Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Hutari Hayuning W.P.
"Pemenuhan kebutuhan perumahan masih menjadi permasalahan sendiri yang perlu mendapat perhatian. Selain pengadaan secara fisik harus dipikirkan pembiayaan untuk mendapat fasilitas perumahan tersebut karena tidak semua masyarakat mampu untuk membeli rumah secara tunai. Saat ini terdapat fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diberikan oleh Bank Pemerintah maupun Bank Swasta Nasional dan Asing. Dalam pemberian KPR berjangka panjang oleh Bank umumnya digunakan sumber dana yang berasal dari dana jangka pendek seperti deposito, tabungan atau giro. Bila hal ini terus berlangsung, tentu Bank akan mengalami ketidakcocokan antara sumber dengan penggunaan dananya (mismatch funding) sehingga perlu dilakukan mencarian sumber dana jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan. Salah satu upayanya adalah dengan sekuritisasi aset atau dalam bidang property dikenal dengan pembiayaan sekunder perumahan/ Secondary Mortgage Facility (SMF). Untuk melaksanakan kegiatan tersebut di Indonesia, Pemerintah mendirikan suatu lembaga keuangan yang khusus untuk menyelenggarakan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau jangka panjang yaitu Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (PPSP) yang bernama PT. Saran Multigriya Finansial (PT. SMF). Dalam proses sekuritisasi PT. SMF dapat berfungsi sebagai kordinator global, penjamin, penata sekuritisasi, dan/atau Pendukung Kredit. Bahkan dalam rangka membangun dan mengembangkan Pasar sekunder perumahan, PT. SMF dapat memberikan fasilitas pinjaman kepada Bank dan/atau lembaga keuangan untuk disalurkan sebagai KPR oleh Penerbit KPR. Oleh karena itu pelaksanaan Pembiayaan Sekunder Perumahan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan Sekuritisasi Aset KPR dan dengan Pemberian Fasilitas Pinjaman. Dalam Sekuritisasi Aset, bila Efek Beragun Aset (EBA) yang dikeluarkan berbentuk Surat Utang, diperlukan suatu SPV untuk membeli kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan menerbitkan Surat Utang. Konsep SPV yang digunakan di Indonesia adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA). Pengalihan piutang dalam sekuritisasi dilakukan dengan jual beli piutang KPR berikut Hak Tanggungan yang melekat padanya dari Kreditor Asal kepada KIKEBA. Mengenai Hak Tanggungan dengan beralihnya Perjanjian pokok turut beralih pula secara hukum kepada Kreditor Baru. Namun hal ini belum dilaksanakan dan baru akan didaftarkan peralihan tersebut bila ada Debitur KPR yang wanprestasi dan Bank Kustodian atau Wali Amanat perlu melakukan penyitaan atas obyek Hak Tanggungan. Sedangkan Pembiayaan Sekunder Perumahan melalui Pemberian fasilitas pinjaman dilakukan melalui mekanisme Perjanjian Pemberian Pinjaman KPR yang dijamin dengan Jaminan Fidusia atas piutang KPR yang dibiayai beserta jaminan yang melekat padanya.
Supply of Housing demand have its own problem and need more attention to be solved. Besides physical procurement we need to thinking of the housing financing since not every people in society can afford to pay in cash. Currently in society there is kind of Housing Financing called Home Ownership Loans (KPR) held by Government Bank and National or foreign Private Bank. In order to supply long term KPR, usually Bank use short term source of fund such as deposit, saving and Giro. If it is happens continuously, mismatch funding can not be avoided by Bank. So that it is very urgent to find out long term source of fund to support housing financing. One of the ways out is by asset securitization or in the property field called Secondary Mortgage Facility (SMF). To implement SMF in Indonesia, Indonesian Government established a special company to mainly engage in the business of providing medium and/or long term loan KPR issuer and KPR receivables securitization program that is Secondary Housing Financing Company (PPSP) namely PT. Sarana Multigriya Financial (PT. SMF). Regarding to securitization process, PT. SMF have several function such as global coordinator, underwriter, arranger, and/or credit enhancer. Moreover, in respect to build up and to develop Secondary Housing Market PT. SMF have authority to provide loans to Banks or financial institutions as KPR Issuer which is to be distribute as KPR. Refer to those functions, in Indonesia SMF implemented in two forms, i.e.: KPR receivables securitization program and Loan Agreement for Refinancing KPR. On KPR receivables securitization program, in the case Asset- Backed Securities (EBA) issued in the form of debt instruments, it will be issued by Special Purpose Company (SPV) appointed by PT. SMF. In this case, the SPV will purchase the receivables from Originator Creditor and issued the debt instruments. SPV in Indonesia is in the form of Asset-Backed Securities Collective Investment Contract (KIK-EBA). The KPR receivables including Hak Tanggungan attached thereto transferred by sale and purchase Agreement from Original Creditor to KIK-EBA. Any transfer of receivables as principal agreement shall result in the transfer of law of all rights and liabilities of Hak Tanggungan recipients to the New Creditor. Even for this moment, the transfers of Hak Tanggungan not register yet and shall be registered upon one of the KPR Debtor default and/or Custodian Bank or Wali Amanat need to execute the Hak Tanggungan object. Whilst mechanism of SMF in the form of Loan Agreement for Refinancing KPR is conducted by Loan Agreement secured by Fiduciary Security over KPR receivables."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26700
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Fakhrul Rizal Razak
"
Tulisan ini menganalisis pengambilan kebijakan militer dalam menanggulangi isu Irregular Maritime Arrival (IMA) di Australia dalam Pemilu Australia tahun 2013. Beberapa kajian terdahulu yang membahas topik ini memberikan gambaran dari sudut pandang sekuritisasi, bahwa telah terjadi proses sekuritisasi isu IMA sehingga penanganan terhadap ancaman IMA membutuhkan intervensi angkatan perang Australia melalui operasi militer di perbatasan. Namun, dalam konteks Pemilu Australia 2013, kajian-kajian terdahulu tersebut belum menjelaskan mengapa isu ini disekuritisasi oleh Koalisi Partai Liberal-Nasional sehingga menghasilkan kebijakan yang koersif dalam penanganan IMA. Dengan menggunakan strands of securitization, tulisan ini menganalisis tujuan apa saja yang ingin dicapai oleh aktor sekuritisasi dari sekuritisasi isu IMA di Australia. Temuan tulisan ini menunjukan bahwa sekuritisasi yang dilakukan sejak masa kampanye hingga periode Pemerintahan Tony Abbot ditujukan untuk mengangkat isu IMA dalam agenda keamanan nasional karena kedaruratan isu ini dan legitimasi atas diambilnya tindakan luar biasa melalui Operation Sovereign Borders (OSB) untuk mengeliminir ancaman dari kedatangan imigran ilegal ke Australia. Melalui OSB, pemerintah juga berharap dapat memunculkan efek penggentaran kepada para pencari suaka yang berpotensi datang secara ilegal ke Australia melalui laut.
This article analyzes military policy making made by Australian Governmentto tackle the issue of Irregular Maritime Arrival (IMA) in Australia during the Australian Federal Election in 2013. Some of existing studies on the topic illustrate from the point of view of securitization, that IMA issue has been securitized and requires the intervention of the Australian army through millitary operation in the Australian border. However, in the context of the 2013 Australian Federal Elections, these earlier studies have not explained the objectives of securitization resulting in an assertive policy towards IMA. By employing the strands of securitization concept, this paper analyzes what objectives the securitizing actor wants to achieve from the securitization of IMA in Australia. The findings of this paper indicate that the securitization was aimed at raising the issue of illegal immigrants on the national security agenda due to the emergence of this issue and to gain legitimacy of extraordinary measures to eliminate the threat possesed by IMA. This securitization also aimed to create deterrence effect towards the asylum seekers who are planning to go to Australia by boat illegally.
"
2019
T52938
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library