Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lewis, Dana K.
London: Sage publications, 1981
618.928 9 LEW w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ponny Retno Astuti
Jakarta: Grasindo, 2008
364.15 PON m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalie Elfriede
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa Wir Pfeifen auf den Gurkenkonig, sebuah bacaan anak dan remaja karya Christine Nostlinger, yang pada tahun 1973 mendapat penghargaan Deutsche Jugendbuchpreis sebagai bacaan anak dan remaja yang bersifat reformeris-emansipatoris. Analisis ini mempergunakan kriteria fungsi pedagogis Gerhard Haas dalam bacaan anak, yaitu : 1. Bacaan itu diharapkan dapat membantu anak mengenali masalah yang dihadapi sehari-hari. 2. Bacaan itu membantu mereka mengatasi masalah tersebut. 3. Bacaan itu memberikan pengalaman baru kepada anak.

Titik tolak dari karya sastra anak dan remaja yang emansipatoris adalah teori anti-otoriter A.S. Neill yang berprinsip bahwa anak harus diberikan kebebasan dalam tahap perkembangannya. Munculnya banyak pengarang anti-otoriter tahun 70-an merupakan dampak dari gerakan mahasiswa Jerman tahun 1968 (dikenal dengan Studentenbewegung) yang memprotes sikap otoriter pemerintah, yang mewakili golongan tua. Sastra anti-otoriter kemudian berkembang, salah satunya adalah sastra anak reformeris-emansipatoris yang contohnya antara lain adalah karya Nostlinger ini.

Melalui karyanya Nostlinger mengajak anak untuk dapat mengatasi masalah mereka sendiri dengan mandiri, berpikir kritis dan berani mengeluarkan pendapat. la juga ingin anak berani mengambil sikap dan bertanggung jawab atas tindakan yang diambilnya.

Hasil analisis skripsi ini membuktikan bahwa pesan moral dari korpus data bersifat emansipatoris, dimana Nostlinger berharap dapat membantu anak mengatasi masalah yang dihadapi dalam hidup bermasyarakat. Selain pesan moral ia juga melontarkan kritik yang sangat tajam terhadap masyarakat, khususnya para orang tua yang masih menerapkan sistem otoriter dalam mendidik anak. Pendukung teori anti-otoriter ini memandang anak sebagai manusia yang sederajat dengan orang dewasa dan memiliki hak yang sama, tidak terkecuali dalam hal mengeluarkan pendapat.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S14992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Aurelia
Abstrak :
Latar belakang: Anak dengan GPPH tidak hanya mempengaruhi dirinya sendiri, tetapi juga keluarganya. Kelelahan psikologis dan fisik dari orang tua dapat mendorong penggunaan pola asuh yang kurang diharapkan. Pola asuh yang kurang diharapkan dikatakan dapat memperburuk gejala GPPH dan mendorong terbentuknya gangguan psikiatrik lain. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan pola asuh dengan kondisi klinis pasien GPPH di RSCM. Metode:Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 66 responden orang tua dari pasien anak dan remaja dengan GPPH. Penelitian dilakukan dengan kuesioner KPAA untuk menilai pola asuh, dan ACTRS untuk menilai kondisi klinis. Analisis data dilakukan dengan Fisher’s Exact Test dan uji korelasi Spearman. Hasil: Sebaran pola asuh yang ditemukan adalah pola asuh ciri C (pemberian kebebasan penuh dan minim campur tangan) sebesar 68,2%, ciri A (penuh pertimbangan) sebesar 16,7%, ciri D (tidak konsisten) sebesar 9,1%, dan ciri B (dominan dan banyak menuntut) sebesar 6,1%. Sebagian besar responden masuk dalam kelompok tidak GPPH (51,5%). Terdapat hubungan tidak signifikan antara pola asuh dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM. Terdapat korelasi positif lemah yang bermakna secara statistik antara skor B dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM. Skor A, skor C, dan raw score tidak memiliki korelasi bermakna secara statistik dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH Kesimpulan: Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pola asuh dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM. Namun, terdapat korelasi positif lemah yang bermakna secara statistik antara skor B dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM ......Introduction: ADHD in children does not only affect the children, but also their family. Psychological and physical stress experienced by parents may cause the use of inadequate parenting practices. Inadequate parenting practices could worsen child ADHD symptoms and the occurrence of secondary psychiatric disorder. This study was conducted to observe the association between parenting practices and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM Method: This is a cross-sectional study with 66 parents of ADHD children as respondents. KPAA is used to measure the parenting practices, whereas clinical condition is measured with ACTRS. Data analysis was conducted using Fisher’s Exact Test and Spearman correlation test. Result: Most of the patient have permissive parenting practices (68,2%), 16,7% have authoritative parenting practices, 9,1% have inconsistent parenting practices, and 6,1% have authoritarian parenting practices. Moreover, the majority of the patient are in the negative ADHD symptoms group (51,5%). There is no significant association between parenting practices and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. There is a significant weak positive correlation between B score, that depict authoritarian parenting styles, and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. There is no significant correlation between A score, C score, and raw score and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. Conclusion: There is no significant association between parenting practices and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. However, there is a significant weak positive correlation between B score, that depict authoritarian parenting styles, and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inne Irmawanti Febriana
Abstrak :
Kecerdasan emosi dan pola asuh orang tua menjadikan remaja memiliki kesehatan jiwa yang baik. Tujuan dari penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan emosi dan pola asuh orang tua dengan kesehatan jiwa remaja. Metode penelitan yang digunakan adalah deskriptif korelatif dan desain cross sectional. Sampel sebanyak 474 siswa SMP di wilayah Bekasi Tambun Selatan yang dipilih melalui Teknik consecutive sampling. Responden mengisi kuesioner Strengths and Difficulties Questionnare (SDQ) untuk masalah kesehatan jiwa, Assessing Emotion Scale (AES) untuk kecerdasan emosi, dan pola asuh orang tua. Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukan52,7% remaja dengan kecerdasan emosi baik dan 47,3% remaja dengan kecerdasan emosi kurang, pola asuh orang tua di wilayah Bekasi Tambun Selatan terdapat pola asuh authoritative 27,0%, pola asuh permissive 24,1%, pola asuh authoritarian 24,5%, dan pola asuh uninvolved 24,55, kesehatan jiwa remaja di wilayah tersebut terdapat 42,8% dengan kategori normal, borderline 25,5%, dan abnormal 31,6%. Didalam penelitian ini tidak tedapat hubungan yang signifikan (p value 0,849) antara kecerdasan emosi dengan kesehatan jiwa remaja, sedangkan terdapat hubungan yang signifikan (p value 0,009) antara pola asuh orang tua dengan kesehatan jiwa pada remaja. Diperlukan pengetahuan secara mendalam mengenai kecerdasan emosi para remaja dan sosialisasi terhadap pemahaman orang tua terkait pola asuh yang digunakan untuk memberikan pemahaman tentang faktor protektif dari kesehatan jiwa remaja. ......Emotional intelligence and parenting style make teenagers have good mental health. The purpose of this study was to identify the relationship between emotional intelligence and parenting style with adolescent mental health. The research method used is correlative descriptive and cross sectional design. A sample of 474 junior high school students in the Bekasi Tambun Selatan area were selected through the consecutive sampling technique. Respondents filled out the Strengths and Difficulties Questionnare (SDQ) for mental health problems, the Assessing Emotion Scale (AES) for emotional intelligence, and parenting styles. The data analysis used was univariate analysis and bivariate analysis with the chi square test. The results showed that 52.7% of adolescents with good emotional intelligence and 47.3% of adolescents with less emotional intelligence, parenting parents in the Bekasi Tambun Selatan region had authoritative parenting 27.0%, permissive parenting 24.1%, parenting authoritarian 24.5%, and uninvolved parenting 24.55, adolescent mental health in the region is 42.8% in the normal category, 25.5% borderline, and 31.6% abnormal. In this study there was no significant relationship (p value 0.849) between emotional intelligence and adolescent mental health, while there was a significant relationship (p value 0.009) between parenting style and mental health in adolescents. In-depth knowledge of adolescents' emotional intelligence is needed and socialization of parents' understanding of parenting styles is used to provide an understanding of the protective factors of adolescent mental health.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Tuahta Syalom
Abstrak :
Latar belakang: GPPH merupakan neurodevelopmental disorder dengan prevalensi dan tingkat disabilitas tertinggi pada kelompok anak dan remaja. Kondisi ini umumnya ditatalaksana dengan menggunakan metilfenidat untuk meningkatkan derajat fungsionalitas pada aspek fisik, psikis, maupun sosial. Meskipun demikian, penggunaan metilfenidat secara kronis (≥1 tahun) dinilai berpotensi menimbulkan efek samping berupa peningkatan gejala ansietas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas pada anak dan remaja dengan GPPH di RSCM, serta variabel luar yang dapat berhubungan dengan tingkat ansietas pada subjek penelitian. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan dilakukan pada 64 anak dan remaja berusia 7 – 17 tahun dengan GPPH di RSCM (32 subjek pada masing-masing kelompok dengan durasi penggunaan metilfenidat < 1 tahun dan ≥1 tahun). Penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar data responden yang dikonfirmasi dengan rekam medis elektronik pasien untuk mengetahui durasi penggunaan metilfenidat serta variabel luar yang dapat mempengaruhi tingkat ansietas pada subjek (jenis kelamin, tatalaksana nonfarmakologi, tingkat pendidikan, tipe GPPH, derajat keparahan GPPH) serta kuesioner tervalidasi CSAS-C yang telah dimodifikasi untuk menilai tingkat ansietas subjek. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk menilai hubungan antara variabel durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas. Analisis hubungan antara variabel luar dengan tingkat ansietas dilakukan dengan uji Mann-Whitney (variabel jenis kelamin, variabel tatalaksana nonfarmakologi), uji Kruskal-Wallis (variabel tingkat pendidikan, variabel tipe GPPH) dan uji korelasi Spearman (variabel derajat keparahan GPPH). Hasil: Sebagian besar subjek memiliki jenis kelamin laki-laki (78,1%) dengan median usia 10 tahun (7 – 17 tahun), rerata usia diagnosis 7 ± 3,04 tahun, tipe diagnosis GPPH-NOS (46.9%), dan mendapatkan tatalaksana nonfarmakologi berupa konseling (100%) dan psikoterapi (98,4%). Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap tingkat ansietas dibandingkan dengan faktor durasi penggunaan metilfenidat menunjukkan distribusi tidak normal (p<0,05), dengan median 26 (20 – 50). Variabel luar yang berhubungan dengan tingkat ansietas pada subjek adalah tipe diagnosis GPPH (p = 0,021). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara durasi penggunaan metilfenidat dan tingkat ansietas pada subjek (p = 0,814). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas pada anak dan remaja dengan GPPH di RSCM. ......Introduction: ADHD is a neurodevelopmental disorder with the highest prevalence and disability level among children and adolescents. It is usually treated with methylphenidate to increase the degree of functionality in physical, psychological, and social aspects. However, chronic methylphenidate treatment (≥1 year) is considered to have a potential side effect of increasing anxiety levels. Therefore, this study aims to determine the association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels in children and adolescents with ADHD and the associations between other extraneous variables and anxiety levels of the samples. Method: This study used a cross-sectional design and was conducted on 64 children and adolescents aged 7-17 years old with ADHD that were treated with methylphenidate in RSCM. Equal 32 subjects were included in each group based on the duration of methylphenidate treatment (< 1 and ≥1 year of duration). This study used a respondent data sheet, confirmed with the patient’s EMR, to gain information regarding the duration of methylphenidate treatment and other extraneous variables which potentially affect anxiety levels of the samples (gender, nonpharmacological treatments, level of education, ADHD subtypes, severity of the ADHD). This study used a validated questionnaire (modified CSAS-C) to evaluate the anxiety levels of the samples. Data analysis was conducted using the Mann-Whitney test to evaluate the association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels. Associations between extraneous variables and anxiety levels in samples were also analyzed using the Mann-Whitney test for gender & nonpharmacological treatments variables, Kruskal-Wallis test for the level of education & ADHD subtypes variables, and the Spearman correlation test for severity of the ADHD variable. Result: The majority of the samples were male (78,1%) with a median age of 10 years (7 – 17), average diagnosis age of 7 ± 3,04 years, predominantly ADHD-NOS subtypes, and were majorly treated with counseling (100%) and psychotherapy (98,4%). Kolmogorov-Smirnov test for anxiety levels showed that the data is not normally distributed (p<0,05), with a median score of 26 (20 – 50). An extraneous variable that was significantly associated with anxiety levels of the samples is the ADHD subtypes (p = 0,021). The Mann-Whitney test showed no significant association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels in the samples.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library