Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Amsori
"Ganti kerugian bagi korban perkosaan merupakan salah satu pemenuhan/perwujudan dari hak asasi manusia dan perlindungan hukum. Arti penting pemberian ganti kerugian bagi korban perkosaan juga mengingat bahwa pada umumnya mereka (korban) berasal dari golongan yang lemah mental, fisik dan sosial. Ilmu yang mengkaji permasalahan korban adalah viktimologi. Pandangan-pandangan ajaran viktimologi perlu mendapat perhatian dari para pihak yang terlibat baik dalam sistem dan proses peradilan pidana maupun perdata yaitu, polisi, jaksa penuntut umum, hakim dan advokat, karena dengan adanya persamaan pandangan tentang kepentingan korban dan keinginan untuk memperjuangkannya, akan dapat mewujudkan pemenuhan pemberian ganti kerugian tersebut. Adapun bentuk ganti kerugian yang diberikan kepada korban dapat berupa kompensasi (pemberian ganti kerugian yang dilakukan oleh pemerintah) dan restitusi (pemberian ganti kerugian yang dilakukan oleh pelaku). Dalam kenyataan praktik peradilan masih jarang korban perkosaan mengajukan permohonan ganti kerugian disebabkan karena tidak tahu akan haknya, tidak tahu prosedur hukum, karena malu dan berbagai faktor lain. Pemberian ganti kerugian dalam perkara pidana telah diatur dalam Pasal 98 KW-1AP mengenai penggabungan gugatan ganti kerugian dengan perkara pidana. Meskipun KUHAP telah memungkinkan bagi korban perkosaan untuk mengajukan ganti kerugian dengan penggabungan perkara, namun ada diantaranya yang mengajukan permohonan ganti kerugian melalui gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata karena dianggap prosesnya sering lambat dan hanya dapat diberikan berupa ganti kerugian materil. Mengingat perlunya ganti kerugian bagi korban perkosaan, seyogianya KUHAP perlu disempurnakan, sehingga ada landasan yuridis yang kuat untuk memperjuangkan hal tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16426
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ryo Aditya Arifiansyah
"UUD 1945 menyatakan secara tegas, bahwa "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Kaidah ini mengandung makna bahwa hukum di negara ini ditempatkan pada posisi yang strategis di dalam konstelasi ketatanegaraan. Agar hukum sebagai suatu sistem dapat berjalan dengan baik dan benar di dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, diperlukan institusi-institusi penegak hukum sebagai instrumen penggeraknya.Penegakan hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum dan sebagai komponen integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka menegakkan pilar-pilar negara hukum. Tujuan yang hendak dicapai adalah mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Indonesia sebagai negara hukum, mengharuskan terwujudnya supremasi hukum. Kejaksaan Republik Indonesia sebagai salah satu institusi penegak hukum merupakan komponen dari salah satu elemen sistem hukum. Secara universal diberikan kewenangan melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Sebagai komponen dari salah satu elemen sistem hukum, Kejaksaan RI mempunyai posisi sentral dan peranan yang strategis di dalam suatu negara hukum. Posisi sentral dan peranan yang strategis ini, karena berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, di samping sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Dalam upaya pengembalian kerugian negara, Kejaksaan telah mengupayakan suatu peradilan in absentia sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan, peradilan in absentia baru bisa dilakukan apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi, tujuan utama dari peradilan in absentia adalah supaya perkara yang sedang ditangani tidak berlarut-larut dan memakan waktu lama dalam penyelesaiannya, dalam konteks ini supaya negara tidak terlalu dirugikan. Permasalahan yang timbul adalah, apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya sebuah perkara tindak pidana dapat diajukan secara in absentia? Apakah dengan dilakukannya peradilan in absentia, pihak Kejaksaan dapat segera mengeksekusi putusan Pengadilan? Apakah upaya yang dilakukan oleh Kejaksaan dalam hal pengembalian kerugian negara khususnya dalam kasus yang disidangkan secara in absentia? Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan metode penelitian yang tepat untuk memecahkan pokok permasalahan dalam membuktikan kebenaran hipotesis. Penulis lebih menekankan pada penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan penulis terhadap pokok permasalahan yang diteliti, lebih berorientasi pada tujuan dan kegunaan. Oleh karena itu pendekatan yang tepat yaitu pendekatan normatif ditunjang dengan wawancara. Dalam metode pengumpulan data meliputi penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang akan dilakukan dengan cara-cara antara lain wawancara tatap muka dengan responden dan melakukan pengamatan langsung di lapangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16450
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library