Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizqi Amaliah
Abstrak :
Latar belakang: Hiperglikemia dan AKI merupakan komorbiditas yang sering dijumpai pada anak sakit kritis. Keduanya berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Hubungan antara hiperglikemia dan AKI pada anak sakit kritis belum banyak diketahui. Tujuan: Diketahuinya perbedaan proporsi AKI pada kelompok anak sakit kritis dengan hiperglikemia dan nonhiperglikemia. Diketahuinya perbedaan rerata kadar gula darah admisi, kadar gula darah puncak, dan durasi hiperglikemia pada kelompok anak sakit kritis dengan AKI dan tanpa AKI. Metode: Penelitian kohort prospektif dilakukan pada anak sakit kritis usia 1 bulan-18 tahun di ruang resusitasi IGD dan perawatan intensif anak RSCM selama bulan Agustus-Desember 2016. Pemeriksaan kadar gula darah, kreatinin serum, dan kadar NGAL urine dilakukan pada saat admisi. Pemantauan kadar gula darah dilakukan dengan interval 2 jam pada kelompok hiperglikemia. Seluruh subyek diikuti sampai keluar ruang perawatan intensif. Hasil: Proporsi subyek anak sakit kritis yang mengalami hiperglikemia adalah 46,5 IK 95 36,8-56,2 . Proporsi subyek dengan hiperglikemia yang mengalami AKI menurut kriteria AKIN adalah 30,7 IK 95 21,8 ndash;39,6 , sedangkan proporsi subyek dengan hiperglikemia yang memiliki kadar NGAL urine >135 ng/mL adalah 21,8 IK 95 13,8 ndash;29,8 . Acute kidney injury menurut kriteria AKIN maupun kadar NGAL urine lebih banyak dijumpai pada subyek dengan hiperglikemia, namun perbedaan proporsi tersebut tidak bermakna secara statistik kriteria AKIN: RR 2,08; IK 95 0,93-4,67; P 0,072; NGAL urine >135 ng/mL: RR 1,34; IK 95 0,81-2,1; P 0,243 . Paparan hiperglikemia pada perawatan intensif dengan durasi ge;4 jam risiko AKI meningkat sebesar 2,38 kali IK 95 1,25 ndash;4,56. Simpulan: Acute kidney injury banyak dijumpai pada anak sakit kritis yang mengalami hiperglikemia. Paparan hiperglikemia ge;4 jam pada perawatan intensif berkaitan dengan peningkatan risiko AKI pada anak sakit kritis. ......Background Hyperglycemia and AKI are common in critically ill children. Both conditions are associated with increasing mortality and morbidity. The association of hyperglycemia and AKI in critically ill children is still not well understood. Objective To evaluate the difference in proportion of AKI between critically ill children with and without hyperglycemia. To evaluate the mean difference of initial blood glucose, peak blood glucose, and the duration of hyperglycemia between critically ill children with and without AKI. Method A prospective cohort study was conducted in critically ill children aged 1 month to 18 years at the emergency unit and the pediatric intensive care unit at Cipto Mangunkusumo Hospital between August December 2016. Blood glucose, creatinine serum, and urine NGAL was examined at admission. Blood glucose was monitored every 2 hours in hyperglycemic subjects. All of the subjects were followed until time of discharge from the intensive care unit. Result Hyperglycemia in critically ill children was found in 46.5 subject 95 CI 36.8 56.2. Acute kidney injury based on the AKIN criteria was found in 30.7 hyperglycemic subjects 95 CI 21,8 ndash 39,6, and hyperglycemia with an increased urine NGAL level 135 ng mL was found in 21.8 subjects 95 CI 13.8 ndash 29.8. Acute kidney injury and an increased urine NGAL were more frequently found in subjects with hyperglycemia, however, the difference in the proportion was statistically insignificant AKIN criteria RR 2,08 95 CI 0,93 4,67 P 0,072 urine NGAL level 135 ng mL RR 1,34 95 CI 0,81 2,1 P 0,243 . The duration of hyperglycemia ge 4 hours at the intensive care unit increases the risk of AKI up to 2.38 times CI 95 1.25 ndash 4.56. Conclusion Acute kidney injury are frequently seen in hyperglycemic critically ill children. A duration of hyperglycemia of ge 4 hours in intensive care unit is associated with an increased risk of AKI in critically ill children.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silmi Kaffah
Abstrak :
Latar Belakang dan tujuan: Masalah penting dalam pengobatan tuberkulosis multidrug-resistant (TB MDR) yaitu pemberian obat lini kedua jangka panjang yang erat kaitannya dengan nefrotoksisitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalens acute kidney injury yang terjadi pada pasien yang mendapatkan paduan obat antituberkulosis MDR lini kedua serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan berbasis data rekam medis pasien TB MDR di poliklinik MDR dan ruangan rawat inap TB MDR RSUP Persahabatan yang mendapat paduan standar fase awal OAT MDR lini kedua. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dalam kurun waktu Januari 2015 sampai dengan Desember 2015. Hasil: Pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 123 pasien TB MDR. Prevalens AKI didapatkan pada 64 subjek (52%) dengan tingkat keparahan AKI terdiri 39 subjek (31,7%) dengan AKI ringan, 17 subjek (13,8%) dengan AKI sedang dan 8 subjek (6,5%) dengan AKI berat. Waktu terjadinya AKI terbanyak pada bulan kedua. Prevalens AKI lebih banyak ditemukan pada usia>40 tahun (66,7%) dibandingkan dengan usia <40 tahun (40,6%), komorbid diabetes melitus (71,9%) dibandingkan dengan tanpa komorbid DM (45,1%) dengan OR 2,45 (IK 95% 0,90-6,70) dan pada penggunaan Kapreomisin (76%) dibandingkan dengan Kanamisin (35,7%) dengan OR 5,45 (IK 95% 2,34-12,67). Hasil ini bermakna secara statistik dengan nilai p<0,05. Faktor jenis kelamin, status merokok, indeks brinkman, indeks massa tubuh (IMT), status human immunodeficiency virus (HIV), penggunaan Etambutol, hipotiroid tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan: Usia >40 tahun, komorbid DM dan penggunaan Kapreomisin merupakan faktor risiko terjadinya acute kidney injury pada pasien TB MDR yang medapatkan OAT lini kedua pada fase awal pengobatan MDR.
Background: An important problem in multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) treatment is the second line tuberculosis drug therapy related to nephrotoxicity given in a long term. The aim of this study was to investigate the prevalence of acute kidney injury that occured in multidrug resistant tuberculosis patients who received second line tuberculosis drug therapy and the contributing factors in Persahabatan Hospital. Method: This is a retrospective cohort study based on medical record data of multidrug resistant tuberculosis patients who received standard regimen of multidrug resistent tuberculosis program at MDR Clinic and inward MDR patients in the intensive phase of second line anti tuberculosis drug. Sampling was conducted from January 2015 until December 2015. Results: Sample of this study was 123 patients multidrug resistant tuberculosis. Prevalence of AKI was obtained from 64 subjects (52%) based on its severity, consisting 39 subjects (31,7%) with mild severity, 17 subjects (13,8%) with moderate severity, and 8 subjects (6,5%) with high severity. The most occurrence of AKI was found in second month. Prevalence AKI was higher in patients with age >40 years (66,7%) than those with age <40 years (40,6%), higher in patients with diabetes melitus comorbid (71,9%) than those without comorbid DM (45,1%) with OR 2,45 (IK 95% 0,90-6,70) and higher in patients receiving Kapreomisin (76%) than those receiving Kanamisin (35,7%) with OR 5,45 (CI 95% 2,34-12,67). These result were statistically significant with p<0,05. Gender, smoking status, index brinkman, body mass index (BMI), human immunodeficiency virus (HIV) status, treatment with Etambutol, and hypothyroidism were not statiscally significant. Conclusion: Age >40 years, DM and using Kapreomycin are risk factors for acute kidney injury in MDR TB patients whose received second line tuberulosis drugs in intensive phase.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shifa Syahidatul Wafa
Abstrak :
Latar Belakang: Strategi yang sering digunakan untuk mengurangi kejadian acute kidney injury pasca kemoterapi cisplatin adalah kombinasi hidrasi dan mannitol. Walaupun sebagian studi menyatakan bahwa mannitol menurunkan kejadian acute kidney injury pasca kemoterapi cisplatin, studi lainnya menunjukkan hal sebaliknya. Tujuan: Mengetahui pengaruh penambahan mannitol pada hidrasi terhadap kejadian acute kidney injury pada pasien kanker yang mendapatkan cisplatin dosis tinggi. Metode: Studi dengan desain kohort ambispektif terhadap pasien kanker organ padat yang mendapat kemoterapi cisplatin dosis tinggi di RSCM dan MRCCC Siloam Hospitals. Penelitian dilakukan pada September 2017-Februari 2018. Luaran yang dinilai adalah peningkatan kreatinin serum ge; 0,3 mg/dl atau 1,5 kali kadar pra kemoterapi. Analisis bivariat dan multivariat dengan logistik regresi dilakukan untuk menghitung crude risk ratio RR dan adjusted RR kejadian acute kidney injury pasca kemoterapi cisplatin dosis tinggi antara kelompok dengan penambahan mannitol terhadap kelompok tanpa penambahan mannitol pada hidrasi. Hasil: Data didapat dari 110 pasien (57,3% laki-laki) dengan median usia 44,5 tahun (kisaran 19 - 60 tahun); 63 mendapat penambahan mannitol dan 47 hanya hidrasi. Proporsi kejadian AKI lebih tinggi pada kelompok yang mendapatkan penambahan mannitol vs kelompok tanpa penambahan mannitol (22,6% vs 10,4%). Pada analisis bivariat didapatkan penambahan mannitol pada hidrasi meningkatkan probabilitas terjadinya AKI pasca kemoterapi cisplatin dosis tinggi, dengan risiko relatif (RR) sebesar 2,168 (IK 95% 0,839-5,6). Pada analisis multivariat dengan mengontrol usia, adjusted RR adalah 3,52 (IK 95% 1,11-11,162; p value = 0,033). Simpulan : Penambahan mannitol pada hidrasi memiliki risiko lebih besar terhadap kejadian AKI pasca kemoterapi Cisplatin dosis tinggi.
Background: The addition of mannitol to saline hydration has been used frequently for preventing cisplatin induced acute kidney injury (AKI). Meanwhile, the initial studies demonstrated that mannitol diuresis decreased cisplatin induced renal injury and others have shown renal injury to be worst. Objective: To compare the risk of acute kidney injury in cancer patients receiving high dose cisplatin with and without addition of mannitol. Method: This was an ambispective cohort study based on consecutive sampling at Cipto Mangunkusumo General Hospital and Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals. The data was obtained from September 2017 to February 2018. The choice of mannitol administration based on responsible physician clinical judgment. The outcome was any increment more than 0,3 mg/dl or 1,5 times from baseline of serum creatinine. Analysis was done by using SPSS statistic which consist of; univariate, bivariate and multivariate logistic regression to obtain crude risk ratio and adjusted risk ratio of cisplatin induced acute kidney injury probability of mannitol addition on hydration. Result: Data from 110 patients (57,3%) male with a median age of 44,5 years old (range 19 to 60 years old) were collected; 47 received saline alone and 63 received saline with mannitol addition. Acute kidney injury were higher with mannitol than without mannitol addition (22,6% vs 10,4%). Bivariate analysis showed higher probability of post chemotherapy AKI in mannitol group (RR 2,168; 95% CI 0,839-5,6). On multivariate analysis the adjusted RR was 3,52 (95% CI 1,11-11,162; p value = 0,033) by controlling age. Conclusion: The addition of mannitol on hydration had higher risk of AKI after high dose cisplatin chemotherapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Kamila
Abstrak :
Acute kidney injury (AKI) didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu 7 hari. AKI dapat disebabkan oleh obat-obatan nefrotoksik yang disebut dengan istilah Drug Induced Acute Kidney Injury (DI-AKI). Obat nefrotoksik merupakan penyebab paling umum ketiga dari penyakit ginjal dan bertambah buruk dalam beberapa dekade terakhir karena seringnya penggunaan obat nefrotoksik serta dikaitkan dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Studi retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian DI-AKI, karakteristik pasien, jenis obat yang berpotensi menyebabkan AKI, beserta faktor yang dapat memengaruhi terjadinya DI-AKI pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) pada tahun 2021. Untuk menelusuri pasien yang mengalami AKI digunakan kode diagnosa ICD 10 dan analisis kausalitas obat menggunakan algoritma Naranjo. Total pasien rawat inap di RSUI tahun 2021 adalah 4.273 pasien dan terdapat 397 pasien (9,3%) yang memiliki diagnosis AKI saat masuk rawat inap dan selama perawatan. Dari 397 pasien, 38 pasien (9,5%) masuk ke dalam kriteria inklusi. Prevalensi DI-AKI pada pasien rawat inap di RSUI tahun 2021 adalah sebesar 8,31% (33 pasien) dari seluruh pasien yang memiliki diagnosis AKI saat masuk rawat inap dan selama perawatan, serta sebesar 0,77% dari seluruh pasien rawat inap di RSUI pada tahun 2021. Berdasarkan algoritma Naranjo, dari 33 pasien yang mengalami DI-AKI terdapat 3 pasien (7,89%) dengan derajat kausalitas dapat terjadi (probable) dan 30 pasien (78,95%) dengan derajat kausalitas belum pasti terjadi (possible). Obat yang berpotensi menyebabkan AKI terbanyak berasal dari golongan diuretik (29,76%), golongan antibiotik (21,43%), golongan ACEi/ARB (21,43%), golongan antiviral (9,52%) dan golongan NSAID (7,14%). Dalam penelitian ini, mayoritas pasien yang mengalami DI-AKI merupakan pasien laki-laki, berusia 18-59 tahun, menggunakan ≥15 obat lain, dan memiliki ≥4 masalah kesehatan. Sementara itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan pada faktor usia, jenis kelamin, jumlah obat, dan jumlah masalah kesehatan terhadap kejadian DI-AKI pada penelitian ini. ......Acute kidney injury (AKI) is defined as a sudden decrease in kidney function within 7 days. AKI can be caused by nephrotoxic drugs and called as Drug-Induced Acute Kidney Injury (DI-AKI). Nephrotoxic drugs are the third most common cause of kidney disease and have worsened in recent decades due to the frequent use of nephrotoxic drugs and are associated with high mortality rates. This retrospective study aims to determine the prevalence of DI-AKI, patient characteristics, types of drugs that have the potential to cause AKI, along with factors that can influence the occurrence of DI-AKI in inpatients at University of Indonesia hospital in 2021. ICD 10 diagnostic code was used for detecting AKI and Naranjo algorithm was used for analyzing adverse effects. Total inpatients at the University of Indonesia hospital (RSUI) in 2021 were 4.273 patients and 397 patients (9,3%) diagnosed with AKI on admission and during treatment in hospital. Of the 397 patients, 38 (9,5%) were included in this study. The prevalence of DI-AKI in inpatients at RSUI in 2021 was 8,31% (33 patients) out of patients diagnosed with AKI on admission and during treatment in hospital, and 0,77% of all inpatients at RSUI in 2021. Naranjo algorithm showed 3 patients (7,89%) in the probable category and 30 patients (78,95%) in possible category. The most common drug groups causing AKI were diuretics (29,76%), antibiotics (21,43%), ACEi/ARBs (21,43%), antiviral (9,52%) and NSAIDs (7,14%%). In this study, DI-AKI mostly occurred in male patients, 18-59 years old, used ≥15 concomitant drugs, and had ≥4 medical problems. Meanwhile, there was no significant relationship between age, gender, number of drugs, and number of medical problems and the incidence of DI-AKI found in this study.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Vonky Rebecca
Abstrak :
Latar Belakang : Kejadian AKI di unit perawatan intensif berhubungan dengan peningkatan mortalitas, morbiditas pasca AKI dan biaya perawatan tinggi. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif di Indonesia khususnya RSUPN dr. Cipto Mangungkusumo belum pernah dilakukan.Tujuan: Mengetahui prevalensi AKI, angka mortalitas pasien AKI, dan faktor- faktor yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif di ICU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.Metode : Penelitian kohort retrospektif terhadap seluruh AKI di unit perawatan intensif di RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2015 ndash; Desember 2016. Dilakukan analisis hubungan bivariat saampai dengan multvariat dengan STATA Statistics 15.0 antara faktor usia >60 tahun, sepsis, ventilator, durasi ventilator, dialisis, oligoanuria, dan skor APACHE II saat admisi dengan mortalitas. Hasil : Prevalensi pasien AKI di unit perawatan intensif didapatkan 12,25 675 dari 5511 subjek dan sebanyak 220 subjek 32,59 dari 675 subjek yang dianalisis meninggal di unit perawatan intensif. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada analisis multivariat adalah sepsis OR 6,174; IK95 3,116-12,233 , oligoanuria OR 4,173; IK95 2,104-8,274 , ventilator OR 3,085; IK95 1,348-7,057 , skor APACHE II saat admisi 1/2 [OR 1,597; IK95 1,154-2,209], dan durasi ventilator OR 1,062; IK95 1,012-1,114 . Simpulan : Prevalensi pasien AKI dan angka mortalitasnya di unit perawatan intensif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan sebesar 12,25 dan 32,59 . Sepsis, oligoanuria, ventilator, skor APACHE II saat admisi 1/2, dan durasi ventilator merupakan faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan peningkatan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif. Kata Kunci : Acute Kidney Injury, Faktor Risiko, Mortalitas, Unit Perawatan Intensif ......Background Acute kidney Injury AKI in ICU associated with increased mortality rate, morbidity post AKI, and high health care cost. There is no previous study about factors associated with mortality of AKI patients in ICU in Indonesia, especially at dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.Aim To identify prevalence, mortality rate, and factors associated with mortality of AKI patients in ICU.Method This is a retrospective cohort study. Data were obtained from all of medical records of AKI patients period January 2015 until December 2016 in ICU at Cipto Mangunkusumo hospital. Association of risk factors age 60 years old, sepsis, ventilator, duration of ventilator, oligoanuria, and APACHE II score at admission and mortality will be analyzed using STATA Statistics 15.0. Results AKI prevalence in ICU was 12,25 675 subjects from total 5511 subjects . A total of 220 subjects out of 675 subjects AKI died at ICU. Sepsis OR 6,174 95 CI 3,116 12,233 , oligoanuria OR 4,173 95 CI 2,104 8,274 , ventilator OR 3,085 95 CI 1,348 7,057 , APACHE II score at admission 1 2 OR 1,597 95 CI 1,154 2,209 , and duration of ventilator OR 1,062 95 CI 1,012 1,114 . were significant factors associated with mortality of AKI patients in ICU. Conclusion AKI prevalence and mortality rate in ICU at dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital were 12,25 and 32,59 . Sepsis, oligoanuria, ventilator, APACHE II score at admission 1 2, and duration of ventilator were significant factors associated with mortality of AKI patients in ICU. Keywords Acute Kidney Injury, Intensive Care Unit, Mortality, Risk Factor
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roy Amardiyanto
Abstrak :
Latar Belakang : Asfiksia neonatorum menyebabkan gangguan multiorgan, salah satunya adalah gangguan ginjal. Belum adanya kesepakatan dalam menentukan gangguan ginjal akut (acute kidney injury, AKI) pada neonatus menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosis dan selanjutnya menghambat tata laksana AKI. Acute Kidney Injury Network (AKIN) merekomendasikan kriteria AKI berdasarkan peningkatan kadar kreatinin serum dan penurunan luaran urin. Tujuan : Mengetahui prevalens AKI dengan menggunakan kriteria AKIN pada asfiksia neonatorum, dan mengetahui perbedaan stadium AKI antara asfiksia sedang dan berat. Metode : Studi ini merupakan potong lintang analitik yang berlangsung selama Juli 2012 hingga Januari 2013. Subjek penelitian adalah semua bayi baru lahir usia gestasi >35 minggu dengan asfiksia yang lahir dan dirawat di Divisi Neonatologi RS Cipto Mangunkusumo dan RSUD Koja. Analisis menggunakan uji hipotesis Chi-square dengan SPSS versi 20. Hasil : Penelitian dilakukan pada 94 subjek yang terdiri atas 70 neonatus asfiksia sedang dan 24 neonatus asfiksia berat. Prevalens AKI berdasarkan kriteria AKIN pada asfiksia neonatorum adalah 63%. Prevalens bayi dengan asfiksia berat dan sedang yang mengalami AKI berturut-turut adalah 21 dari 24 subjek (88%) dan 38 subjek (54%). Prevalens bayi dengan asfiksia berat mengalami AKI stadium 3 yang terbanyak yaitu 14 dari 21 subjek (67%). Stadium AKI yang lebih berat lebih banyak dijumpai pada bayi dengan asfiksia berat dibandingkan asfiksia sedang (P<0,001). Simpulan : Prevalens AKI pada asfiksia neonatorum cukup tinggi. Makin berat derajat asfiksia neonatorum, makin berat stadium AKI. ......Background: Asphyxia neonatorum may result in multiorgan disfunction including renal disfunction. There is no consensus on the determination of acute kidney injury (AKI) in neonates making establishment of the diagnosis and its management difficult. The Acute Kidney Injury Network (AKIN) recommends AKI criteria based on increased serum creatinine level and reduced urine output. Objective: To identify the prevalence of AKI in asphyxiated neonates using the AKIN criteria and to recognize the difference of AKI stadium between moderate and severe asphyxia. Methods: The study was a cross-sectional analytical study, which was conducted between July 2012 and January 2013. The study subjects were all asphyxiated neonates with gestational age of >35 weeks who were delivered and hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital and Koja District Hospital. Analysis was performed by hypothesis Chi-square test using SPSS version 20. Results: Of 94 subjects participated in the study, there were 70 and 24 neonates with moderate and severe asphyxia, respectively. The prevalence of AKI was 63%. The prevalence of neonates with severe and moderate asphyxia who experienced AKI was 21 out of 24 subjects (88%) and 38 subjects (54%), respectively. The prevalence of AKI in neonates with severe asphyxia who had stage 3 AKI was 14 out of 21 subjects (67%). More severe AKI stage was found more common in neonates with severe asphyxia (P<0.001) Conclusions: The prevalence of AKI in neonatal asphyxia is high. The more severe stage of neonatal asphyxia, the more severe the AKI stage
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rigel Kent Paat
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit arteri koroner dapat di tata laksana dengan bedah pintas arteri koroner (BPAK) menggunakan mesin pintas jantung paru (PJP) dan fraksi ejeksi (FE) yang rendah berhubungan dengan peningkatan mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Kejadian AKI pascaoperasi BPAK dengan mesin PJP merupakan kejadian yang cukup sering dengan prevalensi bervariasi antara 7,6-48,5%. Patogenesis acute kidney injury(AKI) pascaoperasi jantung bersifat kompleks dan multifaktorial, dengan beberapa mekanismenya melibatkan proses inflamasi, iskemia-cedera reperfusi, dan stres oksidatif. Hingga saat ini belum ada pedoman strategi proteksi ginjal pada operasi BPAK. Glutamin, sebuah asam amino esensial-kondisional memiliki efek anti inflamasi dan anti oksidena melalui induksi heat shock protein (HSP) dan produksi antioksidan glutathione (GSH). Sehingga, dihipotesiskan pemberian glutamin dapat menurunkan kejadian AKI menurunkan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi BPAK. Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif pada pasien yang menjalani operasi BPAK menggunakan mesin PJP dengan FE rendah. Subjek dibagi menjadi kelompok yang mendapat glutamin intravena praoperasi dan kelompok yang tidak mendapat glutamin. Kejadian AKI 24 jam pascaoperasi, kadar kreatinin serum 24 jam pascaoperasi dan estimated glomerular filtration rate(eGFR) 24 jam pascaoperasi merupakan luaran yang dinilai pada penelitian ini. Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan kejadian AKI 24 jam pascoperasi pada kelompok glutamin sebesar 3,3% dan kelompok kontrol 10%. Namun, tidak didapatkan hubungan bermakan kejadian AKI 24 jam pascaoperasi terhadap pemberian glutamin intravena praoperasi (p=0,612). Dari hasil pemeriksaan eGFR 24 jam pascaoperasi, didapatkan rerata kelompok kontrol 57,67 ± 18,86 mL/min/1,73m2dan kelompok glutamin 64,43 ± 17,56 mL/min/1,73m2, namun tidak berbeda bermakna (p=0,156). Dari hasil pemeriksaann kreatinin serum 24 jam pascaoperasi, didapatkan median kelompok kontrol 1,3 (0,87 – 2,68) mg/dL dan kelompok glutamin 1,2 (0,78 – 2,35), namun hasil ini juga tidak berbeda bermakna (p=0,258) Kesimpulan: Pemberian glutamin intravena praoperasi pada pasien dengan fraksi ejeksi rendah yang menjalani BPAK menggunakan mesin PJP, tidak memiliki hubunga bermakna terhadap kejadian AKI dan eGFR serta kadar kreatinin serum 24 jam pascaoperasi. ......Background: Coronary artery disease can be managed by coronary artery bypass graft surgery (CABG) using a cardiopulmonary machine (CPB) and low ejection fraction (FE) is associated with increased short-term and long-term mortality. The incidence of postoperative acute kidney injury (AKI) after CABG using a CPB machine is quite common with a prevalence varying between 7.6-48.5%. The pathogenesis AKI after cardiac surgery is complex and multifactorial, with several mechanisms involving inflammation, ischemia-reperfusion injury, and oxidative stress. Until now, there are no guidelines for kidney protection strategies in CABG surgery. Glutamine, a conditionally essential amino acid has anti-inflammatory and anti-oxidant effects through the induction of heat shock protein (HSP) and the production of the antioxidant glutathione (GSH). Thus, it is hypothesized that the administration of glutamine can reduce the incidence of AKI and decrease renal function impairment after CABG surgery. Methods: This study is a retrospective cohort study in patients who underwent CPA surgery using a PJP machine with low FE. Subjects were divided into groups that received preoperative intravenous glutamine and groups that did not receive glutamine. The incidence of AKI 24 hours postoperatively, serum creatinine levels 24 hours postoperatively and the estimated glomerular filtration rate (eGFR) 24 hours postoperatively were the outcomes assessed in this study. Results:From this study, the incidence of AKI 24 hours postoperatively in the glutamine group was 3.3% and the control group was 10%. However, there was no significant relationship between the incidence of AKI 24 hours postoperatively with preoperative intravenous glutamine administration (p=0.612). From the results of the 24-hour postoperative eGFR examination, the mean of the control group was 57.67 ± 18.86 mL/min/1.73m2 and the glutamine group was 64.43 ± 17.56 mL/min/1.73m2, but not significantly different (p= 0.156). From the results of serum creatinine examination 24 hours postoperatively, the median control group was 1.3 (0.87 – 2.68) mg/dL and the glutamine group 1.2 (0.78 – 2.35) mg/dL, but these results also did not differ significantly (p=0,258)
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anasthasia Devina Sutedja
Abstrak :
Acute Kidney Injury (AKI) pada anak dengan penyakit jantung bawaan mencakup 5-33% dari seluruh pasien anak yang melalui bedah jantung terbuka, dengan dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup dan luaran pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian AKI adalah durasi penggunaan mesin pintas jantung paru. Penelitian metode kohort retrospektif dilakukan terhadap 122 pasien dengan durasi panjang dan 73 pasien dengan durasi pendek pasca bedah jantung terbuka di PJT RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data rekam medis yang dianalisis menunjukkan bahwa terdapat kemaknaan (p<0,05) hubungan antara durasi CPB dengan AKI dengan OR 2,95. Kesimpulan penelitian adalah durasi CPB >60 menit merupakan faktor risiko terjadinya AKI pasca bedah jantung terbuka. ......Acute kidney injury (AKI) in children with congenital heart disease consists of 5-33% pediatric patients who went through open heart injury, with significant impact on the quality of life and outcome of the patient. One of the factors affecting the incidence of AKI is the duration of cardiopulmonary bypass machine. Retrospective cohort study was done on 122 patients with bypass duration >60 minute and 73 patients with bypass duration <60 minute after open heart surgery in PJT RSUPN Cipto Mangunkusumo. Analysis of medical records shown that there was a significant difference (p<0,05) between the duration of cardiopulmonary bypass with the incidence of AKI with OR of 2,95. It was concluded that duration of bypass >60 minutes was a risk factor of post open heart surgery AKI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Maya Sari
Abstrak :
Pendahuluan: Acute kidney injury AKI merupakan komplikasi gagal organ pada sepsis yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas di ICU.Hasil dan pembahasan: Pemenuhan nutrisi pada pasien sepsis dengan AKI sangat tergantung pada keadaan klinis pasien dan terapi AKI. Pada serial kasus ini terdapat satu pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 dan 3 pasien dengan AKI klasifikasi AKIN 3. Kebutuhan nutrisi pada pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 maupun sepsis dengan AKI AKIN 3 selama perawatan di ICU diberikan dengan target energi 30 kkal/kg BB/hari dan protein 1,5 g/kg BB/hari. Perburukan fungsi ginjal pada pasien sepsis dengan AKI tidak disebabkan oleh pemberian nutrisi tinggi protein melainkan disebabkan oleh keadaan sepsis yang tidak teratasi. Terapi renal replacement therapy RRT dibutuhkan pada pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 dan AKIN 3 agar nutrisi dapat diberikan secara optimal untuk menunjang perbaikan klinis. Terapi nutrisi optimal pada pasien sepsis dengan AKI dapat mempertahankan lean body mass, memperbaiki sistem imun, dan memperbaiki fungsi metabolik.Kesimpulan: Terapi nutrisi yang adekuat dengan energi 30 kkal/kg BB/hari dan protein 1,5 g/kg BB/hari pada pasien sepsis dengan AKI dapat menunjang perbaikan klinis. ......Introduction Acute kidney injury AKI is an organ failure complication in sepsis that increased morbidity and mortality in ICU.Results and discussion Nutrition in sepsis with AKI patients are dependent on clinical condition and AKI treatment. In this serial case displayed one case septic AKI classification AKIN 2 and three cases septic AKI classification AKIN 3. Nutritional requirements for sepsis with AKI classification AKIN 2 and AKI classification AKIN 3 in ICU setting were targetted at 30 kkal kg body weight day and protein 1,5 g kg body weight day. Worsening renal function in sepsis with AKI are not caused by high protein intake but caused by unresolved infection. Renal replacement therapy is required in sepsis with AKI classification AKIN 2 and AKIN 3 to maintain adequate nutritional therapy for better clinical outcomes. The optimal nutritional therapy in sepsis with AKI aimed to maintain lean body mass, improved immune function, and metabolism.Conclusion Adequate nutritional therapy with energy 30 kkal kg body weight day and protein 1,5 g kg body weight day in sepsis with AKI can bolster better clinical outcomes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meilianawati
Abstrak :
Latar belakang Jumlah pasien obesitas yang dirawat di unit perawatan intensif semakin meningkat. Pasien obesitas dalam kondisi sakit kritis berisiko mengalami acute kidney injury (AKI). Belum ada panduan pemberian energi dan protein yang optimal bagi pasien obesitas sakit kritis dengan AKI. Asupan energi dan protein yang tidak adekuat akan memperberat risiko malnutrisi dan sarkopenia sehingga meningkatkan komplikasi, lama rawat, dan mortalitas. Terapi medik gizi yang komprehensif diperlukan untuk mencegah progresivitas penyakit dan penurunan status gizi yang memengaruhi luaran klinis pasien. Kasus: Pasien pada serial kasus ini adalah tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan, berusia 58-64 tahun dengan status gizi obesitas, mengalami sakit kritis, dan menderita AKI saat perawatan. Seluruh pasien mendapatkan terapi medik gizi sejak sakit kritis fase akut. Preskripsi energi berdasarkan rule of thumb sedangkan protein berdasarkan nilai imbang nitrogen. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi klinis, hemodinamik, dan toleransi asupan pasien. Hasil: Selama perawatan, asupan energi pasien dapat mencapai 30 kkal/kgBB dengan protein 1-1,3 g/kgBB. Dua pasien mengalami imbang nitrogen negatif hingga akhir perawatan karena asupan protein tidak adekuat dan kondisi hiperkatabolisme berat. Dua pasien dengan asupan protein yang cukup (1,1–1,2 g/kgBB) memiliki imbang nitrogen yang normal. Tiga pasien mengalami komplikasi sepsis dan satu pasien menderita ulkus dekubitus. Satu pasien mengalami malnutrisi dan sarkopenia saat perawatan sakit kritis. Dua pasien dengan imbang nitrogen seimbang dapat melewati fase kritis dan pindah ke ruang rawat biasa. Dua pasien dengan imbang nitrogen negatif meninggal dunia saat perawatan di ICU. Kesimpulan: Terapi medik gizi dan pemberian protein yang adekuat pada pasien obes sakit kritis dengan AKI dapat memperbaiki kondisi klinis, meningkatkan kesintasan, dan menurunkan mortalitas. ......Background The prevalence of obesity has increased and is reflected in the intensive care unit (ICU) population. Critically ill obese patients are at risk for acute kidney injury (AKI). There are no guidelines for optimal energy and protein delivery for critically ill obese patients with AKI. Inadequate energy and protein intake will exacerbate malnutrition and sarcopenia, thereby increasing complications, length of stay, and mortality. Comprehensive nutritional medical therapy is needed to prevent disease progression and derivation of nutritional status that affects the clinical outcome. Case The patients were three men and one woman, aged 58-64 years with obesity, critically ill, and AKI. All patients received medical nutrition therapy since the acute phase of critical illness. Energy prescription is based on the rule of thumb while protein is based on the nitrogen balance. Nutritional administration is adjusted to the clinical condition, hemodynamic, and patient's tolerance. Result During treatment, the patient's energy intake reach 30 kcal/kgBW with protein of 1-1,3 g/kgBW. Two patients experienced negative nitrogen balance at the end of treatment due to inadequate protein intake and severe hypercatabolism. Two patients with adequate protein intake (1.1–1.2 g/kgBW) had normal nitrogen balance. Three patients had complications of sepsis and one patient had a pressure ulcer. One patient developed malnutrition and sarcopenia during treatment. Two patients with a normal nitrogen balance were able to pass the critical phase and step down to the ward. Two patients with negative nitrogen balance died during intensive care treatment. Conclusion Medical nutrition therapy and adequate protein intake in critically ill obese patients with AKI can improve clinical conditions,increase survival, and reduce mortality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>