Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silaban, Mawardi
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T40000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gultom, Togap
Abstrak :
ABSTRACT
Penggerak mula turbin uap adaiah pesawat pembangkit tenaga dengan uap air sebagai fluida kerjanya. Proses kerjanya adalah uap bertekanan tinggi (yang dibangkitkan ketel dan pemanas Ianjut) diekspansikan ke tekanan yang lebih rendah sehingga energi tekanan uap ditukar menjadi energi kinetik pada sudu-sudu tetap turbin (turbin impuls). Oleh sudu-sudu gemk turbin energi kinetik ini ditukar menjadi energi mekanis dengan perputaran poros turbin uap yang dikopling dengan poros peralatan lain seperti generator, pompa dan propeler kapal.

Sistem turbin uap yang digunakan pada penelitian ini adalah turbin impuls satu tingkat. Karena besarnya instalasi penyusun dan besamya biaya pembangunan sistem maka dibuatlah miniatur turbin agar dapat diteliti dengan menggunakan ruangan dan biaya yang terbatas. Tipenya adalah 100-SCR, diproduksi Shin Nippon Machinery (SNM), Tokyo-Jepang dan digunakan untuk membangkitkan energi Iistrik.

Komponen penyusun sistem adalah ketl uap (buffer), pemanas Ianjut (superheater), turbin uap, generator dan kondensor. Sistem turbin ini menggunakan independet superheater (terpisah dari ketel uap) dan selanjutnya akan dican sejauh mana pengaruh penambahan pemanas Ianjut terhadap performa sistem secara keseluruhan. Pengamh inilah yang akan menjadi dasar pengambilan keputusan apakah sistem perlu menggunakan pemanas Ianjut atau tidak.
1999
S37018
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Proses produksi yang mengolah sumber daya panas bumi menjadi sumber daya listrik melewati berbagai proses penyaringan. Panas bumi yang dikeluarkan melalui sumur prduksi, dimasukkan ke dalam separator untuk memisahkan antara steama dan brine. Kemudian melalui steam line dan disaring di dalam scruber. Steam murni yang merupakan hasil akhir proses ini, masuk kedalam turbine untuk menggerakkan generator dan dari putaran generator tersebut listrik dihasilkan. Turbine yang merupakan komponen utama, beroperasi terus menerus sampai saatnya mengalami over haul. Perhitungan perkiraan masa overhaul sangat penting agar biaya yang dikeluarkan dapat diperkecil. Beberapa cara untuk menghitung waktu overhaul dan inspeksi turbin diantaranya sering berubahnya beban, umur turbin, faktor konsumsi turin serta effisiensi turbin itu sendiri.

Studi ini bertujuan menganalisa salah satu cara perhitungan perkiraan waktu overhaul adalah garis kondisi turbin. Garis kondisi turbine diartikan sebagai standardjumlah uap ideal untuk kapasitas beban listrik tertentu. Jika dalam evaluasi terjadi penyimpangan secara terus menerus, maka perkiraan massa overhaul sudah dapat dipastikan. Maksud dari penyimpangan adalah kenaikan jumlah kebutuhan steam untuk kondisi dan beban yang sama dengan garis kondisi turbin, sehingga dapat disimpulkan bahwa effisiensi turbin menurun.

Penentuan garis kondisi turbin, pada perkiraan penampilan turbin dengan menggunakan diagram mollier sebagai dasar perhitungan enthalpi dan persamaan debit uap pada beban listrik akan memudahkan evaluasi terhadap unjuk kerja turbin. Dengan ditentukannya garis kondisi turbin maka akan didapatkan perhitungan waktu dengan menggunakan persamaan yang didapat.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S37430
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dikaimana, Yophie
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S50854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perhitungan keseimbangan uap-cair dengan mempergunakan korelasi koefisien aktivitas membutuhkan parameter-parameter yang mempengaruhi hasil perhitungan. Data eksperimen yang memuat parameter-parameter ini sangat sulit untuk ditemukan sehingga diperlukan suatu metode yang dapat mengestimasi parameter tersebut. Metode Barker adalah salah satu metode yang dapat digunal-can untuk menghasilkan parameter korelasi koefisien aktivitas. Pada penelitian ini korelasi koefisien aktivitas yang digunakan adalah persamaan Margulesl suffix, persamaan Wilson, persamaan NRWL, dan persamaan UNIQUAC. Persamaan-persamaan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing tergantung dari campurannya. Estimasi parameter korelasi koefisien alctivitas dengan metode Barker dilakukan melalui simulasi dengan 2 macam tebakan awal (nilai infinite dilution dan literatur). Parameter yang didapatkan kemudian digunakan untuk mengkorelasi sistem keseimbangan biner dan juga memprediksi sistem kesetimbangan terner Hasil simulasi untuk sistem biner menunjukkan Persen Deviasi Absolut rata-rata yang berbeda-beda tergantung pada sifat, suhu dan tekanan campuran. Berbeda halnya dengan hasil simulasi untuk sistem terner, untuk campuran n-pentane-methanel-acetone pada 372.7 K, korelasi koefisien aktivitas yang memberikan pendekatan terbaik adalah persamaan UNIQUAC.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49402
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Banyak proses yang telah diterapkan pada dunia industri dalam mengubah ukuran partikel, dari partikel kecil menjadi partikel besar, antara Iain dalam bentuk pellet, ekstruksi atau granular. Bentuk pellel memlliki kelebihan dari bentuk ekstruksi maupun granular yaitu Iebih kuat dan rapat, namun dari segi proses adsorbsi, proses pellet (binder, tekanan dan kaisinasi) justru mengurangi luas permukaan dan volume mikropori, yang menyebabkan pembatasan difusi sehingga kapasitas adsorbsi berl-
Dalam penelitian ini sebagai adsorben digunakan zeolit alam, mengingat potensi zeolit alam Indonesia yang besar dan ldelum dimanfaatkan secara maksimal. Zeolit yang digunakan adalah zeolit Lampung (ienis Clinoptiiolite) dan zeolit Malang (ienis Mordenile). Untuk memperbaiki kemampuan adsorbsinya, zeolit alam Indonesia ini lebih dahulu dimodilikasi clengan pertukaran kation. Zeolit Lampung direfluks pada suhu 100 “C dalam larutan CaCI2 SM selama 1x4 jam (selanjutnya disebul ZLT) dan zeolit Malang dlrefluks pada suhu 100 °C dalam larutan NaCl 3M selama 3x4 jam (selanjutnya disebul ZMT). Setelah dimodilikasi, ZLT dan ZMT dipelletkan, menggunakan air sebagai binder dan kalsinasi pada suhu 140 °C.

Penyisipan kation Ca” pada bukaan pori saluran cincin-8 dan cincin-10 dalam stmktur rangka Clinoptiioiite (ZLT), akan memperlukarkan dua kation lain yang bervalensi salu, sehingga saluran-saluran dalam struktur rangkanya lebih terbuka. Namun posisi kation Ca” pada bukaan pori cincin-8 dan cincin-10 tersebut menyebabkan mengecilnya ukuran bukaan pori, sehingga tidak memungkinkan masuknya molekul H20 ke dalam mikropori. Hal ilu kemungkinan menyebabkan terjadinya penurunan luas perrnukaan eksternal ZLT. Karena zeolit Lampung juga mengandung mineral Mordenite sebesar 31%vvt.['°' penyisipan kation Ca” juga menyebabkan berkurangnya kation-kation bervalensi satu, sehingga bukaan pori cincin-12 Iebih terbuka. Dengan ukuran tersebut, binder dengan mudah daot masuk ke dalam pori. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan luas mikropon ZLT.

Penyisipan kation Na* pada bukaan pori cincin-8 dan cincin-12 dalam struktur rangka mineral Mordenite (ZMT), selain meningkalkan luas perrnukaan totalnya juga menyebabkan terlulupnya sebagian bukaan porinya. Namun bukaan pori saluran cincin-12, masih cukup besar (sekitar 4.0 A°), sehingga memungkinkan sebagian besar binder yang ditambahkan hanya masuk ke dalam pori zeolit, sehingga luas mikropori menurun.

Karena ZLT memiliki luas permukaan eksternal yang lebih besar dan dugaan lebih banyak binder berada di permukaan ZLT danpada di permukaan ZMT, maka partikel-partikel ZLT lebih menggumpal saat dioetak. Keberhasilan pencetakan ini menyebabkan porositasnya mendrun (diameter pori mengecil). Sebaliknya untuk ZMT, partikel-partikelnya menjadi kurang menggumpal saat dicetak sehingga tekanan yang diaplikasikan menjadi kurang efektif, diameter porinya cenderung tetap.

Pellet ZLT memiliki kekuatan crushing yang lebih besar (posisi horizontal = 67.29 kg, posisi vertikal = 11.66 kg) daripada pellet ZMT {posisi horizontal = 54.58 kg, posisi vertikal = 3.45 kg), karena untuk komposisl binder yang sama, partikel-partikel ZLT yang berhasll direkatkan lebih banyak daripada partikel-partikel ZMT.

Pellet ZLT memiliki kapasitas adsorbsi yang lebih rendah (4.21E-05 g H20/g sampel) daripada pellet ZMT (1_05E-O4 g H20/g sampel). Hal ini karena pellet ZMT: a. memiliki luas permukaan total yang lebih besar, sehingga rnemungkinkan banyaknya tempat-tempat terjadinya adsorbsi_‘2'°'°°‘2' b. memiliki kadar Mordenite yang lebih tinggi dari zeolit Lampung, semakin banyak mineral Mordenite dalam suatu zeolit, semakin banyak saluran-saluran dan rongga dengan ukuran bukaan pori (6.5 x 7,0 A°) yang memungkinkan tertangkapnya rnolekul-molekul uap air.

Namun pellet ZLT dengan komposisi binder 25%. memiliki daya tahan yang paling balk dibandingkan bentuk granularnya maupun ZMT dan zeolit sintetis, karena memiliki bentuk yang lebih besar dan rapat sehingga lebih mampu menahan kondisi alctivasi dan regenerasi.'“"°]

Dari hasil ujl adsorbsi pertama dan kedua, zeolit Linde type A tetap memilki kapasitas adsorbsi dan bentuk (tidak Iuruhfberdebu) yang lebih baik daripada ZLT dan ZMT. Padahal zeolit sintetis ini memiliki luas pemiukaan total dan volume mikropori yang lebih rendah daripada ZLT maupun ZMT. Hal ini kemungkinan karena zeolit sintetis itu : a. memiliki aktivitas yang lebih balk terhadap komponen- kopmponen yang diadsorbnya b. memiliki bukaan pori yang cocok untuk dilalui molekul H20 c. tidak mengandung mineral-mineral jenis lain yang bersifat mengurangi kemampuan adsorbsinya. ZMT meniiliki bukaan pori yang mirip dengan zeolit Linde type A, tetapi mengandung mineral-mineral lain seperti Clirgoptilofite. Epistilbite dan Stilbitefml Demikian pula zeolit Lampung mengandung Heulandlte dan Stilbite_l‘°1 Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut, guna memperbaiki modilikasi zeolit, pemilihan binder, tekanan dan kalsinasi serla bentuk dan ukuran pellet.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S49084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djokoarto
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Chandra
Abstrak :
Latar Belakang: Penelitian mengenai petanda inflamasi akut terkait pajanan uap las pada pekerja las sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, tidak semua penelitian tersebut sepakat terjadi perbedaan jumlah petanda inflamasi akut sesudah terpajan uap las. Penelitian ini ingin mengetahui apakah terjadi perbedaan jumlah petanda inflamasi akut akibat pajanan uap las dengan sel netrofil mukosa hidung sebagai petanda inflamasinya. Metode:Pada penelitian longitudinal ini, 110 pekerja di sebuah perusahaan pembuat knalpot diperiksa jumlah sel netrofil mukosa hidungnya sebelum dan sesudah terpajan uap las serta diukur kadar logam Kromium, Besi, Mangan, dan Aluminium dalam darah pada 40 pekerja diantaranya. Dilakukan pengukuran kadar logam Cr, Fe, Mn, dan Al di lingkungan kerja untuk menilai kadar pajanan. Hasil:Pengukuran lingkungan menunjukkan kadar Kromium, Besi, Mangan, dan Aluminium udara berada di bawah Nilai Ambang Batas. Sel netrofil sediaan apus sebelum dan sesudah terpajan uap las 8 jam sama – sama berjumlah 2 sel/10 lpk (p = 0,233). Pada penelitian ini juga ditemukan kadar dalam darah logam Cr sebesar 1,03 µg/l; logam Fe sebesar 283.787,73 µg/l; logam Mn sebesar 14,96 µg/l; dan logam Al sebesar 25,68 µg/l. Kesimpulan:Tidak ditemukan perbedaan jumlah sel netrofil mukosa hidung yang bermakna secara statistik akibat pajanan uap las. ......Background and Objective: Many studies about acute inflammation marker regarding metal fume exposure have been conducted but not all agree that metal fume exposure will raise acute inflammation response. One of the acute inflammation markers is nasal mucous neutrophil and this study was conducted to investigate the difference of neutrophil count after being exposed to metal fume as acute inflammation response. Methods: This study used a longitudinal design with 110 welders as subjects. Nasal mucous neutrophil data was collected before and after 8 hours metal fume exposure. Metal fume (i.e. Chromium, Iron, Manganese, and Aluminum) exposure in the work place was measured with AAS while blood metal level in 40 subjects among them was with ICP-MS. Results: Chromium, Iron, Manganese, and Aluminum fume level in the work place was under Threshold Limit Value while Chromium, Iron, Manganese, and Aluminum blood level was 1,03 µg/l; 283.787,73 µg/l; 14,96 µg/l; and 25,68 µg/l respectively.Neutrophil count before and after 8 hours metal fume exposure didn’t show any difference with statistically significance (p = 0,233) Conclusions: There was no statistical significant increase of nasal mucous neutrophil regarding metal fume exposure
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>