Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reni Wigati
Abstrak :
Latar Belakang. Transfusi packed red cell (PRC) sering ditemui pada anak sakit kritis, dengan kemungkinan efek samping yang tidak sedikit. Beberapa laporan terakhir merekomendasikan ambang batas transfusi yang lebih rendah yaitu hemoglobin (Hb) 7 g/dL, namun data karakteristik serta pedoman transfusi PRC anak sakit kritis di Indonesia belum diketahui. Metode. Studi dilakukan terhadap pasien yang dirawat di unit perawatan intensif anak (PICU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan diputuskan untuk mendapat transfusi PRC. Kadar Hb, saturasi vena sentral (ScvO2), rasio ekstraksi oksigen (O2ER), oxygen delivery (DO2), indeks kardiak (CI), dan indeks inotropik (INO) diukur/dihitung sebelum dan sesudah transfusi. Hasil. Dari 92 pasien yang masuk perawatan PICU, 25 anak (27,5%) menjalani transfusi PRC dengan total 38 episode transfusi selama bulan Oktober hingga Desember 2015. Tiga episode dieksklusi dari penelitian sehingga 35 episode transfusi PRC diikutsertakan dalam analisis. Sebagian besar pasien adalah anak lelaki (77,1%) berusia 1 bulan hingga 1 tahun (45,7%), dengan median usia 2,1 (rentang 0,2 ? 16,2) tahun. Rerata Hb pre- dan pascatransfusi adalah 7,7 + 1,46 dan 10,2 + 1,97 g/dL. Rerata ScvO2 dan O2ER pretransfusi normal, yaitu 73,8 + 6,46 % dan 0,25 + 0,070, dengan rerata pascatransfusi tidak berbeda bermakna untuk keduanya, yaitu 79,0 + 5,92 % dan 0,19 + 0,056. Perbedaan rerata DO2, CI, dan INO pre- dan pascatransfusi juga tidak bermakna secara klinis maupun statistik. Analisis subgrup yang menunjukkan perbedaan bermakna secara klinis adalah pada anak dengan ScvO2 pretransfusi < 70%. Subgrup ini menunjukkan rerata Hb pretransfusi 7,2 + 1,69 g/dL, dengan nilai ScvO2 pre- dan pascatransfusi sebesar 64,1 + 4,71 % (nilai p 0,181) serta O2ER pre- dan pascatransfusi 0,34 + 0,055 dan 0,21 + 0,080 (nilai p 0,152). Simpulan. Studi terhadap praktek transfusi PRC di PICU RSCM tidak menunjukkan perubahan hemodinamik yang bermakna. Analisis lebih lanjut pada anak sakit kritis dengan nilai ScvO2 < 70% sebelum mendapatkan transfusi PRC cenderung menunjukkan perbaikan hemodinamik. Penelitian lebih lanjut mengenai ambang batas Hb atau ScvO2 untuk memutuskan pemberian transfusi PRC perlu dilakukan. ......Background. Transfusion of packed red cells (PRC) often found in critically ill children, with the possibility of side effects is not uncommon. Later reports recommended a lower hemoglobin (Hb) for transfusion threshold, nevertheless the characteristics and transfusion guidelines PRC critically ill children in Indonesia is yet unknown. Methods. This study was conducted on patients admitted to the pediatric intensive care unit (PICU) Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and underwent PRC transfusion. Hemoglobin level, central venous saturation (ScvO2), oxygen extraction ratio (O2ER), oxygen delivery (DO2), cardiac index (CI), and inotropic index (INO) were measured/calculated before and after transfusion. Results Of the 92 patients admitted to the PICU, 25 children (27.5%) were given PRC transfusion with a total of 38 episodes of transfusion during October to December 2015. Three episodes were excluded from the study that 35 episodes of PRC transfusion were included in the analysis. Most patients were boys (77.1%) aged 1 month to 1 year (45.7%), with a median of age 2.1 (range 0.2 to 16.2) yearold. Mean Hb pre- and post transfusion were 7.7 + 1.46 and 10.2 + 1.97 g/dL. The average ScvO2 and O2ER before transfusion were still in normal range, i.e. 73.8 + 6.46 % and 0.25 + 0.070, without significantly different levels after transfusion, i.e. 79.0 + 5.92% and 0.19 + 0.056. The mean differences of DO2, CI, and INO pre- and post transfusion were neither clinically nor statistically significant. Subgroup analysis that revealed clinically significant difference was children with pretransfusion ScvO2 <70%. This subgroup mean pretransfusion Hb was 7.2 + 1.69 g/dL, with pre/post transfusion ScvO2 values of 64.1 + 4.71% (p-value 0.181) and pre/post post transfusion O2ER 0.34 + 0.055 and 0.21 + 0.080 (p-value 0.152). Conclusions. Study on PRC transfusion practice in PICU RSCM showed no significant hemodynamic changes. Subgroup analysis of critically ill children with ScvO2 <70% before PRC transfusion indicated hemodynamic improvement. Further research on optimal transfusion thresholds, e.g. hemoglobin level or ScvO2, for PRC transfusion decision-making need to be done.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmania Yulman
Abstrak :
Malnutrisi pada anak sakit kritis dalam perawatan intensif menjadi masalah dalam beberapa dekade terakhir dan berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas. Hingga kini, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) belum memiliki panduan baku mengenai dukungan nutrisi anak sakit kritis. Penelitian bertujuan untuk mengetahui profil pemberian nutrisi enteral (NE) dan waktu pencapaian resting energy expenditure (REE) di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSCM dan faktor-faktor yang memengaruhi. Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data rekam medis anak sakit kritis yang dirawat di PICU RSCM pada tahun 2017-2018. Waktu inisiasi pemberian NE dan pencapaian REE serta faktor-faktor yang memengaruhi pemberian tersebut dicatat dan dilakukan analisis multivariat untuk mencari faktor risiko yang bermakna. Terdapat 203 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Terdapat 120 subyek berjenis kelamin lelaki (59,1%), dengan median usia adalah 35 bulan (rentang usia 1-209 bulan). Kasus bedah terdapat pada 125 subyek (61,6%) dan status gizi normal terdapat pada 87 subyek (42,9%). Prevalensi pemberian NE dini adalah 63,1%, dan pencapaian kalori REE ≤72 jam adalah 67,5%, dengan median 48 jam. Faktor risiko yang menghambat pemberian NE dini adalah pasca-bedah abdomen, penggunaan inotropik, penggunaan ventilator, gejala gastrointestinal sebelum inisiasi, dan status gizi tidak normal dengan odds ratio (OR) 10,89 (IK 95% 4,31-27,50; p=0,009), 4,60 (IK 95% 1,78-11,90; p=0,002), 4,18 (IK 95% 1,56-11,17; p=0,004), 3,40 (IK 95% 1,59-7,29; p=0,002), 2,49 (IK 95% 1,09-5,72; p=0,031). Faktor risiko yang menghambat pencapaian kalori REE ≤72 jam adalah pemberian NE lambat, intoleransi pemberian enteral berupa gejala gastrointestinal dan skor PELOD-2 ≥7 dengan OR 20,62 (IK 95% 6,48-65,65; p=0,000), 14,77 (IK 95% 4,40-49,60; p=0,000), 3,98 (IK 95% 1,01-15,66; p=0,048). Prevalensi pemberian NE dini pada anak sakit kritis di PICU RSCM cukup baik dengan waktu pencapaian REE sesuai dengan target. Faktor terbanyak penghambat pemberian NE dini adalah kondisi pasca-bedah abdomen, sedangkan faktor penghambat pencapaian REE ≤ 72 jam terbanyak adalah pemberian NE lambat. ......Malnutrition of critically ill children remains a major problem that is closely related to high morbidity and mortality in pediatric intensive care unit (PICU) during the last decades. The protocol of nutritional support for critically ill children in Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) has not yet been developed. The study is aimed to evaluate the enteral nutrition (EN) profile, the duration to achieve resting energy expenditure (REE) and number of influencing factors associated with the late EN administration and late REE achievement. The data were collected retrospectively from medical records during the year 2017 to 2018 in PICU CMH. We assessed the timing of EN given and the duration of REE achieved from EN. We performed multivariate analysis to determined significant factors associated with late EN and late REE achievement. Two hundred three subjects were included. One hundred twenty subjects (59%) were boys, with median age of 35 (1-209) months old. One hundred twenty five subjects (61.6%) were post-surgical period and 87 subjects (42.9%) were in good nutritional status. The prevalence of early EN was 63.1%, and REE ≤72 hours was achieved in 67.5% subjects, with the median time was 48 hours. Significant factors inhibit early EN administration were post-abdominal surgery, ventilator use, inotropic use, gastrointestinal symptoms before initiation, and abnormal nutritional status; with OR 10.89 (95% CI 4.31 to 27.50; p=0.009), 4.60 (95% CI 1.78 to 11.90; p=0.002), 4.18 (95% CI 1.56 to 11.17; p=0.004), 3.40 (95% CI 1.59 to 7.29; p=0.002), 2.49, 95% CI 1.09 to 5.72; p=0.031), respectively. While factors inhibit the achievement of REE ≤72 hours were the late EN initiation, enteral intolerance, and PELOD-2 score ≥7 with OR 20.62 (95% CI 6.48 to 65.65; p=0.000), 14.77 (95% CI 4.40 to 49.60; p=0.000), 3.98 (95% CI 1.01 to 15.66; p=0.048), respectively. The prevalence of early EN administration with the duration to achieve REE among critically ill children in the PICU CMH was quite satisfying. The most influencing factor inhibit early EN administration was post-abdominal surgery, while the most significant factor inhibit the achievement of REE ≤72 hours was the late NE administration.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadlurahman
Abstrak :
Latar belakang: Cedera gastrointestinal akut kerap terjadi pada pasien dengan sakit kritis. Fungsi saluran menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian nutrisi pasien. Komplikasi pada saluran cerna dapat menghambat pemberian nutrisi enteral yang lebih direkomendasikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan derajat cedera gastrointestinal akut dengan capaian nutrisi enteral pada pasien anak sakit kritis. Metode: Penelitian ini memiliki desain studi potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien anak sakit kritis yang dirawat di PICU RSCM dari September 2019 sampai Agustus 2020. Cedera gastrointestinal akut dikelompokkan berdasarkan klasifikasi WGAP ESICM. Asupan nutrisi diambil dari data rekam medis pasien. Data dianalisis menggunakan Uji Saphiro-Wilk dilanjutkan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui hubungan derajat cedera gastrointestinal akut dengan capian nutrisi enteral pasien. Data diolah menggunakan aplikasi IBM SPSS for windows versi 20. Hasil: Sampel penelitian berjumlah 26 pasien. Median presentase capaian nutrisi enteral hari ketiga (% laju metabolik basal) setiap derajat yaitu derajat satu 40,08 (0-144,39); dua 0,00 (0-219); tiga 19,10 (0,00-38,20); dan empat 0,00 (0,00-130,30) dengan hasil uji Kruskal-Wallis (p=0,904). Tidak terdapat hubungan bermakna antara lama capaian 25% nutrisi enteral dengan derajat cedera gastrointestinal akut (Kruskal-Wallis, p=0,556). Pada penelitian, faktor lain seperti status gizi (p=0,952), penggunaan ventilator mekanik (p=0,408), dan riwayat pascaoperasi (p=0,423) tidak mempengaruhi presentase nutrisi enteral hari ketiga. Kesimpulan: Pada pasien anak kritis, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan capaian nutrisi enteral. ......Background: Acute gastrointestinal injury (AGI) is usually found in critically ill patients. Gastrointestinal function can determine the route od nutritional therapy. Gastrointestinal abnormalities may delay enteral nutrition therapy in patients. Therefore, this study aims to determine the association between the association between acute gastrointestinal injury and enteral nutrition outcome in critically ill children. Methods: This study had a cross-sectional study design using the medical records of critically ill children in PICU RSCM from September 2019 until August 2020. AGI patients was classified based on WGAP ESIM grading system. Nutritional outcomes were assessed using data from medical record. Data were analyzed the Kruskal-Wallis test to determine the association between acute gastrointestinal injury and enteral nutrition outcomes. The Data were analysed using SPSS for windows version 20. Results: The study sample was 26 patients. The medians of day three enteral nutrition percentage were grade one 40,08 (0-144,39); grade two 0,00 (0-219); grade three 19,10 (0,00-38,20); dan grade four 0,00 (0,00-130,30) with Kruskall-walis test result (p=0,904). There was no significant association between AGI and the duration of 25% basal metabolic rate (Kruskal-Wallis, p=0,556). In this study, Other factors such as nutritional status (p=0,952), ventilator usage (p=0,408), and post-operative history (p=0,423) did not associate with day three enteral nutrition percentage. Conclusion: In critically ill children, there was no significant association between the acute gastrointestinal injury and the outcome of enteral nutrition.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library