Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S7724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Bimantoro
Abstrak :
Agropolitan selain merupakan konsep berpikir, cara pandang, atau strategi untuk melakukan pembangunan di daerah, baik di perkotaan (urban) maupun sub perkotaan (sub urban) dengan pertanian berkelanjutan, juga merupakan pendorong proses restrukturisasi pedesaan oleh masyarakat dan berkemampuan membangun interdepensi antara pembangunan pedesaan dan perkotaan secara serasi dan saling mendukung. Dengan melihat potensi pertanian di Kabupaten Kulon Progo maka pengembangan agribisnis di daerah seharusnya tidak hanya puas pada pemanfaatan kelimpahan sumber daya yang ada (factor driven) atau mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage) seperti sekarang tetapi secara bertahap harus dikembangkan ke arah agribisnis yang didorong oleh capital driven dan kemudian kepada agribisnis yang didorong oleh inovasi (innovation driven,). perkataan lain, ke unggulan komparatif agribisnis pada setiap daerah ditransformasi menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage) melalui pengembangan mutu sumber daya manusia, teknologi, kelembagaan dan organisasi ekonomi lokal yang telah ada pada masyarakat daerah Kabupaten Kulon Progo. Dengan menelusuri kondisi dan struktur perekonomian yang memenuhi asumsi bagi penetapan kebijakan agropolitan sebagai pilihan kebijakan dalam pembangunan pertanian dan menganalisis apakah penetapan kebijakan agropolitan secara empiris dimungkinkan serta menganalisis apakah kebijakan perencanaannya memberikan daya dukung yang memadai bagi efektivitas kebijakan agropolitan. Studi ini dimulai dengan melakukan penghitungan terhadap sektor- sektor dan sub sektor yang membentuk PDRB baik Kabupaten propinsi maupun Nasional, dengan menggunakan metode dan analisa Pertumbuhan, Kontribusi Sektoral, Penghitungan Nilai LQ, ShiftShare dan Multiplier serta melakukan pembobotan untuk menentukan prioritas sektor unggulan dan Keunggulan Komparatif yang terdapat dalam perekonomian Kabupaten Kulon Progo. Dari situ telah dapat diambil kesimpulan apakah struktur perekonomian kab KP memenuhi asumsi bagi penetapan kebijakan Agropolitan dan dimungkinkan untuk tumbuh secara kondusif. Sedangkan untuk mengetahui apakah kebijakan perencanaan kabupaten ikut mendorong bagi efektivitas penetapan kebijakan agropolitan. Digunakan kerangka analisis manajemen strategis. Pendekatan ini ternyata dapat memberikan alternatif kebijakan yang terpilih sebagai kebijakan strategis atas dasar bobot yang dimiliki. Dari hasil analisis dan identifkasi kebijakan strategis dapat disimpulkan bahwa perekonomian Kabupaten Kulon Progo memliki potensi yang memenuhi asumsi bagi penetapan kebijakan agropolitan karena sektor yang memiliki prioritas tinggi sebagai sektor andalan adalah subsektor perkebunan, peternakan dan perikanan. Oleh karenanya kebijakan agropolitan secara empiris dimungkinkan sebagai kebijakan yang memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian kabupaten dari sektor pertanian. Disamping itu hasil identifikasi strategi kebijakan perencanaan pengembangan potensi agropolitan memberikan pilihan kebijakan yang dapat dipergunakan untuk menilai apakah perencanaan kebijakan yang selama ini berlangsung di Kabupaten Kulon progo memberikan dukungan bagi terciptanya domain agropolitan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T1133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Nurjayadi
Abstrak :
Dalam pengembangan wilayah diperlukan strategi untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal ini tingkat pertumbuhan yang akan mendorong perdagangan antar daerah yang semakin efisien dan efektif sehingga merangsang timbulnya spesialisasi daerah yang pada akhirnya akan membuka kesempatan bagi masing-masing daerah untuk berkembang. Sebagai daerah sentra produksi pangan, Kabupaten Subang memerlukan strategi pembangunan yang tepat yang dapat mengembangkan sistem pertanian tanaman pangan. Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur tata ruang yang ada di Kabupaten Subang (meliputi kawasan pertanian lahan basah dan sistem kota-kota pusat pertumbuhan) supaya bisa mendapatkan suatu pola tata ruang bagi pengembangan Kawasan pertanian lahan basah yang menjadi sektor andalan pertanian di Kabupaten Subang yang selanjutnya disebut Kawasan Agropolitan Tanaman Pangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang mengambil data wilayah dan kota-kota kecamatan sebagai objek penelitian. Data yang digunakan kebanyakan adalah data sekunder. Data sekunder diambil dari studi pustaka dan instansi terkait di Kabupaten Subang. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur perwilayahan pembangunan Agropolitan tersusun oleh Kawasan Agropolitan tanaman pangan dan kota-kota kecamatan sebagai pusat pengembangan. Kota Pamanukan merupakan kota pusat pengembangan bagi kawasan produksi utama tanaman padi sawah di sebelah utara Kabupaten Subang yang meliputi Kecamatan Patokbeusi, Ciasem, Blanakan, Legonkulon, Pusakanagara, Pamanukan. Binong, dan Compreng. Kota Subang merupakan kota pusat pertumbuhan bagi kawasan penyangga bagi kawasan produksi utama yang meliputi Kecamatan Subang, Pagaden, Cipunagara, Kalijati, Cikaum dan Cibogo. Sedangkan Kota Pabuaran, Jalancagak dan Tanjungsiang menjadi kota pusat pengembangan untuk kawasan yang tidak sesuai dan memiliki potensi rendah bagi pengembangan pertanian padi sawah yang meliputi Kecamatan Pabuaran, Cipeundeuy, Purwadadi, Cikaum, Jalancagak, Sagalaherang, Cisalak, dan Tanjungsiang.
In the development of region, it is needed strategy for realizing balance among regions in this matter the level of growth which will motivate trading more efficient and effective so that it motivates region specialization happened and at last it will open opportunity for every regions to grow up. As a central region of food plant productions, Subang Regency needs proper development strategy, which can develop food plants agriculture system. The aim of this research is for analyzing spatial structure which is available in Subang Regency (covering wet land agriculture area and growth central cities system) in order to find spatial pattern for developing wet area agriculture becoming agriculture mainstay sector in Subang Regency, further it is called food plants agropolitan area. Research method used is survey method which took region data and sub-district cities as research object. Data used is more secondary data. Secondary data was taken from library study and related agency in Subang Regency. The result of analysis shows that the structure of agropolitan in Subang Regency consists of food plants agropolitan area and the cities of sub-district as growth centre. Pamanukan city is a .main growth centre for paddy agriculture production activity regions, Covering Patokbeusi, Ciasem, Blanakan, Legonkulon, Pusakanagara, Pamanukan, Binong, dan Compreng Sub-district. Subang city is a main growth centre for buffer regions of paddy agriculture production activity regions, covering Subang, Pagaden, Cipunagara, Kalijati, Cikaum dan Cibogo Sub-district. Pabuaran, Jalancagak dan Tanjungsiang cities are main growth centers for regions which do not available and lower potential to develop paddy agriculture system, covering Pabuaran, Cipeundeuy, Purwadadi, Cikaum, Jalancagak, Sagalaherang, Cisalak, dan Tanjungsiang sub-district.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Fatkhiati Sadiah
Abstrak :
[ABSTRAK
Studi ini mengeksplorasi tentang pengelolaan kawasan agropolitan Selupu Rejang di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu yang telah ditetapkan sebagai kawasan rintisan pengembangan agropolitan sejak tahun 2002 yaitu di kawasan agropolitan Selupu Rejang, masih belum mencapai sasaran idealnya. Tekanan yang timbul akibat aktivitas budidaya yang intensif terutama di daerah pertanian dataran tinggi, menyebabkan kawasan menjadi tidak berkelanjutan. Data menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan di kawasan agropolitan Selupu Rejang akibat aktivitas pertanian yang tidak sesuai dengan kaidah ekologi di kawasan tersebut. Kondisi lingkungan yang terdegradasi tersebut dapat menyebabkan kawasan agropolitan menjadi tidak berkelanjutan, apalagi kawasan tersebut adalah dataran tinggi yang mempunyai peran penting untuk kestabilan ekosistem. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisis kondisi eksisting, menganalisis status keberlanjutan, serta membangun model pengelolaan kawasan agropolitan berkelanjutan yang mengintegrasikan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kawasan agropolitan dapat berkelanjutan jika mengintegrasikan aspek lingkungan yang sesuai dengan ekosistem Indonesia, yaitu ekosistem hutan hujan tropis. Analisis menggunakan analisis deskriptif, analisis spasial. Rap-Agrotropika, dan system dynamics. Hasil adalah model tersebut dapat menurunkan degradasi lingkungan dan secara simultan juga dapat meningkatkan produksi serta nilai tambah sektor pertanian, sehingga keberlanjutan sistem produksi pertanian, keberlanjutan ekonomi perdesaan, dan keberlanjutan lingkungan dapat dipertahankan dan ditingkatkan.;
ABSTRACT
This study explores the management of Selupu Rejang agropolitan area in Rejang Lebong regency, Bengkulu Province. Bengkulu Province has been designated as pilot area of agropolitan development since 2002. Selupu Rejang agropolitan was the one of agropolitan area which still has not reached the ideal target. Pressure on the environment was arising as a result of intensive farming activities, especially in the highland agricultural areas, causing the area becomes unsustainable. The data reveal that there has been environmental degradation in Selupu Rejang agropolitan due to agricultural activities. It is not in accordance with the principles of ecology in the region. Degraded environmental conditions can cause agropolitan become unsustainable, especially in the upland area that has an important role for the stability of ecosystem. Therefore, this study aims to build agropolitan area management model that integrates economic, social, and environment interests. Hence, the agropolitan development can be sustained by entering the interests of the environment in the development of the region in accordance with the rules of typical ecosystems in Indonesia, called the tropical rainforest ecosystem. This study uses descriptive analysis, spatial analysis, Rap- Agrotropika, and system dynamics. The result is a model that can reduce environmental degradation. It can also simultaneously increase production and add value to the agricultural sector. Finally, the sustainability of agricultural production systems, rural economy, and environment can be maintained and improved., This study explores the management of Selupu Rejang agropolitan area in Rejang Lebong regency, Bengkulu Province. Bengkulu Province has been designated as pilot area of agropolitan development since 2002. Selupu Rejang agropolitan was the one of agropolitan area which still has not reached the ideal target. Pressure on the environment was arising as a result of intensive farming activities, especially in the highland agricultural areas, causing the area becomes unsustainable. The data reveal that there has been environmental degradation in Selupu Rejang agropolitan due to agricultural activities. It is not in accordance with the principles of ecology in the region. Degraded environmental conditions can cause agropolitan become unsustainable, especially in the upland area that has an important role for the stability of ecosystem. Therefore, this study aims to build agropolitan area management model that integrates economic, social, and environment interests. Hence, the agropolitan development can be sustained by entering the interests of the environment in the development of the region in accordance with the rules of typical ecosystems in Indonesia, called the tropical rainforest ecosystem. This study uses descriptive analysis, spatial analysis, Rap- Agrotropika, and system dynamics. The result is a model that can reduce environmental degradation. It can also simultaneously increase production and add value to the agricultural sector. Finally, the sustainability of agricultural production systems, rural economy, and environment can be maintained and improved.]
2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudya Alif Ridhoni Prakusya
Abstrak :
Kabupaten Banyumas adalah salah satu kabupaten yang memiliki potensi yang baik dalam sektor pertanian. Kabupaten Banyumas sendiri sejak 2011 melakukan pengembangan Kawasan Agropolitan yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Banyumas. Namun, pada kenyataannya kebijakan ini belum dapat berjalan, baik secara sistem maupun keruangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini mencoba menilai bagaimana pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas kedepannya. Dengan menggunakan dua basis komoditas yakni padi dan kelapa untuk dikembangkan, penelitian ini menilai dimana lokasi yang sesuai untuk wilayah usaha tani, sentra produksi, dan juga pasar serta pusat perkotaan pada Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Dengan analisis kesesuaian lokasi desa, yakni kesesuaian lahan untuk wilayah usaha tani dan indeks komposit dengan z score dapat ditentukan wilayah mana saja yang sesuai dalam pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Dengan juga melihat karakteristik dan aksesibilitas, dinilai juga bagaimana keterhubungan antar wilayah fungsional dalam Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Hasilnya, dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa untuk wilayah usaha tani, secara keseluruhan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas sesuai untuk dikembangkan padi dan kelapa. Selanjutnya pun terdapat 11 desa yang sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai lokasi sentra produksi, sementara terdapat empat desa yang sangat sesuai untuk lokasi pasar dan perkotaan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Karakteristik yang ada juga menunjukan adanya potensi untuk dikembangkan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas yang juga telah memiliki keterhubungan baik ini. ......Banyumas Regency is one of the districts that has good potential in the agricultural sector. Banyumas Regency itself since 2011 has been developing the Agropolitan Area listed in the RTRW of Banyumas Regency. However, in reality this policy has not been able to work, both systemically and spatially. Therefore, this study tries to assess how the development of the Banyumas Regency Agropolitan Area will be in the future. By using two commodity bases namely rice and coconut to be developed, this study assesses which locations are suitable for farming areas, production centers, as well as markets and urban centers in the Agropolitan Area of ​​Banyumas Regency. By analyzing the suitability of the village location, namely the suitability of land for farming areas and a composite index with a z score, it can be determined which areas are suitable for the development of the Banyumas Regency Agropolitan Area. By also looking at the characteristics and accessibility, it is also assessed how the connectivity between functional areas in the Agropolitan Area of ​​Banyumas Regency is assessed. As a result, in this study it can be seen that for the farming area, the overall Agropolitan area of ​​Banyumas Regency is suitable for rice and coconut development. Furthermore, there are 11 villages that are very suitable to be developed as production center locations, while there are four villages that are very suitable for market and urban locations in the Agropolitan Area of ​​Banyumas Regency. The existing characteristics also show the potential for developing the Banyumas Regency Agropolitan Area which also has this good connection.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The government of Bengkayang Regency has decided that the border area is one of the agropolitan region development programs. Herce, a study on the sustainability level of border area as the agropolitan region development is required.......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Cempaka Mulia
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pengembangan kawasan agropolitan di Kota Banjar Jawa Barat melalui program agribisnis dalam rangka pencapaian visi sebagai daerah dengan basis pertanian yang maju. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program agribisnis dibagi menjadi dua sub sistem yaitu sub sistem agribisnis hulu dan sub sistem agribisnis hilir dan berjalan dengan cukup baik. Disisi lain, masih terjadi banyak masalah dalam setiap pelaksanaannya karena minimnya dukungan swasta dan masih adanya pengelolaan kelembangaan yang bersifat tradisional. ...... This thesis discusses the development of agropolitan in Banjar, West Java through agribusiness program in order to achieve the vision of a region with advanced agricultural base. This research was conducted using a qualitative approach through fieldwork and literature studies. The results showed that the agribusiness program divided into two sub-systems, namely upstream agribusiness and downstream agribusiness subsystems. Both subsystem work well. On the other hand, many problems still occur. It is caused by the lack of the support from private sector and the institutional management that forced using the traditional system.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Susilawati
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai implementasi kebijakan pengeluaran pada kawasan agropolitan Kota Batu. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan pengeluaran pada kawasan agropolitan Kota Batu, faktor-faktor pendukung implementasi kebijakan, dan faktor-faktor penghambat implementasi kebijakan pengeluaran di kawasan agropolitan Kota Batu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengeluaran dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan di Kota Batu saat ini banyak dipengaruhi oleh perubahan visi pembangunan Kota Batu dari sentra pertanian berbasis pariwisata menjadi sentra pariwisata berbasis pertanian. Fokus pembangunan bukan lagi pada sektor pertanian namun lebih kepada pembangunan fisik sarana prasarana, infrastruktur, dan fasilitas lain yang dibangun bertujuan untuk menarik minat wisatawan dan investor (walaupun sektor pertanian tetap diperhatikan). Kebijakan perpajakan ditemukan belum terlalu berperan dalam pengembangan kawasan agropolitan Kota Batu, justru masyarakat banyak mengeluhkan mengenai PBB besarnya mengalami kenaikan terus setiap tahunnya. Diketahui pula setidaknya ada dua jenis retribusi yang diterapkan disini yaitu retribusi dari Rumah Pemotongan Hewan dan Pasar Benih Ikan. Faktor pendukung dalam implementasi kebijakan pengeluaran pada kawasan agropolitan disini adalah sikap aparat pemerintah yang sangat mendukung masyarakat petani, dan kesadaran masyarakat akan manfaat jangka panjang yang dapat diperoleh dari program kegiatan yang diberikan oleh pemerintah untuk pengembangan pertanian karena memang nature masyarakat Kota Batu ada di sektor pertanian. Faktor penghambat kebijakan fiskal untuk pengembangan kawasan agropolitan di Kota Batu diantaranya adalah kurangnya koordinasi tim pokja agropolitan, kurangnya sumber dana, penyempitan lahan pertanian, pendampingan PPL yang kurang efektif, rendahnya SDM masyarakat petani, perubahan visi pembangunan ekonomi dari sentra pertanian berbasis pariwisata menjadi sentra pariwisata berbasis pertanian, belum terbentuknya Bapelu, belum tersedianya KUD yang menangani semua sektor, banyaknya kepentingan yang terlibat dalam pengembangan agropolitan, konflik kepentingan di pasar Batu, dan karakter penguasa.
Abstract
This thesis discusses the implementation of expenditure policy in Batu City agropolitan area. The problems are examined in this research is implementation of expenditure policy in Batu City agropolitan area, the contributing factors for policy implementation, and the cumberer factors for policy implementation. This research conducted with using qualitative approach with in depth interview, documentation study, and observation as collecting data method. The result showed that the implementation of expenditure policy in order development of agropolitan area in the Batu City much influenced by changes in the vision of Batu City from agriculture center based tourism being tourism center based agriculture. Development is no longer focus on the agricultural sector but more to the development of physical infrastructure and other facilities that were built in order to attract tourists and investors (although the agricultural sector continues to note). Taxation policy is found not too play a significant role in the development of the Batu City agropolitan area, thus many have complained about the Property Tax due which is increased steadily each year. It is founded also that there are at least two types of service charges that applied in agropolitan area, they are retribution from Slaughterhouses and Fish-Seed Market. Contributing factor in the implementation of expenditure policy in the Batu City agropolitan area is the attitude of the Government apparatus supporting the farming community, and public awareness of long-term benefits that can be obtained from the program activities provided by Governments for the development of agriculture because it is nature society Batu City is in the agricultural sector. Meanwhile, the restricting factors are the lack of coordination between agropolitan program team, lack of funds, narrowing of farmland, a less effective mentoring, lack of human resources, a change in the Batu City Vision from agriculture center based tourism being tourism center based agriculture, yet the formation of Instigation Institution, yet the availability of Cooperative Village Unit which handles all the sectors, the many interests involved in the development of agropolitan, a conflict of interest in the market, and the character of the ruler.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T29755
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghilman Ismail Fikri
Abstrak :
Dalam siklus perkembangan pembangunan, seiring dengan perkembangan teknologi, perlahan manusia mulai mencapai kegiatan ekonomi sektor sekunder dan tersier sehingga kegiatan sektor ekonomi primer seperti pertanian akan ditinggalkan. Secara global, kegiatan ekonomi utama akan bergeser ke kegiatan seperti industri produksi dan jasa sebagai fokus dari kegiatan ekonomi sekunder dan tersier. Wilayah agropolitan Ciwidey, Jawa Barat, merupakan salah satu kawasan pengembangan kegiatan pertanian yang di dalamnya dikembangkan pula kegiatan wisata pertanian sebagai pendukung kegiatan pertanian tersebut. Sebagai wilayah agropolitan, wilayah ini memiliki kegiatan pertanian yang sudah berperan sebagai sentra produksi berbagai macam produk hortikultura sejak tahun 1979. Melihat kondisinya sebagai wilayah agropolitan dan pengembangan agrowisata di saat bersamaan, sangat menarik untuk melihat bagaimana kelompok tani pada wilayah tersebut terikat dengan lahan dan mampu mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui bagaimana kelompok tani memiliki pengaruh terhadap penggunaan lahan pertanian. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor internal kondisi kelompok tani dan faktor lingkungan yang mendorong perubahan lahan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan geografi institusi dan analisis keruangan yang dibantu dengan discourse analysis. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa perubahan lahan pertanian banyak dipengaruhi oleh aksesibilitas, penggunaan lahan sekitar, dan produktivitas jenis tanaman.  kelompok tani memiliki pengaruh berupa penghambat perubahan penggunaan dan penjualan lahan pertanian. Semakin baik dan efektif sistem dan peraturan di dalam sebuah kelompok tani di suatu wilayah, kerentanan lahan pertanian di wilayah tersebut akan semakin rendah pula. Sehingga pola kerentanan lahan pertanian yang terbentuk mengikuti kondisi dan efektifitas kelompok tani pada wilayah lahan yang bersangkutan.


In the cycle of human development, as technology advances, human will progress to the secondary and tertiary economic activities. Thus, primary economic activities like agriculture would slowly reduced in number and the majority would shift into another activites like industries, manufacturing, and services. The Ciwidey agropolitan is a region which currently being developed as an agriculutre-focused economy which also undergoes an agricultural tourism development as its complement. As an agropolitan, this region had long serving agricultural activity which serves as various horticulture production centre since 1979. Looking at its role as an agropolitan and its currently being developed agrotourism, its interesting to understand, how the farming group in the region, tightly related to the land and how it might affect the agricultural land use. The research aims to understand how farmer groups affect agricultural land uses. Factors that used in this research were Group’s internal conditions and environmental conditions which promote the agricultural land use change. This research use a qualitative descriptive method with institutional geography approach, and an analysis which aided by spatial and discourse analysis. It was found that the agricultural land use change affected by accessibility, land use around the farming lot, and the crops productivity. Farming group had a tendency to produce a resistance activities against land use change. As more effective systems and rules implemented in a farming group, its agricultural land vulnerability would also be lower. Thus, the agricultural land vulnerability pattern follows the condition and effectivity of related area’s farmer group.

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brillian Muamar Khadafi
Abstrak :
ABSTRAK
Keterkaitan politik, administrasi, dan organisasi ditekankan kepada keterkaitan desa-kota oleh Rondinelli 1985 . Penelitian ini menganalisis keterkaitan secara inter dan intra regional Kabupaten Bogor melalui pendekatan postpositivist dengan pengumpulan data kualitatif. Keterkaitan politik antara desa dan kota di Kabupaten Bogor secara eksternal dengan Kota Bogor saling mempengaruhi, sedangkan secara politik lokal kota Kecamatan Cibinong memiliki superioritas mempengaruhi desa-desa disekitarnya. Secara pola kewenangan desa-kota dipengaruhi oleh perundang-undangan yang ada seperti UU Nomor 23 Tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 6 Tentang Desa dan perda terkait aspek kewilayahan maupun agropolitan. Secara arus belanja pemerintah kedua wilayah baik Kabupaten Bogor dan Kota Bogor tidak saling ada perhatian membangun wilayah hinterland nya, secara lokal municipalities Cibinong memiliki peran kuat sebagai pusat anggaran. Pada aspek transaksi antar yurisdiksi pemerintah kedua wilayah antara Kabupaten Bogor dengan Kota Bogor sangat saling tergantung karena spesialisasi wilayah masing-masing. Secara organisasi baik struktur dan ketergantungan organisasi, secara sosio-politis tentu sangat tergantung perundang-undangan, namun secara ekonomi kedua wilayah sangat tergantung dengan spesialisasi khusus antar wilayah. Selain itu Cibinong secara struktur ekonomi dan pelayanan merupakan wilayah dengan fasilitas terlengkap di kawasan Kabupaten Bogor.
ABSTRACT
Political, administrative, and organizational linkages are emphasized in rural urban linkage by Rondinelli 1985 . This research analyzes inter and intra regional linkages of Bogor Regency through a postpositivist approach with qualitative data collection. Political linkages between rural and urban areas in Bogor externally with Bogor city influence each other, while the local political basis Cibinong district town of superiority affect surrounding villages. In the pattern of rural urban authority is influenced by existing legislation such as UU No. 23 on Local Government, UU No. 6 On Village and related regulations and Agropolitan territorial aspect. In the flow of government expenditures both regions of Bogor and Bogor are not mutually concerned about building their hinterland area, locally Cibinong municipalities have a strong role as a budget center. In the aspect of transactions between the jurisdictions of the two regions between Bogor regency with Bogor City is highly interdependent because of the specialization of their respective areas. Organizationally, organizational structure and dependence, socio politically, is highly dependent on legislation, but economically both regions are highly dependent on specialization among regions. In addition Cibinong is an economic structure and service is the region with the most complete facilities in the area of Bogor Regency.rural urban linkage politics administration organization Bogor District Bogor City agropolitan , spatial region local government.
2017
S67648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library