Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Qafaldi Putra Ismayudha
"Dalam proses arbitrase investasi internasional antara suatu investor asing dan pihak negara, terdapat perjanjian investasi internasional yang mengatur persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi sebelum proses arbitrase dapat dimulai. Persyaratan-persyaratan ini tidak sama untuk setiap perjanjian investasi internasional. Namun, setiap perjanjian investasi internasional pasti mengandung persyaratan ratione materiae, ratione personae, ratione temporis, dan ratione voluntatis. Persyaratan-persyaratan ini menunjukkan apa saja yang perlu dipenuhi investor asing sebelum dapat mengajukan sengketanya kepada proses arbitrase. Ratione voluntatis sendiri merupakan persyaratan mengenai persetujuan negara yang dibagi menjadi Cooling-off period dan Exhaustion of Local Remedies. Cooling-off period merupakan persyaratan yang mengatur bahwa suatu investor asing perlu melakukan negosiasi untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang saling menguntungkan terlebih dahulu selama jangka waktu yang ditentukan sebelum investor asing tersebut dapat mengajukan sengketanya untuk diselesaikan melalui arbitrase. Exhaustion of Local Remedies merupakan persyaratan yang mengatur bahwa suatu investor asing perlu mengajukan gugatannya terlebih dahulu kepada pengadilan negeri negara tersebut selama waktu yang ditentukan sebelum investor asing tersebut dapat mengajukan sengketanya untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam tujuh kasus arbitrase investasi internasional yang telah dilewati Indonesia, semua perjanjian investasi internasional yang berlaku mengandung klausul Cooling-off period sebagai bentuk ratione voluntatis yang ditentukan dalam perjanjian investasi internasional tersebut. Namun, pada tujuh kasus tersebut tidak ada satupun pembahasan mengenai Cooling-off period dikarenakan isu tersebut tidak diajukan oleh Indonesia sebagai keberatan terhadap yurisdiksi majelis arbiter. Dalam tujuh kasus tersebut, hanya satu yang memberikan fakta bahwa investor asing yang mengajukan gugatan telah mencoba melakukan negosiasi dengan pihak negara. Tidak adanya fakta bahwa investor asing mencoba menyelesaikan sengketa melalui negosiasi berarti bahwa persyaratan Cooling-off period tidak dipenuhi oleh investor asing sebelum mengajukan sengketa yang sedang dialami pada arbitrase. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan pemahaman yang merinci mengenai klausul Cooling-off period beserta penerapan dan dampak dari klausul tersebut pada yurisdiksi majelis arbiter pada arbitrase investasi internasional. Metode penelitian yang akan digunakan pada penulisan skripsi ini adalah dengan metode doktrinal, yakni yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
In international investment arbitration proceedings between a foreign investor and a state party, there is an international investment agreement that sets out the requirements that must be met before arbitration proceedings can commence. These requirements are not the same for every international investment agreement. However, every international investment agreement must contain the requirement of ratione materiae, ratione personae, ratione temporis, and ratione voluntatis. These requirements indicate what a foreign investor needs to fulfil before it can submit its dispute to arbitration proceedings. Ratione voluntatis is a requirement regarding state consent which is divided into the requirement of a Cooling-off period and an Exhaustion of Local Remedies. Cooling-off period is a requirement in which a foreign investor needs to negotiate for amicable resolutions for a specified period of time before it can submit its dispute for resolution through arbitration. Exhaustion of Local Remedies is a requirement in which a foreign investor needs to first file its claim with the country's domestic courts for a specified amount of time before the foreign investor can submit its dispute for resolution through arbitration. In the seven international investment arbitration cases that Indonesia has experienced, all the applicable international investment agreements contain Cooling-off period clauses as a form of ratione voluntatis that is adopted. However, in none of the seven cases was the Cooling-off period discussed as the issue was not raised by Indonesia as a challenge to the jurisdiction of the arbitral tribunal. In the seven cases, only one provided the fact that the foreign investor who filed the arbitration proceedings had tried to negotiate with the state party. The absence of the fact that the foreign investor tried to resolve the dispute through negotiation means that the Cooling-off period requirement was not met by the foreign investor before submitting the dispute to arbitration. The author hopes that this thesis can provide a detailed understanding of the Cooling-off period clause and the application and impact of the clause on the jurisdiction of the arbitral tribunal in international investment arbitration. The research method that will be used in writing this thesis is the doctrinal method, which is research focused on examining the application of rules or norms in positive law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bryan Eduardus Christiano
"Third-Party Funding merupakan metode pendanaan di mana penyandang dana memberikan dana kepada salah satu pihak dalam sengketa untuk menggugat atau meminimalkan gangguan arus kas, dan jika kasus dimenangkan, penyandang dana akan mendapatkan bagian dari putusan akhir yang diperoleh. TPF awalnya dipergunakan dalam litigasi di beberapa yurisdiksi, namun kini semakin populer dalam arbitrase investasi internasional. Peningkatan pemanfaatan TPF ini berpotensi menghadirkan dampak yang signifikan. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis data sekunder dari studi literatur, terutama ICSID Rules and Regulations setelah amandemen keempat. Amandemen ini menghadirkan aturan baru terkait praktik TPF, yakni Pasal 14 dalam ICSID Arbitration Rules tentang Notice of Third-Party Funding. Analisis Skripsi ini terutama difokuskan pada potensi dampak pengaturan baru terhadap praktik arbitrase investasi internasional, bagi Indonesia sebagai host state dalam ICSID, serta sebagai negara pelaksana arbitrase. Skripsi ini diharapkan dapat mendukung implementasi TPF yang lebih mengutamakan akses keadilan berdasarkan prinsip-prinsip Konvensi ICSID, menganalisis hambatan dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh Indonesia di kemudian hari, serta dampak yang mungkin dihadirkan terhadap pengaturan arbitrase di Indonesia.
Third-Party Funding is a method in which a funder provides funds to one of the parties in a dispute to initiate a claim or minimize cash flow disruption. If the case is won, the funder will receive a share of the final award obtained. TPF was originally used in litigation in several jurisdictions, but is now increasingly popular in international investment arbitration. The increased use of TPF potentially presents significant implications. This thesis employs a normative legal research method by analyzing secondary data from literature studies, especially the ICSID Rules and Regulations after the fourth amendment. The amendment introduces new rules related to TPF practices, namely Article 14 in the ICSID Arbitration Rules concerning Notice of Third-Party Funding. This thesis analysis mainly focuses on the potential implications of the new regulation on international investment arbitration practices, for Indonesia as a host state in ICSID and a state that implements arbitration. This thesis is expected to support the implementation of TPF that prioritizes access to justice based on the principles of the ICSID Convention, analyze barriers and challenges that Indonesia may face in the future, and the potential impact on arbitration regulations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Alif Lathif
"Penelitian ini menganalisis bagaimana perlindungan lingkungan dapat menjadi dasar alasan pencabutan atau penolakan izin usaha investor asing dalam hukum investasi internasional, baik melalui klausul perjanjian investasi internasional maupun pertimbangan majelis arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID). Pada dasarnya, tindakan host state untuk alasan perlindungan lingkungan yang berdampak terhadap investor asing dapat dibenarkan dengan prinsip right to regulate dan doktrin police powers. Akan tetapi, sejauh mana tindakan perlindungan lingkungan host state dapat dibenarkan masih tidak konsisten. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan mengkaji upaya perlindungan lingkungan di dalam hukum investasi internasional, khususnya perjanjian investasi internasional. Kemudian, penelitian ini berfokus pada pembahasan lima kasus sengketa investasi internasional terbaru yang berkaitan dengan pencabutan atau penolakan izin usaha investor di sektor pertambangan atas dasar perlindungan lingkungan, yaitu kasus Infinito v. Costa Rica, Eco Oro v. Colombia, Rockhopper v. Italy, Lone Pine v. Canada, dan Gabriel v. Romania. Berdasarkan analisis pertimbangan majelis arbitrase dan perbandingan kelima kasus tersebut, tindakan perlindungan lingkungan host state dapat dibenarkan dengan analisis yang sangat ketat berdasarkan berbagai fakta dan faktor kasus per kasus. Penafsiran dan ambang batas yang diterapkan majelis arbitrase juga berperan dalam menentukan kewajiban kompensasi yang harus diberikan host state atas pelanggaran substantive protections.
This study analyses how the environmental protection can be the basis for revoking or rejecting an foreign investor’s concession under international investment law, both through international investment agreement clauses and reasoning of the International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) Tribunals. In principle, host state measures for environmental protection objectives can be justified by the principle of the right to regulate and police powers doctrine. Nevertheless, the extent to which host state environmental protection measures can be justified remains inconsistent. This study was compiled through doctrinal research method by firstly examining environmental protection efforts under international investment law, particularly international investment agreements. Further, this study focuses on five recently concluded investor-State dispute settlement cases that concern revocation or rejection of investors’ concession in the mining sector for environmental protection, namely Infinito v. Costa Rica, Eco Oro v. Colombia, Rockhopper v. Italy, Lone Pine v. Canada and Gabriel v. Romania. Based on the analysis of the Tribunals’ reasons and comparison of those cases, host states’ environmental protection measures can be justified with a very strict analysis based on various facts and factors within case-by-case basis. The interpretation and threshold applied by the Tribunals also play a significant role in determining whether the host state is obligated to pay compensation for violating substantive protections."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library