Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marcellino Sebastian
"Sejak kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Jepang berada di bawah kependudukan Sekutu selama 7 tahun, yaitu 1945-1952. Dalam Konstitusi Jepang yang diberlakukan sejak pada tahun 1947, terdapat pasal (pasal 9) yang memuat larangan bagi Jepang untuk memiliki militer. Namun, kondisi Jepang yang rentan terhadap ancaman negara lain, seperti RRC, Rusia dan Korea Utara membuat Jepang membutuhkan perlindungan dari Amerika. Di sisi lain Amerika melihat Jepang sebagai garis depan dalam menghadapi pengaruh komunisme di Asia pada masa Perang Dingin. Oleh karena itu Amerika merasa perlu membangun pangkalan militer di Jepang. Setengah beberapa dekade ketergantungan dan kehadiran Militer Amerika Serikat di Jepang menjadi perdebatan dalam masyarakat Jepang. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pro kontra terkait keberadaan militer AS di Jepang dan factor penyebabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui wawancara terstruktur terhadap berbagai narasumber yang berdomisili di wilayah Jepang dengan kerangka teori dari Foucault tentang kekuasaan dan Barry Buzan tentang pertahanan negara.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa di satu sisi, Jepang masih membutuhkan militer Amerika Serikat, namun di sisi lain keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan beberapa masalah bagi Jepang. Keberadaan militer Amerika di Jepang diperlukan terutama dikaitkan dengan perkembangan kondisi geopolitik di kawasan Asia Timur pada tahun 2022. Antara lain memanasnya hubungan RRC-Taiwan pada bulan Juli 2022, kembalinya uji coba rudal balistik Korea Utara diatas wilayah Jepang pada Oktober 2022, dan tegangnya hubungan Jepang-Rusia sebagai imbas dari invasi Ukraina pada Februari 2022. Di sisi lain, masalah yang timbul di daerah sekitar markas AS (terutama kepulauan Okinawa) seperti tindakan kriminal para personil militer AS dan polusi yang ditimbulkan membuat keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan permasalahan bagi Jepang. Apalagi pemerintah Jepang juga harus membayar ‘Anggaran Simpati’ untuk memelihara pasukan AS di wilayahnya. Hal itu merupakan beban bagi pemerintah Jepang.

Since Japan's defeat in World War II, Japan was under Allied occupation. Within the Japanese Constitution that was published in 1947, lies an article (Article 9) which prohibits Japan from possessing a military. This however left Japan's vulnerable to threats from neighboring countries such as the PRC, the Soviet Union and North Korea and thus required Japan to ask America for military protection. On the other hand, America saw Japan as the front line in preventing the spread of communism in Asia during the Cold War. Because of that America felt the need to build military bases in Japan. After more than half a century later, Japans dependency of the United States Military presence Japan is still prevalent and has becoming a debate within the Japanese Society. This study investigates the pros and cons regarding the presence of the US military in Japan and the multiple factors behind it. The method used in this research is a qualitative method through structured interviews with various sources (in this case, Japanese Nationals) who reside in Japan with the theoretical framework of Foucault on strength and Barry Buzan on national defense.

The results of this study found that on the one hand, Japan still needs the United States military, but on the other hand the presence of the United States military creates several problems for Japan. America's presence in Japan is needed, especially in relation to geopolitical developments in the East Asia region in 2022. This include the rising tension of PRC-Taiwan relations in July 2022, the return of North Korea's ballistic missile tests over Japanese territory in October 2022, and the worsening of Russo-Japan relations as a result of the invasion of Ukraine in February 2022. On the other hand, problems within in the area around US bases (especially the islands of Okinawa) such as criminal acts of US military personnel and various pollutions caused by military activities. Moreover, the Japanese government also has to pay the 'Sympathy Budget' to maintain US troops on its territory which is becoming a huge burden for the Japanese government to bear."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Alwi
"Pada tahun 2019, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa salah satu komandonya, Angkatan Darat, akan melakukan perombakan besar-besaran pada strategi pemasaran dan penjangkauannya. Strategi ini merupakan bagian dari proses rekrutmen militer angkatan darat dengan fokus utama pada tahapan program pengiklanan digital dengan menggunakan media sosial sebagai pendekatan baru kepada calon rekrutmen potensial. Alhasil, kegiatan siaran langsung e-sports yang dilakukan tim e-sports angkatan darat (USAE) melalui platform siaran langsung Twitch diluncurkan ke publik. Namun, pembaruan ini mendapatkan penerimaan yang buruk dari penggiat sosial hingga anggota dewan AS serupa. Reaksi yang muncul cukup beragam, dimulai dari komentar negatif warganet, layangan surat terbuka, hingga pengusulan amandemen undang-undang. Menanggapi fenomena tersebut, tulisan ini berusaha mencari tahu bagaimana penggunaan Twitch dalam program pengiklanan militer angkatan darat AS tahun 2020 menjadi bentuk militerisasi budaya populer. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, dengan data sekunder bersumber dari artikel dan laporan resmi militer, berita, serta publikasi kampanye pengiklanan militer dan USAE. Menggunakan Teori Segitiga Gridiron, penulis berargumen bahwa siaran langsung permainan e-sports melalui platform Twitch merupakan bentuk militerisasi budaya populer yang diindikasikan dengan melihat hubungan tiga aktor utama, yakni militer, tim e-sports, dan media. Penulis menemukan bahwa interaksi ketiga aktor mendorong normalisasi nilai-nilai militeristis yang berupaya meningkatkan daya tarik dan persepsi positif terhadap militer.

In 2019, the United States Department of Defense (DoD) announced that one of its branches, the Army, would undergo a significant overhaul of its marketing and outreach strategy. This strategy was part of the Army's military recruitment process, with a primary focus on the stages of digital advertising programs using social media as a new approach to potential recruits. Consequently, the Army's esports team (USAE) launched public live broadcasts of esports events through the Twitch streaming platform. However, this overhaul received poor reception from social activists and members of the US Congress alike. The reactions varied, ranging from negative comments by netizens, open letters, to the proposal of legislative amendments. In response to this phenomenon, this paper aims to investigate how the use of Twitch in the US Army's 2020 military advertising program constitutes a form of the militarization of popular culture. This research employs qualitative methods, with secondary data sourced from articles and official military reports, news, and publications of military advertising campaigns and USAE. Utilizing the Gridiron Triangle Theory, the author argues that live streaming of esports games via the Twitch platform represents a form of the militarization of popular culture, indicated by examining the relationships between three key actors: the military, the esports team, and the media. The author finds that the interaction of these three actors promotes the normalization of militaristic values, aiming to enhance the attractiveness and positive perception of the military."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library