 6,61 ± 2,42; kelompok ITI: 6,42 ± 1,49; kelompok IV:
8,86 ± 2,20; dan kadar kreatinin rata-rata (mg/100 ml) sebagai berikut: kelompok 1:
0,45 ± 0, 12; kelompok II: 0,41 ± 0,06; kelompok III: 0,45 ± 0,06; kelompok IV:
0,46 ± 0, 11. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
bermakna dari kadar urea dan kreatinin pada empat kelompok tersebut, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sari air akar tapak liman tidak mempengaruhi kadar urea
dan kreatinin dalam plasma tikus yang berarti aman untuk fungsi ginjal."
2000
S31213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hubaib Shiddiqi
"Manusia memiliki kebutuhan primer yang harus dipenuhi, kebutuhan primer itu salah satunya adalah kebutuhan akan papan (tempat bertinggal). Untuk menyiasati masalah kebutuhan akan tempat bertinggal (masalah ketersediaan lahan dan harga), dicarilah suatu solusi yang bertujuan untuk menjawab masalah-masalah tersebut. Kota Depok yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta dinilai feasible sebagai tempat untuk membangun hunian-hunian baru yang dapat menjawab masalah akan ketersediaan lahan dan masalah akan harga. Untuk membangun perumahan, tentunya pihak developer tidak akan membangun tanpa perencanaan yang matang. Untuk itu, penulisan ini dilakukan untuk mengetahui apa saja faktor yang memengaruhi developer dalam membangun perumahan landed housing di Kota Depok. Melihat pertumbuhan perumahan yang cukup masif, penulisan mengenai faktor yang memengaruhi developer dalam membangun perumahan di Kota Depok menarik untuk diketahui supaya pengembang dapat memahami kondisi pasar terhadap suplai. Metode penulisan yang dilakukan adalah dengan cara studi teori pada literatur. Berdasarkan hasil penulisan, didapatkan kesimpulan faktor-faktor yang memengaruhi pengembang dalam membangun perumahan landed housing di Kota Depok adalah; harga pasar, pendapatan masyarakat, segmentasi pasar, jumlah penduduk, dan peraturan terkait. Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi developer yang bergerak di dalam bidang properti, khususnya developer perumahan landed housing di Kota Depok.
......Humans have primary needs that must be met, one of them is the need for shelter (dwelling). To get around the issues of dwelling needs (issues of land availability and prices), a solution was sought that aims to answer and solve these issues. Depok city, which borders with the capital city of Indonesia (Jakarta), is considered feasible as a place to build new dwellings that can answer the issue of land availability and the issue of the price of dwelling. In order to build landed housing, the developer must start from the proper planning. This thesis was conducted to look for any factors that influence developers in building landed housing in Depok city. Based on the massive growth of housing, it is interesting to finding on the factors that influence developers in building landed housing in the Depok city. Thus, developers can understand market conditions (supply and demand). The method used in this thesis is reviewing theoretical studies from literatures. Based on the results of the writing, it is concluded that the factors that influence developers in building landed housing in Depok city are; market prices, community incomes, market segmentation, population numbers, and related regulations. The results of this thesis are expected to be useful for developers, especially for landed housing developers in Depok city."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>