Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Yahdiana
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian tentang profil teofilin dalam plasma dan urine setelah pemberian peroral kapsul teofilin yang berisi 150 mg teofilin.

Penelitian dilakukan terhadap 12 orang sllicarelawan pria yang sehat, berat badan berkisar antara 45 sampai 58 kg, umur berkisar antara 19 sampai 25 tahun.

Pengambilan darah dilakukan sebelum obat diberikan, 30, 60, 120, 240 dan 360 menit setelah obat diminumo Urine dikumpulkan pada interval waktu tertentu selama 30 jam. Konsentrasi teofilin dalam plasma dan urine ditetapkan secara spektrofotomeri. Dari hasil penelitian dida:patkan kadar terapi teofilin dalam plasma tidak tercapai setelah pemberian 150 .. · mg teo£ilin. Ada hubungan antara pro£il teo£ilin dalam plasma dan urine dimana waktu untclr mencanai ekskresi puncak. teo£ilin dalam urine dua kali 1t-1aktu untclt mencapai kadar puncak teofilin dalam plasma. Juga diperoleh parameter-paraiL'!eter farma.'l.cokinetik seperti 1,-mktu paruh (t"l/2), tetapan kecepatan eliminasi dan ekskresi teofilin dalam urine kUt'Tlulatif.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Elly Sobariah
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian untuk memeriksa obat-obat (go-iongahtranquilizer) dan Tnetabolitnya dari urine. Penelitian mi bertujuan untuk mencari cara isolasi dan peniurnian yang terbaik terhadap metabolit obat dari urine. Selain itu,"jugainenoániCara identifikasi yang cepat, sederhaiia dan ekonomis. Dengan métode mi urine dapat dianalisatanpa dihidrolisa le'bih dahulu, tetapi dapat langsung diisoiasi dengan pelarut organik (chloroform) dalamsuasana basa untuk obat-obat yang bersifat basa dan dalam suasana asain untuk obatobat yang bersifat asam, sedangkan untuk -pemurnian d.ilakukan ekstraksi kembali dengan asam atau basa dengan tehnik kertas saring. Pada penelitian mi identifikasi metabolit obat dilakukan denganara reaksi warna dan khromatograf I lapisan tipis. Ternyata ekstrak yang diperoleh dari urine memberikan hacii yang dapat ditentukan scara kwalitatif. Disarankan pemeriksaan lebih lanjut dilakukan secara kwantitatif, juga terhadap metabolit obat dari jaringan tubuh lain secarakwlittif dan kwantitatifdegafl metode yang sama. ......An investigation to determine tranquilizer drugs and their metabolites in urine has been carried out. The objective of this investigation is to find the best method of isolation and purification of drug metabolites in urine, besides a rapid, simple and economical. In this method, the urine can be analyzed without prior hydrolisis. Basic drugs can be isolated directly by organic solvent (chloroform) in alkaline medium, where acid drugs in acid medium. . . . . Purification can be done by back-extraction with acid or alkaline using filter paper. In this work, identification of drug .metabolites were qualitatively determined by colour reaction and thin layer chromatography. It is suggested to do the same method further examination quantitatively and also to drug metabolites from other body tissues.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1982
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brunzel, Nancy A.
Philadelphia, PA : Elsevier Saunders, 2012
616.075 66 BRU f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Permata Sari
Abstrak :
Pendahuluan : Retensi urine pasca-persalinan (RUPP) adalah ketidakmampuan berkemih spontan 6 jam pasca persalinan dengan residu urine 200 ml. Penatalaksanaan RUPP dengan pemasangan kateter urine. Elektroakupunktur meningkatkan kontraksi detrusor dan mendorong buang air kecil serta mengurangi volume residu urine dengan efek samping minimal. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas elektroakupunktur dalam mempercepat terjadinya proses berkemih dan mengurangi volume residu urine pada pasien dengan RUPP. Metode: Desain penelitian adalah uji klinis acak tersamar ganda. Penelitian diikuti oleh 60 orang subjek penelitian yang dibagi kedalam kelompok elektroakupunktur (n=30) dan sham (n=30). Pada kelompok elektroakupunktur dilakukan penusukan jarum akupunktur kemudian dihubungkan ke stimulator elektroakupunktur dengan gelombang continuous 2 Hz selama 30 menit. Pada kelompok sham jarum hanya ditempelkan saja, disambungkan ke stimulator elektroakupunktur namun rangsang listrik tidak diberikan. Elektroakupunktur dilakukan 2 kali dalam 24 jam pemasangan kateter urine. Luaran yang dinilai adalah waktu miksi pertama dan volume residu urine 6 jam setelah pelepasan kateter. Hasil: Waktu miksi spontan pertama pada kelompok elektroakupunktur lebih cepat (p<0,001) dan volume residu urine lebih sedikit dibandingkan kelompok sham (p=0,005). Kesimpulan: elektroakupunktur mempercepat terjadinya miksi spontan dan mengurangi volume residu urine pada pasien dengan RUPP. ......Introduction : Post-partum urinary retention (PPUR) defined as the inability to urinate spontaneously after 6 hours postpartum with residual urine ≥ 200 ml. Management of PPUR by inserting an urinary catheter. Electroacupuncture increased detrusor contractions, encourage micturition and reduce residual volume with minimal side effects. The purpose of this study was to determine the effectiveness of electroacupuncture in accelerating micturition and reducing residual urine in patients with PPUR. Methods : this is a double-blind randomized clinical trial. This study was followed by 60 subjects who divided into electroacupuncture (n = 30) and sham (n = 30) groups. In the electroacupuncture group, an acupuncture needle was inserted and connected to electroacupuncture stimulator with continuous wave 2 Hz for 30 minutes. In the sham group the needles only attached and there’s no electrical stimulation was given. Electroacupuncture was performed 2 times within 24 hours while patient using catheter. Results : The first spontaneous micturition in the electroacupuncture group faster (p<0.001) and residual volume was less in the electroacupuncture group than the sham group (p=0.005). Conclusion: electroacupuncture accelerates spontaneous micturition and reduces residual urine volume in patients with PPUR.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herdinda Erudite Rizkinya
Abstrak :
Latar Belakang: Pemeriksaan volume urine kala III merupakan salah satu komponen dalam skor Suskhan guna memprediksi retensio urine pasca persalinan. Selama ini pemeriksaan dilakukan dengan kateter urine yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi saluran kemih. Ultrasonografi (USG) Dietz merupakan alternatif metode pemeriksaan volume urine. Namun, belum terdapat perbandingan antara USG Dietz dan kateter dalam pemeriksaan volume urine kala III. Metode: Penelitian analitik korelasional dengan metode potong lintang dilakukan terhadap 30 orang ibu yang menjalani persalinan normal pervaginam di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Umum Kota Tangerang pada Oktober 2020 hingga Desember 2021. Pasien dengan riwayat retensi urine atau memiliki indikasi pemasangan kateter kontinu dieksklusi dari penelitian. Pemeriksaan volume urine kala III dengan USG Dietz dilakukan dengan rumus volume = tinggi (cm) x lebar (cm) x 5,6. Pemasangan kateter urine dilakukan segera setelah pemeriksaan dengan USG Dietz. Hasil: Sebanyak 30 orang subjek mengikuti penelitian ini. Didapatkan korelasi sangat kuat antara hasil pemeriksaan USG Dietz dan kateter (r = 0,788, p < 0,001). Didapatkan korelasi terbaik pada kelompok subjek dengan volume urine < 50 cc (r = 0,842, p <0,001). Didapatkan selisih antar pemeriksaan yang tidak bermakna secara statistik (p =0,133). Kesimpulan: Hasil pemeriksaan volume urine kala III dengan USG Dietz memiliki korelasi positif kuat terhadap pemeriksaan dengan kateter urine. ......Background: Examination of the third stage of labor urine volume is one of vital components in the Suskhan score to predict postpartum urinary retention. So far, the examination is done with a urinary catheter, which is associated with increased risk of urinary tract infection. Ultrasonography (USG) Dietz is an alternative method of measuring urine volume. However, there is no comparison between Dietz ultrasound andcatheter in the third stage labor urine volume examination. Methods: A cross-sectional correlational analytic study was conducted on 30 mothers who underwent normal vaginal delivery at Cipto Mangunkusumo Hospital and Tangerang City General Hospital from October 2020 to December 2021. Patients with a history of urinary retention or indications for continuous catheter insertion were excluded
from the study. study. Examination of the third stage of urine volume with USG Dietz was carried out with the formula volume = height (cm) x width (cm) x 5.6. Urinary catheter insertion was performed immediately after examination with Ultrasound Dietz. Results: A total of 30 subjects participated in this study. There was a very strong correlation between the results of the Dietz ultrasound examination and the catheter (r =0.788, p < 0.001). The best correlation was found in the group of subjects with urine volume < 50 cc (r = 0.842, p < 0.001). The difference between examinations was not statistically significant (p = 0.133). Conclusion: The results of the third stage labor urine volume examination with USG Dietz had a strong positive correlation with the examination with a urinary catheter.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Ambar Prabowo
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kristal asam urat urin, mencari factor-faktor risiko yang berpengaruh, dan algoritma risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja di bagian binatu, dapur utama dan dapur restoran di hotel T Jakarta. Penelitian survei analitik dengan analisis kasus kontrol terhadap 206 pekerja ditemukan prevalen kristal asam urat urin sebesar 45,2%. Pada analisis univariat terdapat hubungan bermakna antara lingkungan kerja suhu panas (pM),002), jenis pekerjaan (p),003), lama bekerja (p=,021), penyakit diabetes melitus (p),432) dan kadar asam urat darah (p.:1,04) mempertinggi terjadinya kristal asam urat urin. Bila dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpapar panas, maka risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja yang bekerja di suhu panas 2,7 kali lebih besar(OR 2,74; 95%CI: 1,35-5,61), Setelah dilakukan analisis multivariat, risiko terjadinya kristal asam urat pada urin 8,5 kali leblh tinggi pada lingkungan kerja suhu panas dengan lama bekerja, kadar asam urat darah lebih dari 7.1 mg/dl dan interaksi lingkungan kerja lama kerja. (OR----8,49; 95% CI: 2,35-30,58). Model algoritma faktor risiko yang sesuai dengan data penelitian ini adalah lingkungan kerja suhu panas, lama bekerja, dan kadar asam urat darah lebih dari 7,1 mg/dl.
The objectives in this study are to know the prevalence of urine uric acid crystal in urine, to know the risk factors increasing the uric acid crystallization and to make suitable algorithm for the available data.The analytical survey study with case control analysis found a 45.2% uric acid urine crystallization among 206 workers. The univariate analysis found that heat exposure (p=-0.002), occupation (p=0.003), working duration (p.1.021), diabetes (p=0.032) and uric acid blood (p=0.04) were significantly related to uric acid crystallization in the urine. Workers exposed to heat have 2.7 times increased risk of having uric acid crystallization (OR==2,74; 95% CI: 1.35-5.61) compared to workers working in normal temperature. The multivariate analysis found that risk increased 8.5 times among heat exposed workers when adjusted to working duration, diabetic and uric acid blood (OR=8.49; 95% CI: 2.35-30.58).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joesri Djamaloeddin
Abstrak :
ABSTRAK Berbagai cara untuk mengetahui derajat keterpaparan uap benzene yang dapat mengganggu kesehatan manusia, salah satunya adalah dengan kadar fenol dalam urine sebagai indikator, terutama pada para pekerja yang sehari harinya kontak dengan bahan ini. Penelitian dengan pendekatan cross sectional ini, bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana keterpaparan fenol dalam uap benzene. Hasil wawancara dan pemeriksaan kadar fenol dalam urine di laboratorium FKM Ul terhadap 57 responden yang bekerja di SUPPDN Pertamina Palembang, Balik Papan, Semarang dan Surabaya menunjukkan kadar urine rata-rata 9,333 mg/liter. Kisaran yang didapat terendah 1,354 mg/liter, tertinggi 61,351. Dari nilai ini diketahui bahwa 43 orang (75,4%) kadar fenolnya dibawah 10 mg/liter masih dalam batas normal, dan 14 orang (24,6 %) diatas l0 mg/liter dianggap sudah terkena pemaparan uap benzene. HasiI analisis bivariat, dari 5 variabel yang dijadikan model, hanya 2 variabel yang bermakna yaitu lama kerja dengan kadar fenol dalam urine (p=0,000) dan penggunaan alat pelindung dengan kadar fenol dalam urine (p=0,000). Analisa multivariat dari ketiga variabel yang menjadi model tidak ada satupun menunjukkan hasil yang bcrmakna p hitung > p=0,05. Studi ini membuktikan bahwa ada perbedaan lama kerja dan penggunaan alat pelindung faktor yang dapat mengurangi pemaparan para pekerja dari uap benzene. Maka sebagai saran untuk mengantisipasi terhadap pemaparan uap benzene yang berbahaya ini perlu dilakukan usaha antara lain, memindahkan karyawan yang telah bekerja lebih dari 5 tahun ketempat lain, untuk memulihkan kesehatannya kembali. Penggunaan alat-alat pelindung dengan baik dan benar secara lengkap ketika sedang bekerja dan mengganti alat alat pelindung yang sudah tidak layak digunakan. Pemeriksaan kesehatan secara berkala pada karyawan untuk mencegah terjadi kelainan dan penyakit akibat pemaparan benzene serta pemantauan kadar benzene dalam udara ditempat kerja minimal 3 bulan sekali.
ABSTRACT There are various ways to detect benzene vapor exposure that jeopardize the human health. One is through indicator to ensure the content of phenol level in urine, especially among employees who have a direct daily contact to this chemical. Research through cross sectional approach is targeting to detect how far their (employees) exposure of benzene vapor. Interview and checking phenol content In urine of 57 respondents working at the SUPPDN Pertamina Palembang, Balikpapan, Semarang and Surabaya at the laboratory of FKM UI shows that the average phenol content is 9.333 mg/liter. The lowest content is 1.354 mg/liter and the highest 61.351 mg/liter. It is detected that phenol content of 43 people (75.4%) is under 10 mg/liter and below the normal limit, and 14 others (24.6%) above 10 mg/liter and considered exposed to benzene vapor. Bivariate analysis shows that there are only 2 from 4 model variables which are meaningful. I.e. working period and phenol content in urine (df 1 p=0.000) and the use of protecting tools with phenol content in urine (df 1 p=0.000). Multivariates analysis of the 3 variables shows no meaningful result of p count > p=0,05. The study proves that the difference of working period and using the protecting instruments can reduce the exposure of employees toward benzene vapor. To anticipate the exposure of hazardous benzene vapor, we suggest to do several acts such as: relocating employees who have been working for 5 years to another locations to get them recovered; utilizing protecting Instruments well when working and replacing the damaged or out of date ones; regular general check-up to prevent abnormality and sickness caused by benzene level: and monitoring of benzene content in working area per 3 months minimally.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wantonoro
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui "Efektivitas kateterisasi urin menggunakan jelly anestesi dan jelly biasa terhadap respon nyeri pasien laki – laki di RSUD Muntilan dan PKU Muhammadiyah DIY". Desain penelitian Quasi eksperimen; post-test only control group. Pengambilan sampel dilakukan secara nonprobability sampling dengan metode purposive sampling, Sampel penelitian berjumlah 30 responden yang terbagi dalam dua kelompok. Hasil uji statistik Mann–Whitney didapatkan angka significancy 0,000. Kesimpulan penelitian bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada skala nyeri keterisasi urin menggunakan jelly anestesi dan jelly biasa pada pasien laki - laki. Dari hasil penelitian, jelly anestesi direkomendasikan diberikan 3 menit sebelum pemasangan kateter urin laki - laki.
This research aimed to show the effectiveness of urine catheterization using anesthetics jelly and water based lubricant for male patients’ pain response at RSUD Muntilan and PKU Muhammadiyah DIY. The research design used quasi experiment; post test only control group. Sample was taken by nonprobability sampling with purposive sampling method.In this study, there were 30 respondents which were divided into two groups. The Mann-Whitney test indicated a significant difference in urine catheterization pain score response using anesthetics jelly and common jelly for male patients. From this study, anesthetics jelly was recommended to use with 3 min delay following instillation of anesthetics jelly before urine catheterization for male patients.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T32782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri
Abstrak :
Latar belakang: Di Indonesia gagal jantung telah menjadi masalah utama komunitas karena tingginya biaya perawatan, kualitas hidup yang rendah, dan kematian prematur. Hingga saat ini loop diuretic masih merupakan terapi utama pada pasien gagal jantung dekompensasi akut (GJDA) dengan klinis kongesti. Respon diuresis dapat diukur secara objektif melalui pengukuran natrium urin. Natrium urin yang rendah atau tetap rendah setelah pemberian loop diuretic dapat menunjukkan derajat gagal jantung yang lebih berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon natriuresis 2 jam paska pemberian loop diuretic serta hubungannya terhadap lama masa rawat dan rawat ulang dalam 30 hari. Metode: Dilakukan pengukuran kadar natrium dalam urin sebelum dan 2 jam paska pemberian loop diuretic pada pasien gagal jantung dekompensasi akut, lalu diobservasi lama masa rawat dan kejadian rawat ulang dalam 30 hari paska rawat pada masing-masing kelompok kadar natrium urin rendah dan kadar natrium urin tinggi. Hasil: Dari 51 pasien yang diuji, rerata usia adalah 52.62 ± 13.72 tahun, mayoritas laki-laki (78.4%). Mayoritas sampel juga menerima obat-obatan gagal jantung selama perawatan. Sebanyak 40 (78,4%) orang menerima obat gagal jantung golongan ACE inhibitor/ARB dan 36 (70,4%) orang menerima obat golongan beta-blocker. Kadar natrium urin 2 jam pasca pemberian loop diuretic berkorelasi moderat dengan lama masa rawat yang semakin singkat (p< 0.05), ditemukan perbedaan signifikan dengan median lama masa rawat pada kelompok tingkat natrium rendah selama 7 (IQR 4 – 11) hari dan pada kelompok natrium tinggi selama 5 (IQR 2,25 – 6) hari. Sedangkan hubungan tingkat kadar natrium urin 2 jam pasca pemberian loop diuretic dengan rawat ulang dalam 30 hari tidak ditemukan perbedaan hubungan bermakna antara kedua variabel ini. Terdapat hubungan bermakna (p < 0,05) antara pengobatan beta-blocker dan ACE inhibitor/ARB rawat ulang dalam 30 hari. Pengobatan beta-blocker dan ACE inhibitor/ARB mengurangi risiko rawat ulang. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar natrium urin 2 jam paska loop diuretic dengan lama masa rawat, dimana kadar natrium rendah memiliki lama masa rawat lebih panjang. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berhubungan dengan kejadian rawat ulang dalam 30 hari. ......Background: In Indonesia, heart failure has become a major community problem because of the high cost of care, low quality of life, and premature death. Until now, loop diuretics are still the main therapy in patients with acute decompensated heart failure (ADHF) with clinical congestion. Diuresis responsiveness can be measured objectively by measuring sodium urine. Low sodium urine or remains low after loop diuretic administration may indicate a more severe degree of heart failure.This study aims to determine the response of natriuresis 2 hours after loop diuretic administration and its relationship to length of stay and readmission in 30 days. Result: Among the 51 patients tested, the mean age was 52.62 ± 13.72 years, the majority were men (78.4%). The majority of the samples received heart failure drugs during treatment. A total of 40 (78.4%) people received ACE inhibitors/ARB and 36 (70.4%) received beta-blockers. Urinary sodium level 2 hours after loop diuretic administration was moderately correlated with shorter length of stay (p < 0.05), a significant difference was found with the median length of stay in the low sodium level group for 7 (IQR 4 – 11) days and in the sodium group. high for 5 (IQR 2.25 – 6) days. Meanwhile, the relationship between urinary sodium levels 2 hours after loop diuretic administration and hospitalization within 30 days was not found to be significantly different between these two variables. There was a significant relationship (p < 0.05) between beta-blocker and ACE inhibitors/ARB treatment and re-admission within 30 days. Beta-blocker and ACE inhibitors/ARB treatment reduced the risk of readmission. Conclusion: There is a relationship between urinary sodium levels 2 hours after loop diuretic and length of stay, where low sodium levels have a longer length of stay. However, it is not related to the readmission incidence within 30 days
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nining Restu Kurnianingsih
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian tentang profile teofilin dalam plasma dan urine setelah pemberian.peroral ka psul teofilin yang berisi 300 my teofilin.. Penelitian tersebut dilakukan terhada p 12 orang sukarelawan yang sehat, berat badan berkisar antara 47 sampal 58 kg. umur berkisar antara 17 sam pai 28 tahun. Pengambilan darah dilakukan sebelum obat diberikan, 60, 120, 180, 240, 360, 480 menit setelah ohat diminum. Urine dikump ulkan pada interval waktu tertentu selama 48 jam. Konsentrasi teofilin daiarn plasma dan urine ditetapkan secara spektr ofotometri. Dari hasil penelitian didapatkan kadar terapi teofilin dalam plasma dapat dicapal dengan pembenian 300 my teofilin. Ada hubungan antara profil teofilin dalam plasma dan urine dimana waktu untuk mencapai ekskresi puncak.teofilin dalam urine sama dengan waktu untuk mencapai kadar puncak teofilin dalam plasma pada t mid. Juga diperoleh parameter-parameter farmakokinetik seperti waktu oaruh teofilin (1 1/2), tetapan kece patan eliminasi (Ke), tetapankecepatan abbsorpsi (Ka) dan ekskresi teofilin dalam urine kumulatif. ......The studies of theophylline profile in plasma and urine after given theophylline orally capsule which contain 300 mg theophylline - has been carried out. The studies involved twelve healthy male volunteers, the range of body weight are beetwen 47 to 58 kg and the ages are between 17 to 28 years old. Blood samples were taken right before the drug was administered and 60, 120, 180, 240, 360, 480 minutes after that. Urine samples were collected at regular intervals over 48 hour periods. The concentration of theophylline in plasma and urine samples were determined by spectrophotometric method. From the data obtained, we observed that the therapeutic concentration of theophylline was reached after given 300 mg theophylline. There was relationship between theophylline profile in plasma and urine, in which the time needed to reach the maximum theophylline excreation in urine was same as the time needed to reach the maximum theophylline plasma concentration at t mid. From the data we also observed the pharmacokinetic parameters as the half ii:fe- (T1/2) elimination rate constant ( Ke ), absorption rate constant ( Ke ) and cumulative urinary excretion.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S31821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>