Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Valerie Kartini
"Latar Belakang: Maloklusi adalah ketidakteraturan kesejajaran gigi dan/atau hubungan lengkung gigi dengan gigi yang tidak normal yang diakibatkan oleh berbagai faktor dan dapat menyebabkan ketidakpuasan estetika sampai masalah pada segi fungsional. Pasien dengan maloklusi memerlukan perawatan ortodonti salah satunya untuk memperbaiki maloklusi. Inklinasi dan angulasi gigi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan ortodonti yang stabil dan optimal. Tujuan: Mengetahui gambaran sudut inklinasi dan angulasi gigi anterior pada pasien maloklusi skeletal kelas I pasca perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel berupa data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 96 rekam medik pasien maloklusi kelas I yang telah selesai mendapatkan perawatan ortodonti cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, didapatkan rerata sudut U1-SN sebesar 105,60° ± 5,80°, rerata sudut U1-PP sebesar 114,55° ± 6,21°, rerata sudut L1-MP sebesar 93,63° ± 7,94°, dan rerata sudut IMPA adalah sebesar 96,40° ± 7,96°. Rerata angulasi gigi 11 sebesar 89,03° ± 3,26°, rerata angulasi gigi 21 sebesar 90,35° ± 3,07°, rerata angulasi gigi 31 sebesar 89,28° ± 4,33°, dan rerata angulasi gigi 41 sebesar 90,61° ± 5,04°. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian tentang Gambaran Inklinasi dan Angulasi Gigi Anterior pada Pasien Maloklusi Kelas I Pasca Perawatan Ortodonti Cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, rerata sudut inklinasi gigi anterior pasien termasuk dalam kisaran nilai normal, kecuali pada sudut IMPA. Rerata sudut angulasi gigi anterior pasien relatif tegak dan paralel.

Background: Malocclusion is the irregularity of teeth and is considered as oral health problem resulting from various etiological factors causing esthetic dissatisfaction to functional impartment. Patients with malocclusion require orthodontic treatment to correct the malocclusion. Inclination and angulation of teeth are one of the factors that influence the success of stable and optimal orthodontic treatment. Objective: This study aims to describe the inclination and angulation of anterior teeth on class I malocclusion patients after fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. Methods: Cross-sectional descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: From 96 medical records of class I malocclusion patients who have completed fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the mean U1-SN angle is 105.60° ± 5.80°, the mean U1-PP angle is 114.55°. ± 6.21°, the mean angle of L1-MP is 93.63° ± 7.94°, and the mean angle of IMPA is 96.40° ± 7.96°. The mean angulation of tooth 11 is 89.03° ± 3.26°, mean angulation of tooth 21 is 90.35° ± 3.07°, mean angulation of tooth 31 is 89.28° ± 4.33°, and mean angulation of tooth 41 is of 90.61° ± 5.04°. Conclusion: Based on research on the Inclination and Angulation of Anterior Teeth on Class I Malocclusion Patients after Fixed Orthodontic Treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the inclination of anterior teeth is within the normal range, except at the IMPA angle. The angulation of anterior teeth is relatively upright and parallel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gery Gilbert
"Latar Belakang : Distribusi frekuensi impaksi gigi molar tiga maksila berdasarkan klasifikasi Pell-Gregory, Winter, dan hubungan dengan sinus maksila dapat menunjukan variasi yang dapat berperan penting dalam mengantisipasi kesulitan pada saat odontektomi. Tujuan : Mengetahui frekuensi kasus impaksi molar tiga maksila pada radiograf panoramik berdasarkan klasifikasi Pell-Gregory dan Winter serta hubungan dengan sinus maksila di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kategorik menggunakan data sekunder berupa rekam medik pasien di RSKGM FKG UI. Hasil : Penelitian yang dilakukan pada 102 kasus impaksi molar tiga maksila menunjukkan kasus impaksi molar tiga maksila paling banyak pada wanita dengan persentase 62.7%, namun hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara perbedaan gender dengan masing-masing klasifikasi impaksi. Frekuensi tertinggi dari masing-masing klasifikasi adalah Kelas C sebesar 46.08% pada klasifikasi Pell-Gregory, impaksi distoangular sebesar 35.3% pada klasifikasi Winter, dan impaksi tipe 4 sebesar 60.78% pada klasifikasi berdasarkan hubungan dengan sinus maksila. Kesimpulan : Penelitian ini mendapatkan hasil distribusi frekuensi impaksi molar tiga maksila yang dapat menjadi acuan dalam menentukan tingkat kesulitan perawatan odontektomi.

Background : A method of classification of third molar impaction is needed because the anatomical position of impacted third molars can show variations that will play an important role in anticipating difficulties during extraction. Objective : To determine the impaction frequency of maxillary third molar impaction cases, as seen on panoramic radiographs and classified based on Pell-Gregory and Winter classification and also the relationship with maxillary sinus in RSKGM FKG UI. Methods : The type of research conducted is categorical descriptive research, using secondary data in the form of patient medical records at RSKGM FKG UI. Results : From 102 cases of maxillary third molar impaction, it was found that maxillary third molar impaction was most common in women with a percentage of 60%, but the results of statistical tests show no significant relationship between gender differences with each classification. The highest frequency of each classification is Class C of 46.08%, distoangular impaction of 35.3%, and impaction of type 4 by 60.78%. Conclusion : Classification of maxillary third molar impact can be a reference in determining the difficulty level of odontectomy treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gema Muhammad Ramadhan
"Latar Belakang: Angulasi gigi molar 3 rahang bawah impaksi berpengaruh terhadap frekuensi timbulnya berbagai keadaan patologis di rongga mulut. Di sisi lain, jarak antara distal gigi molar 2 rahang bawah dan ascending ramus memiliki pengaruh terhadap keberhasilan erupsi gigi molar 3 rahang bawah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin dan suku berpotensi untuk mempengaruhi kedua hal tersebut. Tujuan: Meneliti hubungan antara angulasi gigi molar 3 rahang bawah impaksi dan jarak dari distal gigi molar 2 rahang bawah ke ascending ramus dengan jenis kelamin dan suku. Metode: Radiograf panoramik diperoleh dari rekam medik pasien RSKGM FKG UI periode Januari 2018 – Desember 2018. Hasil perhitungan dihubungkan ke deskripsi jenis kelamin dan suku pasien yang tertera pada rekam medik. Hasil Penelitian: Hubungan antara jenis kelamin terhadap jarak dari distal gigi molar 2 ke ascending ramus menujukkan nilai p = 0.016 (p < 0.05). Hubungan antara jenis kelamin terhadap angulasi gigi molar 3 rahang bawah menunjukkan nilai p = 0.28 (p >0.05). Hubungan antara suku terhadap jarak antara gigi molar 2 ke ascending ramus dan angulasi gigi molar 3 rahang bawah menunjukkan nilai p >0.05. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin pasien dan jarak dari distal gigi molar 2 rahang bawah ke ascending ramus. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan angulasi gigi molar 3 rahang bawah impaksi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara suku dengan angulasi gigi molar 3 rahang bawah impaksi dan jarak dari distal gigi molar 2 ke ascending ramus.

Background: Impacted mandibular third molar angulation is related to several pathological oral conditions. The width of space between mandibular second molar and ascending ramus influences the likelyhood of there being an impacted mandibular third molar. Several studies suggests that both gender and ethnicity may play a role on determining the former and latter. Objective: Study the influence of patient gender and ethnicity towards impacted mandibular third molar angulation and width of space between mandibular second molar and ascending ramus. Method: Patient medical records containing panoramic radiographs are collected. Measurements of angulation and space width are conducted using a ruler and ruler arc. Measurement results will be correlated to patient gender and ethnicity written on medical record. Result: Relationship between patient gender and width of space between mandibular second molar and ascending ramus resulted in a p value of 0.016 (p < 0.05). Relationship between gender and mandibular third molar angulation resulted in a p value of 0.28 (p > 0.05). The impact of ethnicity towards both mandibular third molar angulation and width of space between mandibular second molar and ascending ramus resulted in a p value higher than 0.05. Conclusion: Gender has a significant influence on the width of space between mandibular second molar and ascending ramus. Gender and ethnicity has an insignificant influence on mandibular third molar angulation. Ethnicity has an insignificant influence on the width of space between mandibular second molar and ascending ramus."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library