Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kimberly Chrestella
"ABSTRACT
Sebagian besar peraturan perundang-undangan di Indonesia, subjek yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya dalam tindak pidana korporasi yang dilakukan oleh perseroan terbatas adalah korporasi itu sendiri dan/atau pengurusnya. Praktiknya, masih terdapat kasus dimana para pemegang saham merupakan pemberi perintah atau dalang dibalik tindakan direksi selaku pengurus suatu perseroan terbatas. Tulisan ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai perluasan subjek yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya dalam tindak pidana korporasi dan menganalisis implementasinya dalam kasus. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yang bersifat yuridis normative yang dilakukan lewat studi kepustakaan. Pengaturan mengenai perluasan subjek yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya dalam tindak pidana korporasi yang dilakukan perseroan terbatas sudah diatur dalam Pasal 50 RKUHP, Pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 43 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara dalam Perpajakan dan juga Pasal 23(3) PERMA Tidak Pidana Korporasi. Dalam kasus yang dianalisis dalam tulisan ini, impelemntasi dari peraturan yang sudah memberikan instrument perluasan subjek yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya tidak diterapkan. Majelis hakim hendaknya dalam kasus-kasus berikutnya memperhatikan dan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku dengan tegas.

ABSTRACT
In Indonesia most regulations regulate subjects that can be held accountable for corporate crimes committed by a limited liability company are the corporation itself and/or its director. In practice, there are cases where the shareholders are the ones who gives orders and actually mastermind the directors' actions. This thesis is intended to find out how various regulations in Indonesia regulate the expansion of subjects that can be held accountable in corporate crimes and analyze the implementation in real life cases. The research method used in this paper is a normative juridical research method carried out through library studies. Regulations regarding the expansion of subjects that can be held accountable for corporate crimes committed by limited liability companies can be found in Article 50 RKUHP, Article 116 Environmental Protection and Management Law, Article 43 of the General Provisions and Procedures for Taxation and Article 23 (3) of Supreme Court Rules of Corporate Crime. In the cases analyzed in this thesis, the implementation of regulations that have provided an instrument for expanding the subjects that can be held accountable for corporate crimes is not applied. The panel of judges should, in the following cases, pay attention and apply the applicable legal provisions firmly.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Remy Sjahdeini
"On corporate crimes in Indonesia."
Jakarta: Kencana, 2017
345.02 SUT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Trysa Agustia Arifin
"ABSTRAK
Penyertaan Pada Pertanggungjawaban Pidana Grup Korporasi Berdasarkan Pasal 6 Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi Studi Putusan No. 2239 K/Pid.Sus/2012 a.n. Terdakwa Suwir Laut Trysa Agustia Arifin, Surastini FitriasihIlmu Hukum, Fakultas Hukumtrysaagustiaarifin@gmail.com AbstrakSeiring dengan perkembangan jaman dan pertumbuhan ekonomi, ada kalanya suatu tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu korporasi yang tergabung dalam kesatuan grup perusahaan. Hal inilah yang memicu dibuatnya Pasal 6 Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi yang mengatur tentang pertanggungjawaban grup korporasi. Skripsi ini mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang konsep penyertaan dalam pertanggungjawaban pidana grup korporasi serta penerapannya dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/Pid.Sus/2012 yang melibatkan Perusahaan Grup Asian Agri. Skripsi ini menjelaskan teori-teori pertanggungjawaban korporasi, grup korporasi, dan penyertaan dalam hukum pidana. Berdasarkan teori-teori dasar tersebut, skripsi ini kritis menganalisis konstruksi penyertaan jika diterapkan dalam tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu korporasi yang tergabung dalam kesatuan grup atau hubungan lainnya. Dan diketahui bahwa pertama harus dibuktikan bahwa korporasi melalui agennya telah melakukan tindak pidana yang pemidanaannya dapat dibebankan kepada korporasi. Selanjutnya, ditentukan apa peran masing-masing perusahaan dalam kaitannya dengan ruang lingkup penyertaan. Diterapkan dalam analisis Putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/Pid.Sus/2012, diketahui bahwa agar penegakkan hukum dalam bidang pertanggungjawaban grup korporasi dapat berlangsung secara efektif, tidak cukup hanya dengan ketentuan hukum formil sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Pema No. 13 Tahun 2016. Tetapi juga harus ada ketentuan undang-undang yang mengakomodir ketentuan hukum materiil mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi atas tindak pidana tertentu. Skripsi ini menyarankan dua saran utama, yaitu pertama pembuat Undang-Undang harus secara selaras mengatur ketentuan tentang pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana tertentu yang dapat dilakukan oleh korporasi. Kedua, penegak hukum harus lebih berani dalam mendakwakan lebih dari satu korporasi dalam satu dakwaan apabila memang dapat dibuktikan adanya penyertaan pada tindak pidana grup korporasi.

ABSTRACT
Complicity in Corporate Criminal Liability According to Article 6 of Perma 13 2016 Case Study of Suwir Laut, 2239 K Pid.Sus 2012 AbstractArticle 6 of Perma 13 2016 stipulates a provision regarding complicity in group corporation criminal liability. However the article itself does not provide a further guidance on how this liability concept should be applied. This thesis is intended to answer such gap left by the Article and how it is supposed to be applied in the decision of Indonesian Supreme Court No. 2239 K Pid.Sus 2012 which involves group corporation named Asian Agri Group and its tax manager, Suwir Laut. In the substance, this thesis explains legal theories with regards to corporate criminal liability, group corporation, and complicity. In accordance with such theories, this thesis further analyse the construction of complicity applied in a case where a crime committed by more than one corporation bound by group relation. It is then acknowledged that there at least two steps that need to be taken, first the conduct of corporate agent could be attributed to the corporation being concerned. Second, each of corporation should be assessed what are their part in commission of the crime. Such steps could not be squarely applied in the case of Suwir Laut because in that case the crime committed by the defendant and the group corporation was not regulated as crime that could be committed by corporation. It is therefore, in order to apply procedural rules regarding group corporate criminal liability, the legislatives must provide a regulation which stipulates that certain crime could be committed by a corporation. Once there are such regulations, the law enforcement officers shall be confident to indict several corporation bound by group relation because it is just and necessary."
2017
S69530
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Shofie
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
381.34 YUS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Shofie
"Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah lebih dua tahun diundangkan, tetapi masih bersifat utopia. Posisi tawar konsumen masih tetap tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah dibandingkan korporasi pelaku usaha Beberapa hal menarik perhatian peneliti untuk melakukan studi! penelitian ini. Pertama, perhatian hukum pidana yang bersifat ultimum remedium terhadap korban, kini mulai beralih bersifat primum remedium. Kedua, tindak pidana korporasi, dimana konsumen sebagai korbannya, dapat diatasi dengan menerapkan UUPK, meskipun masih terdapat kendala sistemik. Ketiga, keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), seperti YLKI, dapat membantu menyuarakan keinginan para korban dan menghapuskan keterasingan korban dalam sistem peradilan pidana. Keempat, yurisprudensi belum memberikan perspektif perlindungan terhadap korban tindak pidana konvensional, apalagi terhadap korban tindak pidana korporasi. Dalam perspektif perlindungan konsumen, fungsionalisasi hukum pidana menghendaki pengukuran seberapa jauh normanorma, doktrin-doktrin dan lembaga-lembaga hukum sampai kepada tujuan kemanfaatan sosial (Pasal 3 UUPK). Sebagai suatu sistem perlindungan (hukum) terhadap konsumen, UUPK merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. Tindak pidana korporasi (corporate crime), dimana konsumen sebagai korbannya, kiranya dapat diatasi dengan menerapkan UUPK. Sesuai asas keamanan dan keselamatan konsumen yang dikedepankan UUPK, perwujudan kepentingan memupuk laba tidak boleh semata-mata dimanipulasi motif "prinsip ekonomi pelaku usaha". Artinya, tak dibenarkan motif semata-mata memupuk keuntungan (laba) dengan mengabaikan asas-asas itu. Sejumlah kasus konsumen sebelum UUPK beriaku, seperti Biskuit Beracun (1989), Mie Instant (1994), dan Tenggelamnya kapal feri KMP Gurita (1996) telah menelan begitu banyak korban konsumen tak berdosa akibat diabaikannya asas tersebut. Peradilan tenggeiamnya kapal feri KMP Gurita telah membangun opini publik bahwa kejahatan itu terjadi karena salahnya para konsumen itu sendiri (blaiming the victim). Posisi konsumen masih tetap terasing. Sementara itu mayoritas responden konsumen (141 responden atau 94,63%) berpendapat keberadaan LPKSM dapat membantu menyuarakan keinginan para korban dan menghapuskan keterasingan korban dalam sistem peradilan pidana. Pendapat serupa juga dikemukakan responden korporasi (12 responden atau 85,7%). Visi yang Iemah tentang penegakan UUPK, tampak dalam kasus halal-haram produk Ajinomoto (2001), dimana tindakan penyidikan yang dilakukan polisi terhadap PT Ajinomoto Indonesia atas tuduhan kiasik Pasal 378 KUHP (tindak pidana penipuan) mendapat campur tangan dari Istana Kepresidenan. Ini semakin menambah potret buram penegakan UUPK, kendati kini produk Ajinomoto tak lagi haram."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T16721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexia Sonia Danusubroto
"Berkaitan dengan penanganan tindak pidana, khususnya dalam tindak pidana ekonomi saat ini tidak hanya terfokus pada tindak pidana yang dilakukan oleh perorangan, namun juga terhadap korporasi ataupun organ korporasi. Guna mencegah terus dilakukannya tindak pidana, terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni salah satunya pemblokiran rekening. Dalam undang-undang mengenai tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi, pemblokiran rekening menjadi kewenangan yang diberikan kepada penyidik dalam tahap penyidikan yang dimana dalam KUHAP kewenangan penyidik terbatas pada pelaksanaan upaya paksa. Dengan tidak diaturnya pemblokiran rekening sebagai suatu upaya paksa, menjadikannya sulit bagi pihak ketiga yang dalam hal ini korporasi untuk dapat melakukan upaya hukum berkaitan dengan pemblokiran rekening milik korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh organ korporasi untuk kepentingan pribadinya. Penelitian ini membahas mengenai apakah pemblokiran rekening dapat dikategorikan sebagai suatu upaya paksa menurut konsep KUHAP, serta bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh korporas untuk dapat memperoleh kembali rekening yang diblokir. Dengan menggunakan penelitian doctrinal dan perbandingan hukum, diketahui bahwa pemblokiran rekening memiliki konsep serupa dengan upaya paksa dalam pengaturan KUHAP yang dimana saat ini upaya hukum yang dapat dilakukan oleh korporasi atas rekening yang diblokirnya hanya sebatas pada pengajuan gugatan perdata secara mandiri atau penggabungan dengan penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh organ korporasi. Dengan demikian, menjadi hal yang penting untuk mengatur pemblokiran rekening sebagai suatu upaya paksa dalam pengaturan perundang-undangan hukum acara di Indonesia guna menghasilkan pengaturan yang lebih detail beserta dengan segala upaya hukumnya.
......In connection with the handling of criminal acts, especially in economic crimes, currently not only focuses on criminal acts committed by individuals, but also on corporations or corporate organs. In order to prevent criminal acts from continuing to be commited, there are several efforts made by law enforcement officials, one of which is account blocking. In the laws on money laundering and corruption, account blocking is the authority given to investigators in the investigation stage, where in the Criminal Procedure Code the authority of investigators is limited to the implementation of forced act. By not regulating account blocking as a forced act, it makes it difficult for third parties (in this case are corporations) to be able to take legal remedies related to the blocking of corporate-owned accounts for criminal offenses committed by corporate organs for their personal interests. This thesis discusses whether account blocking can be categorized as a forced act according to the concept of KUHAP, as well as how legal remedies can be taken by corporations to be able to recover blocked accounts. By using doctrinal research and comparative law, it is known that account blocking has a similar concept to coercion in the Criminal Procedure Code, where currently the legal remedies that can be taken by corporations are limited to filing civil lawsuits independently or combining with the handling of criminal cases committed by corporate organs. Thus, it is important to regulate account blocking as a coercive measure in the statutory regulation of procedural law in Indonesia in order to produce a more detailed regulation along with all legal remedies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library