Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raphael Elvin
"Tulisan ini menganalisis penerapan pembatalan perkawinan yang diatur dalam hukum perdata Indonesia dan secara Kitab Hukum Kanonik terhadap Putusan No. 1222/Pdt.G/2021/PN Dps. Tulisan dilakukan secara doktriner ditambah wawancara dengan Pastor Albertus Hendaryono. Perkawinan secara sipil mengatur hal-hal dari syarat-syarat sampai akibat perkawinan, kalau secara Katolik, juga sama dengan perbedaan utamanya tidak ada perceraian. Untuk hukum perdata Indonesia, perkawinan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975, berhubung pengaturan-pengaturan tersebut membuat perkawinan dalam KUHPerdata sebagian besar tidak berlaku. Secara Katolik, perkawinan berdasarkan Kitab Hukum Kanonik. Jika syarat-syarat perkawinan tidak diikutisecara hukum perdata Indonesia atau secara Katolik, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan dan dianggap tidak pernah terjadi, karena perkawinan tidak sah. Pembatalan perkawinan secara hukum perdata Indonesia dan Katolik memiliki inti yang sama, hanya saja terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaannya. Pada Putusan No. 1222/Pdt.G/2021/PN Dps, suatu perkawinan Katolik digugat cerai oleh sang suami (Penggugat) terhadap istrinya (Tergugat) dengan alasan perkawinan tersebut dipenuhi dengan keributan dan pertengkaran. Para Pihak menyiapkan juga bukti perkawinan mereka dalam proses pembatalan perkawinan Katolik sebagai penguat. Akan tetapi, sang Hakim menolak alasan cerai Para Pihak dan mengutamakan pembatalan Katolik, berhubung perkawinan hanya sah secara keagamaan. Hakim tepat dalam putusannya, walaupun itu, dalam pertimbangannya, Hakim tidak menjelaskan secara rinci. Padahal, Para Pihak yang bersangkutan memenuhi aspek-aspek penting dalam pembatalan perkawinan Katolik. Selain itu, Hakim mengesahkan hukum perkawinan Katolik Para Pihak, yang jatuhnya bersifat kontradiktif dengan putusan akhir. Dengan demikian, dalam aspek sipil dan Katolik, perkawinan telah diatur secara rinci dengan pengaturan tersendiri, pengaturan tersebut terdapat pembatalan perkawinan yang intinya sama dengan perbedaan dalam aspek pelaksanaan, kedua hal tersebut kalau diterapkan dalam putusan hanya berlaku pada pembatalan perkawinan secara Katolik, yang sudah tepat diputus oleh Hakim karena perkawinan Para Pihak hanya sah secara agama.

This paper analyses the application of marriage annulment in Indonesian civil law and Canon Law, specifically to Decision No. 1222/Pdt.G/2021/PN Dps. The analysis is done doctrinally and supplemented with an interview with Father Albertus Hendaryono. The regulations of Civil marriage regulate from the conditions to the consequences of marriage, while Catholic marriage differs with a specific emphasis on marriage without divorce. The Indonesian civil law governing marriage is based on Law No. 1 of 1974 and Government Regulation No. 9 of 1975, because regulations in the Indonesian Civil Code regarding marriage is largely invalid due to those laws. Similarly, Catholic marriage is governed by Canon Law. If the conditions of marriage are not followed under Indonesian civil law or Catholicism, then it can be annulled and considered to have never existed, because it is invalid. The annulment of marriage under Indonesian civil law and Catholicism has the same essence, with some differences in its implementation. In the aforementioned decision, a Catholic marriage was filed for divorce due to conflicts and disagreements between the husband (Plaintiff) and wife (Defendant). Evidence was provided in support of the divorce with The Parties in the process of Catholic annulment. However, the judge ruled in favor of Catholic annulment, acknowledging that the marriage was only valid religiously. The Judge's decision was correct, but lacked detailed explanation, even though essentially aspects of Catholic annulment were fulfilled by the parties involved. Other than that, The Judge’s decision in legally validating the religious marriage is contradictory to the final judgement. In summary, both Indonesian civil law and Catholicism provide separate marriage regulations, with one of them being marriage annulment with differences in implementation, with it being applied to the aforementioned decision, The Judge has rightfully pivoted The Parties to Catholic annulment as their marriage was only religiously valid."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoannita Mariani
"ABSTRAK
Dalam menjalin hidup bersama melalui pembentukan sebuah keluarga, setiap suami isteri menghendaki agar perkawinan yang dibangun berjalan dengan harmonis untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan kekal. Namun dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, suami isteri seringkali dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang timbul sehingga dapat menyebabkan sebuah perkawinan gagal dan berakhir pada pemutusan hubungan suami isteri melalui perceraian. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian sedangkan pada Hukum Kanonik dalam agama Katolik tidak mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian, oleh karena perkawinan agama Katolik memiliki sifat hakiki unitas atau monogami dan indissolubilitas atau tak terceraikan. Namun terdapat pengecualian dalam agama Katolik yang mengatur mengenai putusnya perkawinan melalui prosedur kebatalan perkawinan anulasi , Putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri tidak dapat dipersamakan alasanalasannya dalam kebatalan perkawinan anulasi di Pengadilan Gereja Tribunal kecuali apabila terdapat keterkaitan dengan alasan-alasan karena unsur halangan perkawinan atau cacat kesepakatan perkawinan atau cacat tata formanica, seperti pada kedua kasus putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Samarinda yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap secara hukum positif, akan tetapi secara hukum kanonik perkawinan tersebut tidak dapat diputuskan melalui kebatalan perkawinan anulasi.

ABSTRACT
In the case of two people starting a family, both husband and wife hopes that their marriage will run smoothly in order to achieve the goal of a happy marriage and long lasting union. However, in marriage life sometimes both husband and wife are faced with difficulties which cause the marriage to end in divorce. Law Number 1 of the Year 1974 on marriage governs the end of marriage due to divorce. The Catholic canon law however does not govern this because a marriage within the Catholic religion considered in having an intrinsic quality of a sacred union unitas , monogamy and indissolubility. Nevertheless, there is an exception in Catholic religion that rules the end of a marriage by what you called an annulment. The end of a marriage due to divorce in district court has different grounds compared to an annulment in church jurisdiction Tribunal unless in a case where there is an interconnection with the grounds caused by interruption within the marriage or defect in the marriage agreement or defect in rules of Formanica. Such condition took place on two divorce cases at District court of East Jakarta and District court of Samarinda which both received permanent legal entity and has positive standing in the eyes of law but when it was taken to Canon Catholic Law the marriage failed to be annulled. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library