Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 3 Document(s) match with the query
cover
Syifa Khaista Khairunnisa
"Resin adalah metabolit sekunder dari mekanisme metabolisme tanaman. Malassezia globosa adalah jamur yang umum muncul di kulit tetapi dapat menjadi infeksi oportunistik jika terbentuk dalam jumlah yang tidak wajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aktivitas antijamur resin Belitung. Resin yang digunakan adalah resin Mampat yang didapatkan dari pohon Jangkar Asam dan resin Betor Padi yang didapatkan dari pohon Tanjung Pandan. Ekstraksi resin dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 70% etanol selama 8 jam. Ekstrak resin kemudian dikaji dengan cara LC-MS/MS dan di uji antijamur terhadap Malassezia globosa menggunakan metode mikrodilusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat 9 senyawa terindentifikasi untuk kedua resin, dengan Hederagenin dan DAPG sebagai senyawa pada resin Mampat yang mempunyai fungsi antijamur dan Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin sebagai senyawa pada resin Betor Padi yang mempunyai fungsi antijamur. Uji antijamur menunjukkan bahwa resin Mampat tidak mempunyai aktivitas antijamur yang cukup kuat dibandingkan ketokonazol sebagai kontrol positif, sedangkan absorbansi pada resin Betor Padi lebih kecil daripada ketokonazol, menunjukkan bahwa resin Betor Padi mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur Malassezia globosa.

Resin is a secondary metabolite produced by plants from its metabolism mechanism. Malassezia globosa is a fungal that usually formed in skin but can be opportunistic pathogen in extensive amount. This research was conducted to explore the antifungal activity of resin obtained from Belitung. The resin used are Mampat resin from Jangkar Asam tree and Betor Padi resin from Tanjung Pandan tree. Resin is extracted by maceration using 70% ethanol for 8 hours. The resin extract then identified by LC-MS/MS and tested for its antifungal activity against Malassezia globosa using the broth-microdilution method. The result has found that there are 9 compounds identified for both Mampat and Betor Padi resin with Hederagenin and DAPG is the antifungal property in Mampat resin and Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin are the antifungal property in Betor Padi resin. The antifungal test shown that Mampat resin does not have an ideal antifungal activity compared to ketoconazole as the positive control, contrary to Betor Padi resin that appeared to have lower absorbance than the ketoconazole, meaning that Betor Padi resin has the potential to interfere the growth of Malassezia globosa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Andita Sari
"Latar Belakang Cengkeh (Syzygium aromaticum) merupakan bunga kering asli Indonesia yang mempunyai sifat antimikroba, dan antijamur. Salah satu senyawa bioaktif yang berperan sebagai antijamur adalah eugenol. Candida glabrata merupakan salah satu spesies kandida yang memiliki angka kematian akibat infeksi kandida tertinggi. Infeksi Candida glabrata merupakan tantangan untuk diobati karena tingginya resistensi terhadap obat antijamur. Mengeksplorasi efek senyawa alami seperti ekstrak cengkeh dapat menjadi alternatif untuk mengobati kandida mematikan ini. Metode Terdapat lima konsentrasi ekstrak cengkeh (Syzygium aromaticum) berbeda yang digunakan yaitu 4, 8, 16, 32, dan 64 ug/ml pada isolat Candida glabrata. Efek antijamur ekstrak cengkeh diuji menggunakan metode difusi agar dan mikrodilusi kaldu. Hasil Pada difusi agar, seluruh konsentrasi ekstrak cengkeh tidak menunjukkan adanya zona hambat terhadap Candida glabrata, sehingga analisis statistik tidak dapat dilakukan. Pada mikrodilusi diperoleh hasil One Way Anova p=0,0620 (p≥ 0,05) yang berarti, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara masing-masing kelompok perlakuan dalam menghambat pertumbuhan Candida glabrata. Namun, konsentrasi 4,8,16, dan 32 ug/ml kemungkinan mampu menghambat Candida glabrata lebih efektif dibandingkan flukonazol berdasarkan interpretasi nilai ΔOD antara sebelum dan sesudah masa inkubasi. Konsentrasi 32 ug/ml adalah konsentrasi yang paling baik untuk menghambat pertumbuhan Candida glabrata. Kesimpulan Semua kelompok perlakuan (4, 8, 16, 32, dan 64 ug/ml) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam menghambat Candida glabrata. Namun ekstrak cengkeh (Syzygium aromaticum) berpotensi memiliki efek antijamur terhadap Candida glabrata dan konsentrasi 32 ug/ml adalah konsentrasi yang mungkin paling baik menghambat pertumbuhan Candida glabrata.

Introduction Cloves (Syzygium aromaticum) are dried flowers native to Indonesia which have antimicrobial and antifungal properties. One of the bioactive compounds acts as an antifungal is eugenol. Candida glabrata has the highest death rate due to candida infections. Candida glabrata infections are challenging to treat due to their high resistance to antifungal drugs. Exploring the effects of natural compounds such as clove extract could be an alternative for treating this deadly candida. Method There were five different clove extract (Syzygium aromaticum) concentrations used which were 4, 8, 16, 32, and 64 ug/ml. The antifungal effect was tested using agar diffusion and broth microdilution. Results On agar diffusion, all concentrations of clove extract didn’t show any inhibition zone against Candida glabrata, statistical analysis couldn’t be carried out. On microdilution, One Way Anova results obtained were p=0.0620 (p≥ 0.05), which means that there was no significant difference between each treatment group to inhibit the growth of Candida glabrata. However, concentrations of 4, 8, 16, and 32 ug/ml may be able to inhibit Candida glabrata more effectively than fluconazole based on the ΔOD. A concentration of 32 ug/ml might the best concentration to inhibit the growth of Candida glabrata. Conclusion All treatment groups (4, 8, 16, 32, and 64 ug/ml) didn’t show significant differences in inhibiting Candida glabrata. However, clove extract (Syzygium aromaticum) has the potential to have an antifungal effect against Candida glabrata and a concentration of 32 ug/ml might be the concentration that best inhibit the growth of Candida glabrata."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairu Nuzula
"Lantanida banyak diaplikasikan sebagai sistem penghantaran obat. Ini disebabkan sifat flourosensinya yang baik. Selain itu lantanida diduga memiliki aktivitas antijamur. Sementara Kitosan adalah matriks yang umum digunakan dalam sistem penghantaran obat. Matriks Kitosan sebagai penghantar obat berkoordinasi dengan lantanida memiliki potensi yang penting dalam studi penghantaran obat. Dalam studi pengantaran obat, sifat toksisitas menjadi pent ing karena obat yang digunakan tidak boleh membahayakan tubuh. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui toksisitas dari sistem penghantaran obat komposit kitosan termodifikasi lantanida dan Fe3O4. Selain itu penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui potensi lantanida sebagai obat antijamur. Dari penelitian didapatkan bahwa komposit obat yang didapatkan memiliki toksisitas LC50 pada Artemia salinia sebesar 3600-3900 ppm yang masih memenuhi standar toksisitas. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa lantanida ketika berkoordinasi dengan model obat ataupun dengan kitosan sebagai ligan dapat meningkatkan aktivitas antijamurnya dibanding dengan lantanida ataupun ligan tanpa koordinasi.

Lanthanides applied mainly in drug delivery system because of its good flourosence property. Furthermore, lanthanides is considered as an active antifungal agent. Chitosan matrices to bind a coordinated lanthanides-drug composite have great potential in terms of controlled release in vivo study. In drugs release, the drugs may not inhibit a potential toxicity because of clinical reason. This research is to determine the toxicity o a samarium and iron-oxide modified chitosan composite. From the research it is determined that the toxicity LC50 of composite is ranging from 3600 to 3900 ppm in Artemia salina which is still acceptable toxicity. The antifungal activity of the composite also determined better than the precursor and ligands when not coordinated complex.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library