Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ismail Fahmi
Abstrak :
Skripsi ini mengungkap representasi negara dalam Trilogi Bom Waktu Karya Nano Riantiamo dan Myth yang bekerja didalamnya. Permasalahannya berangkat dari teater sebagai medium komunikasi yang efektif dalam masyarakat Indonesia memiliki cetak biru pertunjukan berupa naskah drama. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotik, yang melihat teks sebagai sebuah bentukan struktur yang memiliki myth dan kontra myth. Naskah drama harus diperlakukan secara berbeda dengan cabang literatur lainnya. Oleh karena penelitian ini memperhatikan empat unsur dalam sebuah drama, yaitu bentuk, karakter, dialog dan petunjuk panggung. Penelitian ini sendiri memusatkan perhatian pada karakter dan dialog yang merupakan haupttext, teks yang utama dalam naskah drama. Teks tersebut tidak seluruhnya diperhatikan, melainkan yang berhubungan dengan representasi negara dalam Trilogi Bom Waktu saja. Dalam naskah drama Trilogi Bom Waktu, negara direpresentasikan dalam perwujudan aparat keamanan dan aparat birokratis. Negara dalam representasi tersebut diposisikan selalu berhadapan dengan rakyat. Negara direpresentasikan sebagai penindas yang korup dalam naskah Teater Koma tersebut. Representasi tersebut merupakan kontra myth dari yang biasa ditampilkan oleh pemerintah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S4223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapardi Djoko Damono, 1940-2020
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 2016
899.221 SAP t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harris, Robert, 1957-
Abstrak :
Powerful and brilliant consul Marcus Cicero has been elected by the people of Rome, but still faces political opposition from the heads of the patricians and populists, as he suspects that a rising senator, Julius Caesar, is behind a plot to assassinate him.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009
823 HAR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saksono Prijanto
Abstrak :
Tulisan ini membahas sebuah trilogi Y.B. Mangunwijaya yang terdiri dari tiga novel, yaitu Roro Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri. Trilogi ini melukiskan peristiwa pada masa kejayaan sampai dengan kejatuhan Kerajaan Mataram. Novel Roro Mendut (pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo), novel Genduk Duku (pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo), dan novel Lusi Lindri (pemerintahan Amangkurat I). Analisis terhadap trilogi ini dimaksudkan untuk menemukan (1) persamaan struktur, (2) perkembangan struktur, dan (3) gagasan yang terkandung dalam trilogi. Karena trilogi merupakan karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai medianya, metode yang dipilih ialah pendekatan semiotik menurut teori Ferdinand de Saussure, yang menganggap bahasa sebagai sistem tanda. Dengan pemilihan metode semiotika dan anggapan bahwa karya sastra memiliki sifat otonom, diterapkan teori sintaksis naratif (Greimas), teori semantik naratif (Todorov), dan teori isotopi (Greimas). Hasil analisis membuktikan bahwa ketiga novel itu memiliki keutuhan sebagai sebuah trilogi, baik dari unsur sintaksis naratif maupun semantik naratif. Di samping itu, masing-masing novel secara tematis memiliki perkembangan gagasan. Pokok permasalahan novel Roro Mendut bersifat individual (konflik pribadi antara Roro Mendut dan Tumenggung Wiroguno). Pokok permasalahan novel Genduk Duku melukiskan penderitaan Genduk Duku, yang dapat dianggap sebagai metafor kaum kecil yang tidak berdaya). Pokok permasalahan novel Lusi Lindri mencerminkan idealisme Lusi Lindri terhadap situasi dan kondisi sekitarnya. ......The following passage is aimed to get know about the three ideology (Trilogy) that is found in the novels of Y.B. Mangunwijaya's. These 3 novels are Roro Mendut, Genduk Duku, and Lusi Lindri. The Trilogy in these 3 novels illustrate the events which occured during the golden era of Mataram until the age of its collapse. The events happened during the goverment of Sultan Agung Hanyokrokusumo are ilustrated in Roro Mendut and Genduk Duku, meanwhile Lusi Lindri ilustrates the events during the government of Amangkurat I. The study of these 3 novels is meant to analyze (1) its structural similarities its, (2) its development as well as, (3) Trilogy ideas. As Trilogy is a literature uses a language as a media semiotic approach is then used as the method (semiotic approach by Ferdinand de Saussure), in any case, semiotic approach regards a language a sign system. As semiotic method is picked out as the method, and as the literature creations have an otonom character, the theory of narrative syntax (Greimas), the theory narrative semantic (Todorov), and the theory of isotopi (Greimas) are then applied. The last analyses indicate that these 3 novels have a whole criteria as a Trilogy either in the syntax narrative element or semiotic narrative, besides each novel systematically has developing ideas. Conflict in Roro Mendut has an individual character (conflict between Roro Mendut and Tumenggung Wiroguno) meanwhile, the main point in Genduk Duku describes the pain that Genduk Duku experiances, this is regarded a methapor of little people who is hopeless. The main point in Lusi Lindri is focused on her ideal towards the situations and conditions around.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gibran, Kahlil, 1883-1931
Yogyakarta: Narasi, 2007
808.1 GIB t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harris, Robert, 1957-
Abstrak :
Tiro is the secretary of a Roman senator who finds a terrified stranger at the door, this sets in motion a chain of events for his master - Senator Cicero - who is a brilliant young lawyer. This will give you an insight into Roman politics which was violent and treacherous. Starting at the years 79-70 B.C.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006
823 HAR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, 1929-1999
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2019
899.222 MAN r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Bachtiar
Abstrak :
N. Riantiarno adalah seorang penulis lakon yang cukup produktif. Karya-karyanya yang dipentaskan di Taman Ismail Marzuki dapat memecahkan rekor dalam menyerap penonton. Pembicaraan mengenai trilogi drama Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Juliniini berusaha menyingkap keberhasilan dalam pementasan lakon tersebut apakah ditunjang dengan _keberhasilan_ keberadaan naskah lakon itu sendiri. Penulis menganalisis naskah lakon trilogi drama Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini berdasarkan pendekatan intrinsik, yaitu melihat jalinan unsur-unsur utama di dalamnya. Hal yang menarik dalam menganalisis, unsur-unsur dalam lakon naskah ini adalah tokoh dan penokohannya. Karena unsur ini pada hakikatnya berhubungan erat dengan watak manusia. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam lakon ini adalah cermin tokoh-tokoh miskin dengan berbagai watak dan masalahnya, juga proses perubahan watak tokoh akibat miskin.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Fransiscus
Abstrak :
Pengeksplorasian sebuah fakta sejarah menjadi sebuah roman sejarah merupakan sebuah keniscayaan apabila sekat-sekat penulisan sejarah secara jujur dan profesional sudah tertutup. Mengingat hakekat sastra lebih terpusat pada unsur estetiknya maka wajar pulalah sebuah kisah sejarah yang menjadi bahan penulisan roman sejarah penuh dengan bias atau dramatisasi fakta. Bagi seorang yang mencintai dunia kusastraan, dramatisasi kisah sejarah itu bukanlah hal yang harus dicibir. Bagaimanapun seorang penulis roman sejarah yang baik bukanlah sekedar mendramatisasi kisah yang diambilnya. Roman sejarah yang ditulis tidaklah sekedar dicomot begitu saja dari hamparan fakta sejarah yang ada. Dalam kisah sejarah yang diambil oleh Mangunwijaya terdapat sebuah tendesi yang begitu jelas. Fenomena tentang terlihatnya hubungan yang jelas antara fakta masa kini dan masa lalu menjadi landasan bagi Mangunwijaya menetapkan sejarah Mataram II sebagai bahan penulisan romannya. Kekuasaan yang semena-mena, kemunafikan, pengingkaran hak azasi manusia, dan kekejaman yang luar biasa masa lalu ternyata masih berlangsung terus hingga di zaman yang kita klaim sebagai era modern ini. Mangunwijaya mendramatisasi fakta sejarah Mataram II itu dengan fokus cerita pada adanya perlawanan-perlawanan yang sangat radikal dari sosok-sosok yang melambangkan kekurangberdayaan, yaitu kaum wanita. Dengan cerdik dan sinis, Mangunwijaya mengambil contoh perlawanan yang dilakukan para wanita itu dan strata terbawah di masyarakat. Roro Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri merupakan simbol perlawanan itu. Secara sinis Mangunwijaya memperlihatkan pada kita ternyata sikap ksatria itu bukan datang dari masyarakat yang mengakui mewarisi darah biru (para bangsawan). Sikap ksatria ternyata dapat dimiliki oleh siapa saja dan dari golongan masyarakat mama saja selama insan itu menyadari dan berani menyuarakan suara hati nuraninya. Sebab bukankah ada sebuah kalimat filosofis yang berbunyi, Cogito Ergo Sum? Saya berpikir maka saya ada.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library