Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rinda Tri Nugraheni
Abstrak :
Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian anak balita terbanyak di Indonesia. Prevalensi pneumonia pada balita di Indonesia lima tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu 1,6% pada tahun 2013 menjadi 2% pada tahun 2018. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan prevalensi pneumonia pada balita tertinggi keempat di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pneumonia pada balita usia 12-59 bulan. Sedangkan, variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan rumah, faktor karakteristik balita dan faktor ekonomi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara indeks kepemilikan rendah (OR = 4,23; 95% CI: 1,72-10,41), tempat tinggal (OR = 3,70; 95% CI: 1,71-8,02) dan jenis dinding (OR = 4,84; 95% CI: 1,55-15,14) dengan pneumonia pada balita.
Pneumonia is one of the most common causes of child mortality in Indonesia. The prevalence of pneumonia in children under five in the last five years has increased by 1,6% in 2013 to 2% in 2018. West Java Province is the fourth highest prevalence of pneumonia on children under five in Indonesia. The aim of the study was to analyze the factors associated with the incidence of pneumonia in children under five in West Java Province. The study was conducted with a cross sectional design using secondary data on the Indonesian Demographic and Health Survey 2017. Dependent variable of this study was pneumonia among children aged 12-59 months. Meanwhile, independent variables are house environment factors, children characteristic factors, and economic factors. The data analysis used in this study is Chi-Square test. The results indicated that there was a significant correlation between low wealth index (OR = 4,23; 95% CI: 1,72-10,41), type of residence (OR = 3,70; 95% CI: 1,71-8,02), and type of wall (OR = 4,84; 95% CI: 1,55-15,14) with pneumonia on children under five years old.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Widyana
Abstrak :
Kasus diare di Muara Angke masih cukup tinggi terutama di wilayah pemukiman sekitar lokasi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) karena kondisi sanitasi lingkungan yang masih tergolong kurang memadai serta perilaku higiene masyarakat yang tidak baik. Kasus diare pada kelompok umur balita lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya karena balita memiliki daya tahan yang lebih lemah. Air minum yang terkontaminasi dapat menjadi media penularan penyakit diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontaminasi Escherichia coli pada air minum dengan kejadian diare pada balita di pemukiman sekitar lokasi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Kelurahan Pluit Kota Jakarta Utara Tahun 2019. Desain penelitian ini adalah crossectional dengan jumlah sampel 95 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kontaminasi Escherichia coli dalam air minum (4,67; 1,96-11,09), faktor balita [status imunisasi (5,69; 2,24-14,44)], faktor ibu [tingkat pendidikan (2,98; 1,22-7,31), tingkat pengetahuan (8,38; 2,98-23,59), status ekonomi keluarga (3,23; 1,32-7,91), perilaku mencuci tangan (5,17; 2,16-12,38), dan perilaku memasak air minum (4,75; 1,97-11,47)], faktor lingkungan [kondisi fisik jamban (14,44; 5,29-39,41)] dengan kejadian diare pada balita di pemukiman sekitar lokasi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Kelurahan Pluit Kota Jakarta Utara. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare pada balita di pemukiman sekitar lokasi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Kelurahan Pluit Kota Jakarta Utara Tahun 2019 adalah kondisi fisik jamban (20,08; 4,65-86,81). ......The case of Diarrhea in Muara Angke is still adequately high, most importantly in the residence nearby the Traditional Fishery Product Processing (PHPT) since the sanitary condition still appears inadequate, and residents’ hygenic behavior still proves unhealthy. Diarrhea cases toward toddlers seem higher than the older ones due to their weak immunity. The potable water that has been contaminated can be the medium of transmitting the disease. This study aims at understanding the relation between Escherichia coli contamination in drinking water with diarrhea among children under five years of age in settlements around location of Tradisional Fisheries Products (PHPT) Muara Angke North Jakarta in 2019. The research design of the study was crossectional with total sample of 95 respondents. The research finding showed that there was a significant correlation between the contamination of Escherichia coli in the potable water (4,67; 1,96-11,09), toddler factor [Immunization status (5,69; 2,24-14,44)], maternal factors [the level of education (2,98; 1,22-7,31), the level of knowledge (8,38; 2,98-23,59), household financial status (3,23; 1,32-7,91), hand-washing behavior (5,17; 2,16-12,38), and water-boiling behavior (4,75; 1,97-11,47)], environment factor [physical condition of latrines (14,44; 5,29-39,41)] with the Diarrhea plague towards toddlers in the residence surrounding the location of PHPT in Muara Angke, Pluit, North Jakarta. The most dominant factor relative to the Diarrhea disease towards toddlers in settlements around location of Tradisional Fisheries Products (PHPT) Muara Angke North Jakarta in 2019 is the physical condition of latrines (20,08; 4,65-86,81).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Cahyono
Abstrak :
Penyakit diare disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Sedangkan yang menjadi faktor risiko antara lain kualitas air bersih, kondisi jamban, kepadatan hunian, status gizi, pemberian ASI eksklusif, imunisasi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga. Insiden diare di daerah Pondok Gede jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Kota Bekasi masih yang tertinggi yaitu 26,6 per 1000 penduduk (1998), 29,9 per 1000 penduduk (1999), dan 30,2 per 1000 penduduk (2000). Penyebab tingginya insiden tersebut belum diketahui secara pasti, sehingga perlu dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan diare. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan (kualitas air bersih, kondisi jamban dan kepadatan hunian) dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kasus kontrol. Kasus adalah balita yang menderita diare yang datang berobat ke puskesmas, sedangkan kontrol adalah balita yang tidak menderita diare yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pondok Gede. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kondisi lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kualitas air bersih, kondisi jamban, status gizi balita, ASI eksklusif, imunisasi campak, pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga dengan kejadian diare pada balita. Sedangkan untuk kepadatan hunian dan pendidikan ibu tidak ada hubungan bermakna dengan kejadian diare pada balita. Untuk uji interaksi didapat adanya interaksi antara variabel kondisi jamban dengan status ekonomi keluarga dan status gizi keluarga dengan kepadatan hunian. Pada analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda, setelah dikontrol oleh faktor status gizi, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, pendidikan, pengetahuan dan status ekonomi keluarga ternyata faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare adalah kondisi jamban. Dari hasil penelitian menunjukan perlunya meningkatkan perhatian masyarakat terhadap status gizi balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, sarana penyediaan air bersih dan kondisi jamban keluarga dalam upaya penurunan insiden diare. Sedangkan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Puskesmas Pondok Gede disarankan meningkatkan pemberian penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tidak hanya melalui puskesmas dan posyandu tetapi juga melalui pengajian ibu-ibu dan arisan dengan topik penyakit diare, persyaratan kesehatan lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, imunisasi dan status gizi balita serta pengetahuan tentang penyakit diare guna pencegahan penyakit diare. Kepada Pemerintah Kota Bekasi disarankan agar dapat menyediakan dana untuk pemberian stimulan pembangunan sarana air bersih dan jamban keluarga percontohan atau pembangunan sarana air bersih dan jamban keluarga bagi keluarga yang tidak mampu. ......Relationship between Environment Factors with Diarrhea Incidence among Under-fives in Coverage Area of Pondok Gede Health Center, Bekasi City 2003Diarrhea could be caused by bacteria, viruses, or parasites and the risk factors are water quality, water closet condition, resident density, exclusive breast feeding, immunization, mother education, mother knowledge, and economic status of family. Diarrhea incidence in Pondok Gede compared to other area in Bekasi City has a highest rate that is 26,6 per 1000 residents (1998), 29,9 per 1000 residents (1999), and 30,2 per 1000 residents (2000). It is no clear the cause of high incidents rate, this need to be studied about factors that related to. Objective of this study is to find out relationship between environment factors such as quality of clean water, water closet condition and residents density with diarrhea incidence among under-fives in coverage area by Pondok Gede health center, city of Bekasi. This study used case control design. Case is under-five suffer to diarrhea which came to health center, and control is under-five not suffered to diarrhea which living in covered area of Pondok Gede health center. Data collected by interview and environment observation. The results of this study shows that there is relation between quality of clean water, water closet condition, under five nutrition status, exclusive breast feeding, immunization, mother knowledge, and economic status of family with diarrhea incidence. While with resident density and mother education have no significant relation ship with diarrhea incidence. The interaction test has found that there is interaction between water closet condition variable with economic status and family nutrition status with resident density. In multivariate analysis by multi regression logistic, after controlled by nutrition status factor, exclusive breastfeeding, measles immunization, education, knowledge, and economic status of family, environment factor that appears influence diarrhea incidence is water closet condition. From the results of this study showed that it is necessary to increase community awareness to under-five nutrition, exclusive breastfeeding, measles immunization, infrastructure of clean water provider, and water closet condition in efforts to decrease diarrhea incidence. While to Health Office of Bekasi City and Pondok Gede health center recommend conduct information dissemination to community to increase community's knowledge, not only by health centers or Posyandu, but through activities that gathered mothers such as pengajian (devotional) or arisan. Bekasi City government should be provide fund for stimulant to develop clean water infra structure, good family closet model and clean water infra structure and water closet for under class family.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Supply chain coordination becomes strategically important as new forms of business organizations emerge,such as virtual enterprises,global manufacturing,logistic network and company alliances.....
MOJUEKB
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
A. Sadili Somaatmadja
Abstrak :
Kualitas lingkungan hidup saat ini cenderung semakin menurun dan mengkhawatirkan. Penyebab utamanya adalah pemanfaatan sumberdaya alam yang sangat berlebihan dan terlalu berorientasi kepada kepentingan manusia itu sendiri (antroposentris). Sikap hidup seperti itu cenderung eksploitatif dan tidak memikirkan nasib generasi yang akan datang, sehingga sumberdaya alam yang sangat terbatas itu akan semakin habis dan akhirnya alam akan menjadi ancaman bagi manusia. Mengingat sumberdaya alam yang semakin berkurang, maka pembangunan sekarang harus lebih berorientasi ke alam (ekosentris), sebagaimana masyarakat tradisional melakukannya sampai sekarang. Masyarakat tradisional harus mempertahankan keadaan ekosistemnya dengan susah payah karena dampak arus globalisasi yang melanda dunia, dan kondisi ekonomi, sosial, dan politik nasional yang tidak menguntungkan. Kampung Naga di Tasikmalaya Jawa Barat adalah salah satu lingkungan permukiman tradisional yang mengalami benturan antara nilai-nilai baru yang modem dengan nilainilai lama warisan para leluhur mereka yang tradisional. Untuk mengatasi permasaiahan tersebut, perlu dilakukan kebijakan pembangunan lingkungan yang arif, komprehensif; dan kondusif agar lingkungan permukiman tradisional tersebut dapat dilestarikan. Permukiman yang dihuni oleh 325 penduduk atau 104 KK ini, dan menempati luas lahan yang relatif kecil, yaitu sekitar 11,5 hektar, terbagi atas 1,5 hektar untuk lahan perumahan, sedangkan sisanya digunakan untuk lahan persawahan, kolam ikan, kebun atau hutan (diluar hutan lindung milik pemerintah yang berada dibawah pengawasan masyarakat tradisional Kampung Naga, dan dijadikan sebagai hutan larangan). Disamping itu, mereka juga memiliki sawah dan kebun lain yang ada di luar lingkungan Kampung Naga yang secara ekonomis menunjang kehidupan sehari-hari masyarakatnya, Perkembangan penduduk, kehidupan sosial-ekonomi, pariwisata, dan teknologi yang terjadi di sekitar lingkungan Kampung Naga menimbulkan gesekan antara nilai-nilai baru yang modern dengan nilai-nilai lama yang tradisional, baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun bertindak masyarakatnya. Perkembangan ini mungkin akan menimbulkan perubahan dalam bentuk penyesuaian (adaptasi) terhadap perubahan tersebut. Kami meperkirakan (hipotesis) bahwa nilai-nilai baru tersebut tidak akan menimbulkan perubahan yang berarti (signifikan) di dalam kehidupan Mau kebudayaan masyarakat tradisional Kampung Naga, karena masih kuatnya memegang adat. Tesis ini mencoba meneliti apa yang terjadi di dalam masyarakat, khususnya terhadap lingkungan permukiman Kampung Naga yang merupakan wujud kebudayaan fisik. Tujuannya adalah: (1) untuk mengetahui perubahan yang terjadi serta faktor-faktor penting apa saja yang mempengaruhi perubahan tersebut, dan (2) untuk mendapatkan sebuah model atau konsep perencanaan pelestarian lingkungan permukiman Kampung Naga yang adaptif terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi. Metoda penelitian yang kami gunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, Data diperoleh berdasarkan survai lapangan dan pengamatan melalui wawancara secara mendalam (in-depth interview), pengukuran, dan perekaman. Data dianalisis dengan melihat kecenderungannya serta penifsiran terhadap aspek budaya dan lingkungan dalam persoalan pelestarian. Dari hasil wawancara, pengamatan, perekaman, serta pengukuran langsung di lapangan, dapat di-identifikasi beberapa gambaran/permasalahan lingkungan permukiman sebagai berikut: 1. Berkurangnya hutan dan kebun yang menghasilkan bahan-bahan dasar untuk pembuatan rumah. 2. Meningkatnya daya dukung lingkungan pertanian akibat penggunaan pupuk buatan. 3. Meningkatnya kegiatan pembuatan barang-barang kerajinan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. 4. Meningkatnya wisatawan mancanegara (Wisman) dari wisatawan nusantara (Wisnu) yang dapat memicu perkembangan sosial-ekonomi dan budaya penduduknya. 5. Penggunaan alat komunikasi (hiburan) radio dan televisi yang dapat membuka kesempatan lebih besar masuknya pengaruh luar. 6. Perkembangan penduduk yang terus meningkat dikaitkan dengan daya tampung lingkungan perumahannya. Atas pertimbangan tersebut diatas, maka model atau konsep perencanaan pelestarian lingkungan permukiman tradisional Kampung Naga harus mencakup pelestarian lingkungan alam, sosial, dan, binaan, yang meliputi aspek-aspek: (1) pelestarian lahan untuk perkebunan dan hutan, (2) sistem pertanian, (3) adat-istiadat, (4) pendidikan, (5) Hasil kerajinan, (6) perumahan, (7) kolam ikan.
Study on Traditional Community Adaptation to the Environment (Factors that Affect the Environmental Conservation Planning Pattern of a Traditional Settlement at Kampung Naga in Tasikmalaya, West Java)Nowadays, the quality of the livelihood in living environment tend to be decrease and very anxious. It's caused by human activities using natural resources that are more strengthen on the human being orientation (anthropocentric). This attitude to life brings them to have an exploitative thinking, and didn't think the generation afterwards; so the limitation of natural resources will end and finally it will threaten human being. The orientation of the environmental development should be change from anthropocentric to eco-centric views like the Kampung Naga traditional community do. But, they are having difficulties to preserve the living environment because of the globalization and unprofitable conditions of economy, social, and politic in Indonesia today. Kampung Naga is one of the traditional living environments that had been influenced by external factors like technology, social, and economy. To solve these problems, it should be doing by making development policy which is having wisely, comprehensiveness, and conduciveness. Kampung Naga which is inhabited about 325 people or 104 families approximately occupied 11,5 hectares, divided to 1,5 hectares for housing area, and the rest are utilizing for another functions such as rise-fields, fish ponds, plantations or forestry (excluding the government forest which is under Kampung Naga community supervision, and it has to become prohibited forest or "hutan larangan"). Besides these properties, they also have the rise-field and plantation area outside the Kampung Naga environment which economically supporting their livelihood. The development of inhabitant, social economy, recreation activities, and technology can touch each other between present or modern values and traditional values in all of the Kampung Naga community cultural activities. The adaptation of them maybe happened for this condition. The hypothesis of this research is that the present values significantly couldn't change in this livelihood or their cultural traditional communities. This research tries to identify the Kampung Naga traditional living environmental problems. The objectives of this research are: (1) to know all the changes and what significant factors are affecting those changes, (2) to get the model or the concept of the Kampung Naga conservation planning pattern that is adapted to the changes. This research using the "description method" of qualitative approach. The data are obtained by field survey and supervision through in-depth interview, measuring, and photo taking. The data are analyzed by using the "trend analyses" and by interpreting the cultural aspect and environmental conservation. From the result of these surveying activities, it can be identified some environmental community problems, such as: 1. The decreasing of forest and plantation that produced the basic materials for building the traditional house. 2. The increasing of agricultural carrying capacity because of using artificial tenure. 3. The increasing of making bamboo handicraft which economically has high value. 4. The increasing of tourism that stimulate the development of social, economy, and cultural aspects. 5. Utilization of radio and television set has broaden the walk view of the community. 6. The population increases which affect to the living facilities. Base on all the problems above, therefore the model or concept of Kampung Naga conservation planning pattern covered the natural, social, and built environment aspects, such as: (1) conservation for the plantation and forest, (2) agricultural system, (3) custom and tradition, (4) education, (5) home industry, (6) housing, (7) fish-pond. Number of References: 60 (1961 -- 2001)
2003
T11502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasni Rufaidah
Abstrak :
Hasil survey darah jari di empat Kelurahan wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II Kota Bekasi pada tahun 2003 menunjukkan angka Mf rate antara 2% - 3,2%. Angka tersebut mengisaratkan derajat endemisitas filariasis cukup tinggi sehingga risiko penduduk wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II untuk tertular filariasis lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor lingkungan rumah dan karakteristik responden yang berhubungan dengan kejadian filariasis. Desain penelitian menggunakan kasus kontrol. Kasus adalah penduduk yang usia > 2 tahun yang diperiksa survey darah jari yang dilaksanakan tahun 2003 dengan hasil positif mikrofilaremia sedangkan kontrol adalah penduduk yang berusia > 2 tahun dan tidak dalam keadaan sakit yang diperiksa survey darah jari dengan hasil mikrofilaria negatif. Jumlah kasus 22 dan kontrol 4 kali kasus yaitu sebesar 88. Responden adalah keluarga penderita atau keluarga suspek filariasis. Pengumpulan data melalui wawancara terstruktur dan observasi. Analisa data univariat dengan distribusi frekuensi, bivariat dengan uji kai kuadrat, dan multivariat dengan regresi logistik model prediksi. Faktor lingkungan fisik dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian filariasis di wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II adalah konstruksi dinding rumah (3,1 ; 1,137-8,535), langit-langit rumah (4,7 ; 1,739-12,525), dan penggunaan kawat kasa nyamuk (3,7 ; 1,411-968). Faktor lingkungan fisik di luar rumah yang berhubungan dengan kejadian filariasis adalah tempat perkembangbiakan nyamuk (6,9 ; 2,322-20,609. sedangkan karakteristik responden yang berhubungan adalah tingkat pendidikan (4,1 ; 1,321-12,700). Faktor risiko yang dominan berhubungan dengan kejadian filariasis di wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II adalah tempat perkembangbiakan nyamuk (7,9 ; 2,431-25,832), langit-langit rumah (4,6 ; 1,498-14,162), dan konstruksi dinding rumah (3,9 ; 1,041-15,211). Faktor risiko yang paling dominan hubungannya dengan kejadian filariasis adalah tempat perkembangbiakan nyamuk. Kesimpulan penelitian ini adalah orang yang tinggal di sekitar rumahnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk, langit-langit rumah tidak ada plafon, dan konstruksi dinding rumah tidak permanen mempunyai risiko lebih besar menderita filariasis dibandingkan apabila tinggal di rumah yang sekitarnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk, langit-langit rumah ada plafon, dan konstruksi dinding rumahnya permanen. Berdasarkan penelitian ini disarankan kiranya rumah yang disekitarnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk seperti comberan dapat ditutup dan genangan air limbah dibuatkan saluran. Mengusahakan langit-Iangit rumah ada plafon, tidak membiarkan kain bergantungan dan memasang kawat kasa pada ventilasi bagian luar rumah serta meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang tempat perkembangbiakan nyamuk, langit-Iangit rumah, konstruksi dinding dan penggunaan kawat kasa nyamuk. ......Housing Environment Factors and Characteristic Responder Related to Occurrences of Filariasis in Region Work of Bantar Gebang II Public Health Centre, Bantar Gebang District, Bekasi Town, 2004Result of finger blood survey in four regional Sub-District in region work of Bantar Gebang Public Health Centre, Bekasi Town in2003 showing Mf rate number between 2 - 3,2 %. The number degree of so enough high filariasis endemisitas that regional resident risk of Bantar Gebang II Public Health Centre to be high contagious of filariasis. This research aim to know housing environmental factors and characteristic responder related to occurrences of filariasis. Research Design use case control. Case is resident which is age > 2 year executed by finger blood survey in 2003 with positive result of mikrofilaremia while control is resident which is age > 2 year and not in a state of sick and finger blood survey with result of negative rnikrofilaria. Amount of ease 22 and control 4 times case that is equal to 88. Responder is patient family or filariasis suspek family. Data collecting pass structure interview and observation. Data univariat analysis with frequency distribution, bivariate with kai square test, and multivariat with Iogistics regresi model prediction. Environmental factor of physical in house related to occurrence of filariasis in region work Bantar Gebang II Public Health Centre is house wall construction (3,1 ; 1,137-8,535), house roof ( 4,7 ; 1,739-12,525), and usage of mosquito wire netting ( 3,7 ; 1,411-968). Environmental factor of outdoors physical related to occurrence of filariasis is mosquito propagation place ( 6,9; 2,322-20,609). while corresponding responder characteristic is education level (4,1 ; 1,321-12,700) Dominant Risk factor related to occurrence of filariasis in region work Bantar Gebang II Public Health Centre is mosquito propagation place ( 7,9 ; 2,431-25,832), house roof (4,6 ; 1,498-14,162), and house wall construction (3,9 ; 1,041-15,211). Most dominan risk factor of its relation with occurrence of filariasis is mosquito propagation place. Conclusion of this Research is one who live in around the house there is mosquito propagation place, house roof there no plafond, and house wall construction is not permanent have bigger risk suffer filariasis compared to if living in house which is vicinity there is mosquito propagation place, house roof there is plafond, and its permanent house wall construction. Pursuant to this research is suggested presumably house which around there is mosquito propagation place like comberan can be closed and pond irrigate waste made by channel. Laboring house roof there is plafond, do not let cloth hang-on and wire gauze at house exterior ventilation and also improve counselling to society about mosquito propagation place, house roof, wall construction and usage of mosquito wire netting.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Watimena, Calvin S.
Abstrak :
Penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang selama 3 tahun berturut-turut selalu menempati posisi 3 besar penyakit dan berdasarkan laporan Puskesmas Curug tahun 2003 menempati urutan pertama (26,8%) dari 10 besar penyakit yang ada. Hal ini diduga karena kondisi fisik rumah, PM10 dan status gizi yang menyebabkan tingginya penyakit ISPA. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian faktor lingkungan rumah yang mempengaruhi hubungan kadar PM10 dan gizi dengan kejadian ISPA. Desain penelitian menggunakan cross sectional, dirnana data dikumpulkan secara bersamaan dengan jumlah sampel sebanyak 120 rumah tangga yang ada balitanya (14 hari 59 bulan) secara proporsional berdasar jumlah balita yang ada di wilayah Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang. Faktor-faktor yang diteliti adalah PM10, status gizi dan faktor lingkungan rumah (jenis lantai, pencahayaan, ventilasi, kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok dan bahan bakar) yang merupakan confounding PM10 dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil analisis bivariat dengan derajat kepercayaan 95% menunjukkan 8 variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita, yaitu PM10 dengan nilai p = 0,000 (26,047; 3,362-201,783), status gizi p = 0,001 (5,980; 2,090-17,110), pencahayaan p = 0,001 (0,841; 0,756-0,9937), ventilasi p = 0,019 (2,565; I,225-5,361), kepadatan huni kamar p = 0004 (4,930; 1,682-14,451), penggunaan obat nyamuk p = 0,000 (7,115; 1,142-16,114), asap rokok p = 0,000 (4,241; 1,172-15347), bahan bakar p = 0,027 (4,680; 1,259-17397). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa PM10, kepadatan hunian kamar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, dan status gi i mempunyai nilai p C 0,05. Pemodelan lengkap antara variabel utama (PM10) dan confounding (kepadatan hunian kamar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok) termasuk interaksi, menunjukkan tidak ada interaksi di antara variabel-variabel tersebut. Penilaian confounding menunjukkan bahwa variabel kepadatan human kamar dan obat nyamuk merupakan confounding terhadap PMI0 dengan kejadian ISPA ppada balita (indexs confounding > 10%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar PM10 berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita setelah variabel kepadatan hunian kamar dan obat nyamuk dikendalikan. Dari penelitian ini disarankan untuk menghindari pemakaian obat nyamuk bakar dan rumah tidak padat murni sehingga mengurangi kadar PMIO. Risiko kejadian ISPA dapat dikutangi dengan membuka jendela membuka jendela setiap hari, luas ventilasi rumah minimal 10% luas lantai, tidak merokok dalam rumah, membuat lubang asap dapur, dan pemantauan tumbuh kembang anak dengan melakukan penimbangan secara rutin setiap bulan. ......House Environmental Factors that Influence the Corellation between the Level of PM10 with the Incedence of Acute Respiratory Infections in Toddlers in Curug Public Health Center Area, Tangerang District, in 2004The incidence of Acute Respiratory Infections (ART) ini toddlers in Curug public health centre, Tangerang District, in 3 consecutive years HAS always BEEN Ranked in the TOP three of all cases of diseases. The report from Curug public Health Centre in 2004 shows that ARI was ranked first (26,8%) out of to diseases in that particular public health centre. It is suspected that physical condition or the house, the level of PM10, and nutritional status are the factors causing the high incidence or ART. Design of study is cross sectional, where data were colleted simultaneously. The number of samples is 120 house holds that have toddlers (14 day-59 months old). The number of toddlers was proportional to the number of toddlers living in the area surrounding Curug public health centre. Factors being studied werf PM10, nutritional status, in house environmental factors (type of floor, the amount of light ini the house, ventilation, density of house occupants, density of occupants in a room, the use of mosquito repellent, cigarette smoke, and fuel), which are the confounding factors of PMIO with the incidence of ari in toddlers. The result of bivariate analysis with degree of confidence of 95% show that there are & variables that correlate with incidence or ari in toddlers, namely PMI0 with pvalue = 0,000 (26.047,3,362-201.78). Nutritional status p value = 0,001 (5,980 ; 2,090-17,110), Ventilation p value = 0,019 (2,565 ; 1,225 - 5,36!). Density of occupants in a form p value = 0,004 (4,920 ; 1,682 - 14,451), the use of mosquito repellent p value - 0,000 (7,115 ; 1,142 - 16,114), Cigarette smoke p value = 0,000 (4,241 ; 1,172 - 15,347) fuel p value = 0,027 (4,680 ; 1,259-17.397). The results of multivariate analysis show that PM10, density of occupant in a room, and the use of mosquito repellent, cigarette smoke, and nutritional status have p value <0,05, complete mode lung between the main variable (PM10) and confounding factors (density of occupants in a room, /the use of mosquito repellent, and cigarette smoke), as well as the interaction, shows that there is no interactions between those variables. Confounding show that the variables such as density of occupants in the a room and the use of cigarette smoke are the confounding factors to PM10 with the incidence of ari in toddlers (confounding index >10%). This it can be concluded that the level of PM10 correlates with the incedence of ari in toddlers , when the two confounding factors are under control. It can be recommended from this study that the use of mosquito repellent should be avoided and the density of occupants in the house is reduced, as to decrease the level of PM1Q. The risks of ari can be minimized by opening windows daily, making a hole for smoke to escape from the kitchen, ensuring that the ventilation in the house is at least 10% of total house area, not smoking inside the house, and routinely maintain the toddlers health each month for example is routine body weighing).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library