Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Comparation of U - Zr fuel analysis result by XRF and AAS techniques. Comparation study of U - Zr fuel analysisresult by using XRF and SSA techniques has been done. Comparation of analysis is needed to obtain more accurate analysis result....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Aulia Pratiwi
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tahun 2010, total jumlah bottom ash yang diproduksi di Jerman adalah sebesar 5 juta ton per tahun dan jumlah sampah yang diinserasi adalah 20.6 juta ton per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa sampah masih merupakan suatu masalah di Jerman. Walaupun bottom ash sudah sering digunakan sebagai material sekunder, namun masih belum dapat mengurangi masalah sampah. Penggunaan bottom ash pada konstruksi dan pembuatan jalan juga dikurangi dimana adanya larangan yang membatasi karena dapat mengkontaminasi tanah. Salah satu cara untuk mengurangi masalah sampah adalah dengan memulihkan elemen berharga yang ada pada bottom ash sehingga dapat digunakan sebagai material sekunder. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk memulihkan elemen berharga, namun proses yang dilakukan masih menggunakan larutan kimia dimana tidak ramah lingkungan. Suatu proses baru dibutuhkan untuk memulihkan elemen berharga tanpa menghasilkan sampah lainnya. Pertama-tama, bottom ash dikeringkan untuk mengurangi kandungan air dan kemudian digiling untuk mengecilkan ukurannya. Setelah itu bottom ash akan disaring dan dipisahkan menjadi lima fraksi yang berbeda, yaitu 500 μm, 250 μm, 125 μm, 63 μm, dan kurang dari 63 μm. Dikarenakan penelitian ini hanya difokuskan pada fraksi magnetik, maka proses pemisahan menggunakan magnet juga dilakukan untuk mengetahui elemen apa saja selain besi yang akan terpisahkan dengan metode ini. Terakhir proses pemisahan gravitasi dilakukan untuk mendapatkan elemen berharga dari bottom ash. Observasi menggunakan mikroskop digital dan mikroskop optik juga dilakukan untuk mengetahui morfologi dari bottom ash. Bottom ash yang telah diproses kemudian akan dianalisa menggunakan SEM-EDS dan XRF untuk mengetahui kandungan kimianya. Berdasarkan hasil karakterisasi diketahui bahwa bottom ash mengandung banyak elemen berharga seperti besi, nikel, kromium, dan kobalt. Elemen yang memiliki persentase pemulihan terbesar adalah besi dimana persentase beratnya meningkat dari 5.061% menjadi 33.790%. Setelah seluruh proses pemisahan dilakukan diketahui adanya partikel non magetik, yaitu partikel silikon yang dilapisi dengan lapisan magnetik.
ABSTRACT
The total amount of bottom ash produced in Germany in 2010 was 5 million tons per year while the total amount of incinerated waste was 20.6 million tons per year[1]. This number indicates that waste is still a big problem in Germany. Even though bottom ash is widely used as secondary material, it is still not enough to reduce the problem. The use of bottom ash in construction and roads will also decreases since it is limited by the regulation due to soil contamination. One way to reduce the problem is to recover the valuable elements in the bottom ash thus it can be used as secondary material. For the past few years, many researches have been done to recover the valuable elements. However, the process that is used to recover the element is using chemical solution, such as leaching, which is not environmentally friendly. In order to protect the environment and not produce another waste after the process, a new recovery process is needed. At first, bottom ash must be dried to reduce the water content and ball milled to reduce its size. Afterwards, it sieved into five different fractions, which are 500 μm, 250 μm, 125 μm, 63 μm, and less than 63 μm. This study is focused on the magnetic fraction of bottom ash separated by magnets to find out, which elements beside iron can be separated with this technique. In the end, gravity separation process was done in order to obtain the valuable elements from bottom ash. Bottom ash was also observed with digital microscope and optical microscope in order to found out its morphology. Bottom ash that has been processed then will be analysed with SEMEDS and XRF to discover its chemical content. From both characterizations, it is known that bottom ash contained many valuable elements such as iron, nickel, chromium, and cobalt. Element which has the highest recovery percentage is iron, which its weight percentage is raising from 5.061% to 33.790%. After separation processes, some light and non-magnetic particles have been observed. These are silicon particle which is encapsulated with a magnetic layer.;
2016
T46311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febi Silfia Azzahra
Abstrak :
Pesisir selatan Jawa Timur memiliki potensi kebencanaan terutama tsunami yang cukup tinggi. Untuk tujuan mitigasi, selain memperingatkan warga mengenai bahaya tsunami, perlu juga dilakukan penelitian sejarah kejadian tsunami karena ada kemungkinan pengulangan kejadian. Catatan sejarah tsunami di Jawa Timur banyak mengambil tempat di Pacitan dan Banyuwangi, padahal Lumajang beserta beberapa kabupaten lain menjadi daerah yang sangat rawan tsunami juga. Maka dari itu, penelitian ini memilih daerah Lumajang, lebih tepatnya Kecamatan Tempeh sebagai lokasi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi endapan paleotsunami menggunakan empat metode, yaitu granulometri, XRF, Loss on Ignition (LOI), dan analisis mikrofauna. Dari pengamatan di lapangan dan karakter lapisan, berdasarkan pengamatan megaskopis, kandidat endapan paleotsunami pada sampel core JTM-11 terdapat pada kedalaman 142-150 cm. Berdasarkan analisis laboratorium yang berupa analisis granulometri, XRF, dan LOI, didapatkan bahwa karakter dari endapan kandidat paleotsunami tidak menunjukkan karakter endapan paleotsunami yang cukup signifikan dan representatif. Untuk analisis LOI sendiri juga menunjukkan angka yang sangat rendah baik di lapisan kandidat dan non kandidat. Selain itu tidak ditemukan adanya mikrofauna pada lapisan kandidat paleotsunami. ......The southern coast of East Java has quite high potential for disasters, especially tsunamis. For mitigation purposes, apart from warning residents about the dangers of tsunamis, it is also necessary to research the history of tsunami events because there is a possibility of recurrence. Historical records of tsunamis in East Java mostly take place in Pacitan and Banyuwangi, even though Lumajang and several other districts are areas that are very prone to tsunamis as well. Therefore, this research chose the Lumajang area, more precisely Tempeh District as the research location. This research aims to identify paleotsunami deposits using four methods, namely granulometry, XRF, Loss on Ignition (LOI), and microfauna analysis. From field observations and layer characteristics, based on megascopic observations, candidate paleotsunami deposits in the JTM-11 core sample are found at a depth of 142 – 150 cm. Based on laboratory analysis in the form of granulometry, The LOI analysis itself also shows very low numbers in both the candidate and non-candidate layers. Apart from that, no microfauna was found in the paleotsunami candidate layer.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qinanti Anakke Duan Yarita Tawekal
Abstrak :
Perairan utara Papua berada pada lokasi yang strategis, dimana merupakan posisi salah satu pintu masuk arus lintas Indonesia (arlindo) yang merupakan bagian dari siklus oseanografi global. Sedimen laut dapat memberikan data mengenai keadaan lingkungan sekitarnya yang relatif lengkap dan tidak terganggu hingga jutaan tahun. Bukti perubahan lingkungan yang terekam pada sedimen laut berdasarkan karakteristik sedimen dan kandungan foraminifera pada periode transisi Pleistosen dan Holosen juga masih belum banyak dipelajari. Periode transisi Pleistosen-Holosen dapat menimbulkan dampak perubahan lingkungan yang dapat diteliti perbedaan akibat perubahan iklim tersebut. Kondisi tersebut dapat menimbulkan dampak perubahan lingkungan, paleogeografi, dan sumber daya alam yang signifikan. Variasi kelimpahan dan kumpulan foraminifera sendiri merupakan respons adaptif dari foraminifera terhadap perubahan lingkungan dengan habitatnya. Sedimen yang terdapat pada perairan Utara hingga Barat Jayapura ini kemudian dianalisis menggunakan metode Analisis Foraminifera, XRF, Granulometri dan LOI. Berdasarkan hasil kurva dari keempat metode yang dilakukan, dicurigai batas antara Kala Pleistosen dan Holosen berada di kedalaman 61 cm. Hasil tersebut yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan komposisi foraminifera dan karakteristik sedimen akibat perubahan iklim yang terjadi. ......The waters of northern Papua are in a strategic location, which is the position of one of the entrances to the Indonesian cross flow (arlindo) which is part of the global oceanographic cycle. Marine sediments can provide data about the condition of the surrounding environment that is relatively complete and undisturbed for millions of years. Evidence of environmental changes recorded in marine sediments based on sediment characteristics and foraminifera content during the Pleistocene and Holocene transition periods has also not been widely studied. The Pleistocene - Holocene transition period can cause the impact of environmental changes which can be studied for differences due to climate change. These conditions can result in significant changes in the environment, paleogeography and natural resources. Variations in the abundance and collection of foraminifera themselves are an adaptive response of foraminifera to environmental changes in their habitat. The sediment found in the waters north to west of Jayapura was then analyzed using Foraminifera Analysis, XRF, Granulometry and LOI methods. Based on the curve results from the four methods used, it is suspected that the boundary between the Pleistocene and Holocene times is at a depth of 61 cm. These results are used to identify differences in foraminifera composition and sediment characteristics due to climate change.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Sconardo
Abstrak :
Lumpur merah adalah limbah padat yang banyak mengandung besi oksida yang dihasilkan dalam produksi industri alumina (Aluminium Oksida, bahan baku utama dalam pembuatan logam aluminium dan banyak digunakan dalam pembuatan keramik). Aluminium berasal dari batu bauksit yang diolah sedemikian rupa, sehingga menjadi produk aluminium yang banyak digunakan. Lebih dari 95% dari alumina yang diproduksi secara global merupakan hasil dari olahan proses bayer, dimana untuk setiap ton alumina yang diproduksi, menghasilkan sekitar 1 sampai 2 ton Lumpur merah. Produksi alumina pada tahun 2020 berjumlah sekitar 130 juta ton, yang artinya, lebih dari 200 juta ton lumpur merah dihasilkan. Mortar merupakan campuran dari semen, pasir dan air yang umumnya digunakan untuk pelapisan struktur dasar suatu bangunan. Pada umumnya, mortar berbentuk plesteran atau acian yang berfungsi untuk merapikan dinding atau lapisan beton yang biasanya sudah ada dan berwarna abu-abu. Pada penelitian ini lumpur akan dikeringkan, kemudian dihancurkan menjadi butiran halus. Butiran halus lumpur merah akan dicampurkan dengan semen putih untuk dijadikan mortar dengan ukuran 5 x 5 x 5 cm. Perbandingan yang digunakan adalah subtitusi red mud sebanyak 0%, 10% hingga 50% (berlaku kelipatan sepuluh). Hasil dari pengujian kekuatan tekan mortar dengan substitusi red mud sebanyak 20% memiliki daya kekuatan tekan yang lebih tinggi hampir 15% dari mortar semen putih. Substitusi lumpur merah ini juga memberikan estetika warna, dimana semakin banyak kandungan lumpur merah dalam substitusi ini, menyebabkan semakin merahnya mortar yang dihasilkan. Hasil XRF menunjukkan bahwa unsur Fe, Al, Si, dan Na merupakan unsur yang paling dominan. Pada Blaine test dan uji piknometer, hasil menunjukkan bahwa ukuran butiran lumpur merah adalah lebih kecil dan lebih halus dibandingkan semen pada umumnya. ......Red mud is a solid waste which contains a lot of iron oxide that are produced in the industrial production of alumina (Aluminum Oxide, the main raw material in the manufacture of Aluminium and is widely used in the manufacture of ceramics). Aluminum comes from bauxite stone which is processed in a way that becomes a widely used end product. More than 95% of the alumina produced globally is the result of Bayer process, in which for every tonne of alumina produced, about 1 to 2 tons of red mud are made. Alumina production in 2020 amounted to around 130 million tons, which means, more than 200 million tons of red mud have been produced. Mortar is a mixture of cement, sand, and water which is generally used for coating of the basic structure of a building. In general, mortar is in the form of stucco or plaster that serves to smooth out walls or layers of concrete that are usually gray in color. In this study red mud will be dehydrated, then crushed into fine granules. Fine granules of red mud will be mixed with white cement to make a mortar with a size of 5 x 5 x 5 cm. The comparison used is red mud substitution of 0%, 10% to 50% (multiples of ten). The results of the compressive strength of mortar with 20% red mud substitution had a higher compressive strength of almost 15% than white cement mortar. This red mud substitution also provides color aesthetics, where the more red mud content in this substitution, the redder the mortar becomes. XRF results show that Fe, Al, Si, and Na are the most dominant elements. In the Blaine test and the pycnometer test, the results showed that the grain size of the red mud was smaller and finer than cement in general.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Nur Aulia Afiff
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutuhan CaCO3 murni (>98%) baik di dunia maupun di Indonesia terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan ini Indonesia mengimpor CaCO3 murni dalam jumlah yang cukup besar tiap tahunnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah satu sumber daya alam yang melimpah di Indonesia adalah batuan dolomit. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah mineral dolomit, perlu dilakukan kajian teknologi yang dapat diaplikasikan secara tepat dalam mengolah mineral dolomit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk dapat memisahkan kandungan CaCO3 dalam dolomit sehingga menghasilkan CaCO3 dengan tingkat kemurnian yang tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi proses leaching yaitu berupa selective leaching dimana pada metode ini digunakan HCl dalam konsentrasi yang sangat rendah sehingga hanya ion Ca yang larut dalam HCl. Karakterisasi yang dilakukan meliputi komposisi dolomit dan produk CaCO3 menggunakan XRF dan metode penimbangan. Selective leaching dengan menggunakan HCl dilakukan pada variasi konsentrasi, waktu, rasio, dan kecepatan pengadukan. Kondisi optimum untuk menghasilkan CaCO3 dengan kemurnian diatas 98% didapat dengan menggunakan HCl 0.05M sebanyak 100mL selama 1 jam dan dilakukan tanpa pengadukan.
ABSTRACT
The needs of pure CaCO3 (>98%) both in the world and in Indonesia continues to increase every year. To meet this need, Indonesia imports CaCO3 in large quantities each year. This is very unfortunate because Indonesia has abundant natural resources, and one of them is dolomite. In an effort to increase the value of dolomites in Indonesia, it is necessary to study technologies that can be applied appropriately in processing the dolomites. This study aims to produce pure CaCO3 from dolomites in order to fulfill the needs in Indonesia. In this research, leaching process is modified into selective leaching. In this method, the concentrations of HCl that being used is very low that only Ca ion is dissolved in HCl. Characterization of dolomites composition is conducted by using XRF. Selective leaching using HCl performed at various concentrations, times, ratios, and stirring speeds. The optimum conditions to produse CaCO3 with a purity above 98% is obtained by using 100mL of 0.05M HCl for 1 hour and is done without stirring.
2015
S59778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Determination of Sn,Fe,Cr,Ni and-2 impurities as cladding material and end cup of fuel element for power reactor. A measurement of major and poision elements in zircaloy-2 using emission spectrometer and X-Ray Fluorence (XRF) equipment has been conducted. The objective of this investigation is for verifying specification of zircaloy-2 material bu qualitative and quantitative method....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
RANCANGAN DASAR ON-LINE ANALYZER UNSUR PADA LEMBARAN KERTAS DENGAN TEKNIK X-RAY FLUORESCENCE (XRF). Telah dilakukan rancangan dasar on-line analyzer unsur pada lembaran kertas dengan teknik XRF. Dibandingkan dengan teknik pencuplikan, teknik XRF ini memiliki kelebihan dalam hal akurasi dan waktu analisis. Kegiatan perancangan yang telah dikerjakan meliputi penentuan persyaratan desain, persyaratan fungsi, persyaratan teknis, spesifikasi teknis, perancangan sub sistem deteksi, perancangan sub sistem akuisisi data, dan perancangan computer console operator. Kegiatan ini akan menggunakan detektor silicon drift detector (SDD) atau detector X-ray CdTe untuk mendeteksi X-ray fluorescence yang dipancarkan oleh unsur-unsur dalam lembaran kertas akibat interaksi X-ray dari sumber 55Fe (Ferro-55). Desain dasar perangkat on-line analyer unsur pada lembaran kertas dengan teknik XRF ini perlu dilanjutkan ke tahap kerekayasaan selanjutnya, yaitu desain rinci, konstruksi prototipe, dan pengujian di lapangan.

BASIC DESIGN OF ON-LINE ANALYZER FOR SHEET PAPER USING X-RAY FLUORESCENCE (XRF) TECHNIQUE. Basic design of on-line analyzer for sheet paper using X-ray fluorescence technique has been carried out. Compared with sampling technique, this X-ray fluorescence technique has some advantages in term of analysis accuracy and time. The design activities performed including the establishment of design requirements, functional requirements, technical requirements, technical specification, detection sub-system design, data acquisition subsystem design, and operator computer console design. This program will use silicon drift or CdTe X-ray detector to detect X-ray fluorescence emitted by elements in sheet paper due to X-ray interaction of a X-ray source, 55Fe (Ferro-55).This basic design of on-line analyzer for sheet paper using X-ray fluorescence technique should be followed up with the development of detailed design, prototype construction, and field testing.
Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN)-BATAN, 2016
621 JPN 10:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amrita Vella Wedha
Abstrak :
Gunung Krakatau merupakan salah satu gunung api aktif yang berada di Indonesia. Sejak tahun 1929, gunung api ini sudah meletus sekurang-kurangnya sebanyak 80 kali yang terjadi setiap tahun yang berupa erupsi eksplosif atau efusif. Dalam sejarahnya, terdapat lima fase dari evolusi pembentukkan Gunung Krakatau yaitu fase pembentukkan Gunung Krakatau Tua, fase penghancuran Gunung Krakatau Tua, fase pembentukkan Gunung Krakatau Muda, fase penghancuran Gunung Krakatau Muda, dan fase pembentukkan Gunung Anak Krakatau. Penelitian yang dilakukan berfokus pada letusan pada Gunung Api Old Krakatau yang terjadi sebelum abad ke-5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis magma, tatanan tektonik, dan proses magmatisme daerah penelitian dengan menggunakan analisis petrografi, microtexture Plagioklas, dan geokimia dengan XRF (X-ray Fluoresence) dan SEM-EDS (Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy). Mineral yang ditemukan pada daerah penelitian terdiri dari mineral plagioklas, piroksen, dan opak, serta terdapat microtexture Plagioklas berupa coarse sieve, fine sieve, oscillatory zoning, glomerocryst, dan broken crystal. Jenis batuan yang ada pada daerah penelitian adalah Riolit dan Dasit dengan seri magma kalk-alkalin yang terbentuk di continental arcs pada lingkungan active continental margin. ...... Krakatau is one of the active volcanoes located in Indonesia. Since 1929, this volcano has erupted at least 80 times annually, ranging from explosive to effusive eruptions. Throughout its history, there have been five phases in the evolution of the formation of Mount Krakatau: the formation of Old Krakatau, destruction of Old Krakatau, formation of Young Krakatau, destruction of Young Krakatau, and the formation of Anak Krakatau. This research focuses on the eruptions of the Old Krakatau that occurred before the 5th century. This research aims to determine the types of magma, tectonic arrangements, and the processes of magmatism in the research area using petrographic analysis, plagioclase microtexture, and geochemical analysis with XRF (X-ray Fluorescence) and SEM-EDS (Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy). Minerals found in the research area include plagioclase, pyroxene, and opaque minerals, with Plagioklas microtextures such as coarse sieve, fine sieve, oscillatory zoning, glomerocryst, and broken crystal. The types of rocks found in the research area are Riolit and Dasit with a calc-alkaline magma series formed in continental arcs within an active continental margin environment.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kun Muhandis Adam Prasetyo
Abstrak :
Jumlah penggunaan semen sebagai bahan baku beton menjadi salah satu penyumbang CO2 terbesar di dunia. Penggunaan semen akan terus meningkat seiring dengan perkembangan industri. Salah satu peluang untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengganti semen sebagai bahan baku beton dengan geopolimer metakaolin. Geopolimer metakaolin memanfaatkan suhu panas yang lebih rendah daripada semen biasa dalam pemrosesannya, sehingga energi total yang digunakan lebih sedikit serta mengurangi pembentukan emisi karbon. TiO2 dipercaya dapat meningkatkan kuat tekan geopolimer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek TiO2 terhadap kuat tekan geopolimer serta mencari tahu solusi permasalahan yang mungkin terjadi. Beton geopolimer dibuat menggunakan metakaolin sebagai prekursor dengan tambahan partikel TiO2 sebagai pengisi, kemudian dicampur dengan larutan aktivator NaOH/Na2SiO3 dan di-curing menggunakan oven pada suhu 60o C selama 24 jam. Dilakukan variasi desain sampel pada persentase TiO2 terhadap prekursor yaitu MKTi0, MKTi2.5, MKTi5, dan MKTi10. Dilakukan pengujian setting time untuk melihat lama waktu pengerasan masing- masing sampel, pengujian kuat tekan untuk mengetahui pengaruh TiO2 terhadap kuat tekan geopolimer, serta pengujian SEM untuk mengetahui bagaimana TiO2 mempengaruhi setting time dan kuat tekan dari segi mikrostruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan TiO2 ke dalam geopolimer dapat mempercepat waktu setting time, akan tetapi menurunkan kekuatan tekan. Hasil SEM menunjukkan bahwa semakin banyak TiO2 pada geopolimer berpotensi membentuk agglomerasi dan meningkatkan porositas. Jenis metakaolin dan ukuran TiO2 memiliki pengaruh penting pada hasil akhir. ......The extensive use of cement as a raw material for concrete is one of the largest contributors to CO2 emissions globally. As the industry continues to grow, cement usage is expected to increase. One potential solution to this problem is replacing cement with metakaolin-based geopolymers. Metakaolin geopolymers require lower processing temperatures compared to traditional cement, resulting in lower energy consumption and reduced carbon emissions. TiO2 is believed to enhance the compressive strength of geopolymers. This research aims to investigate the effects of TiO2 on the compressive strength of geopolymers and identify possible solutions to related issues. Geopolymer concrete was produced using metakaolin as the precursor with added TiO2 particles as a filler. This mixture was then combined with an NaOH/Na2SiO3 activator solution and cured in an oven at 60° C for 24 hours. Sample designs varied the percentage of TiO2 in the precursor, specifically MKTi0, MKTi2,5, MKTi5, and MKTi10. Tests were conducted to measure the setting time for each sample, assess the compressive strength to determine the impact of TiO2, and perform SEM analysis to understand how TiO2 affects setting time and compressive strength at the microstructural level. The results indicated that adding TiO2 to the geopolymer accelerates the setting time but reduces compressive strength. SEM analysis showed that higher amounts of TiO2 in the geopolymer tend to form agglomerations and increase porosity. The type of metakaolin and the size of TiO2 particles significantly influence the final outcomes.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>