Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bekasi: Karya Mulya , 2007
261.2 MEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Nadia Rumenta
Abstrak :
Jepang tidak dapat dianggap sebagai suatu negara Kristen. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penganutnya yang tidak lebih dari satu persen jika dihitung dari populasi seluruh penduduknya. Namun demikian, Kristen dipandang sejajar dengan Shinto dan Budha sebagai salah satu dari tiga agama yang utama dalam sejarah Jepang modern. Tidak sebanding dengan jumlah penganutnya yang kecil, Kristen menempati tingkat yang besar dalam, bagian_bagian penting kehidupan masyarakat modern, terutama di bidang pendidikan dan kehidupan intelektual. Penilaian terhadap peran Kristen dalam kehidupan masyarakat tidaklah mudah karena hubungannya yang begitu erat dan saling mempengaruhi dengan modernisasi serta westernisasi, sehingga sulit memisahkan ketiganya. Ini dapat dilihat terutama dari propaganda Kristen melalui pengajaran ilmu pengetahuan baik lisan maupun tulisan serta masyarakat Jepang sendiri yang memandang Kristen sebagai agama modern. Agama Kristen yang masuk kembali ke Jepang setelah dinyatakan terlarang selama dua ratus tahun dan ditekan dengan kejam itu, tidak lepas dari tekanan politik ma_syarakat barat terhadap Jepang. Penerimaannya juga berhubungan erat dengan kepentingan politik Jepang terhadap negara-negara barat. Penganut Kristen setelah Restorasi Meiji tahun 1868 kebanyakan berasal dari kaum Samurai yang tersingkir. Mulanya mereka belajar bahasa Inggris untuk mempermudah komunikasi dengan orang barat, terutama dalam perdagangan. Kemudian mereka mulai tertarik dengan Kristen karena dianggap mampu memberikan paham modern yang sesuai dengan perkembangan dunia saat itu. Banyak dari mereka akhirnya menjadi orang-orang yang berpengaruh di masyarakat. Dengan pendidikan yang dipero_leh dari sekolah Kristen, yang banyak mengajarkan tentang paham kebebasan, mereka mampu menjadikan gereja Kristen sebagai gereja yang mandiri, lepas dari campur tangan bangsa barat. Dalam pemerintahan, kelompok ini merupakan kaum oposisi pemerintah, yang nyata dalam media massa dan partai politik. Melalui pelayanan sosial, agama ini juga telah memperkenalkan paham sosial yang nantinya berkembang luas seperti halnya paham liberal.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S13891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester: Wiley Blackwell, 2015
201.727 3 PEA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pojoh, Ingrid Harriet Eileen
Abstrak :
ABSTRAK
Agama Kristen masuk di Indonesia pada pertengahan abad ke-16 Masehi, bersamaan dengan kolonisasi Portugis. Berdirinya benteng Portugis di Ternate pada tahun 1522 Masehi dianggap sebagai pemancangan tonggak penyiaran agama Kristen di antara orang-orang Indonesia. Sebenarnya, jauh sebelum bangsa Portugis membangun koloninya di Ternate, agama Kristen sudah pernah ada di Indonesia.

Salah satu laporan yang dibuat oleh rohaniwan-rohaniwan Fransiskan menyebutkan bahwa pada sekitar abad ke-7 Masehi, di sebuah tempat di pantai barat Sumatra bagian utara bernama Fansur (Fancur) ditemukan banyak biara dan gedung gereja. Tempat yang bernama Fansur ini ternyata adalah kota kecil bernama Barus di Tapanuli. Bentuk kekristenan yang hidup pada saat itu diduga adalah kekristenan Nestorian yang borcorak "Gereja Lama", yang datang bersamaan dengan tibanya pedagang-pedagang India dan Timur Tengah di tempat itu. Gambaran tentang kekristenan Nestorian tidak kita peroleh karena sumber-sumber mengenai hal ini tidak ada. Bahkan sisa-sisa kekristenan itupun tidak menyisakan apa-apa pada kekristenan yang kita kenal sekarang.

Pada masa antara hidupnya kekristenan Nestorian di Sumatra bagian utara dan lahirnya koloni Portugis di Tarnate, kegiatan pekabaran Injil dilakukan oleh rohaniwan-rohaniwan Fransiskan yang sesungguhnya melakukan tugas kerohanian tersebut dalam rangka perjalanannya menuju daerah tugas mereka, yaitu Asia Timur. Karena sifat pekabaran Injil yang mereka laksanakan pada dasarnya bersifat transit, maka sangatlah jelas bahwa pemeliharaan iman di antara penganut Kristen yang masih muda tersebut tidak bisa dilakukan.

Pekerjaan pekabaran Injil mengalami perkembangan ketika bangsa Portugis mcmbentuk koloninya di Ternate. Kesertaan para rohaniwan dalam armada dagang Portugis sangat membantu penyiaran dan pemeliharaan iman orang-orang yang baru menjadi Kristen. Pada awal tumbuh dan berkembangnya agama Kristen di Indonesia, bentuk kekristenan yang hadir dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh keadaan politik-ekonomi dan sosial keagamaan Setempat. Bentuk kekristenan yang dianut oleh jemaat-jemaat baru ini menunjukkan pemahaman yang masih sangat terpengaruh oleh kepercayaan asli.
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Herwanto
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Kyai Sadrach Suropranoto dan umatnya tahun 1871 _ 1899 ini saya ajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana pada jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Pembahasan tentang Kyai Sadrach Suropranoto dan umatnya yang berpusat di Radukuhan Karangjoso, wilayah Kutoarjo yaitu daerah Jawa Tengah bagian selatan, sepan_jang pengetahuan saya merupakan masalah yang belum dibahas secara terperinci, ditinjau dari sudut sejarah. Walaupun demikian hal tersebut merupakan suatu kenyataan yang terjadi dalam sejarah Indonesia. memang ada beberapa tu-lisan yang mengungkapkan sekilas tentang umat Kristen Ja_wa di daerah Jawa Tengah bagian Selatan ini ataupun tentang pribadi pemimpinnya yaitu Kyai Sadrach Suropranoto , misalnya dalam tulisan J. Wietjen S.Y. yang berjudul Pas_tur van Lith mengenai Kyai Sadrach dalam majalah Brien_tasi, Pustaka Filsafat dan jeologi; tahun 6, 1974, tulis_an I. Sumanto W.P. yang berjudul Kyai, Sadrach Seoranq Pencari Kebenaran, Sebabak Seiarah Pekabaran Injil di Jawa Tengah terbit tahun 1974, tulisan pendeta F. Lion Cachet yang berjudul Een Jaar LE Reis in dienst der tending terbit tahun 1890 dan tulisan L. Adriaanse yang berjudul Sadrach's Krino terbit tahun 1899...
1985
S12251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Jakasmin
Abstrak :
Sampai awal abad ke-19, tanah Batak yang terletak di_antara Aceh dan Minangkabau belum mendapat gangguan dari Rheinische Missions. Penduduknya masih hidup tenteram di_antara suku-suku di sekitarnya yaitu suku Melayu di Sumatra Timur dan suku Minangkabau di Sumatra Barat. Penduduk Batak secara mayoritas hidup dengan bercocok tanam di ladang dan di sawah. Kepercayaan asli yaitu Parbegu dan adatnya masilt mempengaruhi pola pemikiran masyarakat Batak. Terbukanya tanah Batak pada pertengahan abad ke-19 terhadap dunia luar tidaklah terlepas dari masuknya unsur-unsur agama Kristen yang dibawa oleh Zending Inggris, Amerika, Be_landa dan Jarman. Tanah Batak mendapat sentuhan pertama dari unsur asing adalah dengan datangnya tending Inggris Nathaniel Ward dan Richard Burton pada tahun 1824. Mereka di kirim oleh Baptist Mission Society of England (BMSE) ke tanah Batak dengan tujuan menyebarkan Injil Kristen. Kedua pendeta lnggris ini tidak berhasil mengKristenkan masyarakat Batak. Sebagai sentuhan kedua datang dengan system kekerasan (perang) dari pasukan Padri Minangkabau yang di pimpin oleh Tuanku Rao (1825-1829). Tuanku Rao dengan pasukannya menyerbu tanah Batak sampai ke pedalaman dengan tujuan untuk _
1986
S12651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
ABSTRAK
Studi untuk mempelajari hubungan antara orang Kristen dan Islam di Indonesia penting sekali dilakukan karena di Indonesia akhir-akhir ini banyak terjadi konflik yang melibatkan kedua agama. Penelitian ini dimaksudkan untuk: (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan antara orang Kristen dan orang Islam, (2) memberikan sumbangan terhadap teori tentang hubungan antar kelompok dalam masyarakat sipil, (3) memberikan rekomendasi kepada pemerintah, pemimpin agama dan umat beragama agar memiliki hubungan yang semakin membaik, dan (4) memberikan rekomendasi bagi penguatan masyarakat sipil. Lokasi penelitian yang dipilih yaitu Kota Bandung dan Kota Sukabumi karena kedua kota ini relatif kurang mengalami konflik agama, kota Bandung mewakili kota yang besar sedangkan Sukabumi mewakili kota kecil (desa).

Variabel dependen dari penelitian ini yaitu: Perilaku Inklusif, Sikap Inklusif dan trust terhadap orang dari agama lain. Sedangkan variabel independen dikelompokkan ke dalam tiga tingkat yaitu: (1) identitas dan interaksi sehari-hari yang termasuk dalam tingkat mikro, (2) interaksi asosiasional yang mewakili tingkat meso, dan (3) pengaruh negara (state) yang merupakan tingkat makro. Untuk mengukur variabel perlu dibuat alat ukur berupaya kuesioner. Survei pendahuluan dilakukan di Kota Bogor terhadap 31 orang responden untuk melakukan uji reliabilitas dari alat ukur yang akan digunakan. Selain itu juga dilakukan juga uji validitas terhadap instrumen yang akan digunakan. Instrumen yang telah diuji validitas maupun reliabilitas dipakai untuk melakukan wawancara terhadap 149 orang di Sukabumi dan 147 orang di Bandung. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara multi stage sampling. Data dianalisis dengan menggunakan path analysis, Mann Whitney dan korelasi Pearson.

Dari hasil pengolahan data, didapatkan beberapa temuan sebagai berikut: (1) Orang Kristen sebagai kelompok minoritas di kedua kota yang diteliti, lebih berperilaku inldusif dibandingkan dengan orang Islam. Hal ini seturut dengan teori Blau yang mengatakan bahwa semakin besar ukuran suatu kelompok maka semakin keeil kemungkinan anggota kelompok tersebut berhubungan dengan kelompok lain. (2) Di kota kecil (Sukabumi), semakin tinggi perilaku inldusif seseorang maka semakin tinggi sikap inklusif maupun tingkat trust-terhadap-agama-lain; namun demikian hal ini tidak berlaku di kota besar seperti Bandung. Hal ini sejalan dengan teori Varshney yang menyatakan bahwa di desa (atau kota kecil) cara yang efektif untuk meningkatkan hubungan yaitu melalui interaksi sehari-hari. (3) Di Kota besar, seorang yang aktif di organisasi non-agama akan mempunyai trust-terhadap-agama-lain yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini pun sesuai dengan teori Varshney yang mengatakan bahwa di kota besar interaksi sehari-hari tidaklah efektif untuk meningkatkan hubungan, dan cara yang efektif yaitu interaksi asosiasional. (4) Di kota besar (seperti Bandung) anggota dari kelompok minoritas (seperti Kristen) akan kurang menonjolkan identitas kekristenannya dan lebih menonjolkan identitas yang lain. Kenyataan di Bandung ini sesuai dengan pendapat Stryker yang mengatakan bahwa individu akan cenderung untuk lebih menonjolkan identitas snsial yang sama dengan yang dimiliki oleh mayolitas orang dalam masyarakat tersebut. (5) Di Kota besa: (seperti Bandung) seorang yang memiliki identitas yang kuat akan lebih inklusif dibandingkan dengan yang lain. Namun hal ini tidak berlaku di kota kecil seperti Sukabumi. (6) Untuk orang Islam, semakin tinggi mobilitas seseorang rnaka sernakin tinggi juga perilaku maupun sikap inklusifnya, namun hal ini tidaklah berlaku untuk orang Kristen. Kenyataan ini sesuai dengan teori Blau yang rnengatakan bahwa bahwa mobilitas meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya kontak antar kelompok, sebab orang-orang yang punya mobilitas tinggi akan cenderung untuk membawa kenalan lama dan kenalan baru bersama-sama. (7) Berlawanan dengan pendapat orang pada umumnya, ternyata orang-orang Muhammaddiah di Kota Sukabumi dan Bandung lebih memiliki trust- terhadap-agama-lain dibandingkan dengan orang Islam lainnya termasuk NU. Selanjutnya didapati bahwa dalam hal keagamaan, kiai dan ustad adalah agen- sosialisasi yang dominan bagi orang-orang NU; sedangkan untuk orang Muhammadiah yaitu orang tua dan guru sekolah.

Untuk peranan negara didapatkan bahwa masyarakat merasa sudah cukup rnendapat perlindungan pernerintah dalam hubungan antar agama, namun pemerintah dinilai kurang memfasilitasi hubungan antar agama dan dianggap tidak adil terhadap kelompok minoritas.

Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran dan rekomendasi yang disampaikan, antara lain: (1) Di kota besar, setiap umat beragama dianjurkan meningkatkan kegiatan asosiasional dengan bergabung dengan organisasi-organisasi non agama baik yang formal maupun yang informal. Hal ini akan bisa meningkatkan hubungan antar kelompok beragama dan penguatan masyarakat sipil. (2) Untuk menjaga supaya masyarakat sipil tetap bebas dari negara, maka tokoh-tokoh ormas (termasuk partai) yang sudah menjabat di pemerintahan harus berhenti dari jabatannya di ormas dan bukan hanya sekedar non-aktif. (3) Pemerintah perlu melakukan affirmative action secara vertikal dengan menolong yang miskin atau pun yang lemah. Jangan affirmative action dilakukan secara horisontal. Ini berarti pemerintah harus menolong yang perlu ditolong tanpa melihat apa agama atau pun sukunya. (4) KTP (Kartu Tanda Penduduk) leblh baik tidak mencantumkan idenlitas seseorang, terutama identitas agamanya karena kelnmpok minoritas umumnya tidak merasa aman jika identitas minoritasnya diketahui. Lagi pula informasi ini bisa disalah-gunakan untuk melakukan tindakan yang diskriminatif.
2006
D803
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindhunata
Abstrak :
Buku ini mencoba memperlihatkan bahwa anggapan itu tak seluruh- nya benar. Ignatius sendiri adalah pribadi yang hidup dari spiritualitas kerakyatannya, yang juga diliputi kenaifan. Kenaifan penghayatan iman dan perasaan-perasaan iman sangat menentukan perjalanan rohaninya. Sesungguhnya, warisan spiritualitasnya juga sangat mempunyai unsur kerakyatan yang sederhana tersebut. Menengok spiritualitas Ignatius dari sudut ini akan makin membawa kita mema- hami bahwa spiritualitas Ignatian sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Tak berlebihan bila mengatakan bahwa spiritualitas sebenarnya adalah semacam spiritualitas awam.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2022
230 SIN j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Grant Nixon
Abstrak :
Penelitian ini mengeksplorasi pergumulan mahasiswa seminari Kristen dalam merengkuh identitas biseksual pada konteks Indonesia. Lebih spesifik, saya menelusuri pengalaman ketubuhan para mahasiswa seminari biseksual, strategi negosiasi yang hidupi, dan agensi seksual yang lahir dari interaksi antara pengalaman ketubuhan dan strategi negosiasi mahasiswa seminari biseksual. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi feminis yang menempatkan keberpihakan terhadap kelompok ragam gender dan seksualitas. Lima subjek yang mengidentifikasi diri sebagai biseksual diwawancarai secara mendalam. Penelitian ini mengungkap pengalaman ketubuhan yang partikular, multidimensional, dan kompleks pada masing-masing individu mahasiswa seminari biseksual. Berangkat dari pengalaman tersebut, muncul paling tidak tiga tema utama sebagai strategi negosiasi yang mereka hidupi: mempolarisasi identitas seksual dan keyakinan agama, menghidupi standar ganda, dan melakukan reinterpretasi teologis terhadap pengalaman serta identitasnya. Agensi seksual yang terbangun juga nampak partikular dan dilakukan dalam kompromi dengan konteks sosial yang heteronormatif. Penelitian ini menawarkan kebaruan dalam perluasan wacana biseksual, khususnya dalam memperjumpakan identitas seksual dan keyakinan agama pada konteks Indonesia. ......This study explored the struggles of Christian seminary students in embracing bisexual identity in the Indonesian context. More specifically, I explored the bodily experiences of bisexual seminary students, lived negotiation strategies, and sexual agency taken of the interaction between bisexual seminary students' bodily experiences and negotiation strategies. This study used a feminist phenomenological approach that takes side with groups of various genders and sexualities. Five subjects who identified as bisexual were interviewed in depth. This study reveals the particular, multidimensional, and complex bodily experiences of each individual bisexual seminary student. Based on this experience, at least three main themes emerged as their negotiating strategies: polarizing sexual identity and religious beliefs, living double standards, and carrying out theological reinterpretations of their experiences and identities. Sexual agency that is built also seems particular and is carried out in a compromise with a heteronormative social context. This research offered novelty in the elaboration of bisexual discourse, especially in sexual identity and religious beliefs engagement in the Indonesian context.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>