Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melvin Salahuddin
"This article is an examination of the implementation of the United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) as a Multilateral Environmental Agreement
(MEA) in Indonesia. It identifies domestic challenges of the Convention in Indonesia?s
decentralisation. The implementation of decentralisation policy in 2001 worsens the
inherent problems faced by the Convention in Indonesia?s legal system. As a MEA,
the Convention contains only general rules for the state parties and no specific legal
obligation to reduce emission. The Convention also has legitimacy problems. The
Indonesia?s method to transform treaties into domestic legal system is still problematic.
These two challenges are worsened by the implementation of decentralisation policy.
The national government faces difficulties to drive lower government units to adhere
to the Convention rules because they have new authorities that can constraint effort
to achieve the goal of the Convention.
Artikel ini adalah eksaminasi terhadap implementasi Konvensi Perubahan Iklim
(UNFCCC) yang merupakan satu bentuk perjanjian multilateral di bidang lingkungan
(MEA). Artikel ini mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh UNFCCC dalam
konteks desentralisasi di Indonesia. Kebijakan desentralisasi telah memperburuk
masalah yang selama ini telah dihadapi oleh UNFCCC di Indonesia. Sebagai salah
satu MEA, UNFCCC hanya mengandung aturan umum untuk negara-negara anggota
dan tidak mempunyai kewajiban hukum khusus untuk mengurangi emisi. Tanpa
kewajiban khusus, negara-negara anggota, terutama negara berkembang, belum
terikat atas target level emisi tertentu. Selain itu, UNFCCC mempunyai masalah
legitimasi di Indonesia yang berhubungan dengan metode transformasi perjanjian
internasional ke dalam hukum nasional. Masalah legitimasi membuat UNFCCC
menjadi sulit untuk mengikat entitas di dalam negeri. Dalam konteks desentralisasi,
kedua masalah tersebut memberikan kesulitan bagi pemerintah pusat dalam
mengarahkan pemerintah daerah untuk melaksanakan upaya untuk mencapai
tujuan UNFCCC. Desentralisasi memberikan kewenangan pemerintah daerah untuk
membuat kebijakan yang dapat bertentangan dengan UNFCCC."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maretta Trimirza
"Persetujuan Paris Agreement UNFCCC mengatur mengenai kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) yang harus dilakukan oleh setiap negara. International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan “initial strategy on reduction of GHG emissions from ships” untuk mengurangi emisi sektor pelayaran. Untuk mewujudkan komitmen target yang Indonesia yang dibuat sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC), pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan untuk bisa memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada tahun 2030. Maka permasalahan yang diteliti mengenai Bagaimana penerapan kebijakan dan peraturan pemerintah dapat memenuhi target NDC Indonesia sesuai dengan ketentuan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change. Dan Bagaimana kebijakan dekarbonisasi dalam industri pelayaran sesuai dengan NDC Indonesia dan ketetapan oleh International Maritime Organization (IMO). Penelitian ini adalah jenis penelitian doktrinal, yang data digunakan adalah data sekunder yang didukung oleh wawancara dengan narasumber informan dan jenis-jenis bahan hukum lainnya, pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan studi kepustakaan. Untuk mewujudkan komitmen NDC Indonesia dalam penurunan emisi, pemerintah telah mengeluarkan roadmap atau peta jalan yang menggambarkan langkah-langkah, tahapan program, aktivitas, penanggung jawab, strategi pelaksanaan yang jelas dan rencana aksi mitigasi. Pemerintah telah membuat aksi mitigasi untuk sektor pelayaran yaitu implementasi onshore power supply (OPS), penggunaan bahan bakar low sulfur dan bahan bakar non karbon. Maka dalam kesimpulan penelitian ini bahwa pemerintah mengeluarkan roadmap atau peta jalan yang menggambarkan langkah-langkah, tahapan program, aktivitas, penanggung jawab, dan strategi pelaksanaan yang jelas dan aksi mitigasi yang dibuat seperti OPS yang sudah berjalan dengan baik dan bahan bakar non karbon masih berjalan. Aksi mitigasi ini efektif dalam penurunan emisi karbon.
......The UNFCCC Paris Agreement regulates the nationally determined contribution (NDC) that each country must make. The International Maritime Organization (IMO) has issued an "initial strategy on reduction of greenhouse gas emissions from ships" to reduce emissions in the shipping sector. In order to realize Indonesia’s target commitments made in accordance with the Nationally Determined Contribution (NDC), the government has issued a range of regulations and policies to be able to meet the nationally determined contribution target of Indonesia by 2030. Then the question is how the implementation of government policies and regulations can meet the goals of NDC Indonesia in accordance with the provisions of the Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change. And how the decarbonization policy in the shipping industry is in line with the NDC Indonesia and the provisions of the International Maritime Organization (IMO). This research is a type of doctrinal research; the data used is secondary data supported by interviews with informant sources and other types of legal materials. Data collection is carried out by conducting library studies. To realize NDC Indonesia’s commitment to emissions reduction, the government has issued a roadmap that outlines measures, program phases, activities, accountability, clear implementation strategies, and mitigation action plans. The government has taken mitigation measures for the shipping sector, including the implementation of onshore power supply (OPS), the use of low sulfur fuels, and non-carbon fuels. So in the conclusion of this study, the government issued a roadmap describing the steps, program phases, activities, accountabilities, and clear implementation strategies and mitigation actions made such as the OPS already running and non-carbon fuels still running. This mitigation action is effective in reducing the carbon emissions of the maritime transport sector."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Permatasari
"Indonesia merupakan negara penghasil minyak nabati terbesar di dunia, lewat produksi minyak kelapa sawit. Meskipun sudah berkontribusi secara positif dalam menghasilkan devisa bagi Indonesia, komoditas kelapa sawit kerap kali terindikasi menerima diskriminasi dari negara konsumen yakni Uni Eropa, Inggris dan Swiss, yang menetapkam peraturan untuk memenuhi komitmen perubahan iklim di bawah peraturan UNFCCC. Di sisi lain, kegiatan produksi minyak kelapa sawit Indonesia, walau sudah diatur dalam rangkaian peraturan dan kebijakan, masih memerlukan perbaikan terutama dalam penegakkan hukum dan tata kelola hutan dan lahan. Perjanjian WTO sebagai peraturan internasional memperbolehkan adanya proteksi lingkungan yang tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dan diskriminatif atau melalui pembatasan yang terselubung. Untuk itu, perlu dibuat sebuah kesepakatan yang dapat menyeimbangkan komitmen perubahan iklim dan perdagangan internasional untuk kelapa sawit berkelanjutan melalui beberapa forum baik bilateral maupun regional.
......Indonesia is the largest vegetable oil producer in the world, through the production of palm oil. Although it has contributed positively in generating foreign exchange for Indonesia, palm oil is often indicated to be discriminated against from consumer countries, namely the European Union, the United Kingdom and Switzerland, which set regulations to fulfill climate change commitments under the UNFCCC law. On the other hand, Indonesia's palm oil production activities, although already regulated in a series of regulations and policies, still need improvement, especially in law enforcement and forest and land governance. The WTO agreement as an international regulation allows for environmental protection that should not be carried out arbitrarily, discriminatory or through a disguise restriction. For this reason, it is necessary to make an agreement that can balance climate change commitments and international trade for sustainable palm oil through several bilateral and regional forums."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Faripasha S.
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri Indonesia terhadap isu perubahan iklim global era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Perubahan iklim yang semakin nyata mengancam kehidupan manusia di muka bumi mendorong negara-negara untuk mengantisipasinya. Persoalan perubahan iklim tidak dapat ditangani oleh satu negara, namun dibutuhkan kerja sama negaranegara untuk melakukan tindakan bersama dalam rangka mencegah dan memeranginya. Kerja sama antara negara maju dan negara berkembang tampaknya tidak mudah dilakukan mengingat adanya perbedaan kepentingan di antara keduanya. Negara berkembang menuntut negara maju untuk bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca yang telah dihasilkan selama pembangunan industrinya hingga membawa kesuksesan ekonomi seperti yang tampak sekarang ini. Sementara negara maju menghimbau negara berkembang agar ikut berpartisipasi dalam melakukan tindakan-tindakan nyata mengantisipasi perubahan iklim karena tingkat emisinya yang terus meningkat. Kebijakan luar negeri Indonesia harus adaptif sesuai dengan kebutuhan bagi kepentingan nasionalnya. Indonesia senantiasa menunjukkan komitmennya sebagai negara yang mendukung terhadap isu perubahan iklim global dengan memelopori pertemuan-pertemuan internasional dalam rangka mengurangi emisi sebagaimana diwajibkan dalam Protokol Kyoto , salah satunya UNFCCC. Kebijakan luar negeri Indonesia dalam menangani isu perubahan iklim global banyak dipengaruhi oleh kondisi politik di lingkungan domestik dan lingkungan eksternal. Pemerintah Republik Indonesia berperan dalam mengelola dinamika politik yang terjadi untuk dapat dirumuskan menjadi sebuah kebijakan luar negeri mengenai perubahan iklim global.

This thesis is focusing on the Indonesian Foreign Policy in responding to global climate change issues era Susilo Bambang Yudhoyono during 2004-2008. Climate change has increasingly threatened the life people in this world. This problem has urged many countries to take actions. The climate change problem cannot be resolved by individual country, but it needs the cooperation among all countries in this world. However, the cooperation between developed and developing countries seems uneasy because of the differences of economics interests among them. In this issues, developing countries invoke developed countries to take responsibility for greenhouse gas emissions that have been generated during the development of their industries. Meanwhile, developed countries also call for developing countries to participate in this action as nowadays most developing countries also emit greenhouse gases more than developed countries. Indonesian Foreign policy have to adaptive for its national interest. Indonesia shows the commitment by supporting international meetings to decrease the emission as of Kyoto Protocol mandate, one of them is UNFCCC. Indonesian foreign policy in responding to global climate change more influences by domestic and external political conditions. The Indonesian government has central role in managing the dynamic domestic politic that can be formulated in foreign policy on global climate change."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Agung Made Wardana
"A new scheme called ?Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries plus Conservation, Sustainable Management of Forests, and Enhancement of Forest Carbon Stocks? (REDD+) is being discussed to be one of the essential elements of the post-2012 global climate change regime. Many countries have put their proposal on the architectures of such scheme to the UNFCCC and demonstrated pilot projects on the ground as well. The research has been conducted to analyze critically the extent to which the REDD+ architecture being designed in Indonesia would be able to deliver climate effectiveness, costs efficient, equity outcomes and social and environmental co-benefits (3E+). It is argued that the basic idea of REDD+ is very simple to incentivize emission-reduction activities from forestry sectors in developing countries. However, so far, the REDD+ architecture appears to contain several contentious issues. Therefore, the issues should be addressed seriously otherwise they would undermine the REDD+ objectives."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library