Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Misman
Abstrak :
Di Provinsi Jambi dibeberapa Kabupaten/Kota malaria masih merupakan permasalahan kronis. Di Kota Jambi angka AMT tahun 2004-2006 masib diatas toleransi Nasional dan pencapaian clan indikator SPM masih dibawah target. Program pemberantasan malaria mernpakan salah satu pelayanan esensiai yang dalam pelaksanaanya hams disubsidi (sebagian atau seluruhnya) oleh pemerintah. Denga.n adanya otonoun daerah anggaran bidang kesehatan masingmasing daerah sangat tergantung pada komitmen Pemerintah Daerah, kecuali dilakukan advokasi yang efektif dengan didasarkan pada informasi keuangan yang akurat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi peta pembiayaan yang bersumber dari pemerintah yang dialokaslkan untuk program pemberantasan malaria Tabun Anggaran 2004-2006 berdasarkan sumber, alokasi pemanfaatanrrya dan komitmen pejabat terkait Berta resource gap antara perhitungan estimasi kebutuhan program berdasarkan costing KW-SPM dengan ketersediaan dana. Ruang lingkup penelitian adalah pembiayaan program pemberantasan malaria yang bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Jambi tahun 2004-2006. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh meialui wawancara mendalam dengan pejabat terkait, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen keuangan. Hasil analisis pembiayaan program pemberantasan malaria diperoleh gambaran bahwa pembiayaan program pemberantasan malaria tahun 2004-2006 semakin meningkat dari Rp 41,6 juta - Rp.I4,8 miliar (Program Kelambunisasi). Total pembiayaan diluar program kelambunisasi lzanya nark dan Rp. 41,6 juta menjadi Rp 214,8 juta. Pembiayaan yang bersumber dari APBD Kota meningkat, sedangkan pembiayaan yang bersumber APBD Provinsi tidak ada, pembiayaan bersumber APBN mulai ada di th 2005. Sementara pada tahun 2006 pembiayaan yang terbesar dari BLNIHibah yang mencapai 14,8 miliar hal ini karena adanya program kelambunisasi. Berdasarkan eleman kegiatan hampir setiap tahun alokasi terbesar untuk kegiatan freedmen yang sebagian besar berupa obat. Berdasarkan fumgsi program hampir setiap tahun alokasi untuk kuraiif yang sebagian besar berupa obat, sedangkan kegiatan preventif pada tahun 2006 mempunyai alokasi terbesar karena adanya program kelambunisasi. Berdasarkan mata anggaran hampir setiap tahun belanja operasional obat yang terbesar sedangkan belanja perjalanan mendapat alokasi yang terendah. Tabun 2006 belanja investasi mempunyai alokasi terbesar_ Berdasarkan perhihmgan esfimasi KW-SPM malaria dan ketersediaan alokasi dana di tahun 2006 terdapat resource gap sebesar 46% atau Rp.253.885.035, Jika di luar perhitungan gaji personil program kesenjangannya sebesar 33,3% atau Rp.312.872.831. Dari basil wawancara mendalam dengan pejabat terkait diperoleh gambaran bahwa sektor kesehatan merupakan salah satu prioritas pembangunan di Kota Jambi. Demikian pula dengan permasalahan malaria merupakan permasalahan kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat. Pemeriatah daerah perlu meningkatkan alokasi anggaran program pemberantasan malaria sesuai kebutuhan program dengan melakukan mobilisasi dana dari berbagai somber dengan mempertimbangkan kemampuan APBD Kota. Hal ini perlu ditunjang dengan upaya advokasi yang lebih efektif dari Dinas Kesehatan Kota Jambi serta melakukan koordinasi pada sektor-sektor yang terkait didalam program pemberantasan malaria. Dalam penyusunan anggaran program pemberantasan malaria perlu memperhatikan kebijakan dari gerakan Gebrak Malaria serta memperhatikan kesenambungan anggaran. ......Malaria is a chronic problem in same district micifalities in province of Jambi. ANII rate is above national tolerance and SPM indicator is under target at period of 2004-2006. Malaria eradication program is one of essential service which must be subsided by government (a half or all of them) on implementation. The presence of district autonomy of health budget for each district is depend on district government commitment, except if it has been done an effective advocation based on an accurate financial information. This study purpose is getting information about financial planning based on government which allocated for Malaria eradication program at period of 2004-2006 based on source, used allocation and commitment from authority government and resource gap between estimated calculation of program need based on KW-SPM costing of fund. This study covered cost of Malaria eradication program of government funding District Health Office of Jambi at period of 2004-2006. This study used primary and secondary data. Primary data was collected from in-depth interview with stakeholder and secondary data was collected from financial document. From the cost analysis of Malaria eradication program was obtained an illustration that cost analysis of Malaria eradication program at period of 2004-2006 went up from 41,6 million rupiahs until 14,8 billion rupiahs because kelambunisasi program. Total cost out of Kelambunisasi program went up from 41,6 billion rupiahs until 214,8 billion rupiahs. There is not fend from Province budget, with contribution from central government begins in 2005. While the biggest cost of BLN/donation is 14,8 billion because of Kelambunisasi program. Based on activity element, the biggest allocation for treatment activity every year is medicine. According to program function., the biggest allocation for curative every year is medicine, white preventive activity in 2006 has a big allocation because of Kelambunisasi program. Based on budget, operational cost of medicine gets the biggest allocation, while traveling purchase of medicine gets the lowest allocation every year. Investation cost gets the biggest allocation in 2006. Based on KW-SPM Malaria estimation calculated and fund allocation in 2006 got 46% resource gap or 254 million rupiahs. Out of calculation of program personal salary, the different is 33,3% or 313 million rupiahs. From in-depth interview result with stakeholder got art illustration that health sector is one of development priority in Jambi Problem of Malaria also need right handling and more attention. It was suggested to district government to improve an estimated allocation of Malaria eradication program based on program need by mobilizing funds from various sources considering district capacity of budget. It is important to give support by advocation effort effectively from District Health Office of Jambi and coordination with other sectors on Malaria eradication program. It is important to give attention of policy from Gebrak Malaria movement and giving more attention of fund sustainability on fund arrangement of Malaria eradication program.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T19097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atherton, Helen L.
New York: Elsevier, 2012
371.9 LEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ricardo Indra
Abstrak :
Kondisi pasar selular di Indonesia mengalami pertumbuhan yang spektakuler sejak hadirnya teknologi GSM. Kini konsumen memiliki banyak alternatif operator selular, sehingga brand switching sangat dimungkinkan. Itulah sebabnya operator selular memerlukan loyalitas dari pelanggannya, khususnya konsumen yang dapat melakukan Advokasi atas penggunaan produk. Walaupun konsumen masuk dalam kategori loyal, tetapi loyalitas kelompok konsumen Advokasi lebih diharapkan dari pada loyalitas kelompok konsumen Non-Advokasi karena mereka juga berfungsi sebagai agen promosi bagi perusahaan dalam mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Agar dapat mengetahui strategi promosi mana yang tepat maka dilakukan analisa dengan menggunakan discriminant analysis, dimana analisa ini menunjukkan faktor pembeda di antara strategi promosi serta variabel lainnya terhadap kelompok konsumen Advokasi dan konsumen Non-Advokasi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa permasalahan sebagai berikut : - Variabel-variabel apakah dari strategi promosi yang menjadi pembeda terhadap kelompok konsumen Advokasi dan konsumen Non-Advokasi? - Di antara variabel-variabel tersebut, mana yang paling membedakan terhadap kelompok konsumen Advokasi dan konsumen Non-Advokasi? - Variabel-variabel apa di luar strategi promosi yang dapat membedakan kelompok konsumen Advokasi dan konsumen Non-Advokasi? Penelitian dengan metode survei dan bersifat eksplanatif ini dilakukan pada populasi pelanggan kartu pasca bayar GSM kartuHALO yang berada di wilayah Regional Jawa Barat. Sampelnya dipilih secara stratified random sampling yang mencerminkan pelanggan yang berasal dari tiga kota di Jawa Barat yang menjadi pusat layanan pelanggan Telkomsel yang disebut graPARI, yakni di Bandung, Tasikmalaya, dan Cirebon. Total keseluruhan responden yang diambil adalah 312 responden yang telah memiliki usia berlangganan di atas 17 tahun. Variabel independen dari strategi promosi dalam penelitian ini adalah Advertising, Sales Promotion, Exhibition, dan Word of Mouth. Sedangkan variabel independen di luar strategi promosi adalah Pengetahuan Atribut Produk dan Customer Satisfaction. Hasil pengolahan data dengan menggunakan discriminant analysis menujukkan bahwa dari enam faktor tersebut terdapat empat faktor yang dapat membedakan kelompok Konsumen Advokasi dan Konsumen Non-Advokasi, yaitu Word of mouth, Advertising, Customer Satisfaction dan Pengetahuan Atribut Produk. Faktor yang paling membedakan adalah Word of Mouth. Analisa lanjutan dengan menggunakan multiple regression dilakukan atas variabel yang tidak masuk dalam analisis diskriminan yakni sales promotion dan exhibition terhadap Customer Satisfaction. Hasilnya adalah kedua faktor tersebut memiliki efek tidak langsung terhadap kelompok Konsumen Advokasi dan Konsumen Non-Advokasi. Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah dengan memberikan exposure lebih intens agar dapat mempengaruhi Word of Mouth di kalangan pengguna kartuHALO, kemudian diikuti dengan peningkatan pada aktivitas Advertising_ Perlu pula ditingkatkan kualitas dari Sales Promotion dan Exhibition yang memiliki indirect effect terhadap kelompok Konsumen Advokasi dan Konsumen Non-Advokasi. Disamping itu Pengetahuan Atribut Produk dan Customer Satisfaction juga penting untuk diperhatikan karena menjadi faktor pembeda yang signifikan. ...... Differentiated Factors Between Advocacy Consumer And Non-Advocay Consumer (Case Study : Kartu Halo's Promotional Strategy at PT Telkomsel - West Java Region)Condition of cellular market in Indonesia has a spectacular increased since the raise of GSM technology. Nowadays, consumer has various alternative of cellular operator, hence brand switching is very possible. That's why cellular operator needs consumer loyalty, specially consumer who can do advocacy of product usage. Even a consumer include in loyal category, but group loyalty of advocacy consumer is more expected than group loyalty of non-advocacy consumer due to their function also as a promotional agent for the company in influencing environment. To find out which promotional strategy that is appropriate, thus We can analyze using Discriminant Analysis. Discriminant Analysis points differentiated factors among promotional strategy and other variables for groups of advocacy consumer and non-advocacy consumer. According to the background mentioned, this research is taking place to answer the following problems : - What variables of promotional strategy that differentiates between advocacy consumer and non-advocacy consumer ? - Among those variables, which is the most differentiates between advocacy consumer and non-advocacy consumer ? - What variables apart from promotional strategy that differentiates between advocacy consumer and non-advocacy consumer ? A research using survey method with explanative character is being implemented to population of post-paid GSM kartuHALO's customers which located in the West Java region. The samples are chosen by stratified random sampling that reflected customers origin of three city in West Java as a customer service center, called graPARI. The cities are Bandung, Tasikmalaya and Cirebon. Total respondents is 312 who has been joining kartuHALO for over 1 year. Independent variables of promotional strategy in this research are Advertising, Sales Promotion, Exhibition, and Word of Mouth. While Independent variable apart from promotional strategy are Product Attribute Knowledge and Customer Satisfaction. Result of data processing using discriminant analysis showing there are four factors from six factors that differentiates for advocacy consumer And non-advocacy consumer. The factors are Word of Mouth, Advertising, Customer Satisfaction and Product Attribute Knowledge. The most differentiates factor is Word of Mouth. Further analysis using multiple regressions has been done for variables exclude in discriminant analysis which is Sales Promotion and Exhibition to Customer Satisfaction. The result is both factors have indirect effect to advocacy consumer and non-advocacy consumer. Recommendation given according to this research are giving more intensive exposure to influence Word of Mouth among kartuHALO users, then followed by increasing advertising activities. Quality of sales promotion and exhibition which have indirect effect to advocacy consumer and non-advocacy consumer need to be increased. Product Attribute Knowledge and Customer Satisfaction are important due to both becomes also significant differentiates factors.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Kamaludin
Abstrak :
PPCI sebagai organisasi payung yang fungsi utamanya adalah sebagai koordinator bagi organisasi-organisasi kecacatan di bawahnya memiliki peran yang sangat strategis untuk mensinergikan hubungan antara PPCI, organisasi anggota, instansi pemerintah dan masyarakat umum untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang cacat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui penelusuran catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang dimiliki PPCI, observasi dan wawancara mendalam terhadap beberapa informan yang berada pada lingkungan ekstemal PPCI dan lingkungan internal PPCI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang carat pada seluruh instansi yang benwenang dan masyarakat yang peduli terhadap penyandang cacat belum efektif, padahal peranan pemerintah untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang carat memiliki posisi yang cukup sentral sebagai koordinator terhadap masalah-masalah penyandang carat, terutama dalam masalah dana, sosialisasi kebijakan atau Undang-undang yang berhubungan dengan penyandang cacat dan sosialisasi kegiatan-kegiatan organisasi penyandang cacat yang tujuannya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat luas terhadap masalah-masalah penyandang carat. Berdasarkan temuan di atas maka disarankan agar PPCI memaksimalkan kinerja atau performa organisasinya yang berfungsi sebagai koordinator, dan memaksimalkan sinerginya dengan masyarakat dan instansi pemerintah. Dengan efektifnya hasil-hasil kegiatan PPCI pada masyarakat luas akan meningkatkan peran sosial penyandang cacat, yang secara otomatis akan meningkatkan ketahanan sosial penyandang cacat itu sendiri.
PPCI as an umbrella organization has it main function as coordinator to its members. PPCI has a strategic function because in an ideal world, it can effectively coalesce the correlation between PPCI, its members, government institution and society to accomplish the appreciation, improvement, align, fulfillment and protection on human rights for people with disability. The purpose of this research is to study some of management function that PPCI carry out (planning, coordinating and evaluation). Data were collected qualitatively with documents review in PPCI, tangible observation with an in-depth interview with one of PPCI and member organization's staff, and also with three workers to see their perception about people with disability. It is shown in this study that the great effort to accomplish the appreciation, improvement, straighten up, fulfillment and protection on human rights for people with disability on government institution is not effective up till now, fortunately the government's responsibility to accomplish those rights for people with disability has a central position as the coordinator to the people with disability's problems, mainly in funds, in the dissemination of the regulation about people with disability and the spreading of the PPC: and its members' activity to improve society awareness to the problem of people with disability. It is recommended for PPCI to make best use of its organization's performance as coordinator and to maximize its relationship with government institution and society. With the constructive of PPCI's activity result in the society, it will improve the social role of the people with disability, which consequentially will improve the social defense of the people with disability itself.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library