Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Doo Young Choi
"Dalam beberapa tahun terakhir, proses pembekuan industri keuangan melalui merger antara bank besar dan mapan di banyak negara perlu perhatian lebih dekat. Masalah menjadi lebih jelas dalam beberapa tahun terakhir karena pemerintah memberi isyarat arah baru dalam kebijakan keuangannya dan mulai membuka pasar keuangannya dengan persaingan asing. Namun, fenomena ini tidak hanya muncul di Korea Selatan, tapi juga di Indonesia. Dalam hal ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana undang-undang mengenai perubahan merger dan akuisisi bank sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1998 antara Indonesia dan Korea Selatan. Apalagi penelitian ini mengetahui undang-undang yang mengatur merger dan akuisisi bank dilaksanakan di kedua negara. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif. Di antara tiga metode penelitian, pertanyaan pertama menggunakan pendekatan historis. Pertanyaan kedua menggunakan pendekatan komparatif, yang berfokus pada persamaan dan perbedaan bagaimana hukum diterapkan di Indonesia dan Republik Korea. Pelaksanaan UU tersebut diwawancarai oleh profesional Bank di Indonesia dan di Korea Selatan. Penelitian ini mengacu pada data sekunder untuk mempelajari topik penelitian. Informasi tentang UU mengenai merger dan akuisisi bank di Indonesia dan Korea Selatan dikumpulkan dari buku, jurnal dan artikel sebagai referensi untuk menangani penelitian ini. Sepanjang penelitian ini, saya telah menyimpulkan bahwa undang-undang dan peraturan di kedua Negara telah lebih spesifik dan diperkuat setelah Krisis Ekonomi tahun 1998. Selain itu, amandemen tersebut berhasil diterapkan di bidang perbankan saat ini, dan memperbaiki merger bank dan proses akuisisi.
......
In recent years, the restricting process of the financial industry through mergers between large and well-established banks in many countries deserves a closer look. Problems became more apparent in recent years as the government signaled a new direction in its financial policy and began to open up its financial market to foreign competition. However, this phenomenon not only arises in Korea, but also in Indonesia. In this respect, this study aims to find out the laws regarding bank merger and acquisition changed before and after the economic crisis of 1998 between Indonesia and the Republic of Korea. Moreover, to find out the laws regulating bank mergers and acquisition executed/implemented in both countries. This research is categorized as normative legal research. Amongst three research method, the first research question uses historical approach. Second research question uses comparative approach, which focus on the similarities and differences on how law is implemented in Indonesia and Republic of Korea. The implementation of the Law is interviewed by the professional of the Bank in Indonesia and in Republic of Korea. This research refers to secondary data in order to study the topic of the research. Information about laws regarding bank merger and acquisition in Indonesia and South Korea is collected from books, journals and articles as the reference to address this research. Throughout this research, I have been reached in a conclusion that the laws and regulations in both Countries have been more specified and reinforced after the Economic Crisis of 1998. Moreover, those amendments are successfully implemented in current banking field, and improved the bank mergers and acquisitions process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Siswanto
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang strategi siswa miskin untuk melangsungkan pendidikannya di dalam arena sekolah. Dengan menggunakan pendekatan Bourdieu, praksis kebertahanan dan kemampuan berprestasi di kalangan siswa miskin merupakan hasil dari dialektika antara arena sekolah dan habitus siswa miskin yang menopang berbagai strategi konversi aneka jenis kapital yang dimilikinya. Studi ini memberikan gambaran besar peran siswa miskin dan sekolah yang saling merespon untuk menopang mereka bertahan dan berprestasi.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data penelitian betumpu pada wawancara, observasi, dan studi dokumen. Lokasi penelitian dilakukan di SMA Muhammadiyah 11 Rawamangun Jakarta-Timur. Lokasi penelitian ini dipilih atas dasar keberadaannya yang mewakili suatu sekolah dengan corak siswa-siswanya yang berasal dari latar sosial-ekonomi yang heterogen. Selain itu, lokasi ini dipilih juga atas dasar kemampuan sekolah yang memberikan pendidikan bagi semua lapisan masyarakat, utamanya bagi siswa miskin dari tahun 1982 hingga sekarang, menjadikannya sebagai daya tarik untuk diteliti.
Di tengah perhatian pemerintah pusat melalui program beasiswa, nyatanya belum cukup untuk meniadakan persoalan pembelajaran siswa miskin yang terletak pada pencapaian prestasi akademik yang rendah, sarana dan prasarana pendidikan yang minus, serta citra diri yang marjinal. Realitas ini, menuntut siswa miskin untuk survive di dalam arena sekolah. Umumnya siswa miskin dapat survive dengan cara mematuhi tata tertib yang sudah menjadi aturan sebagai struktur objektif di dalam arena sekolah. Mereka tidak pernah membuat kasus yang bersifat negatif di dalam arena sekolah. Jadi, kapatuhan mereka terhadap aturan main di dalam arena sekolah, akan menjamin keberlangsungan pendidikannya.
SMA Muhammadiyah 11 sebagai arena pendidikan berbasis keagamaan pada faktanya menyediakan arena pendidikan ilmu umum (mata pelajaran IPA dan IPS) dan ilmu keagamaan (mata pelajaran Al Islam, Kemuhamadiyahan dan Bahasa Arab [ISMUBA]). Pada titik ini arena keagamaan mampu memfasilitasi habitus siswa miskin yang sudah terbiasa dengan kegiatan keagamaan untuk digunakan sebagai strategi bertahan dan berprestasi di sekolah. Mereka umumnya pandai dalam mata pelajaran keagamaan seperti Al-Islam, Kemuhamadiyahan, dan bahasa Arab (ISMUBA). Selain itu, mereka juga memiliki kapital budaya yang memadai dalam hal praksis sosial keagamaan di bidang ceramah keagamaan dan membaca Al Qur an lengkap dengan prasyarat tanda bacanya.
Kepemilikan kapital budaya sebagaimana terurai di atas, pada dasarnya bermanfaat bagi siswa miskin untuk meraih kapital simbolik yang mereka manifestasikan melalui prestasi dan reputasi dibidang keagamaan di dalam arena sekolah. Mereka sering diandalkan oleh teman-temannya di dalam mata pelajaran Al-Islam, Kemuhamadiyahan, dan Bahasa Arab. Selain itu, mereka juga sering memenangkan berbagai perlombaan keagamaan seperti, Marawis, cerdas cermat dibidang agama Islam, dan lomba baca Al Qur an. Jadi, berbekal kapital budaya ini membuat mereka percaya diri untuk berprestasi, sekalipun mereka adalah siswa yang tidak mampu secara ekonomi.
Di tengah ketidakberdayaan ekonomi, siswa miskin berusaha melakukan penguatan kapital sosial. Penguatan kapital sosial mereka wujudkan dengan cara menggalang jaringan pertemanan yang berbasis pada sikap dan sifat yang pasrah serta mengalah di arena sekolah. Realitas ini pada kenyataannya membawa keuntungan bagi siswa miskin untuk mendapatkan imbalan makan siang, dan berbagai kebutuhan foto kopi pelajaran sebagai manifestasi keuntungan kapital ekonomi di arena sekolah. Selain itu, strategi ini juga menguntungkan bagi siswa miskin, utamanya untuk dapat belajar bersama pada mata pelajaran ilmu umum (IPA dan IPS) bersama teman-temannya yang datang dari kapital ekonomi memadai.

ABSTRACT
This study discusses the strategies of poor students to accomplish their education in the school arena. By using the approach of Bourdieu, praxis viability and distinguishability among poor students is the result of the dialectic between the school area and habitus of students which sustains a variety of conversion strategies ofany student’ capital. This study provides overview of the poor student and school role which react to each other hence it is able to make the students survive and distinguished in term of excellence.
The approach used in this study is qualitative while the method is case study. The data collection was taken from interview, observation, and document study. The research location was conducted in 11 Muhammadiyah Senior High School, Rawamangun, East Jakarta. The place was selected because the school was filled by students who havedifferent socio-economic backgrounds. Beside that, the school was also selected on the basis of school abilityto provide education for all levels of society, particularly for poor students from 1982 to the present, making it valuable to be studied.
In the eye of the central government's attention through a scholarship program, as a matter of fact, it is not enough to solve the problems of poor students in learning which consist of the low academic achievement, the lack of educational facilities, and the marginal self-portrayal. This reality demands poor students to survive in the school area. In general, poor students can survive by being obedient to the rules that have been regulatedto be objective structure in the school area. They never make a negative case in the school. So, their obediencetowards the rules in the school will ensure the sustainability of their education.
Muhammadiyah 11 Senior High School as religion based school does actually provide general subject (science and social study) and religion subject (Al Islam, Muhammadiyah, and Arabic [ISMUBA]). In this level, religion arena is able to facilitate habitus of poor student which accustomed to religious activity, in later, they can usethis way as strategy to sustain and be distinguished in school. They generally are clever in the religion subjects as Al Islam, Muhammadiyah, and Arabic (ISMUBA). Besides, they also have sufficient cultural capital in terms of socio-religious praxis in the field of religious discourse and reciting the Quran complete with prerequisites of punctuation.
In having cultural capital as mentioned above is fundamentally beneficial for poor students in reaching symbolic capital which they manifest through achievement and reputation in the field of religious activity in school arena. They are often relied upon by their friends on the subject of Al-Islam, Muhammadiyah, and Arabic. Moreover, they also often won various related religioncompetitions, for exampleMarawis, Islamic quiz contest, and read the Qurancompetition. So, owning this cultural capitalmakes them believe in themselves to be distinguishedeven though they are students who are not economically disadvantaged.
In the midst of having less economic empowerment, poor students are trying to strengthen social capital. They strengthen social capitalby enlarging their friendshipnetwork with the attitude and trait of being obedient and submissivein the school arena. This actual reality, in fact, brings benefits for poor students to get a reward such as free lunch and photocopy of the lesson as a manifestation of economic capital advantage in the school arena. In addition, this strategy is also beneficial for the poor, especially to be able to study the general subjects (science and social studies) withtheir friends who come from adequate economic capital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014
T41983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library