Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2006
TA1504
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Sadikin
"Pendahuluan
Masalah terpenting sekarang ialah, bagaimana mengembangkan suatu teknik kuantitatif untuk mengukur konsentrasi asam folat dalam darah, dengan menggunakan sarana yang ada di kebanyakan laboratorium diagnostik di Indonesia. Secara lebih spesifik, hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : bagaimana caranya mengukur kadar asam folat dalam derah secara spektrofotometris ?
Tujuan dari penelitian yang dikerjakan ini ialah mengembangkan suatu cara untuk mengukur kadar asam folat dalam darah secara spektrofotometris, dengan menggunakan teknik Competitive Enzyme Ligand Binding Assay, yang analog dengan teknik Competitive Radio Ligand Binding Assay. Hanya saja, dalam teknik yang akan dikembangkan ini, alih-alih senyawa radioaktif, digunakan enzim tertentu yang dapat diukur secara spektrofotometer biasa sebagai senyawa penanda, yang diikatkan ke suatu kompetitor yang berupa asam folat. Dengan demikian, secara teoritis pengukuran kadar asam folat dalam darah tidak lagi memerlukan peralatan dan keterampilan khusus dan karena itu mestinya dapat dilakukan oleh laboratorium diagnostik biasa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya suatu protein khusus yang secara spesifik mampu mengikat asam folat. Dalam banyak hal, keperluan akan adanya protein seperti ini biasanya diselesaikan dengan cara membentuk antibodi spesifik terhadap senyawa yang akan diukur. Teknik ini sekarang secara luas dikenal dengan nama RIA (Radio Immuno Assay) bila menggunakan senyawa radioaktif sebagai penanda, dan EIA (Enzyme Immuno Assay) bila menggunakan enzim sebagai penanda. Dalam mengembangkan teknik pengukuran asam folat ini, keperluan akan adanya protein pengikat yang khan untuk asam folat ini dapat diselesaikan dengan cam yang lebih mudah. Antibodi untuk asam folat tidak perlu lagi dibua terlebih dahulu, oleh karena suatu protein pengikat folat ( PIF : Protein Butt Folat ) tersedia dalam susu sapi. Oleh karena itu, langkah pertama dalam penelitian yang dilaksanakan ini ialah memisahkan (isolasi) dan memurnikan (purilikasi) PIF dari susu sapi?.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fauzi Shibly
"Sejak lebih dari 25 tahun yang lalu muncul bukti-bukti yang menunjang hipotesis bahwa meningkatnya homosistein plasma merupakan faktor risiko aterosklerosis, Berbagai studi kasus kontrol retrospektif, prospektif maupun intervensi telah dilakukan dan membuktikan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko independen PJK. Pada satu meta-analisis dari 15 studi, rasio odds untuk PJK pada subjek dengan hiperhomosisteinemia adalah 1,7. Salah satu risiko penting terjadinya hiperhomosisteinemia adalah rendahnya asupan vitamin yang berperan pada metabolisme homosistein yaitu asam folat, vitamin B12 dan vitamin B6. Telah dilakukan penelitian deskriptif analisis terhadap 70 subyek PJK sebagai kasus dan 36 subyek sebagai kontrol di RS Jantung Harapan Kita dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kadar homosistein plasma pada penderita PJK dan kontrol serta hubungannya dengan asam folat dan vitamin B12 yang diketahui berperan mempengaruhi kadar homosistein plasma. Hasil pemeriksaan homosistein plasma, didapatkan rerata kadar homosistein plasma pada kelompok kasus maupun kontrol diatas normal (12,2 6,9 dan 13,1 + 3,6 Umol/L) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ini. Frekuensi defisiensi vitamin B12 masing-masing didapatkan 30% pada kelompok PJK dan kelompok tanpa PJK. Hal yang sangat menyolok didapatkan pada penelitian ini adalah defisiensi asam folat yang mencapai 82% pada kasus dan 83% pada kelompok kontrol. Korelasi antara homosistein plasma dengan vitamin B12 dan asam folat, didapatkan adanya korelasi negatif lemah yakni masing-masing r=-0,3 (p= 0,0004) dan r= -0,25 (p= 0,0095). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan.
1. Pada subyek PJK 61% kadar homosistein plasmanya diatas normal dan 80% pada subyek tanpa PJK.
2. Terdapat korelasi negatif lemah antara homosistein plasma dengan vitamin B12 serum dan asam folat.
3. Hal yang menyolok dari hasil penelitian ini adalah tingginya angka defisiensi asam folat pada kelompok PJK (82%) dan 83% pada kelompok tanpa PJK. 4. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kadar homosistein antara kasus dengan kelompok kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianca Rosa Tanihatu
"Penyakit ginjal merupakan masalah yang besar di seluruh dunia. Permasalahan yang timbul di negara maju berbeda dengan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Jumlah penderita gagal ginjal kronik (GGK) di Indonesia khususnya Jakarta,
cukup banyak dan mempunyai banyak faktor penyebab. Tindakan hemodialisis (HD) merupakan Salah satu pengobatan untuk penderita GGK disamping transplantasi ginjal. Tetapi tindakan ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain penurunan kadar asam folat dengan segala akibatnya.
Tujuan penelitian ini untuk menentukan prevalensi defisiensi Serta perubahan kadar asam folat dan vitamin B12 pada kelompok GGK dan GGK pasca HD dengan pemberian asam folat 20 mg/bari. Selain itu juga menentukan klasifikasi anemia pada GGK
berdasarkan morfologi eritrosit dan melihat efektivitas pemberian aaam folat sebanyak 20 mg/hari pada penderita GGK pasca HD.
Penelitian ini dilakukan terhadap 50 penderita GGK tanpa tindakan HD, 20 penderita GGK pasoa HD dengan suplementasi asam folat sebanyak 20 mg/hari dan vitamin B12 2 ug dalam tablet Unioap-M selama 24 - 36 minggu. Sebagai kelompok kontrol dipakai 20 penderita penyakit ginjal tampa gagal ginjal. Terhadap ketiga kelompok ini dilakukan pemeriksaan kadar asam folat eritrosit dan serum Serta vitamin B12 dengan cara CPB menggunakan kit Vitamin B12/falaf dual count Amersham CT_301_ Pemeriksaan parameter Hb, Ht, hitung eritrosit, VER, HER dan KHER dilakukan
dengan penghitung sel darah otomatis. Hitung Rt dilakukan dengan pulasan vital Brilliant cresyl blue, sedangkan sediaan hapus darah tepi dipulas dengan pewarnaan Wright.
Pada penelitian ini belum dapat dipastikan adanya defisiensi asam folat pada kedua kelompok GGK (dibandingkan kontrol). Kadar asam folat eritrosit kelompok GGK (nt= 208 ng/mL) lebib rendah dari pada kontrol (nt= 504 ng/mL)(p <0,05). Hal yang sama dijumpai pada kelompok GGK pasca HD (nt= 407 ng/mL). Kadar aaam folat serum kelompok GGK (nt = 4,2 ng/mL) sama dengan kadar asam folat serum GSK pasca HD. Kadar asam folat serum pada kelompok GGK tampa HD maupun GGK pasca HD,
lebih tinggi dari kelompok kontrol (nt = 2,9 ng/mL)(p > 0,05).
Kadar vitamin B12 serum pada kelompok GGK (865 pg/mL) dan GGK pasea HD (1043 pg/mL} lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (351 pg/mL).
Enam puluh persen penderita GGK, 65% GGK pasca HD- dengan suplementasi asam folat dan 90% kelompok kontrol memberikan gambaran anemia normositik normokrom. Pemeriksaan hematologi seperti Hb, Ht dan hitung eritrosit pada kedua kelompok yang
diteliti memberikan basil lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hipersegmentasi pada kedua kelompok GGK tidak disebabkan defisiensi asam folat dan /vitamin B12, tetapi mungkin disebabkan proses degenerasi leukosit.
Kadar Hb, Ht dan hitung eritrosit pada kedua kelompok GGK lebih rendah dibandingkan kontrol (p < 0,05). Tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna pada pemeriksaan nilai eritrosit rata-rata, dan indeks produksi Rt antara kedua kelompok GGK
dibandingkan kontrol.
Hitung leukosit kelompok GGK tanpa HD lebih tinggi dibandingkan kontrol (p >0,05) dan GGK pasea HD (p <0,05). Hitung trombosit kelompok GGK tampa HD lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (p > 0,05}, tetapi lebih tinggi dibandingkan kelompok GGK pasca HD (p <0,05).
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nilai rujukan asam folat eritrosit dan serum, Serta vitamin B12 serum untuk orang Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriani
"Tingkat konsumsi suplemen asam folat pada wanita hamil masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pengetahuan dan sikap primigravida mengenai konsumsi suplemen asam folat di Kecamatan Cipayunng, Jakarta Timur. Desain penelitian yang digunakan deskriptif sederhana dengan metode analisis univariat. Jumlah sampel sebanyak 62 responden, ditentukan dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup (48,4%) dan responden paling banyak memiliki sikap baik terhadap konsumsi suplemen asam folat (79%). Pengetahuan cukup karena sumber informasi mudah didapat. Sikap baik dipengaruhi pengetahuan cukup, akses informasi mudah, dan pengalaman significant others. Penelitian ini merekomendasikan adanya penyuluhan mengenai asam folat pada wanita usia muda.

There is still low rate of folic acid supplementation by expectant mothers. This study purpose was to provide an overview about knowledge and attitude of primigravid about folic acid supplementation in Cipayung District, East Jakarta. The research design was a simple descriptive with univariate analysis method. The total samples were 62 respondents, determined by consecutive sampling technique.
The results showed most respondents had sufficient knowledge (48,4%) and the majority respondents had good attitute toward folic acid supplementation (79%). The good knowledge and attitude caused by significant others’ experiences, and rich information sources. This study suggests to hold a more massive information about folic acid given to younger women.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46888
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Maretha Ivariani
"Nanopartikel emas telah digunakan sebagai penghantaran obat tertarget. Namun nanopartikel emas memiliki energi permukaan yang tinggi dan mudah beragregasi sehingga dapat mempengaruhi stabilitasnya. Oleh karena itu perlu ditambahkan agen penstabil. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pembuatan nanopartikel emas yang distabilisasi dengan penambahan PEG dan dikonjugasikan dengan asam folat sebagai pembawa resveratrol. Nanopartikel emas disintesis dengan metode Turkevich dengan mereduksi larutan hidrogen tetrakloroaurat menggunakan natrium sitrat, kemudian distabilisasi dengan penambahan PEG sebagai agen penstabil dan asam folat sebagai homing device. Selanjutnya dikonjugasikan dengan resveratrol sebagai model obat. Konjugat dikarakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis, FTIR, KCKT, dan PSA serta dilakukan uji stabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan resveratrol-nanopartikel emas RSV-AuNP memiliki ukuran partikel 51,97 nm dengan indeks polidispersitas 0,694 dan potensial zeta sebesar -24,6 mV. Sedangkan konjugat resveratrol-nanopartikel emas-asam folat yang distabilisasi menggunakan PEG RSV-AuNP-PEG-AF memiliki ukuran partikel sebesar 195,6 nm dengan indeks polidispersitas 0,233 dan potensial zeta sebesar -21,1 mV. Hasil analisis dengan KCKT menunjukkan EP resveratrol pada RSV-AuNP-PEG-AF sebesar 57,67 0,00.
Hasil uji stabilitas menunjukkan konjugat resveratrol-nanopartikel emas-asam folat yang distabilisasi menggunakan PEG RSV-AuNP-PEG-AF lebih stabil dibandingkan dengan resveratrol-nanopartikel emas RSV-AuNP . Stabilitas konjugat RSV-AuNP-PEG-AF dan RSV-AuNP pada dapar pH 7,4 dan BSA 2 lebih stabil dibandingkan pada dapar pH 4, sistein 1, dan NaCl 0,9. Dengan demikian stabilisasi PEG pada nanopartikel emas dapat meningkatkan kestabilan nanopartikel emas yang terbentuk.

Gold nanoparticles have been used as targeted drug delivery. However, gold nanoparticles have a high surface energy and easily aggregate so it can affect to its stability. Therefore it is necessary to add a stabilizing agent. The purpose of this study was to synthesize the gold nanoparticle stabilized by the addition of PEG and conjugated with folic acid as a resveratrol carrier. The gold nanoparticle was synthesized by Turkevich method by reducing the hydrogen tetrachloroaurate solution using sodium citrate, then stabilized by the addition of PEG as a stabilizing agent and folic acid as a homing device. Furthermore, it was conjugated with resveratrol as a drug model. The conjugate was characterized by UV Vis Spectrophotometer, FTIR, HPLC, and PSA, and stability test was performed.
The results showed that resveratrol gold nanoparticle RSV AuNP had particle size 51.97 nm with polydispersity index 0.694 and zeta potential 24.6 mV. While the resveratrol gold nanoparticle folic acid conjugate with PEG stabilization RSV AuNP PEG FA had particle size 195.6 nm with polydispersity index 0.233 and zeta potential 21.1 mV. Analysis result by using HPLC showed that EP resveratrol of RSV AuNP PEG FA was 57.67 0.00.
The results of the stability test showed that resveratrol gold nanoparticle folic acid with PEG stabilization RSV AuNP PEG FA was more stable than the resveratrol gold nanoparticle RSV AuNP The stability of RSV AuNP PEG FA and RSV AuNP in buffer pH 7.4 and BSA 2 were more stable than in buffer pH 4, cystein 1 and NaCl 0.9. Thus the stabilization of PEG to gold nanoparticle can improve the stability of the gold nanoparticle.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhlir Rahman Aufar Al-Fatah
"Electrochemiluminescence (ECL) luminol pada elektroda cetak karbon (SPCE) dikembangkan untuk mengetahui konsentrasi asam folat pada brokoli sebagai sampel sayuran hijau. Kehadiran H2O2 sebagai ko-reaktan meningkatkan intensitas ECL luminol, namun ketika asam folat dimasukkan ke sensor yang diusulkan, terjadi penurunan intensitas ECL. Tren penurunannya linier terhadap intensitas ECL luminol-H2O2 pada konsentrasi 10-6-0,003 mol/L, dengan sensitivitas 0,0237 a.u. µM-1 cm-2 serta batas deteksi dan batas kuantifikasi masing-masing sebesar 0,017 µM dan 0,051 µM. Selanjutnya sensor yang diusulkan berhasil memiliki selektivitas yang baik terhadap Mg+, Na+, glukosa, dan asam glutamat, yang menunjukkan bahwa sensor dapat bekerja maksimal pada sampel sayur brokoli. Selain itu, dari analisis sampel nyata brokoli dapat ditunjukkan bahwa %recovery yang diperoleh berkisar antara 103,8—118,62%, sehingga dapat digunakan untuk deteksi sampel sebenarnya. Analisis kinerja sensor ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan metode elektrokimia dan ECL umum lainnya, kinerja analitis ditemukan lebih baik dan menunjukkan bahwa sensor yang diusulkan menunjukkan kemampuan yang menjanjikan.

Electrochemiluminescence (ECL) of luminol at screen-printed carbon electrode (SPCE) was developed to determine the concentration of folic acid in broccoli as green vegetable sample. The presence of H2O2 as co-reactant increases the ECL intensity of luminol, however, when folic acid is introduced to the proposed sensor, there is a decrease in the ECL intensity. The decreasing trend was linear to the ECL intensity of luminol-H2O2 in the concentration of 10-6-0.003 mol/L, with a sensitivity of 0.0237 a.u. µM-1 cm-2 and the detection limit and quantification limit of 0.017 µM and 0.051 µM, respectively. Furthermore, the proposed sensor has succeeded in good selectivity towards Mg+, Na+, glucose, and glutamic acid, which indicates that the sensor can work optimally on environmental samples. Moreover, from real samples analysis of broccoli it can be shown that the %recovery obtained in the range of 103,8—118,62%, suggesting that it can be used for actual sample detection. Analysis of the performance of this sensor shows that compared to other common electrochemical and ECL methods, the analytical performance."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Henry Riyanto
"[ABSTRAK
Latar Belakang. Obat Anti Epilepsi (OAE) generasi lama banyak digunakan di Rumah Sakit sebagai terapi epilepsi. Beberapa studi terdahulu telah mengonfirmasi bahwa terapi OAE generasi lama terasosiasi dengan penurunan rerata kadar serum asam folat. Penurunan kadar serum asam folat ini berhubungan dengan anemia, defisit kognitif, penyakit vaskular, kanker, gangguan psikiatri, aborsi spontan dan malformasi kongenital. Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian mengenai kadar serum folat pada ODE yang menggunakan OAE generasi lama di Indonesia. Metode. Desain penelitian adalah potong lintang untuk mengetahui gambaran kadar serum asam folat ODE pengguna OAE generasi lama (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin dan asam valproat) jika dibandingkan dengan populasi normal serta kaitan dengan asupan. Subyek penelitian sejumlah 75 orang didapatkan di poli rawat jalan RSUPN Cipto Mangunkusumo dan Yayasan Epilepsi Indonesia yang dibandingkan dengan 76 orang populasi normal. Dilakukan wawancara pola makan melalui metode food recall, pemeriksaan laboratorium kadar folat. Hasil. Didapatkan kadar rerata serum asam folat sebesar 9.95 + 3.61 ng/mL pada ODE pengguna OAE generasi lama. Populasi normal didapatkan kadar rerata 4.59 + 2.4 ng/mL (p=<0.001). Rerata asupan diet setara folat kelompok studi 119.7 (28.4-340) microgram, kelompok kontrol 104.65 (38-510) microgram (p=0.095). Simpulan. Rerata kadar serum asam folat ODE yang menggunakan OAE generasi lama lebih tinggi dari rerata kadar serum asam folat populasi normal secara bermakna. Hanya terdapat 2,7% ODE dengan kadar asam folat rendah secara bermakna. Tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah asupan diet folat dengan klasifikasi kadar serum asam folat pada ODE.

ABSTRACT
Background. Antiepileptic drugs (AEDs) are frequently used in the treatment of epilepsy, psychiatric diseases, and pain syndromes. Studies have established that chronic anticonvulsant therapy can lead to folate deficiency. Anti-convulsant-induced folate deficiency has been associated with megaloblastic anemia, cognitive decline, vascular diseases, cancer, psychiatric comorbidity, spontaneous abortion and teratogenesis. Thus, patients with epilepsy are a suitable population to investigate the association of AED treatment with folate serum levels in comparison with normal population. Method. This is comparative cross-sectional study focusing on the level and intake of folate in relation with AED (phenytoin, phenobarbital, carbamazepine, valproic acid) in epileptic patients in outpatient clinic of Neurology Cipto Mangunkusumo General Hospital and Indonesia Epilepsy Foundation, with comparison to normal population. Seventy five epileptic patients and seventy six healthy people were recruited with food recall interview and their serum folate were measured. Results. The mean folate serum of study group were 9.95 + 3.61 ng/mL and the mean folate serum of control group were 4.59 + 2.4 ng/mL (p=<0.001). The mean dietary folate of study group were 119.7 (28.4-340) microgram and the mean dietary folate of control group 104.65 (38-510) microgram (p=0.095). Conclusion. The mean folate serum in study group were significant much more higher compare with the control group. As many as 2.7% of study group with significantly low folate serum level. There were no any significant association of dietary folate with folate serum classification of study group. ;Background.. Antiepileptic drugs (AEDs) are frequently used in the treatment of epilepsy, psychiatric diseases, and pain syndromes. Studies have established that chronic anticonvulsant therapy can lead to folate deficiency. Anti-convulsant-induced folate deficiency has been associated with megaloblastic anemia, cognitive decline, vascular diseases, cancer, psychiatric comorbidity, spontaneous abortion and teratogenesis. Thus, patients with epilepsy are a suitable population to investigate the association of AED treatment with folate serum levels in comparison with normal population. Method. This is comparative cross-sectional study focusing on the level and intake of folate in relation with AED (phenytoin, phenobarbital, carbamazepine, valproic acid) in epileptic patients in outpatient clinic of Neurology Cipto Mangunkusumo General Hospital and Indonesia Epilepsy Foundation, with comparison to normal population. Seventy five epileptic patients and seventy six healthy people were recruited with food recall interview and their serum folate were measured. Results. The mean folate serum of study group were 9.95 + 3.61 ng/mL and the mean folate serum of control group were 4.59 + 2.4 ng/mL (p=<0.001). The mean dietary folate of study group were 119.7 (28.4 ? 340) microgram and the mean dietary folate of control group 104.65 (38-510) microgram (p=0.095). Conclusion. The mean folate serum in study group were significant much more higher compare with the control group. As many as 2.7% of study group with significantly low folate serum level. There were no any significant association of dietary folate with folate serum classification of study group. , Background.. Antiepileptic drugs (AEDs) are frequently used in the treatment of epilepsy, psychiatric diseases, and pain syndromes. Studies have established that chronic anticonvulsant therapy can lead to folate deficiency. Anti-convulsant-induced folate deficiency has been associated with megaloblastic anemia, cognitive decline, vascular diseases, cancer, psychiatric comorbidity, spontaneous abortion and teratogenesis. Thus, patients with epilepsy are a suitable population to investigate the association of AED treatment with folate serum levels in comparison with normal population. Method. This is comparative cross-sectional study focusing on the level and intake of folate in relation with AED (phenytoin, phenobarbital, carbamazepine, valproic acid) in epileptic patients in outpatient clinic of Neurology Cipto Mangunkusumo General Hospital and Indonesia Epilepsy Foundation, with comparison to normal population. Seventy five epileptic patients and seventy six healthy people were recruited with food recall interview and their serum folate were measured. Results. The mean folate serum of study group were 9.95 + 3.61 ng/mL and the mean folate serum of control group were 4.59 + 2.4 ng/mL (p=<0.001). The mean dietary folate of study group were 119.7 (28.4 – 340) microgram and the mean dietary folate of control group 104.65 (38-510) microgram (p=0.095). Conclusion. The mean folate serum in study group were significant much more higher compare with the control group. As many as 2.7% of study group with significantly low folate serum level. There were no any significant association of dietary folate with folate serum classification of study group. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Almeira Azizah Luthfianty
"Asam folat merupakan salah satu nutrien yang sangat penting bagi tubuh karena memegang peranan dalam sistem pertumbuhan manusia. Penentuan kadar asam folat dalam makanan, minuman, dan suplemen obat menjadi sangat penting karena defisiensi asam folat dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit, cacat janin pada ibu hamil, dan gejala stunting pada anak-anak. Pada penelitian ini, sensor asam folat dikembangkan berdasarkan fenomena electrochemiluminescene (ECL) senyawa perylenetetracarboxylic acid (PTCA) pada permukaan screen-printed carbon electrode untuk mendapatkan suatu metode deteksi yang memiliki sensitivitas tinggi, cepat, mudah dan murah. PTCA dipilih sebagai luminofor karena memiliki sifat optis dan listrik yang baik serta stabilitas yang baik. Pengukuran secara simultan dengan teknik cyclic voltammogram dengan detektor ECL pada SPCE menunjukkan chemiluminescence terjadi pada reaksi reduksi PTCA dalam pelarut buffer fosfat pada potensial -1,6 V (vs. Ag/AgCl). Interaksi PTCA dengan asam folat menyebabkan penurunan intensitas ECL PTCA. Pada kondisi optimum pH 9 dan konsentrasi koreaktan 30mM, penurunan intensitas ECL PTCA memiliki korelasi linear (R2=0,9903) terhadap kenaikan kosentrasi asam folat dengan sensitivitas sebesar 1702,15 a.u. ppm-1 cm-2 sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sensor. Performa sensor yang baik terlihat dari nilai limit deteksi (LOD) dan limit kuntifikasi (LOQ) berturut-turut sebesar 0,161 ppm dan 0,538 ppm dengan kestabilan intensitas ECL yang tinggi dengan standar deviasi relatif (RSD) 3,46% untuk 10 kali pengulangan. Sensor juga menunjukkan selektivitas yang baik terhadap senyawa-senyawa KCl, L-lisin, leusin, dan glukosa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sensor yang dikembangkan dapat digunakan untuk deteksi asam folat pada sampel nyata berupa obat dan susu dengan %recovery sebesar 80-120%.

Folic acid is a very important nutrient for the body because it plays a role in the human growth system. Determination of folic acid levels in food, drink, and drug supplements is very important because folic acid deficiency can cause several diseases, fetal defects in pregnant women, and symptoms of stunting in children. In this study, a folic acid sensor was developed based on the electrochemiluminescence (ECL) phenomenon of perylenetetracarboxylic acid (PTCA) compounds on the surface of screen-printed carbon electrodes to obtain a detection method that has high sensitivity, fast, easy and inexpensive. PTCA was chosen as a luminophore because it has good optical and electrical properties and good stability. Simultaneous measurements using the cyclic voltammogram technique with the ECL detector on SPCE showed that chemiluminescence occurred in the PTCA reduction reaction in phosphate buffer solvent at a potential of -1.6 V (vs. Ag/AgCl). The interaction of PTCA with folic acid causes a decrease in PTCA ECL intensity. At the optimum condition of pH 9 and 30mM corectant concentration, the decrease in PTCA ECL intensity had a linear correlation (R2=0.9903) to the increase in folic acid concentration with a sensitivity of 1702.15 a.u. ppm-1 cm-2 so that it has the potential to be developed as a sensor. Good sensor performance can be seen from the detection limit (LOD) and quantification limit (LOQ) values of 0.161 ppm and 0.538 ppm respectively with high ECL intensity stability with a relative standard deviation (RSD) of 3.46% for 10 repetitions. The sensor also showed good selectivity for KCl, L-lysine, leucine, and glucose compounds. The results obtained indicate that the developed sensor can be used for the detection of folic acid in real samples of drugs and milk with a % recovery of 80-120%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>