Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Dwiatmi Dewijanti
"Telah dilakukan uji aktivitas antidiabetes dari daun salam (Syzygium polyanthum (Waigh) Walp, yang berasal dari kebun tanaman bumbu di Kebun Propinsi Puspiptek, dengan melakukan maserasi dalam pelarut etanol 70% lalu dipartisi menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan butanol. Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa yang teraktif adalah fraksi ethil acetat maka dilakukan isolasi pada fraksi etil asetat dengan teknik kromatografi kolom lambat, dengan menggunakan fase gerak secara gradien (klorofom-metanol). Dipredeksikan ada beberapa senyawa dari isolat C1 (Quercetagetin; Lucialdehyde B; Valine dan Isomaltose), dari isolat C3 (Quercetagetin; Quercetin; 10-OAcetylgeniposidic acid; Bergenin; Gallic acid), dan dari isolat C5 (Feroxidin; Digiprolactone; Epianhydrobelachinal; 3,7-Dimethyloctane-1,3,6-triol; 5α,8α- Epidioxyer-gosta-6,22-dien-3β-ol; Lucialdehyde B) yang masing-masing telah diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis, FT-IR, LCMSMS. Hasil uji aktivitas antidiabetes dengan persen penghambatan pada 100 ug/mL berturut-turut adalah isolat C1 (90,46 ± 1,04), isolat C3 (65,99 ± 3,08) dan isolat C5 (49,00 ± 1,04) dan uji aktivitas antioksodan persen penghambatan pada 100 ug/ml berturutturut isolat C1 (80,32 ± 0,83), isolat C3 (93,94 ± 0,81), dan C5 (34,37 ± 3,30). Hasil analisa NMR dan instrumen lain menunjukkan dalam isolat C3 terdapat galic acid, yang merupakan antioksidan, memperkuat hasil uji aktivitas anti oksidan tertinggi pada isolat C3. Pengujian juga dilakukan pada ekstrak air daun salam dari Jawa Timur (SJT), Jawa Tengah (SJTeng), dan Jawa Barat (SJB), hasilnya aktivitas tertinggi adalah salam yang berasal dari Jawa Tengah (SJTeng) dan dipredeksikan salam dari daerah Jawa Timur (SJT) mengandung senyawa (quercetin dan coniferin) dari Jawa Tengah (SJTeng) mengandung (quercetin dan juncusol) sedangkan Jawa Barat (SJB) mengandung (quercetin, danretucine).

An antidiabetic activity test has been carried out from bay leaves (Syzygium polyanthum (Waigh) Walp, which comes from spice plantations in Puspiptek Province Gardens, by maceration in 70% ethanol solvent and then partitioned using n-hexane, ethyl acetate and butanol solvents. Previously, observed that the most active was the ethyl acetate fraction and isolation was carried out from ethyl acetate fraction by slow column chromatography, using a gradient mobile phase (chloroform - methanol). It was predicted that there were several compounds from isolate 1 (Quercetagetin Lucialdehyde B; Valine and Isomaltose), from isolate 3 (Quercetagetin; Quercetin; 10-O-Acetylgeniposidic acid; Bergenin; Gallic acid), and from isolate 5 (Feroxidin; Digiprolactone; Epianhydrobelachinal; 3,7- Dimethyloctane-1,3, 1,3 6-triol; 5α, 8α) -Epidioxyer-gosta-6,22-dien-3β-ol; Lucialdehyde B) which has been identified by UV-Vis, FT-IR, LCMSMS spectrophotometer. These compounds have antidiabetic activity with inhibition percentage in 100 ug/mL (IC50 values) respectively: C1 (90,46 ± 1,04), C3 (65,99 ± 3,08), and C5 (49,00 ± 1,04). Meanwhile, the antioxidant activity of C1, C2, and C3 were 80,32 ± 0,83; 93,94 ± 0,81; and 34,37 ± 3,30 respectively. The identification of chemical structure prediction obtained by NMR and other instruments showed galic acid is one of the best candidate which also showed the highest antioxidant value. Tests were also carried out on the originating bay leaf water extracts from East Java (SJT), Central Java (SJTeng) and West Java (SJB), where the highest activity results were greetings originating from Central Java (SJTeng) and predicted greetings from the East Java region (SJT) containing compounds (quercetin and coniferin) from Central Java (SJTeng) containing (quercetin and juncusol) while West Java (SJB) containing (quercetin, and retucine)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T54570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Zielda Najib
"Indonesia merupakan negara urutan ke-5 dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) setelah China, India, USA, dan Brazil. Penderita DM terus meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kemakmuran dan gaya hidup manusia. Penelitian ini bertujuan untuk standardisasi, uji toksisitas akut dan aktivitas antidiabetes ekstrak etanol Garcinia daedalanthera Pierre. Standardisasi meliputi pemeriksaan mikroskopik dan makroskopik, parameter fitokimia, penapisan fitokimia, anal isis cemaran mikroba dan logam berat, uji toksisitas akut meliputi pengujian dengan BSLT dan pengujian terhadap mencit DDY berusia 8 minggu dengan dosis 5, 50, 500, 5000, 10000 dan 20000 mg/kgBB, dan uji aktivitas anti diabetes terhadap tikus wistar jantan dengan dosis 1, 10 dan 100
mg/kgBB. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak Garcinia daedalanthera mengandung flavonoid, saponin, tanin, steroid dan senyawa fenol. Kadar air sebesar 2,35%, kadar abu 2,51 %, kadar abu tidak larut asam 0,05%, kandungan total fenol sebesar 83,33 g GAEIlOOg dan kandungan total flavonoid sebesar 2g QEIlOOg. LCso ekstrak Garcinia daedalanthera sebesar 435,75 ~g/mL dan LDso diatas 20000 mg/kgBB. Ekstrak Garcinia daedalanthera memiliki aktivitas antidiabetes dengan menurunkan kadar glukosa puasa dan postprandial secara bermakna. Penelitian kami mengindikasikan bahwa ekstrak Garcinia daedalantera mempunyai efek antidiabetes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T57591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Fajar Utami
"Tanaman kayu tuah (Antidesma celebicum Miq.) merupakan anggota suku Euphorbiaceae, memiliki daun yang secara tradisional digunakan sebagai obat antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan elusidasi struktur senyawa aktif penghambat aktivitas α-glukosidase dari ekstrak etanol daun kayu tuah (Antidesma celebicum Miq.). Isolasi senyawa dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60. Penentuan struktur senyawa kimia dilakukan dengan menganalisis data spektroskopi IR, MS, NMR dan diperoleh senyawa asam galat; 3,4,5 trihidroksi-1-metoksibenzena; dioktil ftalat; dan asam dekanoat. Pengujian aktivitas senyawa terhadap aktivitas penghambatan α-glukosidase secara in vitro menunjukkan nilai IC50 masing-masing 0,057; 0,077; 0,206; 0,182 mM dengan menginhibisi α-glukosidase secara kompetitif campuran.
......Antidesma celebicum Miq. belongs to Euphorbiaceae family has been used as antidiabetic traditional medicine. The aim of the research was to isolate and elucidate the α-glucosidase inhibitory compound from ethanol extract of Antidesma celebicum leaves. The isolation have been done using column chromatography silica gel 60 and the structure was determinated base on spectral data of IR, MS, NMR. The result showed that the isolation obtained gallic acid; 3,4,5 trihydroxy-1-methoxybenzene; dioctyl phthalate; and decanoic acid as α-glucosidase inhibitor with IC50 value of 0.057; 0.077; 0.206; 0.182 mM and the type of inhibition is mixed competitive."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T41687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusman Santika
"Kristal minyak kapur diisolasi dari minyak Dryobalanops aromatica kemudian dioksidasi menjadi camphor. Camphor kemudian direaksikan dengan thiosemicarbazide, etil-2-chloroacetoacetate dan katalis NaOAc untuk membentuk camphor thiazole. Kemudian, senyawa tersebut direaksikan dengan hydrazine/phenylhydrazine. Kristal minyak kapur, kristal camphor, camphor thiazole, camphor thiazole hydrazine dan camphor thiazole phenylhydrazine berhasil disintesis dengan %yield masing-masing adalah 1,50%; 15,84%; 3,48%; 58,21% dan 32,65% serta dikarakterisasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), FT-IR, UV-Vis, dan GC-MS/LC-MS. Aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode radikal bebas DPPH. Diketahui bahwa minyak kapur, Kristal minyak kapur, Camphor thiazole Hydrazine dan Camphor thiazole Phenylhydrazine memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 secara berurutan sebesar 4293 ppm, >10.000 ppm, 6,93 ppm dan 8,80 ppm. camphor thiazole hydrazine memiliki aktivitas antioksidan paling kuat, krsital camphor tidak menunjukan aktivitas antioksidan, sedangkan camphor thiazole tidak cocok untuk dilakukan pengukuran antioksidan dengan menggunakan metode radikal bebas DPPH. Aktivitas antidiabetes diukur menggunakan enzim alfa glukosidase. Diketahui camphor thiazole, camphor thiazole hydrazine dan camphor thiazole phenylhydrazine memiliki nilai IC50 berurutan adalah 869,06 ppm, >2000 ppm dan 1893,40 ppm. Senyawa camphor thiazole diketahui memiliki aktivitas inhibisi yang paling baik terhadap enzim alfa glucosidase
......Camphor crystals were isolated from Dryobalanops aromatica oil. Camphor were reacting with thiosemicarbazide, ethyl-2-chloroacetoacetate and NaOAc catalyst to form camphor thiazole. This compound then reacted with hydrazine/phenylhydrazine. D. aromatica crystals, camphor crystals, camphor thiazole, camphor thiazole hydrazine and camphor thiazole phenylhydrazine were successfully synthesized with %yields of 1.50%; 15.84%; 3.48%; 58.21% and 32.65%, respectively and characterized using Thin Layer Chromatography (TLC), FT-IR, UV-Vis, and GC-MS/LC-MS. Antioxidant activity was measured using the DPPH free radical method. It is known that D. aromatica oil, D. aromatica crystals, camphor thiazole hydrazine and camphor thiazole phenylhydrazine have antioxidant activity with IC50 values ​​of 4293 ppm, >10,000 ppm, 6.93 ppm and 8.80 ppm, respectively. camphor thiazole hydrazine has the strongest antioxidant activity, camphor crystals do not show antioxidant activity, while camphor thiazole is not suitable for measuring antioxidants using the DPPH free radical method. Antidiabetic activity was measured using the alpha glucosidase enzyme. It is known that camphor thiazole, camphor thiazole hydrazine and camphor thiazole phenylhydrazine have IC50 values ​ 869.06 ppm, >2000 ppm and 1893.40 ppm, respectively. Camphor thiazole are known to have the best inhibitory activity against the alpha glucosidase enzyme."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Najib
"Tanaman Acorus calamus L. adalah anggota suku Acoraceae, memiliki rimpang yang mengandung bermacam-macam komponen kimia, dan secara turun temurun telah digunakan sebagai bahan obat termasuk diantaranya sebagai obat antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menentukan struktur senyawa aktif inhibitor ?-glukosidase dalam fraksi n-butanol dari rimpang A. calamus L. Isolasi senyawa dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi kolom dengan guide line uji aktivitas ?-glukosidase. Penentuan struktur senyawa kimia dilakukan dengan menganalisis data spektroskopi UVVis, MS, IR, 1H-NMR dan 13C-NMR, dan diperoleh senyawa dengan rumus molekul C10H10O4 (1,1'-(1,4-phenylene)bis(2-hydroxyethanone) dan berat molekul 194. Pengujian aktivitas senyawa yang selanjutnya disebut AFB (Acorus Fraksi Butanol) terhadap inhibisi enzim ?-glukosidase secara in vitro menunjukkan bahwa senyawa AFB, mampu menghambat aktivitas enzim ?-glukosidase dengan nilai IC50 17,89 µg/mL.

Acorus calamus L. belonging to Acoraceae family has been known as having many active compounds and use in the traditional medication, including as antidiabetic. The aim of the research was to isolate and determine the ?-glucosidase inhibitory active compound from n-butanolic fraction of A. calamus L. rhizomes. The isolation was done using column chromatography method with ?-glucosidase bioassay guide line and the structure determinated was done based on spectral data of UV-Vis, MS, IR, 1H-NMR and 13C-NMR, give result compound with molecular formula C10H10O4 (1,1'-(1,4-phenylene)bis(2- hydroxyethanone) and molecular weight 194 and then named ABF (Acorus Butanol Fraction). Inhibitory assay of ABF compound activity by in vitro method using enzyme ??glucosidase. The result showed that the active compound as enzyme inhibitor with IC50 value of 17.89 µg/mL."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29052
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitiyanti
"Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki potensi dan digunakan untuk pengobatan tradisional. Efek farmakologi tanaman binahong dapat digunakan sebagai alternatif menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadi perubahan pada farmakodinamika dan farmakokinetika obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika kombinasi ekstrak daun binahong dengan glibenklamid yang diberikan secara oral sebagai antidiabetes. Penelitian ini dilakukan secara ekperimental dan non ekperimental. Penelitian eksperimental dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakodinamika untuk efek antidiabetes dengan metode pengukuran kadar glukosa secara enzimatik. Kadar glukosa darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi pakan tinggi lemak (sukrosa 20 %, lemak sapi 20 %, mentega 10% dan pakan standar 50 %) dan setelah pemberian sediaan uji. Pengambilan sampel darah digunakan untuk pengujian TTGO, profil asam amino dan profil asam lemak. Bagian kedua adalah pengujian interaksi farmakokinetika dengan mengambil darah tikus pada titik tertentu setelah pemberian ekstrak daun binahong dan obat glibenklamid. Konsentrasi glibenklamid diukur dengan menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks, T1/2 dan Ke. Penelitian non ekperimental dilakukan drug design untuk memprediksikan ikatan antara kandidat molekul obat glibenklamid dan vitexin (senyawa yang terdapat dalam ekstrak binahong) sebagai antidiabetes dengan protein target CYP3A4 secara in silico dengan menggunakan molecular docking serta memprediksi interaksi antarprotein. Hasil uji pada farmakodinamika diperoleh kadar glukosa darah pada kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal namun persentase penurunan kadar glukosa pada hari ke 21 terbesar terdapat pada kelompok kontrol positif. Pada pengujian tes toleransi glukosa kelompok kombinasi memperoleh nilai AUC sebanding dengan nilai AUC kelompok positif yang diberi glibenklamid. Hasil penelitian pada profil asam lemak dan profil asam amino menunjukkan kelompok kombinasi obat dengan ekstrak daun binahong mengalami penurunan asam lemak dan peningkatan asam amino. Hasil uji profil farmakokinetika glibenklamid berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak daun binahong. Pemberian glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70mg/kgBB) dapat menurunkan AUC dan Cmaks serta memperpanjang Tmaks. Hasil energi bebas gibs (ΔG) pada molecular docking diperoleh nilai glibenklamid dan vitexin yang berikatan dengan reseptor CYP3A4 dengan score ChemPLP sebesar -4,4 kkal/mol, glibenclamid dengan reseptor -3,2 kkal/mol dan vitexin dengan reseptor yaitu -3,2 kkal/mol, dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak. Persentase penurunan kadar glukosa darah lebih tinggi pada kelompok yang hanya diberikan glibenklamid 4,5 mg/kgBB (kelompok positif), sementara pada kelompok pemberian tunggal (ekstrak binahong dosis 1,2 dan 3), mengalami penurunan kadar glukosa tetapi tidak lebih tinggi persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Pada uji farmakokinetika pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70 mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar obat glibenklamid dalam plasma tikus.
......Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) is a natural ingredient with potential and is used in traditional medicine. The pharmacological effect of the binahong plant can be used as an alternative to lower blood glucose levels. Previous studies have reported that the concomitant use of herbs with synthetic drugs can cause changes in the pharmacodynamics and pharmacokinetics of synthetic drugs. Information regarding the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, so it is necessary to know the effectiveness of using these combinations. This study aims to prove the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of the combination of binahong leaf extract with glibenclamide administered orally as an anti-diabetic. This research was conducted experimentally and non-experimentally. Experimental research is divided into two parts. The first step is to test the pharmacodynamic interactions for the anti-diabetic effect using the enzymatic method of measuring glucose levels. Blood glucose level pressure was measured before treatment, after induction of a high-fat diet (20% sucrose, 20% beef fat, 10% butter, and 50% standard feed), and after administration of the test preparation. Blood sampling was used for testing OGTT, the amino acid profile, and the fatty acid profile. The second part is testing pharmacokinetic interactions by taking rat blood at a certain point after administration of binahong leaf extract and glibenclamide drug. The concentration of glibenclamide was measured using ultra-high performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (KCKUT-SM/SM), then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, and Ke values were calculated. Non-experimental research was conducted with drug design to predict the bond between candidate drug molecules glibenclamide and vitexin, one of the compounds contained in binahong extract as an anti-diabetic with CYP3A4 target protein in silico, by using molecular docking and predicting interactions between proteins. The results of the pharmacodynamic test obtained blood glucose levels in the combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW), and dose 3 (70mg/kg BW) can reduce blood glucose levels back to normal, but the percentage of decrease in glucose levels on the 21st day is greatest in the positive control group. In the glucose tolerance test, the combined group obtained an AUC value comparable to the one in the positive group given glibenclamide. The study's results on the fatty acid profile and amino acid profile showed that the combination group of drugs with binahong leaf extract experienced a decrease in fatty acids and an increase in amino acids. The test results of the pharmacokinetic profile of glibenclamide were different between a single administration and a combination of binahong leaf extract. Giving glibenclamide (4.5mg/kg BW) with binahong leaf extract (70mg/kg BW) can reduce AUC and Cmax and prolong Tmax. The results of gibs free energy (ΔG) on molecular docking obtained the values of glibenclamide and vitexin, which bind to the CYP3A4 receptor with a ChemPLP score of -4.4 kcal/mol, glibenclamide with a receptor -3.2 kcal/mol and vitexin with a receptor of-3,2 kcal/mol. Conclusion The results of this study show that the administration of a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW) and dose 3 (70mg/kg BW) orally can lower blood glucose levels in rats induced by a high-fat diet, but the percentage reduction in blood glucose levels was better in the group that was only given glibenclamide 4.5 mg/kgBW (positive group), while in the group that was only given binahong extract doses of 1,2 and 3 also experienced a decrease in glucose levels but the percentage decrease in glucose levels was not greater than the positive control group. In the pharmacokinetic test orally administering a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Pramesti Artha
"Alfa-glukosidase merupakan enzim yang berperan menghidrolisis polisakarida menjadi glukosa. Inhibitor alfa-glukosidase menunda pencernaan karbohidrat dengan menghambat kerja enzim alfa-glukosidase. Syzygium polyanthum Wight Walp. merupakan salah satu tanaman yang dapat menjadi inhibitor alfa-glukosidase. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiabetes dengan metode penghambatan alfa-glukosidase terhadap ekstrak etanol 70 daun Syzygium polyanthum Wight Walp. dari beberapa daerah di Jawa Barat Sukabumi, Bogor, dan Banten , penetapan kadar fenol dan flavonoid total, serta penapisan fitokimia. Metode ekstraksi yang digunakan adalah refluks, sedangkan untuk metode penetapan kadar fenol dan flavonoid menggunakan metode kolorimetri. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70 daun Syzygium polyanthum Wight Walp. dari Sukabumi, Bogor, dan Banten memiliki aktivitas penghambatan enzim alfa-glukosidase dengan nilai IC50 sebesar 14,62; 12,95; dan 16,44 g/mL. Aktivitas penghambatan tertinggi ditemukan pada ekstrak yang berasal dari Bogor 12,95 g/mL . Ekstrak etanol 70 dari Sukabumi, Bogor, dan Banten ini memiliki kadar fenol total sebesar 98,383; 119,423; dan 63,867 mgGAE/g ekstrak. Kadar fenol tertinggi diperoleh dari ekstrak yang berasal dari Bogor 119,423 mgGAE/g ekstrak . Ekstrak etanol 70 dari Sukabumi, Bogor, dan Banten ini memiliki kadar flavonoid total 4,222; 8,062; 13,062 mgQE/g ekstrak. Kadar flavonoid tertinggi diperoleh dari ekstrak yang berasal dari Banten 13,062 mgQE/g ekstrak . Hasil penapisan fitokimia pada ekstrak etanol 70 daun Syzygium polyanthum Wight Walp. dari Sukabumi, Bogor, dan Banten menunjukkan bahwa ekstrak ini mengandung flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, dan terpenoid.

Alpha glucosidase is an enzyme that plays a role in hydrolyzing polysaccharides into glucose. Inhibitor alpha glucosidase folds digestion carbohydrate by inhibiting alpha glucosidase enzyme work. Syzygium polyanthum Wight Walp. is one of the plants that can be an alpha glucosidase inhibitor. The aim of this study was to test the antidiabetic activity with alpha glucosidase inhibition method toward ethanol extract 70 Syzygium polyanthum Wight Walp. leaves from some regions in West Java Sukabumi, Bogor and Banten , determination of total phenol and flavonoid levels, and phytochemical screening. The extraction method used is reflux and using colorimetric method for determination of total phenol and flavonoid level. The results showed that ethanol extract 70 Syzygium polyanthum Wight Walp. leaves from some regions in West Java Sukabumi, Bogor, and Banten had inhibitory activity of alpha glucosidase enzyme with IC50 value of 14.62 12.95 and 16.44 g mL. The highest inhibitory activity was found in extract from Bogor 12.95 g mL . 70 ethanol extract from Sukabumi, Bogor, and Banten has a total phenol content of 98,383 119,423 and 63.867 mgGAE g extract. The highest total phenol content was found in extract from Bogor 119,423 mgGAE g extract . 70 ethanol extract from Sukabumi, Bogor, and Banten has a total flavonoid content of 4,222 8,062 13,062 mgQE g extract. The highest total flavonoid content was found in extract from Banten 13,062 mgQE g extract . The results of phytochemical screening on ethanol extract 70 of Syzygium polyanthum Wight Walp. leaves from Sukabumi, Bogor, and Banten shows this extract contains flavonoids, alkaloids, tannins, saponins, and terpenoids."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Regina Natalia Saraswati
"ABSTRACT
Dalam perkembangan penelitian, diketahui enzim SIRT-1 berperan penting dalam metabolisme gula darah dalam tubuh manusia dan dapat dijadikan target terapi untuk T2DM. Antidiabetes diyakini merupakan aktivator dari enzim tersebut. Dengan diaktifkannya SIRT-1 pada daerah aktivator, SIRT-1 dapat menurunkan resistensi insulin dan kadar gula darah. Namun belum pernah dilakukan penelitian efek antidiabetes terhadap daerah katalitik SIRT-1. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas dari senyawa antidiabetes golongan sulfonilurea, meglitinid, biguanid, thiazolidindion, dan alfa-glukosidase inhibitor terhadap enzim SIRT-1 kode PDB: 4I5I secara in silicodan in vitro. Penelitian secara in silicodilakukan menggunakan AutoDock, dan dilanjutkan secara in vitromenggunakan alat Glomax Discover, kit SIRT-GloTMAssay and Screening System, dan sampel senyawa antidiabetes metformin dan gliklazid. Hasil penambatan pada senyawa antidiabetes terhadap daerah katalitik enzim SIRT-1 memberikan energi ikatan yang baik; glimepiride dengan hasil tertinggi yaitu -9,05 kkal/mol dan acarbose sebesar -2,01 kkal/mol. Hasil pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa senyawa antidiabetes memiliki potensi aktivator dengan intensitas luminesens yang tinggi. Pada data di menit ke-30 dan ke-45, metformin memberikan EC50 sebesar 11,59 mM dan 25 mM; gliclazide, di sisi lain, memberikan EC50 yang lebih baik sebesar 6,609 mM dan 0,1008 mM. Data penelitian menunjukkan bahwa senyawa antidiabetes memiliki ikatan yang baik pada daerah katalitik, namun memiliki mekanisme yang lebih kuat sebagai aktivator enzim SIRT-1 terutama gliclazide.

ABSTRACT
Researches throughout the years found that SIRT 1, a metabolism regulating enzyme, played a role in glucose metabolism and can be used as a targeted therapy for T2DM. Antidiabetic drugs are believed to be the activator of this enzyme. Activation of SIRT 1 can lower blood glucose and also improve insulin resistance. But research on the effect of antidiabetic drugs on the catalytic domain of SIRT 1 has never been done. This study aims to observe the activity of sulfonylurea, meglitinid, biguanid, thiazolidindion, and alpha glucosidase inhibitor antidiabetic drug classes against the SIRT 1 enzyme PDB code 4I5I through in silicoand in vitro. In silicostudy was conducted using AutoDock, and confirmed through in vitrousing Glomax Discover tool, SIRT GloTMAssay and Screening System kit, and metformin and gliclazide as samples of antidiabetic drugs.The result shows that the antidiabetic drugs has good binding energy towards the catalytic domain glimepiride has the smallest binding energy that is 9.05 kkal mol and acarbose with the biggest binding energy that is 2.01 kkal mol. In vitroresults show that the antidiabetic drugs have the activator potency with high luminescence intensity. Data shown in minute 30 and 45, the EC50 of metformin are 11.59 mM and 25mM gliclazide, on the other hand, has better EC50 which are 6.609 mM and 0.1008 mM. This results show that antidiabetic drugs have a promising binding energy in the catalytic domain, but have stronger mechanism as an activator towards SIRT 1 especially gliclazide."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lini Anisfatus Sholihah
2012
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Laelasari
"ABSTRAK
Diabetes mellitus tipe 2 DMT2 adalah suatu kondisi ketika sel tubuh resisten terhadap insulin yang dihasilkan oleh sel ? pankreas. World Health Organization WHO memperkirakan prevalensi penderita DMT2 akan terus meningkat terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pengobatan diabetes jangka panjang, pola peresepan yang beragam dan perbedaan harga insulin dibandingkan sulfonilurea dan biaguanid menyebabkan perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk terapi. Penelitian merupakan analitik deskriptif dengan desain cross sectional.Penelitian dilakukan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan efisiensi biaya antidiabetes pada pasien DMT2 rawat jalan di RSK Dr. Sitanala Tangerang pada periode April 2015 - Juni 2015 yang mengkomsumsi obat yang sama selama 4 bulan terakhir. Subjek penelitian dibagi menjadi tiga kelompok yaitu yang menggunakan insulin n=29 , yang menggunakan obat sulfonilurea n=29 dan yang menggunakan kombinasi sulfonilura-biguanid n=39 .Efektivitas pengobatan dilihat dari nilai HbA1c pasien dan analisis antidiabetes dari segi efektivitas pengobatan dan biaya dilakukan dengan menggunakan Cost Effectiveness Analysis CEA . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien DMT2 berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki yaitu 68 orang 65,96 dengan rata-rata usia pasien DMT2 yaitu 50-59 tahun. Efektivitas tertinggi dihasilkan oleh kombinasi sulfonilurea-biguanid yaitu 7,48 1,89. Nilai ACER Average cost effectiveness ratio kelompok insulin adalah Rp. 40.866, kelompok sulfonilurea adalah Rp. 1.369 dan kelompok kombinasi sulfonilurea-biguanid adalah Rp. 2.621. Nilai ICER incremental cost effectiveness ratio untuk terapi sulfonilurea-biguanid terhadap terapi sulfonilurea adalah Rp. 16.194. Berdasarkan analisis yang dilakukan, terapi kombinasi sulfonilurea-biguanid lebih cost effective dibandingkan terapi insulin ataupun terapi sulfonilurea tunggal.

ABSTRACT
Type 2 diabetes mellitus T2DM is a condition when the body cells are resistant to insulin produced by the pancreas cells. World Health Organization WHO estimates that the prevalence of type 2 diabetes will continue to increase, especially in developing countries, including Indonesia. Long term diabetes treatment, prescribing pattern varied and the price difference compared to sulfonylurea insulin and biaguanid cause differences in costs incurred for treatment. The research is descriptive analytic with cross sectional design.The study was conducted to examine the effectiveness and cost efficiency antidiabetic treatment in patients with type 2 diabetes outpatient Dr. Sitanala Leprosy Hospital in Tangerang in the period April 2015 June 2015 were consuming the same drug during the last 4 months. Subjects were divided into three groups who use insulin n 29 , which uses a sulfonylurea drug n 29 and those using sulfonilura biguanide combination n 39 .The effectiveness of treatment views of HbA1c values of patients and analysis of antidiabetic terms of the effectiveness of treatment and the cost is done by using the Cost Effectiveness Analysis CEA . Results showed that patients with type 2 diabetes were female more than male patients ie 68 65.96 with an average age of patients with type 2 diabetes that is 50 59 years. The highest effectiveness generated by the combination of sulfonylurea biguanide is 7.48 1.89. Value ACER Average cost effectiveness ratio insulin group is Rp. 40 866, sulfonylurea group is Rp. 1369 and the combination of sulfonylurea biguanide group is Rp. 2,621. Value ICER incremental cost effectiveness ratio for the treatment of sulfonylurea biguanide to sulfonylurea therapy is Rp. 16 194. Based on the analysis performed, sulfonylurea biguanide combination therapy is more cost effective than sulfonylurea insulin therapy or single therapy."
2017
T47346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>