Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gainsford, Ian Derek
Oxford; Boston: Wright , 1992
617.695 GAI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indriani
"Penumpatan gigi yang berlubang dengan menggunakan bahan tumpat gigi sering dilakukan. Alasan dilakukannya penumpatan lubang gigi adalah mencegah perluasan lubang menjadi lebih besar dan juga menjaga kesehatan struktur gigi yang tersisa. Jenis bahan tumpat gigi yang paling sering digunakan di rumah sakit, puskesmas, dan klinik pribadi ialah bahan tumpat amalgam, GIC, dan resin komposit.
Tujuan : Tujuan dari survei ini adalah untuk memaparkan penggunaan bahan tumpat amalgam, GIC, dan resin komposit di RSGMP FKG UI pada tahun 2005, 2006, dan 2007.
Metode : Survei ini merupakan survei deskriptif dengan melakukan pengambilan data sekunder dari kartu status pasien konservasi RSGMP FKG UI pada tahun 2005, 2006, dan 2007. Jumlah subyek survei yang diambil adalah 364 kartu status, yang kemudian dikategorikan menurut waktu penumpatan, usia pasien, jenis kelamin, dan regio gigi yang ditumpat.
Hasil : Didapatkan informasi bahwa pasien dewasa paling sering mendapatkan perawatan restorasi, pasien wanita lebih banyak mendapatkan perawatan restorasi, regio posterior lebih banyak direstorasi, dan tahun 2007 merupakan waktu penumpatan paling banyak dilakukan.

Teeth restorations using restorative materials are often implemented. The reasons of restoring caries are to prevent it become larger and to conserve tooth structure remains. Restorative materials which are most often used in hospitals, public health center, and private clinic are amalgam, GIC, and composite resin.
Objective : Objective of this survey is to describe the usage of amalgam, GIC, and composite resin at RSGMP FKG UI in 2005, 2006, and 2007.
Method : This survey is a descriptive survey by collecting secondary data from restored patients?s dental status at RSGMP FKG UI in 2005, 2006, and 2007. Total of survey subjects taken are 364 dental status, which are then categorized based on time of restoration, patients?s age, sex, and restored tooth region.
Result : It is known that there are differences between the usage of amalgam, GIC, and composite resin based on time of restoration, patients?s age, sex, and restored tooth region ; adults are more often to get teeth restorations than children, teenagers, and elderly persons ; women are more often to get teeth restorations than men ; posterior teeth are more often to be restored than anterior teeth ; and year 2007 is a year when the most restorations are implemented.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"ABSTRAK
Amalgam merupakan bahan tambal gigi yang sampai saat ini masih cukup luas pemakaiannya. Paduan amalgam yang diproduksi di Indonesia adalah paduan amalgam konvensional atau Low Copper Amalgam Alloys. Pada penelitian ini akan dibuat paduan amalgam modern atau High Copper Amalgam Alloys dengan penambahan Palladium. Sebagal kontrol dipakai High Copper Amalgam Alloys komersil merk Solila Nova.
Teknik pembuatan atau proses pabrikasi dari High Copper Amalgam Alloys dilakukan sama seperti pembuatan Low Copper Amalgam Alloys. Komposisi dan struktur fasa dari paduan amalgam dan amalgam ditentukan dengan teknik diffraksi sinar-X. Sedangkan untuk melihat sifat muai panas dan efek penambahan Palladium pada amalgam digunakan teknik Dilatometri.
Dari hasil analisa diffraksi sinar-X didapat hasil bahwa High Copper Amalgam Alloys yang telah dibuat dan Solila Nova terdiri dari fasa y (Ag3Sn) dan fasa c (CusSn), dan kedua fasa tersebut mempunyai struktur ortorombik. Sedangkan fasa-fasa pada High Copper Amalgam dari paduan tersebut terdiri dari fasa yl (Ag2Hgs) yang mempunyai struktur kubus, fasa ii (Cu6Sn5) berstruktur heksagonal dan fasa y (AgsSn) sisa yang tidak bereaksi. Pada High Copper Amalgam tidak terdeteksi adanya fasa y2 (Sn7Hg) yaitu fasa yang terlemah pada struktur mikro amalgam.
Efek dari penambahan Palladium pada amalgam dapat dilihat dari hasil analisa muai panas dengan Dilatometer dan diffraksi sinar-X pada amalgam setelah pemanasan Penambahan Palladium sampai 1% berat membentuk amalgam yang stabil.

ABSTRACT
Amalgam restorations constitute the large majority of all permanent fillings used by Dentist to repair revages of dental caries. Amalgam Alloys that are produced in Indonesia are known as Conventional Amalgam Alloys or Low Copper Amalgam Alloys. The purpose of this investigation is to produce Modern Amalgam Alloys or High Copper Amalgam Alloys with Palladium Additives. The commercially available High Copper Amalgam Alloys, under the trade name Solila Nova was used as a reference.
The manufacturing process and procedure to obtain the Modern Amalgam Alloys were the same as the ones to produce Low Copper Amalgam Alloys. The High Copper Amalgam Alloys and their amalgams were analyzed to determine the phase compositions and structures by using X-Ray Diffraction techniques. The thermal behavior and the effect of Pd additives in High Copper Amalgam were determined by using Dilatometry techniques.
The results of this investigation indicate that the High Copper Amalgam Alloys consist of y (Ag3Sn) and c (Cu3Sn) phases, which are similar as the reference Solila Nova Alloys. The structures of these phases are orthorhombic. The phases of the amalgams of these alloys consist of yl (Ag2 Hgs) and 17 (Cu8Sn$) phases, and the un-reacted particles of y (Ag3Sn), with no detectable y2 (SngHg), since y2 phase in dental amalgam is the weakest phase. The yl crystallizes as a cubic while the phase has hexagonal structure. By Dilatometry techniques the effect of Palladium additives indicate that an increase of Pd in amalgam up to 1 wt % stabilizes the set amalgam.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ansar Basar
"Dalam penelitian ini dibandingkan kekuatan setelah 1 jam, 24 jam, dan satu minggu setelah kondensasi. Triturasi yang dibandingkan adalah secara manual dan mekanik. Diameter spesimen yang dipersiapkan adalah 4 mm, tinggi 8 mm dan jumlannya 60 spesimen. Tiap percobaan menggunakan 5 spesimen. Alat pengetes yang dipakai adalah Instron Universal Tester buatan Inggris tahun 1986. Kekuatan kompresif pada pengadukan mekanik lebih baik dibandingkan dengan cara pengadukan manual pada kedua jenis amalgam yang dipakai. Kekuatan kompresif amalgam high copper dengan triturasi mekanik lebih baik daripada amalgam konvensional pada situ jam dan 24 jam setelah kondensasi. Akan tetapi setelah satu minggu kekuatannya tidak berbeda bermakna. Amalgam yang dipakai adalah merek Solila untuk amalgam konvensional dan Solila Nova untuk amalgam dengan kandungan tembaga tinggi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Farida
"ABSTRAK
Sampai saat ini amalgam masih banyak digunakan di Kedokteran Gigi sebagai bahan tumpatan, mengingat harganya yang relatif murah, cara penggunaannya sederhana dan cukup kuat untuk menerima daya kunyah. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan bahwa amalgam dapat menyebabkan keracunan. Uap merkuri dari amalgam yang terhisap secara langsung dapat menyebabkan antara lain kegelisahan, kehilangan konsentrasi, ketakutan, depresi, pusing, lelah, lemah, kehilangan daya ingat, sulit tidur, gejala penyakit ginjal, tremor, bahkan dapat mengenai susunan saraf pusat. Dari aspek imunologik, juga dilaporkan adanya pengaruh merkuri tersebut terhadap proses tanggap kebal. Merkuri-protein yang terbentuk dalam rongga mulut dilaporkan dapat bertindak sebagai imunogen yang dapat menimbulkan respons imun. Mengingat bahaya merkuri seperti yang telah dilaporkan diatas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah tumpatan amalgam yang mengandung merkuri tersebut berpengaruh terhadap proses tanggap kebal dalam rongga mulut dengan mengukur kadar IgA dalam saliva individu dengan tumpatan amalgam dengan alat turbitimer. Hasil kadar IgA dari masing masing grup dibedakan dengan Anova. Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar IgA (x=99.25 IU/ml) dalam saliva individu dengan 1-4 tumpatan amalgam dan telah berada dalam rongga mulut kurang dari 5 tahun lamanya dibandingkan dengan kadar IgA dalam saliva kelompok individu tanpa tumpatan amalgam (x=59.88 IU/ml). Sedangkan grup individu dengan tumpatan amalgam lebih dari 5 tahun mempunyai kadar IgA yang lebih rendah (x=42.47 IU/ml) dibandingkan dengan grup kontrol maupun grup dengan tumpatan yang berada dalam rongga mulut lebih dari 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tumpatan amalgam dalam rongga mulut dapat bersifat imunogenik yang menimbulkan respons imun berupa peningkatan kadar IgA dalam saliva. Selain itu, tumpatan amalgam akan menekan proses tanggap kebal yang berupa penurunan jumlah kadar Ig-A dalam saliva apabila tumpatan ini dibiarkan lebih lama berada dalam rongga mulut (lebih 5 tahun). Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa tumpatan amalgam yang mengandung merkuri dapat mempengaruhi proses tanggap kebal terutama dalam rongga mulut sehingga kita perlu waspada dalam pemakaiannya sebagai bahan tumpatan gigi."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Nyoman Putri Artiningsih
"This research was carried out to study the difference in the antibacterial capacity of two kinds of filling materials, namely amalgam and composite resin, on S. mutans KPSK2 bacteria with different times of treatment. In total, 48 amalgam and composite resin samples each were prepared and then divided into four groups of treatment. Of each group, 6 samples were used to count the number of bacterial colonies and 6 samples to count the right obstacle zone. The results show that the best antibacterial capacity of composite resin occured within one week, while for amalgam the best performance appears within one day. The antibacterial capacity of flourine containing composites is stronger than that of amalgam for a time of 1 to 2 weeks."
Jakarta: Journal of Dentistry Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pangerapan, Elizabeth
"ABSTRAK
Restorasi amalgam sampai sekarang masih digunakan oleh
dokter gigi. untuk memperbaiki struktur gigi belakang yang
rusak atau hilang karena cara kerjanya mudah, kebaikan sifat
fisiknya dan harganya relatif murah.
Masalah yang sering terjadi pada restorasi amalgam
adalah terjadinya kanes sekunder akibat kebocoran mikro
maupun akibat pecahnya bagian tepi restorasi. Salah satu
usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan
bahan bonding resin adhesif untuk mengikat amalgam dan
jaringan gigi secara kimiawi dan mekanik. Tehnik ini disebut
sebagai restorasi bonded amalgam.
Telah dilakukan penelitian secara in vitro mengenai
perbedaan kekuatan ikat resin adhesif pada restorasi
amalgam tembaga rendah dan restorasi bonded amalgan
tinggi. Penelitian ini dilakukan secara laboratorik
buah gigi premolar/molar permanen manusia. Bahan yang
digunakan adalah resin adhesif Panavia-Ex, amalgam tembaga
rendah dan amalgam tembaga tínggi yang mempunyai type
partikel yang sama, yakni ?lathe-cut?. Kekuatan ikat ?shear?
dan kekuatan ikat kompresi diuji dengan alat ui Instron dan
ciihitung dalam MPa.
Dari hasil uji kekuatan ikat shear dan kekuatan ikat
kompresi ternyata kekuatan ikat restorasi bonded amalgam
tembaga rendah lebih besar daripada amalgam tembaga tinggi.
Dengan pengkajian secara statistik menggunakan ANOVA TWO
WAYS, memberikan perbedaari yang bermakna. Ini menunjukkan
bahwa resin acihesif lebih kuat terikat pada amalgam tembaga
rendah danipada amalgam tembaga tinggi dan penggunaan resin
adhesif dapat rnenambah kekuatan tepi restorasi amalgam.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"Material tambal amalgam sebagai material tambal gigi belakang sampai saat ini masih merupakan produk luar negeri terutama amalgam kandungan tembaga tinggi atau amalgam modern yang belum diproduksi di Indonesia. Dengan adanya kekayaan hasil tambang perak, timah, tembaga di Indonesia maka bahan-bahan tersebut perlu didayagunakan untuk membuat suatu paduan amalgam modern atau tembaga tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan bahan tambal amalgam tembaga tinggi buatan Indonesia dengan mutu yang dapat bersaing dengan produk luar negeri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu material tambal amalgam tembaga tinggi yang memenuhi standar dan dapat diproduksi di Indonesia serta terjangkau masyarakat Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris in vitro dari 5 macam paduan amalgam tembaga tinggi dengan komposisi yang telah ditentukan dan dibuat dengan teknik pembuatan amalgam produk dalam negeri, serta 1 macam paduan amalgam tembaga tinggi komersial buatan luar negeri sebagai kontrol.
Tahap pertama penelitian ini adalah menentukan perbandingan bubuk paduan amalgam yang dibuat dengan Hg, melakukan triturasi atau pencampuran bubuk paduan amalgam dengan Hg sehingga didapatkan suatu spesimen tamba.lan amalgam yang memenuhi standar ISO No. 1559 tahun 1986. Selanjutnya dilakukan identifikasi fasa-fasa yang terjadi pada paduan amalgam yang dibuat serta amalgam yang telah dicampur dengan Hg. Identifikasi ini dilakukan dengan teknik difraksi sinar-X, dimana nilai 2e yang didapatkan dari puncak pola diffraksi dihitung dengan rumus Bragg untuk mendapatkan jarak d dari bidang kristal. Kemudian dengan jarak d tersebut dan intensitas relatifnya yang dianalisa menurut metode Hannawalt, maka dapat diketahui fasa-fasa yang terdapat pada serbuk amalgam serta informasi struktur kristal dari masing-masing fasa tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbaikan dalam perbandingan bubuk paduan amalgam dengan Hg pada amalgam tembaga tinggi yang dibuat dengan ukuran partikel 45 p yaitu menjadi 5 : 5,75, dibandingkan dengan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan (5 : 7). Untuk ukuran partikel 38, perbandingan yang didapat adalah 5 : 6 , dimana waktu triturasi adalah 20 detik dengan kecepatan triturasi 3000 rpm. Dari hasil analisa kualitatif dengan diffraksi sinar-X didapatkan bahwa kelima bubuk paduan amalgam yang dibuat terdiri dari fasa dominan r (Ag3Sn) dan fasa (CusSn) yang sesuai dengan fasa yang terdapat pada bubuk paduan amalgam kontrol. Pada amalgam yang telah dicampur dengan Hg. kelima amalgam yang dibuat umumnya menunjukkan adanya fasa dominan (Ag2Hg3), (Cu6Sn5) dan sejumlah kecil sisa fasa r (Ag3Sn). Fasa yang paling lemah yaitu r2 (Sn7Hg) terdeteksi pada amalgam yang tidak mengandung Palladium. Hasil analisa diffraksi sinar-X ini pada amalgam II (59Ag-27Sn-13Cu-lPd) memperlihatkan puncak-puncak difraksi yang sama dengan amalgam kontrol (amalgam komersial). Walaupun gambaran mikrostruktur amalgam yang dibuat berdasarkan analisa diffraksi sinar-X menunjukkan hasil yang sesuai dengan mikrostruktur dari suatu amalgam yang dapat diterima sebagai suatu tambalan, namun hal ini perlu didukung dan dibuktikan lebih lanjut dengan pengujian sifat-sifat fisik-mekanik dan kimia secara laboratoris serta penelitian klinis pendahuluan.

Indonesian's High Copper Amalgam as Dental Materials RestorationHigh copper dental amalgams as posterior tooth filling materials are still imported and have not been produced in Indonesia. The rich mining of silver, copper and tin of Indonesia should be used as raw materials in producing new modern Indonesian high copper amalgam with the same standard quality of the imported amalgams.
The goal of this research is to produce standard dental high copper amalgam of Indonesia that can also be achieved by the society. This research is an in vitro laboratory study of one commercial alloy as reference and 5 alloys of different compositions which are produced by the local technique of producing dental amalgams.
The first step of the research is to determine the alloy-mercury ratio for the amalgam produced and follow the trituration and condensation procedures to prepare standard amalgam specimens according to ISO 1559- 1986. These alloys and their corresponding amalgams were then analyzed by X-ray diffraction technique to determine their microstructures and phases. The 2e value from the diffraction peaks are calculated according to Bragg's equation to obtain the d spacings of the crystal plane. By these d spacings and their relative intensities analyzed by Hanawalt method , the phases and their crystal structures can be determined.
The result of the study showed an improvement on the alloy-mercury ratio of the amalgam produced with the particle size of 45 N , to 5 : 5.75 compared to the previous study of 5 7. For the particles of 38 p, the ratio was 5 6 with the trituration time of 20 seconds and 3000 rpm. From the qualitative x-ray diffraction analysis it was concluded that the 5 alloys powder produced consist of mainly y phase (Ag3Sn) dan a small amount of a phase (Cu3Sn). The corresponding amalgams consist of ri phase (Ag2Hg3), phase (Cu6Sn5) and a small amount of unreacted particles of Y phase (Ag3Sn). The weak phases of r2 (Sn7Hg) are detected in the amalgam produced without palladium. It is also shown that the diffraction peaks analysis of amalgam II (59Ag-27Sn-13Cu-1Pd) are the same as the diffraction peaks of the commercial reference amalgam. Eventhough the microstructure (from x-ray diffraction analysis) of the amalgam produced is in agreement with the microstructure of a suitable dental amalgam restoration, the physical, mechanical and chemical as well as biological behaviour of these amalgams must be further investigated.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"Material tambal amalgam sebagai material tambal gigi belakang sampai saat ini masih merupakan produk luar negeri, terutama amalgam kandungan tembaga tinggi. Pada tahun pertama penelitian ini telah dapat dibuat amalgam kandungan tembaga tinggi. Identifikasi fasafasa yang ada baik pada paduan amalgam maupun amalgamnya telah dilakukan dengan teknik diffraksi sinar-x. Dari hasil analisa kualitatif dengan diffraksi sinar-x, didapat bahwa paduan amalgam dan amalgamnya terdiri dari fasa-fasa yang sesuai dengan fasa-fasa yang terdapat pada amalgam kontrol. Walaupun secara fisik telah sesuai dengan amalgam kontrol, namun perlu diketahui kekuatan ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Sehingga pada tahun kedua ini telah dilakukan uji sifat fisik, mekanik, kimia, dan Jaya tahan korosi dad amalgam yang telah dibuat pada tahun pertama. Pengujian ini dilakukan sesuai standar dan acuan yang ada, dan kemudian dibandingkan dengan amalgam kontrol.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan material tambal amalgam kandungan tembaga tinggi yang memenuhi standar mutu dan dapat diproduksi di Indonesia serta terjangkau oleh masyarakat.
Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris in vitro dari 2 macam amalgam kandungan tembaga tinggi yang telah dibuat, dan 1 macam amalgam produk luar negeri sebagai kontrol. Komposisi kirnia amalgam I adalah 60Ag-27Sn-13Cu, dan amalgam II adalah 59Ag-27Sn-13Cu-lPd. Penelitian ini meliputi uji perubahan dimensi, uji kekerasan, Creep, emisi nap Hg, sifat termal, korosi, dan metalografi. Bentuk dan cara pembuatan spesimen dilakukan sesuai standar ISO 1559-1986. Cara uji dan evaluasi hasil uji untuk perubahan dimensi dan sifat Creep dilakukan berdasarkan standar ISO 1559-1986. Pengujian sifat termal dan kehilangan berat saat pemanasan menggunakan Differential Scanning Calorimeter dan
Thermogravimeter yang dilengkapi dengan program untuk menganalisa hasil pemanasan. Uji kekerasan mengacu kepada literatur yang ada, karena masih belum ada standar untuk kekerasan amalgam. Demikian pula untuk uji emisi uap Hg dan uji korosi. Dalam hal uji korosi, kecepatan korosi dihitung berdasarkan standar ASTM G 102 - 89.
Dari hasil uji perubahan dimensi, amalgam I dan II mempunyai nilai perubahan dimensi yang lebih kecil daripada amalgam kontrol. Nilai perubahan dimensi untuk amalgam I adalah - 1,8 mikron/cm, - 2,3 mikron/em untuk amalgam II, dan - 2,8 mikron/cm untuk amalgam kontrol. Hasil ini memenuhi standar, karena standar menetapkan maksimum perubahan dimensi adalah ± 20 mikronlcm. Pengujian creep pada amalgam I dan II mengalami fracture sebelum pengujian selesai, sehingga belum didapat nilai creep dari amalgam I dan Amalgam kontrol mempunyai nilai creep 1,8 %, dimana standar menetapkan creep maksimum adalah 3 %. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sifat creep dari amalgam I dan II. Uji kekerasan permukaan amalgam yang telah mengeras sempuma menghasilkan nilai kekerasan yang dapat diterima berdasarkan acuan yang dipakai, yaitu bahwa kekerasan amalgam adalah 90 -110 VHN. Uji kekerasan pada amalgam I menghasilkan nilai kekerasan 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VHN dan amalgam kontrol 145,7 VHN. Pada pemanasan terjadi transformasi fasa y~ menjadi fasa RI pada amalgam I, II, dan amalgam kontrol. Pada amalgam I transformasi terjadi pada temperatur 88° C, amalgam II mengalami transformasi pada temperatur 110,20 C dan amalgam kontrol pada temperatur 108,5° C. Pada transformasi ini tidak terjadi pembebasan Hg yang dibuktikan dengan uji kehilangan berat, dimana pemanasan sampai 200° C menunjukkan tidak ada perubahan berat dalam amalgam. Peranan penambahan palladium terlihat pada amalgam II, dimana Pd 1 % berat dapat menstabilkan sifat termal amalgam. Dari hasil uji emisi uap Hg, maka amalgam I, II, dan amalgam kontrol melepaskan Ag, Hg, dan Cu ke dalam larutan elektrolit, terutama larutan elektrolit yang mengandung ion Cl dan fosfat. Perak dan Cu secara umum paling banyak dilepaskan oleh amalgam kontrol, dan Hg oleh amalgam IL Dari beberapa literatur nilai pelepasan elemen-elemen tersebut sangat bervariasi sehingga sulit menetapkan batas-batas yang sesuai untuk masing-masing amalgam. Pada pengujian korosi didapat kecepatan korosi yang paling tinggi pada amalgam kontrol. Amalgam I mengalami kecepatan korosi yang Iebih rendah dari amalgam II. Dari uji metalografi didapat gambaran mikrostruktur permukaan amalgam I, II, dan amalgam kontrol.. Gambaran metalografi ini menunjukkan bahwa permukaan amalgam terdiri dari banyak fasa.
Dari hasil keseluruhan uji laboratoris in vitro terhadap sifat fisik, mekanik, kimia,.dan daya tahan korosi serta metalografi dari amalgam I, II dan amalgam kontrol, didapat bahwa amalgam I dan II masih perlu diperbaiki untuk sifat creep yang berarti menyangkut ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Peranan palladium hanya terlihat pada sifat termal dan belum terlihat pada sifat mekanik dan korosi, meskipun laju korosi amalgam II lebih rendah dari amalgam kontrol.

As a Dental Materials RestorationDental amalgam especially High Cu amalgams used in Indonesia, are usually imported from foreign countries. In the first year of the research a high cu amalgam has been produced. Phase identification had been conducted both in the amalgam allyos and the corresponding amalgams by means of x-ray diffraction techniques. The qualitative x-ray diffraction analysis revealed that the fabricated alloys and its corresponding amalgams contained the same phases as the amalgam control (Solila Nova, England), although the interaction between and within these phases must also be considered to be determine further. On the second year of the research, the test had been followed by the determination of physical, mechanical, chemical as well as the corrosion properties of the fabricated high cu amalgams based on International standar and references, and then compared to the amalgam control.
The purpose of this study is to develop a composition of high Cu amalgam with the following conditions: It can be fabricated in Indonesia, it can he applied in broad range of clinical situations, and inexpensive compared to alternative materials.
This study is in vitro experiment on 2 different compositions of high Cu amalgams fabricated in Indonesia and an imported high Cu amalgams as a control. The composition of these amalgams are 60Ag-27Sn-13Cu for amalgam I, and 59Ag-27Sn-13Cu-lPd for amalgam H. The main test consisted of dimensional change test, microhardness test, static creep, Hg vapor emission, thermal analysis, corrosion resistance and examination of microstructure by metalography. Specimens of amalgams were prepared according to ISO No 1559-1986, as well as the evaluation and testing of dimensional change and creep properties. Determinations on thermal properties were done using Differential Scanninng Calorimeter and therrnografimetric analysis. The evaluations of microhardness results were conducted by literature comparison as there has not been a typical hardness standard test for dental amalgam, and also for the Hg vapor emission test and the corrosion test. The corrosion rate were evaluated according to ASTM standard G 102-89.
The results revealed from the dimensional change examination are both amalgam I and amalgam II had lower dimensional change than the amalgam control. Amalgam I has a dimensional change of - 1,8 micron/cm, amalgam II - 2,3 micron/cm, and the amalgam control has - 2,8 micron/cm. This value is considered accepted with the ISO standard which requires a maximum dimensional change of ± 20 micron/cm. In the creep test, amalgam I and II can not sustain the load and fail before the required time of test has passed. As a result, the creep value of amalgam I and II can not be determined. As for the amalgam control, the creep value was 1,8 % which is below the ISO standard requirements (max 3%). For this reason, investigation should be continued to develop and improve the creep properties of the amalgams. Based on literature and references, the hardness of set amalgams were between 90 - 110 VHN. The hardness number of amalgam I was 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VIN and the amalgam control was 145,7 VHN. The results of thermal analysis were as follows ; during heating y, phase will transfom into P, phase. In amalgam I, the phase transformation was detected at 88° C, amalgam II at 110,2° C and the amalgam control at 108,5° C. In the phase transition, the weight of the specimens remained the same after heated to 200° C. This condition can be regarded as a condition that there is no Hg release and that the addition of Pd stabilized the thermal properties of amalgam II. The evaluation of the vapor emission test using Atomic absorbtion spectrophotometer represented a result of the emission of Ag, Hg, and Cu into the electrolyte solution especially which contains CI and phosphate ions. Amalgam control released more Ag and Cu and amalgam II released more Hg than amalgam I. There are various datas in the literature concerning the quantity of the elements emission of dental amalgam into the solution, which more difficult to determine the quantity level of element emission of the amalgams. The corrosion test of the amalgams showed that the corrosion rate of amalgam control was higher than amalgam I and II, and the corrosion rate of amalgam I was less than amalgam II. The metalography examinations to amalgam I, II, and control provide the information of different phases containing in the setting amalgam.
From all of these tests mentioned above, it can be concluded that this study needs further research to improve the creep properties of the fabricated high cu amalgams and to clarify the interaction between the amalgam phases. The effect of palladium addition can be seen in the improvement of thermal stability but can not give a shoug evidence in the improvement of mechanical properties and corrosion resistance, eventhough the corrosion rate of amalgam I and II were lower than amalgam control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP 1994 53a
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Warsono Soemadi
"ABSTRAK
Pembangunan suatu negara tidak hanya melakukan pembangunan fisik saja, tetapi harus juga diperhatikan pembangunan kesehatan, dan salah satunya adalah kesehatan gigi. Departemen Kesehatan melalui Direktorat Kesehatan Gigi mencanangkan program pembangunan jangka panjang tahap ke dua dengan meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat menuju tahun 2000.
Pelayanan kesehatan gigi masyarakat yang sering dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak adalah melakukan perawatan yaitu penambalan gigi, dengan menggunakan bahan tambal amalgam gigi yang mengandung Merkuri = Hg.
Merkuri mempunyai sifat sangat beracun bagi tubuh manusia dan mudah menguap. Merkuri dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pencernaan, pernafasan dan peresapan melalui kulit, serta dapat merusak susunan saraf pusat, ginjal, hati dan organ tubuh lainnya.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran kadar Hg dalam urine pada anak yang gigi susunya ditambal dengan bahan tambal amalgam gigi yang mengandung Hg.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar Hg dalam urine dan rnegetahui hubungan antara bahan tambal amalgam pada gigi susu dengan kadar Hg dalam urine dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Penelitian ini menggunakan data primer dengan rancangan penelitian analitik dan pendekatan cross- sectional, sampel berjumlah 40 anak, dengan variabel bebas meliputi jenis kelamin, umur, lama penarnbalan gigi, jumlah penambalan gigi, sedangkan variabel terikat yaitu kadar Hg dalam urine.
Disamping itu dalam penelitian juga akan dilihat mengenai hubungan antara bahan tambal amalgam pada gigi susu dengan kadar Hg dalam urine, dengan mengambil sampel anak yang datang berobat di poliklinik Bagian Gigi Anak Universitas Indonesia Nopember 1993 - Mei 1994, dan dikumpulkan contoh urine anak yang gigi susunya ditambal dengan bahan tambal amalgam gigi. Alasan diambil sampel anak, karena anak belum banyak tercemar dan ingin dilihat secara dini pengaruh Hg dalam tubuh dengan melalui urine.
Gambaran distribusi menurut jenis kelamin perempuan dan laki-laki sama jumlahnya yaitu 20 anak, rata-rata umur anak 7 tahun 3 bulan, rata-rata lama penambalan gigi 132 hari, jumlah penambalan gigi 1 - 3 gigi dan rata-rata kadar Hg dalam urine 93,98 141.
Hasil penelitian untuk variabel jenis kelamin didapatkan bahwa secara statistik ada hubungan bermakna dengan kadar Hg dalam urine (p=001). Kelompok laki-laki mempunyai rata-rata kadar Hg dalam urine lebih tinggi dibandingkan kelompok perempuan. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kadar Hg dalam urine (p=O,3d). Rata-rata kadar Hg dalam urine untuk kelompok umur >87 bulan lebih rendah dibandingkan kelompok umur <87 bulan. Hubungan antara lama penambalan dengan kadar Hg dalam urine secara statistik hubungannya juga tidak bermakna (p1.OO). Terlihat rata-rata kadar Hg dalam urine untuk lama penambalan >69 hari lebih besar dibandingkan dengan lama penambalan < 69 hari. Hubungan yang tidak bermakna ditemukan juga untuk variabel jumlah penambalan dengan kadar Hg dalam urine (p=1.00). Terlihat rata-rata kadar Hg dalam urine untuk kelompok jumlah penambalan >1 gigi lebih tinggi dibandingkan kelompok jumlah penambalan 1 gigi. Dalam hal ini anak kemungkinan mendapatkan paparan Hg dari bahan tambal amalgam gigi, kemungkinan lain tidak didapatkan hubungan bermakna karena makin bertambah umur makin berkurang dengan hilangnya gigi susu.
Dalam pembahasan setelah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu >4 µg/l dan <4 μg/l, terlihat bahwa kadar Hg dalam urine >4 µg/1 sebanyak 92,5%, dengan demikian dari seluruh responden, hampir semuanya sudah terancam penyakit yang diakibatkan oleh kadar Hg dalam tubuh. Dan hasil penelitian berdasarkan mean rank didapatkan kadar Hg dalam urine laki-laki lebih besar daripada perempuan, dan ditemukam hubungan bermakna menurut jenis kelamin (p=0,001), Sedangkan menurut variabel umur, lama penambalan dan jumlah penambalan tidak ditemukan hubungan bermakna. Dari hasil penelitian dengan melihat perbedaan proporsinya, walaupun kadar Hg dalam urine laki-laki lebih tinggi dengan kadar Hg dalam urine perempuan, tetapi setelah diuji secara statistik tidak ditemukan hubungan yang bermakna, juga menurut variabel umur, lama penambalan dan jumlah penambalan tidak ditemukan hubungan bermakna.
Kesimpulan dalam penelitian ini ditemukannya lebih dari 90 % responden mempunyai kadar Hg dalam urine diatas normal (4 μg/l), secara statistik ditemukan hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kadar Hg dalam urine, dimana laki-laki mempunyai kadar Hg dalam urine lebih tinggi daripada perempuan. Tidak ditemukannya secara statistik hubungan bermakna antara umur, lama penambalan dan jumlah penambalan terhadap kadar Hg dalam urine.

ABSTRACT
Community dental health service for both the adults and children has often been mainly filling the teeth using dental amalgam containing Mercury (Hg).
Mercury has poisonous property to the human body as well as evaporate vapor, and absorbed through skin. Healing in and penetration through also and can damage the brain centre, kidney, liver, and body organs.
The problem in this research is that the Hg content in the urine of the children with amalgam filling content Hg, has not been assessed.
The research goal is to investigate the Hg content in mine and to investigate the relation between amalgam filling, Hg in the urine and the various influencing factors.
This research collected primary data with analytics research pattern and cross-sectional approach. The sample size is 40 children, with independent variable sex, age, length of time of teeth, the number of filled teeth, while dependent variable is the Hg content in urine.
However, in this research we can also investigate the relation between the amalgam filling material that is used to fill the deciduous teeth and Hg content in urine, from the children, attending Children Dental Polyclinic, University of Indonesia, between November 1993 - May 1994, as the sample and connecting the sample of urine in children which their teeth filled with dental amalgam. The 'reason using children as sample is that they're still pure try to assess the earliest side effect of Hg in human body through urine.
The distribution of female and male is the equal, 20 children of each, and, the average is 7 years 3 months, the average of filling teeth duration is 132 days, total filled teeth is 1-3 teeth and Hg content's average in urine is 93,89 µg11. The result of research showed that sex has been found to be statistically significant relation with Hg content in urine (p= 0,001). Male group have Hg content's average in urine higher than female group. Research result has shown that there is no statistical relation between age and the Hg content's in urine (p=0,30). Hg content's average in urine in the >87 months age group is lower than the 587 months age group. The relationship between filling duration and Hg content in urine statistically are not significant (p=1.00). The average of Hg content in urine for >69 days filling duration is bigger than 569 days filling duration. No significant relationship also found for the number of filling with Hg content in urine (p=1,00). The average Hg content in urine in the group with more the one tooth filled is higher than the group with only one tooth filed. In this matter, the children are exposed to Hg from amalgam filling, and another possibility, there's no significant relationship due to higher the age the amalgam filling has been reduced due to exfoliation of the milk teeth more lack of amalgam. In the discussion, after grouping into two groups that is >4 µg/l and 54 μg/l, it showed that the Hg content in wine >4 µg/l is 92,5%. Therefore, from all of the respondents, nearly all of them have already been threatened by the disorder due to Hg content in the body. From the research's result based on the mean rank it has been found that the Hg content in the male urine is higher than female, and significant relationship on sex has been found (p=0,001}. By age group duration of filling and the number of filling, no significant relationship has been found. From the research result by observing the proportion's differences, although the Hg content in male urine is higher than the Hg content in female urine, but after being tested statistically there's no significant relationship, the same result is found also by age variable, duration of fillings and number of filling.
The conclusion of the research is that more than 90% respondents has been found to have Hg content in urine above normal (4 μg/l), statistically a significant relationship has been found between sex and the Hg content in wine, in which males have Hg content in urine higher than female. There's no statistically significant relationship between age, duration of tilling and the number of filling toward the Hg content in urine.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>