Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martinus Evan Aldyputra
"Perkembangan teknologi informasi memberikan kemudahan dalam mengakses segala jenis informasi. Hal ini mengakibatkan munculnya jenis kejahatan baru yang dikenal dengan nama cyber crime. Dalam menghadapi akibat dari perkembangan tersebut, berbagai negara di dunia melakukan perkembangan dalam kebijakan hukumnya melalui pembuatan ketentuan yang dikenal dengan nama cyber law.
Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan perkembangan seperti itu, melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) terdapatlah sebuah cyber law di Indonesia. Walaupun demikian, Undang-Undang tersebut dapat dikatakan memiliki kekurangan-kekurangan dalam pengaturannya. Salah satu kekurangan tersebut adalah dalam hal mengenai penyebaran informasi yang memiliki muatan penghinaan. Menurut penulis, ketentuan yang mengatur penyebaran dengan muatan informasi seperti itu dapat menjadi masalah dalam penerapannya apabila tidak terdapat kejelasan dalam perumusannya. Oleh karenanya, untuk melihat sejauh mana ketentuan tersebut dapat menjadi masalah dilakukanlah penelitian ini.
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa ketentuan mengenai penyebaran informasi yang bermuatan penghinaan dalam Undang-Undang ITE dapat menjadi suatu masalah. Walaupun dari segi perumusannya dapat dijelaskan unsur-unsur yang dimilikinya, namun dari segi batasannya ketentuan tersebut terlalu luas pengaturannya sehingga memungkinkan terjadinya penyalahgunaan dalam penerapannya.
......Development of information technology provides easy access to all kinds of information, this resulted in the emergence of new crime known as cyber crime. To face the consequences of these developments, many countries around the world develop a new legal policy known as cyber law.
Indonesia is one of the country that did such a development, through The Criminalization, Information and Electronic Transaction Act (Law Number 11, 2008) cyber law exist in Indonesia. However, it can be said that the Act has flaws in its regulation. One of these is in the case regarding the spread of information that contains defamation. According to the authors, such policy could be a problem in practice if there is no clarity in the concept. Therefore, this research was conducted to see how far the policy can be a problem.
From the results of research, it can be said that Dissemination Policy of Defamation in The Criminalization, Information and Electronic Transaction Act can become a problem. Although it can be explained in terms of concept, but in terms of usage it is too broad that making it possible to abuse in its implementation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30572
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Kevin Fridolin
"Perkembangan teknologi komunikasi dan Informasi yang begitu pesat dan dengan segala fasilitas penunjangnya telah membawa manusia masuk kedalam era digital. Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Di Indonesia pemanfaatan teknologi ini dipayungi oleh UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagai dasar hukumnya. Dengan adanya pengaturan ini maka diharapkan penggunaan teknologi informasi dapat dimaksimalkan. Ironis, pengaturan ini yang kemudian digunakan untuk menjerat seorang konsumen yang hanya menjalankan haknya untuk menyampaikan keluhannya. Hal ini kemudian yang menimbulkan pertentangan, bagaimana mungkin hak seorang konsumen untuk menyampaikan kritik atau keluhan terhadap pelaku usaha disimpangi undang-undang lain dan dianggap sebagai pencemaran nama baik. Hal ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan, sebenarnya bagaimanakah hubungan antara konsumen dan pelaku usaha selama ini? Apakah sudah sesuai dengan cita-cita Undang-Undang Perlindungan Konsumen yakni memperjuangkan konsumen dan menyeimbangkan posisi kedua belah pihak. Apakah penerapan pasal pencemaran nama baik tersebut tepat apabila dilihat dari kacamata hukum perlindungan konsumen? Hak-hak konsumen sebenarnya sudah jelas diatur dalam UUPK begitupula dengan kewajiban pelaku usaha, namun hal ini tampaknya kurang dipahami sehingga pelaku usaha lebih memilih melakukan penuntutan terhadap konsumennya daripada harus menanggapi keluhannya.
......The rapid growth of communication and information technology and every supporting facility has brought people into the era of digital. The utilization of information technology, media and communication has altered the behavior of both human society and civilization globally. Information Technology is currently regarded as a two-edged sword inasmuch as aside from the contributions to increase prosperity, development, and civilization, it is also used as an effective media to conduct tort. In Indonesia, the usage of this technology is covered under Law No. 11 of 2008 as a legal basis. Alongside with the existence of this regulation, the use of information technology is in expectation to be maximized. Ironically, such regulation is thereafter used to ensnare consumers who are only carrying out their rights to complain. This matter then resulted in the occurrence of conflict as to how can a consumer's right to convey criticism or complaints against entrepreneurs be over-ruled by other regulations and thus considered as a libel (or defamation). This issue leads to the question of how exactly is the relationship between consumers and entrepreneurs hitherto? Has it been in accordance with the ideals of the Consumers? Protection Act, which is to fight for consumers? rights and to balance the position of both parties? Is the implementation of the article on defamation valid when observed from the perspective of consumers? protection laws? Consumer rights has been clearly stipulated in the Consumer?s Protection Act as well as the obligations of entrepreneurs, but this seems to be less understood by the entrepreneurs to the point that they prefer to conduct prosecution against their customers instead of having to respond to their complaints."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1319
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library