Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Issues concerning empowering of women and child welfare in millenium development goals of Indonesia."
Jakarta : Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat, Republik Indonesia, 2013
338.927 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ince Siti Nurmala
"Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia memiliki tahap-tahap perkembangan yang akan dijalani. Ketika sudah memasuki rentang usia dewasa muda (20-40 tahun), individu akan dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan manusia, seperti memilih pasangan hidup, mulai membina keluarga, dan mengasuh anak. Dalam kultur tradisional, yang menganggap pernikahan sebagai bagian penting dalam masyarakat (Schwartzberg et al., dalam Darrington, 2005), menjadi perempuan lajang tentunya alma menimbulkan efek yang dapat bersifat positif ataupun negatif bagi individu yang bersangkutan. Apalagi jika kita berbicara tentang peran gender dalam masyarakat, di mana perempuan umumnya dipandang sebagai individu yang identik dengan ruang lingkup domestik, yaitu menjadi ibu dan mengurus rumah tangga (Levinson, dalam Papalia & Olds, 1998) maka munculnya fenomena perempuan lajang yang berpendidikan tinggi dan memiliki karir yang baik, akan menjadi suatu topik yang menarik untuk dibahas.
Berkaitan dengan itu, penelitian ini membahas tentang gambaran hubungan perempuan lajang dengan figur ibu. Mengenai keunikan hubungan ibu dan anak perempuannya, sejumlah ahli mengatakan bahwa hubungan ibu dan anak perempuan cenderung memiliki suatu kedekatan khusus, suatu hubungan yang paling dekat dan paling penting dalam interaksi dengan keluarga, dan anak perempuan lebih sering mengunjungi ibunya daripada anak laki-laki (Chodorow; Wilmott & Young, dalam Fischer, 1987). Menurut Bowen (dalam Rastogi & Wampler, 1999), hubungan ibu dan anak perempuan merupakan hubungan yang signifikan karena menyajikan suatu mode transmisi mengenai pola kedekatan (closeness), kecocokan (enmeshment), jarak (distance), dan konflik antara satu generasi dengan generasi lainnya dalam keluarga.
Rastogi dan Wampler (1999) mengajukan tiga dimensi utama dalam meneliti hubungan ibu dan anak perempuan dewasa, yaitu: (1) Closeness, yaitu suatu perasaan keterikatan (sense of connection) dan keakraban (intimacy) dalam hubungan, tetapi tidak terbatas pada jarak geografis antara ibu-anak; (2) reliability, yaitu mengetahui bahwa ibu atau anak akan selalu ada ketika dibutuhkan. Dengan perkataan lain, ibu dan anak dapat saling mengandalkan diri masing-masing sebagai tempat bergantung; (3) Collectivism, yaitu keseimbangan antrra individualitas seseorang dan kebutuhan akan kelompok. Dalam penelitian berikut, peneliti merujuk pada teori ini dalam menentukan panduan wawancara dan analisis hasil wawancara.
Peneliti menyadari bahwa setiap individu tentunya memiliki keunikan sendiri dalam hal menghayati pengalaman dalam hidupnya. Oleh karena itu, pendekatan yang menurut peneliti paling tepat untuk membahas topik ini adalah desain penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan terhadap tiga orang perempuan dewasa muda (25-35 tahun), belum pernah menikah, pendidikan D3 atau S1, dan sudah bekerja. Perempuan lajang dipilih sebagai salah satu karakteristik sampel karena menurut penelitian Fischer (1987), dibandingkan dengan perempuan yang sudah menikah, perempuan lajang cenderung memiliki hubungan yang dependent dengan ibu, mereka merasa kesulitan menjawab pertanyaan : mengenai gambaran diri mereka sebagai ibu di masa yang akan datang (apakah kelak mereka akan menjadi ibu seperti ibu mereka aiau tidak?), dan cenderung rnenganggap masa depan sebagai suatu hal yang berada di luar kendali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga responden tidak menggambarkan hubungan yang dependent dengan ibu. Pada dimensi closeness, hanya satu responden yang melaporkan bahwa ia merasa dekat dengan figur ibu, sementara dua orang lainnya tidak menggambarkan adanya hubungan yang dekat. Pada dimensi reliability, hanya satu responden yang melaporkan bahwa ia dan ibu dapat saling mengandalkan satu sama lain, terutama sebagai tempat untuk berbagi cerita. Dua responden lainnya melaporkan bahwa ibu lebih sering meminta bantuan atau menceritakan masalah kepada orang lain (kakak) daripada kepada responden. Pada dimensi collectivism, ketiga responden menggambarkan tingkat trust in hierarchy yang tinggi. Sementara mengenai tingkat diferensiasi, dua responden menggambarkan tingkat diferensiasi yang rendah dan yang lainnya pada tingkat menengah. Pada aspek life structure, yaitu suatu pengertian subyektif tentang diri pada saat ini dan di masa yang akan datang, ketiga responden nampak relatif kesulitan memberikan gambaran tentang diri masing masing sebagai ibu di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Zhafira
"Kebijakan sosial mengenai aborsi untuk anak-anak perempuan yang menjadi korban perkosaan merupakan langkah penting dalam melindungi hak-hak anak-anak perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Anak-anak perempuan korban perkosaan sering kali menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang menambah beban psikososial dan fisik mereka. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan akses yang aman, legal, dan terjangkau bagi anak-anak perempuan korban perkosaan dalam mendapatkan layanan aborsi yang aman, serta dukungan psikososial dan perlindungan hukum yang diperlukan. Melalui pendekatan yang komprehensif, kebijakan ini mengintegrasikan layanan medis, psikososial, dan hukum untuk memastikan pemulihan korban secara holistik, sambil mengurangi stigma dan diskriminasi yang mereka hadapi. Dalam konteks ini, kebijakan sosial ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi anak-anak perempuan korban perkosaan, memastikan mereka memiliki hak untuk menentukan pilihan terbaik terkait tubuh mereka tanpa rasa takut akan kriminalisasi atau penolakan dari masyarakat. Penelitian ini akan mengeksplorasi urgensi kebijakan tersebut, analisis dampak sosial, ekonomi, medis, dan hukum yang dapat timbul, serta rekomendasi untuk implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan.

Social policy regarding abortion for female children who are victims of rape is a crucial step in protecting the rights of girls who have experienced sexual violence. Female children who are victims of rape often face unwanted pregnancies (KTD), adding to their psychological and physical burdens. This policy aims to provide safe, legal, and accessible abortion services for female children who are victims of rape, along with the necessary psychosocial support and legal protection. Through a comprehensive approach, this policy integrates medical, psychosocial, and legal services to ensure the holistic recovery of victims, while reducing the stigma and discrimination they face. In this context, the social policy seeks to create a safer and more supportive environment for female children who are victims of rape, ensuring they have the right to make the best decisions regarding their bodies without fear of criminalization or societal rejection. This study will explore the urgency of this policy, the social, economic, medical, and legal impacts that may arise, and provide recommendations for the effective and sustainable implementation of this policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library