Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Sofia Wildani
"

Penelitian ini membahas bagaimana pada masa pendudukan Jepang di Indonesia terjadi sebuah peristiwa kelam dalam sejarah, yaitu pelaksanaan sistem perbudakan seksual pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Berbagai negara di Asia Tenggara, Cina, dan Korea Selatan yang terlibat dalam peristiwa tersebut memiliki kebijakan yang berbeda dalam menangani permasalahan ini. Penelitian ini berfokus pada penanganan kompensasi dana pampasan perang dari pihak Jepang melalui organisasi Asian Women’s Fund di Indonesia. Selama penyelesaiannya, LBH Yogya selaku penasehat hukum Jugun Ianfu Indonesia berusaha memperjuangkan keadilan yang pada awalnya tidak diberikan oleh Pemerintah Jepang. Keberadaan Jugun Ianfu Indonesia baru diakui saat perundingan di Tokyo pada tahun 1996, setelah itu mendapat kompensasi dana mulai dari tahun 1997. Dana tersebut oleh Kementerian Sosial RI digunakan untuk membangun panti-panti sosial dan tidak diberikan secara langsung kepada korban yang bersangkutan sehingga banyak muncul pertentangan dari pihak eks Jugun Ianfu Indonesia terhadap Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak  secara tuntas menyelesaikan permasalahan ini dan cenderung bersikap pasif. Dalam hal ini, penulis bertujuan untuk mengaitkan kedua permasalahan, yaitu, bagaimana peranan Asian Women’s Fund dalam menangani peristiwa Jugun Ianfu di Indonesia dan bagaimana kebijakan Indonesia setelah menerima dana kompensasi dari Jepang. Pemerintah Indonesia bersikap pasif sehingga masalah ini tidak secara tuntas terselesaikan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang sumbernya didapat melalui studi literatur berupa arsip dari organisasi Asian Women’s Fund, buku, artikel jurnal, dan laporan Kementerian Sosial Republik Indonesia mengenai permasalahan Jugun Ianfu. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguraikan proses serta peranan dari organisasi Asian Women’s Fund terhadap masalah Jugun Ianfu di Indonesia terkait isu-isu yang masih belum terselesaikan  dan bagaimana Jepang menangani dampak yang diakibatkan oleh peristiwa tersebut. 


This study discusses about how during the Japanese occupation of Indonesia occurred a tragic occasion, that is an implementation of a sexual slavery system during the Japanese occupation in Indonesia. Various countries in Southeast Asia as well as China, and South Korea involved in the event, have different policies in dealing with this problem. This research focuses on conducting the compensation for war reparation funds from the Japanese Government through the Asian Women’s Fund organization in Indonesia. During the settlement, LBH Yogya as legal advisor Jugun Ianfu Indonesia tried to fight for justice which was not initially given by the Japanese Government. The existence of Jugun Ianfu from Indonesia was only acknowledged in 1996 during a meeting between ex Jugun Ianfu representation and Japanese Government in Tokyo. LBH Yogya demanded compensation for a formal apology from the Japanese Government, which was actualized in 1997. Indonesian Ministry of Social Affairs used the funds to build social institutions instead of given it directly to the victims, it emerges a disagreement between ex-Jugun Ianfu in Indonesia and the Indonesian Government. The Indonesian Government handling this problems passively so this issue is not completely resolved. This study uses historical research methods which sources are obtained through literature studies in the form of archives from the Asian Women’s Fund organization, books, journal articles, and the Indonesian Ministry of Social Affairs report concerning the issue of Jugun Ianfu. The main objective of this research is to elaborate the process and role of the Asian Women’s Fund organization on the issue of Jugun Ianfu in Indonesia regarding issues that remain unresolved and how Japan has handled the impacts caused by the event. 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meyta Elisabeth
"Sebagai wujud permintaan maaf dan pertanggungjawaban Jepang atas isu jugun ianfu, Jepang memberikan kompensasi Asian Women's Fund atau AWF dalam bentuk uang dan asuransi kesehatan kepada para perempuan di negara-negara jajahannya yang menjadi korban sistem jugun ianfu. Berbeda dengan negara yang lain, Indonesia jadi satu-satunya negara jajahan Jepang yang tidak mendapat kompensasi AWF atas isu jugun ianfu dalam bentuk uang, melainkan pembangunan dan renovasi panti sosial. Sementara di Korea Selatan, kompensasi AWF tidak berhasil menjangkau semua korban jugun ianfu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan data sekunder dari studi kepustakaan. Dengan membandingkan implementasi AWF di Indonesia (1996-2007) dan Korea Selatan (1996-2002) menggunakan teori politik kepedulian oleh Joan Tronto, penelitian ini menemukan bahwa implementasi AWF di Indonesia kurang peduli terhadap korban jugun ianfu dibanding Korea Selatan. Implementasi AWF di Indonesia tidak melibatkan korban jugun ianfu sebagai penerima. Penelitian ini juga menemukan bahwa kompensasi dari AWF dilihat sebagai komodifikasi dan terdapat ketidakadilan dalam distribusinya.

As a form of Japan's apology and responsibility for the jugun ianfu issue, Japan compensated the Asian Women's Fund or AWF in the form of money and health insurance to women in its colonial countries who were victims of the jugun ianfu system. Unlike other countries, Indonesia is the only Japanese colony that does not receive AWF compensation for the jugun ianfu issue in the form of money, but the construction and renovation of social institutions. While in South Korea, AWF compensation did not succeed in reaching all jugun ianfu victims. This research uses a qualitative approach and secondary data from literature study. By comparing the implementation of the AWF in Indonesia (1996-2007) and South Korea (1996-2002) using politics of care theory by Joan Tronto, this study found that the implementation of the AWF in Indonesia was less caring about jugun ianfu victims than South Korea. The implementation of AWF in Indonesia did not involve jugun ianfu victims as recipients. This research also found that compensation from the AWF is seen as commodification and there is injustice in its distribution."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library