Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosmalena
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Vitamin C merupakan antioksidan yang banyak terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Jus dari buah mengkudu dilaporkan dapat memberikan perlindungan terhadap hati tikes yang diberi CCL, sifat hepatoprotektif ini diduga karena mengkudu banyak mengandung berbagai antioksidan dengan kandungan vitamin C yang tertinggi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efek perlindungan vitamin C terhadap kerusakan jaringan hati akibat stress oksidatif yang ditimbulkan oleh induksi CCl4. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih galur Wistar jantan dengan berat sekitar 200 gram per ekor. Tikus dibagi secara random menjadi 5 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok I (KK) adalah kelompok kontrol yang mendapat makan dan minuet ad libitum. Kelompok II (KP1) adalah kelompok yang diracuni dengan 0,55 mgCCl4/g berat badan diberikan per oral sebagai dosis tunggal pada hari ke 11. Kelompok III (KP2), IV (KP3), dan IV (KP4), adalah kelompok yang diberi vitamin C dosis rendah (0,03 mg/g berat badan ), dosis sedang (0,06 mg/g berat badan), dan dosis tinggi (0,2 mg/berat badan) yang diberikan per oral selama 11 hari. Pada hari kesebelas 2 jam setelah pemberian vitamin C tikus kelompok III, IV dan V diinduksi CCl4 0,55 mg/g berat badan per oral. Pada hari keduabelas tikus dikorbankan, kemudian dibedah diambil darah dan hatinya untuk pemeriksaan glutation eritrosit dan glutation jaringan hati Berta pemeriksaan histopatologik jaringan hati. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji ANOVA searah. Hasil dan Kesimpulan: Kadar glutation eritrosit kelompok I (2,389 ± 0,716mg/g Hb); kelompok H (1,832 ± 0,320 mg/g Hb); kelompok III (3,131 ± 0,682 mg/g Hb); kelompok IV (2,425 ± 0,488mg/g.Hb); dan kelompok V (3,497 ± 0,488 mg/g Hb). Kadar glutation eritrosit pada kelompok III, IV dan V yaitu kelompok yang dilindungi vitamin C sebelum diinduksi CCLI lebih tinggi dibanding dengan kelompok I maupun H dan secara statistik berbeda bermakna (p0.05). Hasil pemeriksaan jaringan hati secara histopatologik didapatkan derajat kerusakan jaringan hati pada kelompok I (1,000 ± 0,000); kelompok II (3,000 ± 0,632); kelompok III (2,833 ± 0,408); kelompok IV (3,167 ± 0,408); dan kelompok V (2,833 ± 0,408). Meskipun derajat kerusakan jaringan hati pada kelompok III dan V lebih rendah dibanding dengan kelompok II, yaitu kelompok yang diberi vitamin C sebelum induksi CCI4, namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna secara statistik (p>0.01).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Sari
Abstrak :
ABSTRAK
Vitamin C digunakan untuk mencegah penuaan dini, pembentukan melanin dan merangsang pembentukan kolagen. Vitamin C dibuat dalam sediaan topikal agar dapat langsung diaplikasikan pada kulit seperti bentuk larutan. Akan tetapi dalam bentuk larutan, vitamin C tidak stabil karena mudah teroksidasi sehingga efektifitasnya berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode analisis dan menetapkan kadar vitamin C dan turunannya dalam sampel dengan KLT densitometri menggunakan fase diam silika gel 60 F 254 dengan fase gerak butanol-asam asetat-air (5:1:1). Deteksi dilakukan menggunakan Camag TLC Scanner 3 pada panjang gelombang 266 nm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa batas deteksi dan batas kuantitasi vitamin C, magnesium askorbil fosfat, natrium askorbil fosfat, askorbil glukosida dan etil askorbil eter memenuhi persyaratan karena dibawah konsentrasi terkecil dari kurva kalibrasi. Hasil uji keterulangan vitamin C, natrium askorbil fosfat, askorbil glukosida dan etil askorbil eter memberikan nilai koefisien variasi ≤ 2% sedangkan magnesium askorbil fosfat memberikan nilai koefisien variasi lebih dari 2%. Hasil uji perolehan kembali vitamin C dan natrium askorbil fosfat berturut-turut adalah (99,98 ± 1,909)% dan (84,94 ± 1,533)%. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada sampel A mengandung vitamin C sebesar 8,62%, dalam sampel B mengandung natrium askorbil fosfat dengan sebesar 7,62% dan dalam sampel C tidak ditemukan vitamin C maupun turunannya.
ABSTRACT
Vitamin C is used to aging and prevent melanin formation and also stimulate collagen formation. Vitamin C was formulation in topical dosage form to apply easily to the skin was like solution. Nevertheless in solution, vitamin C could be oxidation so its effectiveness was less. The purposes of this research were determined analysis method and the level of vitamin C and its derivates in samples by TLC scanner using silica gel 60 F 254 as stationary phase, with butanol-acetic acid-water (5:1:1) as mobile phase. Detection was using Camag TLC Scanner 3 at 266nm. The result showed that the limit of detection and the limit of quantitation of vitamin C, magnesium ascorbyl phosphate, sodium ascorbyl phosphate, ascorbyl glucoside and ethyl ascorbyl ether were suitable with the requirement because under the lowest concentration of calibration curve. The result of vitamin C, sodium ascorbyl phosphate, ascorbyl glucoside and ethyl ascorbyl ether repeatability have coeffisien variation 2%, while magnesium ascorbyl phosphate repeatability has coeffisien variation more than 2%. The accuration of vitamin C and sodium ascorbyl phosphate were (99,98 ± 1,909)% and (84,94 ± 1,533)% respectively. The result of analysis showed that in sample A the average concentration of vitamin C was 8,62%, sodium ascorbyl phosphate in sample B was 7,62% and in sample C did not detect vitamin C or its derivates.
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2010
S33044
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sofwan
Abstrak :
Telah dilakukan studi perbandingan terhadap tiga cara analisa vitamin C, yakni titrasi dengan 2,6-dikiorofenolindofenol, titrasi dengan N-bromosuksinimida dan spektrofotometri dengan menggunakan ferrosen. Titrasi dengan N-bromosuksinimida lebih luas penggunaannya dibandingkan dengan 2,6-dikiorofenolindofenol, terutama bila contoh mengandung ion Fe tinggi. Untuk cara spektrofotometri diperlukan kemurnian dari kristal ferrisiniurn trikioroasetat agar diperoleh persesualan hasil yang balk. Hasil analisa terhadap berbagai merek sari buah jeruk dalam pasaran di Bandung, menunjukkan bahwa kadar vitamin C amat bervariasi yaltu dari 4,4 sampai dengan 44,1 mg/100 ml.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfil Khaliq
Abstrak :
Korosi merupakan degradasi material karena adanya reaksi dengan lingkungan. Korosi penyebab umum kegagalan dalam industri minyak dan gas. Untuk mengurangi laju korosi ini, dikembangkanlah penggunaan suatu inhibitor organik. Bahan organik dipilih sebagai inhibitor karena bersifat aman, mudah didapatkan, biodegradable, murah dan ramah lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam askorbat (vitamin C) ke dalam inhibitor ubi ungu dalam larutan NaCl 3,5%. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan pengujian polarisasi, pengujian kehilangan berat, Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Pengujian EIS bertujuan untuk melihat perubahan nilai tahanan pada inhibitor yang dicampur tersebut. Sedangkan pengujian FTIR dilakukan untuk melihat kandungan yang menginhibisi logam dari inhibitor ubi itu sendiri, maupun setelah pencampuran dengan asam askorbat. Seperti yang diketahui, ubi ungu memiliki senyawa antioksidan di dalamnya yang dapat menghambat laju korosi, yaitu antosianin dan asam askorbat. Penambahan asam askorbat disini bertujuan untuk melihat apakah adanya efek sinergisme apabila inhibitor ini dicampur. Pengaruh konsentrasi asam askorbat salah satu faktor penting yang dibahas dalam penelitian ini, sebab pembentukan lapisan oksida bergantung pada seberapa banyak konsentrasi yang diberikan.
Corrosion is the material degradation which happens by the cause of reactions with environment . Corrosion is the major cause failure in oil and gas industry. To decrease the corrosion rate, the use of organic inhibitors were developed. Organic compounds were chosen as an inhibitor due to its safety, easily available, biodegradable, low cost and environmentally friendly This study was conducted to study the addition effect of ascorbic acid (vitamin C) on purple sweet potato inhibitor for API-5L pipe steel in NaCl 3.5% solution. Methods which will be used in this study are dynamic polarization, weight loss methods, Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) and Fourier Transform Infra Red (FTIR). The purpose of EIS testing is to identify the difference in resistance value on mixed inhibitors. On the other hand, FTIR is conducted in order to indentify compounds which inhibit metals from purple sweet potato and from its mixture. As it has been studied, purple sweet potato has antioxidant compounds which has the ability to prevent corrosion rate, these antioxidants are anthocyanin and ascorbic acid. The addition of ascorbic acid in this study were purposed to identify the sinergestic effect if these inhibitors were mixed. The concentration effect of ascorbic acid is one of the important factor which will be discussed in this research, because the formation of passive oxide layer depends on the addition of certain concentration.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Wahyu Fitriani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32767
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Triwindawati
Abstrak :
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin C serum dengan kadar SOD eritrosit pada penderita HIV/AIDS . Penelitian dilakukan di UPT HIV RSUPNCM Jakarta mulai bulan Februari sampai Maret 2013. Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap 52 orang penderita HIV. Data yang diambil meliputi data karakteristik subyek berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan, asupan energi, asupan vitamin C, status gizi, riwayat pengobatan ARV, jumlah limfosit T CD4. Dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar vitamin C serum dan kadar SOD eritrosit. Analisis korelasi menggunakan uji Pearson dengan kemaknaan p<0,05. Hasil: Subyek penelitian 25 perempuan dan 27 laki-laki, rerata usia 33,60±4,84 tahun. 80,8% berada dalam rentang usia 30–40 tahun dan 82,7% berpendidikan sedang. Asupan energi 76,9% kurang dengan rerata untuk perempuan 1700,41±316,25kkal/hari dan rerata laki-laki 1996,33±525,72kkal/hari. Asupan vitamin C 100% kurang dengan rerata untuk perempuan 46,62±15,66mg/hari dan laki-laki 46,97±13,39mg/hari. Status gizi 44,2% cukup dan 40,4% lebih dengan rerata IMT 21,98±3,48kg/m2. Sebanyak 94,2% sudah mendapat ARV dan jumlah limfosit T CD4 terbanyak berada pada kategori II CDC (200–499sel/?L) yaitu sebanyak 63,5% dengan median 245(50–861)sel/?L. Kadar vitamin C serum sebanyak 92,3% dalam kategori rendah dengan median 0,23(0,10–0,56)mg/dL. Kadar SOD eritrosit terbanyak (53,8%) dalam kategori normal dengan rerata 1542,10±5,42U/gHb. Terdapat korelasi negatif lemah yang tidak bermakna antara kadar vitamin C serum dengan kadar SOD eritosit (r= −0,109 dan p=0,442) ......The objective of this study was to investigate the correlation between serum vitamin C concentration and erythrocyte SOD concentration of HIV/AIDS patients. Study was conducted at UPT HIV/AIDS RSUPNCM from February to March 2013. The study was a cross sectional study of 52 HIV/AIDS patients. Data collected including subject characteristic age, sex, education, energy intake by food record 2x24 hour, vitamin C intake by FFQ semikuantitatif, nutritional status, history of ART, and CD4 lymphocyte count. Conducted laboratory tests to measure serum vitamin C concentration and erythrocyte SOD concentration. Statistical analysis was done using Pearson’s correlation test. Result: Subject consisted of 27 men and 25 women, mean of age 33.60±4.84years old. 80.8% age in range 30–40years old. 82.7% were medium education level. 76.9% subject had low energy intake, mean 1700.41±316.25kcal/day for women and mean 1996.33±525.72kcal/day for men. 100% subject had low vitamin C intake with mean 46.62±15.66mg/day for women and 46.97±13.39mg/day for men. . Nutritional status of 44.2% had normal and 40.4% over enough with a mean BMI 21.98±3.48 kg/m2. 94.2% had ART and 63.5% lymphocyte count at category II CDC with mean 245(50–861)cell/?L. 92.3% subyek had low serum vitamin C concentration with median 0.23(0.10–0.56)mg/dL. 53.8% subject had normal erythrocyte SOD concentration with mean 1542.10±5.42U/gHb. There was no correlation between serum vitamin C and erythrocyte SOD. (r=−0.109 and p=0.442)
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadinda Shafira
Abstrak :
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh anak yang disebabkan oleh rendahnya asupan gizi, dimulai sejak janin hingga 1.000 hari pertama kehidupan. Salah satu indikator penyebab terjadinya kekurangan gizi adalah kekurangan Vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan dikeluarkan melalui urine. Kadar Vitamin C urine kurang dari 1,12 mmol/L mengindikasikan bahwa pasien kekurangan asupan Vitamin C. Oleh sebab itu, diperlukan deteksi dini untuk pemantauan asupan Vitamin C yang cukup pada ibu hamil. Dalam penelitian ini, dilakukan pengembangan sistem kolorimeteri untuk pengukuran kadar Vitamin C dalam urine dengan model klasifikasi dan regresi berbasis citra dengan strip uji. Citra ditangkap menggunakan kamera ponsel pintar Samsung Galaxy A72, Samsung Galaxy A31, Huawei Nova 5T, dan Vivo Y12. Proses akuisisi citra menggunakan kotak uji yang berisikan papan warna referensi yang mengacu pada X-Rite Color Checker Classic dan barcode uji. Barcode uji merupakan transformasi dari strip uji dengan cara menggunting strip menjadi dua bagian sama besar. Diterapkan model koreksi warna Polynomial Color Correction (PCC) pada citra sebelum memasuki model. Arsitektur model Convolutional Neural Network (CNN) yang digunakan adalah VGG16. Dilakukan variasi bentuk citra input untuk mengetahui bentuk citra yang paling sesuai untuk sistem kolorimetri, studi kasus Vitamin C urine. Variasi bentuk citra input meliputi citra analit tunggal, citra analit multiple, citra seluruh analit, dan citra barcode urinalisis. Citra barcode urinalisis merupakan gabungan antara barcode uji dan warna referensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model terbaik didapatkan dengan menggunakan bentuk citra input barcode urinalisis. CNN-VGG16 mampu melakukan koreksi warna serta ekstraksi fitur di dalam model. Keluaran sistem berupa 5 kelas kadar Vitamin C urine dan kadar Vitamin C urine. Eksperimen dilakukan dengan 3500 citra dengan sampel urine buatan dan 680 citra dengan sampel urine asli. Diperoleh performa model klasifikasi CNN-VGG16 dengan akurasi sebesar 99,5% pada urine buatan dan 88,7% pada urine asli. Didapatkan performa model regresi CNN-VGG16 dengan nilai R2 sebesar 0,998 dan RMSE sebesar 0,067 dengan urine buatan, serta nilai R2 sebesar 0,930 dan RMSE sebesar 0,457 dengan urine asli. Performa tersebut menandakan bahwa sistem kolorimetri urinalisis dapat digunakan untuk menentukan kelas kadar Vitamin C urine dan mengukur kadar Vitamin C urine. ......Stunting is a condition of impaired growth and development that children experience caused by low nutrional intake, starting from fetus until the first 1,000 days of life. One indicator that cause malnutrition is a lack of Vitamin C. Vitamin C is a water-soluble vitamin and excreted in the urine. A urine Vitamin C level less than 1.12 mmol/L, indicates that the patient is deficient in Vitamin C intake. Therefore, early detection is needed to monitor adequate intake of Vitamin C in pregnant women. In this study, a colorimetric system was developed for predict Vitamin C contents in urine using image-based classification and regression models with urine test strip. The image was captured using the Samsung Galaxy A72, Samsung Galaxy A31, Huawei Nova 5T, and Vivo Y12 smartphone cameras. The image acquisition process uses an image housing box contains a reference color board that refers to the X-Rite Color Checker Classic and a test barcode. The test barcode is a transformation of the urine test strip by cutting the strip into two equal parts. The Polynomial Color Correction (PCC) color correction model is applied to the image before entering the CNN models. The architecture of the Convolutional Neural Network (CNN) model used is VGG16. Variations in the input image form were carried out to determine the most suitable image form for the colorimetric system, in case study of Vitamin C urine. Variations of input image form including single analyte image, multiple analyte image, all analyte image, and urinalysis barcode image. The urinalysis barcode image is a combination of the test barcode and the reference color. The results showed that the best model was obtained using the form of urinalysis barcode input image. CNN-VGG16 can perform color correction and feature extraction in the model. The system outputs are 5 classes of urine Vitamin C contents and Vitamin C contents of urine. Experiments were carried out with 3500 images using artificial urine samples and 680 images using real urine samples. The performance of the CNN-VGG16 classification model was obtained with an accuracy of 99.5% using artificial urine and 88.7% using real urine samples. The performance of the CNN-VGG16 regression model was obtained with an R2 value of 0.998 and an RMSE of 0.067 using artificial urine, as well as an R2 value of 0.930 and an RMSE of 0.457 using real urine. This performance indicates that the urinalysis colorimetric system can be used to determine the class of urine Vitamin C contents and measure urine Vitamin C contents.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patsy Sarayar Djatikusumo
Abstrak :
Tujuan :untuk mendapatkan data kadar vitamin C plasma dan humor akuos penderita katarak senilis dan faktor-faktor yang berhubungan. Tempat : Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUPN Cipto Mangunkusumo Metodologi : suatu studi korelasi, dengan subjek 123 penderita katarak senilis yang menjalani operasi katarak, dipilih secara consecutive sampling. Data meliputi data umum, gradasi katarak, pola dan asuhan makan ditentukan dengan metode tanya ulang 2x24jam dan FFQ serta pemeriksaan kadar vitamin C plasma dan humor akuos menggunakan spektrofotometri. Hasil : Kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin C terdapat pada 26% subjek. Pola makan dan asupan vitamin C dengan kriteria kurang pada 62,6% dan 52,9% subjek. Median kadar vitamin C plasma 0,545 (0,203 - 1,986) mgldL dan humor akuos 16,753 (3,528 - 37,505) mg/dL, Penderita katarak gradasi III mempunyai kadar vitamin C plasma yang tertinggi, sedangkan di humor akuosnya terendah. Terdapat korelasi positif antara vitamin C plasma dengan asupan zat gizi (energi, protein dan serat) dan vitamin C humor akuos. Terdapat hubungan antara pola makan, asupan zat gizi, kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin C dengan gradasi katarak. Kadar vitamin C plasma > 0,7 mg/dL (batas risiko katarak) yang diperoleh dari asupan vitamin C 140 mg/hari mempunyai hubungan dengan gradasi katarak. Kesimpulan : Tidak( ada subjek penelitian yang menderita defisiensi vitamin C. Kadar vitamin C humor akuos pada katarak gradasi III lebih rendah dibanding gradasi lanjut kemungkinan dikarenakan sejumlah serat-serat lensa masih aktif menggunakannya. Pola makan yang baik, asupan vitamin C > 140 mg/hari dan kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin C lebih banyak ditemukan pada penderita katarak gradasi awal. Dibutuhkan asuhan vitamin C lebih tinggi dari AKG untuk menunda progresivitas katarak.
Purpose: to identify the plasma and aqueous humor level of vitamin C in senile cataract patient and related factors. Setting: Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Material and Method: A correlation study of 123 consecutive samples of senile cataract patients who underwent cataract surgery. Data were collected include demographic profiles, cataract grades, assessment of dietary profile and intake by food recall 2x24 hours question and FFQ, vitamin C level in plasma and aqueous humor, analyzed by spectrophotometer method. Result: Subject who regularly consumed vitamin C supplement was up to 26%. Poor dietary profile and vitamin C intake were found on 62.6% and 52.9% of the subject respectively. The median of vitamin C level in plasma was 0.545 (0.203-1.986) mg/dL and in aqueous humor was 16.753 (3.528-37.505) mg/dL. The highest median plasma level along with the lowest median aqueous humor level of vitamin C was found on cataract grade 3. Plasma level of vitamin C had a positive correlation with a variety of nutrient intake (energy, protein and fiber) and vitamin C level in aqueous humor. The grade of lens opacities was associated with dietary profile, intake of nutrient, vitamin C supplement consumption. Plasma level of vitamin C higher than 0.7 mg/dL during vitamin C intake of 140 mg per day was related with the grade of lens opacities. Conclusion: None of these senile cataract patients was vitamin C deficient. The aqueous humor level of vitamin C in cataract grade 3 was lower than in other grades. It is assumed that numerous healthy lens fibers are still active utilizing the vitamin C in aqueous humor. Fine dietary profile, high vitamin C intake (>140 mg/dL) and regular consumption of vitamin C supplement were associated with grades of cataract. It is suggested to increase vitamin C intake higher than RDA in order to prevent the progression of cataract.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T1414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayok Witarto
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok Tempat : PT. NATIONAL GOBEL - Cimanggis - Jawa Barat. Metodologi : Studi korelasi, pada 108 orang laki-laki berusia 20 - 55 tahun, perokok dan bukan perokok, yang terpilih secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data umnm, kebiasaan mcrokok, konsumsi suplemen vitamin C, asupan makanan serta kadar vitamin C plasma dan MDA plasma. Hasil : Kebiasaan merokok terdapat pada 45.4% subyek penelitian. Berdasarkan Indeks Brinkman, 37,1% termasuk perokok ringan, 8,3% perokok sedang dan tidak didapatkan perokok berat. Nilai median kadar vitamin C plasma 0.51( ,04 - 1.36 ) mg/dl dan nilai median kadar MDA plasma 0,63 ( 0,22 - 4,74 ) nmol/ml. Didapatkan hubungan bermakna antara asupan energi, protein, serat, merokok dan konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar vitamin C plasma serta hubungan bermakna antara konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar MDA plasma. Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma pada bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang namun korelasi tersebut tidak bermakna ( r-0,014; p=0,916; r--0,170; p=0,295; 1=a-0,317; Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C (r=-0,943; p = 0,005 ). Kesimpulan : Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok, namun korelasi tersebut tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, ada kecenderungan korelasi semakin menguat sesuai peningkatan gradasi merokok. Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C. ......Objective: To identify the correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation. Place : PT. National Gabel - Cimanggis - Bogor. Methods : The simple random sampling was used for correlation study of 108 subjects, smokers and non smokers, age between 20 - 55 years. Data collections including: general data, smoking habit, consumption of vitamin C supplement, food intake and plasma level of vitamin C and MDA. Result : The smokers found a total of 45.4% of the subjects. Using Brinkman's index, the gradation of light smokers were 37.1%, moderate smokers were 82% and there was no heavy smoker. Median value of vitamin C level in plasma was 0.51(0.04 - 1.36) mg/dl and for MDA level in plasma was 0.63 (0.22 -- 4,74) nmol/ml. Significant relationship was found between energy intake, protein, fiber, smoking habit and consumption of vitamin C supplement with plasma level of vitamin C. Significant relationship was found between consumption of vitamin C supplement with plasma level of MDA. Negative correlation was found between plasma level of vitamin C with plasma level of MDA of non smokers, light smokers and moderate smokers but not significant ( r -0.014, p=0.15; r=-0.170, p:'J.295; r=-0.317,p=0406). Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of' MDA( r = - 0.943, p = 0.005 ). Conclusion : Negative correlation was found between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation, but not significant. Although not significant, there was a tendency of stronger correlation if smoking gradation increase. Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Madona
Abstrak :
Tujuan: Membandingkan efek pemberian suplementasi vitamin C dan plasebo terhadap ketebalan komea pasca fakoemulsifikasi. Metode: Eksperimental tersamar ganda, 32 penderita katarak densitas 3-4 yang akan menjalani prosedur fakoemulsifikasi dibagi menjadi 2 kelompok. Pasien perlakuan mendapatkan suplementasi vitamin C 1x500 mg/hari peroral 1 selama satu minggu sebelum operasi, 1 g intravena begitu selesai operasi dan 2x500 mglhari peroral (diminum setelah makan) selama 1 minggu pasca operasi sedangkan kelompok kontrol mendapatkan kapsul plasebo lx1 peroral 1 satu minggu sebelum operasi dan 2x1 peroral selama I minggu pasca operasi. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna ketebalan komea dan nilai suar antara kelompok perlakuan dibandingkan kelompok plasebo pada hari pertama dan ketujuh pasca operasi (p>0,05). Terjadi penurunan ketebalan kornea yang cukup signifikan dari hari pertama ke hari ketujuh pada kelompok vitamin C (p=0,029). Jumlah suar cenderung menetap di hari ketujuh pada kelompok vitamin C dan meningkat pada kelompok kontrol. Namun perubahan ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Kesimpulan: Pemberian vitamin C secara sistemik tidak memiliki dampak terhadap ketebalan kornea pada hari pertama pasca fakoemulsifikasi. Suplementasi vitamin C mempercepat pemulihan ketebalan kornea pada had ketujuh pasca fakoemulsifikasi.
Objective: To evaluate the effect of vitamin C supplementation on corneal thickness after phacoemulsification. Method: Double masked, prospective, randomized clinical trial of 32 patients with grade III-IV cataract. Patient divided into two groups. Subject group received a single dose of 500 mg vitamin C daily orally one week before phacoemulsification were done, I g vitamin C soon after operation finished and 500 mg vitamin C twice daily one week after operation. Control group received the placebo capsule once daily a week before operation and twice daily one week after surgery. Result: Corneal thickness and flare measurement between two groups demonstrated no statistical difference at first and seventh day. In subject group, there was slightly significant decrease of corneal thickness at first 7 days (p=0,029). Flare tended to be stable in subject group and seemed to increase in control group. But this differences was not significant (p>0.05). Conclusion: Supplementation of vitamin C has not showed any influence to corneal thickness at one day after surgery. Vitamin C supplementation seemed to facilitate recovery of corneal thickness at seventh day after surgery.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>