Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silvia Werdhy Lestari
Abstrak :
Astenozoospermia merupakan penyebab umum terjadinya infertilitas pria. Motilitas spermatozoa didukung oleh homeostasis sel dan energi yang dihasilkan dari hidrolisis ATP. Na+,K+-ATPase dan Ca2+-ATPase bekerja pada transpor aktif ion di membran plasma untuk pertahanan homeostasis melalui regulasi proses metabolisme. Motilitas spermatozoa berawal pada proses morfogenesis di testis dan maturasi di epididimis serta memerlukan protein-protein fungsional seperti outer dense fiber (ODF) 1 dan 2. Aktivitas motorik terlaksana oleh protein kompleks dinein dengan ATPase dinein yang membebaskan energi dari ATP. Dalam penelitian ini dilakukan analisis ekspresi protein Outer Dense Fiber (ODF) 1 dan 2 serta aktivitas enzim Na+,K+-ATPase, Ca2+-ATPase dan dinein ATPase spermatozoa pada pria infertil astenozoospermia. Analisis semen dilakukan secara mikroskopik disertai uji viabilitas dan HOS. Aktivitas enzim diukur berdasarkan kemampuan ATPase melepaskan fosfat anorganik dari ATP dan ditentukan sebagai aktivitas spesifik. Sebagai kontrol digunakan spermatozoa normozoospermia. Didapati bahwa motilitas spermatozoa astenozoospermia (AG) cenderung lebih rendah dibanding dengan normozoospermia (NG). Hampir seluruh parameter, baik motilitas (VAP, VSL dan VCL), ekpresi dan kekompakan protein ODF1 dan ODF2 serta aktivitas spesifik Na+,K+-ATPase dan dinein ATPase, mengalami kecenderungan penurunan pada AG dibandingkan NG, kecuali aktivitas spesifik Ca2+-ATPase yang mengalami peningkatan secara bermakna pada AG dibandingkan NG. ODF berkorelasi positif dengan motilitas, Na+,K+-ATPase, morfologi, viabilitas dan integritas membran pada kelompok NG.
Asthenozoospermia is a common cause in male infertility. Sperm motility and cell homeostasis are supported by energy generated from the hydrolysis of ATP in the cells, mediated by ATPases such as Na+, K+-ATPase, Ca2+-ATPase and dynein ATPase. In addition, sperm motility is initiated by the process of morphogenesis in the testis and maturation process in the epididymis. The morphogenesis of spermatozoa tail requires proteins such as outer dense fiber proteins (ODF) 1 and 2. This study aims to evaluate the expression of Outer Dense Fiber (ODF) 1 and 2 protein, as well as the activity of the Na+,K+-ATPase, Ca2+-ATPase and dynein ATPase in asthenozoospermia infertile men. Microscopic semen analysis was carried out by CASA, equipped with the viability and HOS test. ATPase activity was determined based on its ability to release inorganic phosphate (Pi) from ATP and Pi concentration was measured as the intensity of the blue color of phosphomolibdate with a spectrophotometer. In the AG group, almost all parameters, both motility (VAP, VSL and VCL), expression and density of protein ODF1 and ODF2 and the enzyme specific activities of Na+,K+-ATPase and dynein ATPase, experienced a downward tendency compared to the NG group. However, the specific activity of Ca2+-ATPase exhibited significant increase in the AG compared to the NG group. ODF correlates positively with motility, Na+,K+-ATPase, morphology, viability and membrane integrity in the NG group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Roselita Karo Sekali
Abstrak :
Stress oksidatif berpengaruh kepada banyak hal, termasuk infertilitas pria. Semakin tinggi konsentrasi malondialdehida, indikator dari lipid peroxide, pada seminal plasma berpengaruh pada tingkat motilitas sperma. Namun, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa malondialdehida tidak memiliki hubungan dengan astenozoospermia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan konsentrasi malondialdehida dalam seminal plasma pada normozoospermia dan astenozoospermia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar malondialdehida pada seminal plasma dan motilitas sperma pada pria infertile. Penelitian ini adalah studi analitik observasional yang menggunakan metode kasus-kontrol. Sampel yang digunakan berasal dari 15 pria dengan astenozoospermia dan 20 pria dengan normozoospermia. Metode thiobarbituric acid digunakan untuk mengukur konsentrasi malondialdehida. Tes non-parametrik Mann-Whitney digunakan untuk mencari hubungan antara kadar malondialdehida dan astenozoospermia. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi malondialdehida pada seminal plasma dan astenozoospermia p value = 0.194. Rerata kadar malondialdehida pada seminal plasma pria normozoospermia adalah 1.1 0.5 nmol/mL, sedangkan rerata kadar malondialdehida pada seminal plasma pria astenozoospermia adalah 1.68 1.2 nmol/mL. Rerata konsentrasi malondialdehida pada kelompok astenozoospermia lebih tinggi dari konsentrasi malondialdehida pada kelompok normozoospermia. Namun, tidak ditemukan hubungan antara konsentrasi malondialdehida dengan motilitas sperma. Masih dibutuhkan jumlah sampel yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil ini. ...... Oxidative stress plays an important role in male infertility. Higher malondialdehyde concentration, an indicator of lipid peroxide, contributes to lower sperm motility. However, there are some studies show there is no significant correlation between malondialdehyde and asthenozoospermia. This study aimed to compare the seminal fluid malondialdehyde concentration in normozoospermia and asthenozoospermia. This study asessed the correlation between malondialdehyde concentration and sperm motility in infertile males. It was an observational and analytical study conducted using case control design that studied using human seminal plasma, 15 asthenozoospermia and 20 normozoospermia. Thiobarbituric acid assay was done to assess malondialdehyde level. Independent Samples Mann Whitney non parametric test was used to display the significance level. There was no significant relationship between the concentration of malondialdehyde in seminal fluid analysis and asthenozoospermia p value 0.194. The mean standard concentration of MDA in seminal fluid of normozoospermic males was 1.1 0.5 nmol mL. Meanwhile, the mean standard concentration of MDA in seminal fluid of asthenozoospermic males was 1.68 1.2 nmol mL. The average of malondialdehyde concentration in asthenozoospermia is higher than the average of malondialdehyde concentration in normozoospermia. This research concluded that seminal fluid malondialdehyde concentration has no correlation with asthenozoospermia. Higher sample size is required to confirm this finding. Keywords Malondialdehyde concentration, lipid peroxide, asthenozoospermia, normozoospermia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anshorulloh Abd Fath
Abstrak :
ABSTRAK
80 persen infertilitas pria berhubungan dengan gangguan motilitas pada sperma, atau yang disebut juga asthenozoospermia. Stres oksidatif, dan kurangnya pertahanan terhadap keadaan tersebut, dapat menjadi faktor hilangnya motilitas pada sperma. Glutation adalah antioksidan yang penting dalam pertahanan terhadap stres oksidatif di tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara konsentrasi glutation pada seminal plasma dengan kejadian asthenozoospermia. Pada penelitian case-control ini, seminal plasma dari pria dengan parameter sperma normal n=20 dan pasien dengan asthenozoospermia dikumpulkan. Dengan metoda spektrofotometris oleh Ellman, konsentrasi glutation pada sampel-sampel tersebut diukur, dan hasilnya dianalisis secara statistik menggunakan independent t-test. Rerata konsentrasi glutation pada seminal plasma pria dengan normozoospermia adalah 6.03 ?M 2.44, sementara pada pria dengan asthenozoospermia adalah 7.70 ?M 2.96. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua nilai tersebut p=0.081 . Dapat diambil kesimpulan bahwa rerata konsentrasi glutation di seminal plasma dengan pria dengan normozoospermia dan asthenozoospermia tidak berbeda secara signifikan
ABSTRACT
Eighty percent of male infertility is associated with asthenozoospermia, a term coined for a disturbance in sperm motility. Oxidative stress, and the lack of protection against it, is associated with loss of motility in human spermatozoa. Glutathione is a key antioxidant in the defense against oxidative stress in the body. The present study aims to identify the relationship between seminal plasma glutathione concentration and asthenozoospermia. In this case control study, the seminal plasma of males with normal semen parameters n 20 and asthenozoospermic patients n 14 was collected. Using Ellman rsquo s spectrophotometric method, the concentration of glutathione in the samples was measured, and the results were analyzed statistically using independent t test. The mean seminal plasma glutathione levels in normozoospermic and asthenozoospermic males were 6.03 M 2.44 and 7.70 M 2.96, respectively. There was no significant difference between the two values p 0.081 . In conclusion, there was no significant difference in seminal plasma glutathione concentration between normozoospermic and asthenozoospermic males.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Samsul Mustofa
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Motilitas spermatozoa merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kesuburan pria Salah satu kendala yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses fertilisasi adalah rendahnya motilitas spermatozoa. Mekanisme gerakan aksonema yang menghasilkan motilitas spermatozoa, ditentukan oleh energi yang dihasilkan dari hidrolisa ATP oleh aktivitas enzim ATPase pada lengan dinein. Oleh karena itu aktivitas ATPase dinein merupakan kunci 'itama dalama penyelenggaraan motilitas spermatozoa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pentoksifilin terhadap kualitas spermatozoa dan aktivitas dinein ATPase pada semen normozoospermia dan astenozoospermia. Untuk ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap 60 sampel semen dari pasangan infertil. 30 sampel semen memenuhi kriteria normozoospermia dan 30 sampel semen memenuhi kriteria astenozoospermia Setelah dilakukan pencucian dengan menggunakan larutan Hank, setiap sampel dibagi menjadi dua bagian, satu bagian diberi perlakuan dengan inkubasi salaam 60 merit dalam 1 mg/ml pentoksifiiin dan satu bagian tanpa pentoksiflin. Parameter yang diukur meliputi persentase spermatozoa meta, kecepatan gerak progresif daya tembus ke dalam getah servik sapi dan aktivitas ATPase baik pada dinein maupun pada membran spermatozoa. Hasil dan kesimpulan : Persentae sperma motil, meningkat pada normozoospermia dari 48,83 % (Nk) menjadi .55,5 % (Np), pada astenozoospermia dari 29,5 % (Ak) menjadi 39,33 % (Ap). Kecepatan gerak progresif meningkat pada normozoospermia, dan 40,3 μ/detik (Nk) menjadi 44,8 μ/detik (Nk); pada astenozoospermia dari 28,3 μ /detik (Ak) menjadi 36,5 μ /detik (Ap). Kemampuan menembus getah serviks sapi ada kecenderungan peningkatan tetapi tidak selalu berbeda bermakna Aktivitas ATPase dinein menunjukkan peningkatan dari 0,709 U/mL (Nk) menjadi 0,849 U/mL (Np); pada astenozoospennia meningkat dari 0,439 U/mL (Ak) menjadi 0,635 U/mL (Ap). Aktivitas ATPase pada membran menunjukkan penurunan pada perlakuan dibandingkan dengan kontrol dengan perbedaan sangat bermakna (P<0,01). Pemberian pentosifilin terbukti meningkatkan kualitas dan aktivitas ATPase spermatozoa.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library