Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andhika Pratama Akbar
Abstrak :
Sebagai salah bentuk perlindungan hukum terhadap investor, arbitrase investasi internasional memberikan sarana kepada investor asing untuk mengajukan klaim atas dasar perlindungan-perlindungan substantif yang menjadi hak investor. Dalam perkembangannya, tribunal arbitrase seringkali dihadapkan dengan isu korupsi yang dijadikan argumentasi oleh para pihak untuk menolak yurisdiksi tribunal atau meniadakan klaim pihak lain. Kondisi tersebut menimbulkan komplikasi dan ketidakpastian terkait perlindungan investor mengingat sarana terhadap arbitrase merupakan bentuk perlindungan prosedural bagi investor. Sifat dari tindak pidana korupsi yang luas, multi-dimensional dan memiliki sisi pemberi dan penerima juga berperan dalam menambah komplikasi permasalahan ini. Penelitian ini akan membahas komplikasi tersebut serta mengkaji kesiapan hukum investasi Indonesia dalam menghadapi permasalahan tersebut. ......As one of a form of protection toward investors, international investment arbitration provides a way for foreign investor to file a lawsuit based on the substantive protection provided to them as a right. In its development, arbitral tribunal often faced with an issue of corruption that serve as a killing argument against the claim of other parties, this condition has the potential to complicate the issue and create uncertainty towards investor protection in which the international investment arbitration itself serves as a procedural protection of investor. The nature of the corruption which is broad, multi-dimensional, and got supply and demand side in it, furtherly complicate the issue. This study will discuss on this complicated issue and review about the readiness of Indonesian Investment Law to deal with the issue.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qafaldi Putra Ismayudha
Abstrak :
Dalam proses arbitrase investasi internasional antara suatu investor asing dan pihak negara, terdapat perjanjian investasi internasional yang mengatur persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi sebelum proses arbitrase dapat dimulai. Persyaratan-persyaratan ini tidak sama untuk setiap perjanjian investasi internasional. Namun, setiap perjanjian investasi internasional pasti mengandung persyaratan ratione materiae, ratione personae, ratione temporis, dan ratione voluntatis. Persyaratan-persyaratan ini menunjukkan apa saja yang perlu dipenuhi investor asing sebelum dapat mengajukan sengketanya kepada proses arbitrase. Ratione voluntatis sendiri merupakan persyaratan mengenai persetujuan negara yang dibagi menjadi Cooling-off period dan Exhaustion of Local Remedies. Cooling-off period merupakan persyaratan yang mengatur bahwa suatu investor asing perlu melakukan negosiasi untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang saling menguntungkan terlebih dahulu selama jangka waktu yang ditentukan sebelum investor asing tersebut dapat mengajukan sengketanya untuk diselesaikan melalui arbitrase. Exhaustion of Local Remedies merupakan persyaratan yang mengatur bahwa suatu investor asing perlu mengajukan gugatannya terlebih dahulu kepada pengadilan negeri negara tersebut selama waktu yang ditentukan sebelum investor asing tersebut dapat mengajukan sengketanya untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam tujuh kasus arbitrase investasi internasional yang telah dilewati Indonesia, semua perjanjian investasi internasional yang berlaku mengandung klausul Cooling-off period sebagai bentuk ratione voluntatis yang ditentukan dalam perjanjian investasi internasional tersebut. Namun, pada tujuh kasus tersebut tidak ada satupun pembahasan mengenai Cooling-off period dikarenakan isu tersebut tidak diajukan oleh Indonesia sebagai keberatan terhadap yurisdiksi majelis arbiter. Dalam tujuh kasus tersebut, hanya satu yang memberikan fakta bahwa investor asing yang mengajukan gugatan telah mencoba melakukan negosiasi dengan pihak negara. Tidak adanya fakta bahwa investor asing mencoba menyelesaikan sengketa melalui negosiasi berarti bahwa persyaratan Cooling-off period tidak dipenuhi oleh investor asing sebelum mengajukan sengketa yang sedang dialami pada arbitrase. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan pemahaman yang merinci mengenai klausul Cooling-off period beserta penerapan dan dampak dari klausul tersebut pada yurisdiksi majelis arbiter pada arbitrase investasi internasional. Metode penelitian yang akan digunakan pada penulisan skripsi ini adalah dengan metode doktrinal, yakni yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. ......In international investment arbitration proceedings between a foreign investor and a state party, there is an international investment agreement that sets out the requirements that must be met before arbitration proceedings can commence. These requirements are not the same for every international investment agreement. However, every international investment agreement must contain the requirement of ratione materiae, ratione personae, ratione temporis, and ratione voluntatis. These requirements indicate what a foreign investor needs to fulfil before it can submit its dispute to arbitration proceedings. Ratione voluntatis is a requirement regarding state consent which is divided into the requirement of a Cooling-off period and an Exhaustion of Local Remedies. Cooling-off period is a requirement in which a foreign investor needs to negotiate for amicable resolutions for a specified period of time before it can submit its dispute for resolution through arbitration. Exhaustion of Local Remedies is a requirement in which a foreign investor needs to first file its claim with the country's domestic courts for a specified amount of time before the foreign investor can submit its dispute for resolution through arbitration. In the seven international investment arbitration cases that Indonesia has experienced, all the applicable international investment agreements contain Cooling-off period clauses as a form of ratione voluntatis that is adopted. However, in none of the seven cases was the Cooling-off period discussed as the issue was not raised by Indonesia as a challenge to the jurisdiction of the arbitral tribunal. In the seven cases, only one provided the fact that the foreign investor who filed the arbitration proceedings had tried to negotiate with the state party. The absence of the fact that the foreign investor tried to resolve the dispute through negotiation means that the Cooling-off period requirement was not met by the foreign investor before submitting the dispute to arbitration. The author hopes that this thesis can provide a detailed understanding of the Cooling-off period clause and the application and impact of the clause on the jurisdiction of the arbitral tribunal in international investment arbitration. The research method that will be used in writing this thesis is the doctrinal method, which is research focused on examining the application of rules or norms in positive law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Eduardus Christiano
Abstrak :
Third-Party Funding merupakan metode pendanaan di mana penyandang dana memberikan dana kepada salah satu pihak dalam sengketa untuk menggugat atau meminimalkan gangguan arus kas, dan jika kasus dimenangkan, penyandang dana akan mendapatkan bagian dari putusan akhir yang diperoleh. TPF awalnya dipergunakan dalam litigasi di beberapa yurisdiksi, namun kini semakin populer dalam arbitrase investasi internasional. Peningkatan pemanfaatan TPF ini berpotensi menghadirkan dampak yang signifikan. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis data sekunder dari studi literatur, terutama ICSID Rules and Regulations setelah amandemen keempat. Amandemen ini menghadirkan aturan baru terkait praktik TPF, yakni Pasal 14 dalam ICSID Arbitration Rules tentang Notice of Third-Party Funding. Analisis Skripsi ini terutama difokuskan pada potensi dampak pengaturan baru terhadap praktik arbitrase investasi internasional, bagi Indonesia sebagai host state dalam ICSID, serta sebagai negara pelaksana arbitrase. Skripsi ini diharapkan dapat mendukung implementasi TPF yang lebih mengutamakan akses keadilan berdasarkan prinsip-prinsip Konvensi ICSID, menganalisis hambatan dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh Indonesia di kemudian hari, serta dampak yang mungkin dihadirkan terhadap pengaturan arbitrase di Indonesia. ......Third-Party Funding is a method in which a funder provides funds to one of the parties in a dispute to initiate a claim or minimize cash flow disruption. If the case is won, the funder will receive a share of the final award obtained. TPF was originally used in litigation in several jurisdictions, but is now increasingly popular in international investment arbitration. The increased use of TPF potentially presents significant implications. This thesis employs a normative legal research method by analyzing secondary data from literature studies, especially the ICSID Rules and Regulations after the fourth amendment. The amendment introduces new rules related to TPF practices, namely Article 14 in the ICSID Arbitration Rules concerning Notice of Third-Party Funding. This thesis analysis mainly focuses on the potential implications of the new regulation on international investment arbitration practices, for Indonesia as a host state in ICSID and a state that implements arbitration. This thesis is expected to support the implementation of TPF that prioritizes access to justice based on the principles of the ICSID Convention, analyze barriers and challenges that Indonesia may face in the future, and the potential impact on arbitration regulations in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaskia Osya Denaya
Abstrak :
Dalam perjanjian investasi internasional pada umumnya, penanam modal asing diberikan hak untuk menggugat negara penerima investasi secara langsung (Investor-State Dispute Settlement / “ISDS”). Dalam beberapa putusan arbitrase, adanya unsur pelanggaran hukum dalam kegiatan investasi mengakibatkan tidak dapat diterimanya gugatan ISDS dengan berlandaskan kepada doktrin clean hands. Doktrin clean hands pada esensinya menekankan adanya kewajiban penanam modal asing untuk memiliki ‘tangan yang bersih’ atau bebas dari pelanggaran hukum agar ia berhak mengajukan gugatan. Skripsi ini membahas kedudukan doktrin clean hands hukum investasi dan penerapannya dalam beberapa yurisprudensi, yakni putusan arbitrase Hesham Al Warraq v. Republic of Indonesia dan Churchill Mining PLC and Planet Mining Pty Ltd v. Republic of Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis-normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk menggambarkan berbagai pandangan mengenai kedudukan doktrin clean hands dalam hukum investasi dan penerapannya dalam beberapa yurisprudensi. Hasil penelitian dari skripsi ini menyimpulkan bahwa kedudukan doktrin clean hands dalam sumber hukum investasi masih menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Sebagian menilai bahwa doktrin ini telah menjelma menjadi prinsip hukum umum dalam Pasal 38 ayat (1) ICJ Statute, sedangkan sebagian lagi menilai bahwa doktrin ini masih berstatus doktrin semata. Namun, konsep dasar doktrin ini telah termanifestasi dalam beberapa putusan arbitrase untuk menolak gugatan ISDS penanam modal asing yang telah melakukan pelanggaran hukum, termasuk dalam studi kasus Hesham Al Warraq v. Republic of Indonesia dan Churchill Mining PLC and Planet Mining Pty Ltd v. Republic of Indonesia. ......Most of international investment agreement granted foreign investors the right to resolve disputes with the government of the host state where their investment was made (Investor- State Dispute Settlement / “ISDS”). In several arbitral awards, an incompliance or illegal conduct related to the investment has rendered the claims deemed inadmissible based on the clean hands doctrine. Clean hands doctrine requires a claimant to comply with the law in order to be entitled to sue and obtain remedies. This thesis addresses the status of clean hands doctrine in investment law and its manifestation in Hesham Al Warraq v. Republic of Indonesia's and Churchill Mining PLC and Planet Mining Pty Ltd v. Republic of Indonesia's arbitral awards. This research is a legal study with normative juridicial approach and descriptive analytical analysis which aim is to illustrate the status of clean hands doctrine in investment law and its application in various jurisprudences. The result of this thesis concludes that the status of clean hands doctrine as one of the source of international law is remain unclear. There are debates regarding its status as a general principle of law stated in Article 38 (1) ICJ Statute. Nonetheless, the fundamental concept of this doctrine has been manifested in some of the arbitral awards as a bar relief for the claims brought by investors which investments were either made or operated in violation with the host state's domestic law, including in the Hesham Al Warraq v. Republic of Indonesia's and Churchill Mining PLC and Planet Mining Pty Ltd v. Republic of Indonesia's case.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library