Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harianja, Gerald Abraham
"Latar Belakang. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) telah menyebabkan dampak pada pelaksanaan prosedur medis. Reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) SARS-CoV-2, sebagai baku emas diagnosis COVID-19, memiliki beberapa keterbatasan misalnya waktu pengerjaan yang cukup lama. Hingga saat ini belum diketahui performa sistem skor penapisan COVID-19 pada pasien tanpa gejala respirasi akut yang akan menjalani prosedur medis.
Tujuan. Menganalisis performa kadar limfosit, nilai NLR, kadar CRP, hasil serologi cepat antibodi SARS-CoV2-IgM, dan gambaran foto toraks opasitas dan konsolidasi retikular-nodular difus bilateral dengan predominansi basal dan perifer pada pasien tanpa gejala respirasi akut yang akan menjalani prosedur medis dalam memprediksikan diagnosis COVID-19 dalam bentuk sistem skor.
Metode. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan terhadap pasien berusia lebih dari sama dengan 18 tahun tanpa gejala penyakit respirasi akut yang menjalani prosedur medis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada periode waktu April 2020 sampai Maret 2021. Data karakteristik klinis, variabel penapis COVID-19, dan RT-PCR SARS-CoV-2 diambil dalam 24-48 jam saat prosedur medis direncanakan di IGD. Analisis bivariat dilakukan dengan masing-masing variabel penapis menjadi kovariat terhadap hasil RT-PCR SARS-CoV-2 positif. Analisis multivariat dilakukan dengan teknik regresi logistik. Variabel penapis yang pada analisis multivariat mencapai kemaknaan statistik digunakan dalam pembuatan sistem skor, dan kemudian diuji kemampuan kalibrasi dan diskriminasinya.
Hasil. Subjek penelitian terdiri atas 357 pasien. Sebagian besar (56%) merupakan pasien laki-laki, dengan median usia 49 tahun (19-88), rerata suhu tubuh 36,52 ± 0,15oC, prosedur medis terbanyak (46,5%) adalah endoskopi saluran cerna, dan sebagian besar memiliki komorbid (57,7%). Proporsi COVID-19 pada pasien tanpa gejala respirasi akut yang akan menjalani prosedur medis adalah 22,4%. Dua prediktor infeksi COVID-19 pada pasien tanpa gejala respirasi akut yang akan menjalani prosedur medis diidentifikasi, yakni: serologi cepat antibodi SARS-CoV-2 IgM (adjusted odds ratio [aOR] 7,02 [IK95% 1,49-32,96]) dan foto toraks khas COVID-19 (aOR 23,21 [IK95% 10,01-53,78]). Sistem skor kemudian dibuat berdasarkan hasil akhir analisis multivariat, dan kemudian ditentukan nilai titik potongnya adalah total skor ≥ 1. Uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan kalibrasi yang buruk (p ˂ 0,001) dan AUC menunjukkan kemampuan diskriminasi yang sedang (0,71 [IK 95% 0,64-0,78]).
Kesimpulan. Sistem skor penapisan COVID-19 pada pasien tanpa gejala respirasi akut yang akan menjalani prosedur medis memiliki kemampuan diskriminasi sedang dan kalibrasi yang buruk. Peran RT-PCR SARS-CoV-2 tidak dapat digantikan oleh sistem skor penapisan tersebut.

Introduction. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) has impacted medical procedure practice. Reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) SARS-CoV-2, a gold standard of COVID-19 diagnosis, has limitations for example long test result time. There is unknown knowledge of COVID 19 screening score performance on patients without acute respiratory symptom whom will undergo medical procedure.
Aim. To analyze lymphocyte values performance, NLR values, CRP values, SARS-CoV2-IgM antibody serology test, and opacity of chest imaging and consolidation of diffuse reticular-nodular with basal and peripheral predomination on patients without acute respiratory symptom whom undergo medical procedures in predicting COVID-19 by scoring system.
Method. A cross-section study was conducted on ≥18-year-old patients without acute respiratory symptoms who underwent medical procedure at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from April 2020 until March 2021. Clinical characteristic data, COVID-19 screening variable, and RT-PCR SARS-CoV-2 were collected in 24-48 hour after a planned medical procedure in emergency room. Bivariate analysis was conducted with each screening variable become covariate with positive RT-PCR SARS-CoV-2 test result. Multivariate analysis was conducted by logistic regression. A scoring system was developed using significant variable in multivariate analysis, and then was tested for the calibration performance and discrimination ability.
Result. Subjects consisted of 357 patients, predominantly male (56%) with average age 49 years old (19-88), average temperature 36,52 ± 0,15oC, most medical procedure is digestive tract endoscopy (46,5%), and with comorbid (57,7%). The proportion of positive COVID-19 test on patients without acute respiratory symptom is 22,4%. There were two COVID-19 predictors that were identified, which were: SARS-CoV2-IgM antibody serology test IgM (adjusted odds ratio [aOR] 7,02 [IK95% 1,49-32,96]) and typical thoracic imaging of COVID-19 (aOR 23,21 [IK95% 10,01-53,78]). A scoring system was developed using multivariate analysis and a cross-section point was determined with a total score ≥1. Hosmer-Lemeshow test revealed poor calibration (p ˂ 0,001) and AUC showed moderate discrimination (0,71 [IK 95% 0,64-0,78]).
Summary. A COVID-19 screening scoring system in patients without acute respiratory symptom who will take medical procedure has moderate discrimination and poor calibration. RT-PCR SARS-CoV-2 role in screening of COVID-19 cannot be replaced by scoring system.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inolyn
"ABSTRAK
Latar Belakang: Tromboemboli vena merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada pasien kanker. Belum ada sistem skor untuk memprediksi TVD pada pasien tanpa gejala dan tanda trombosis. Sistem skor Wells merupakan sistem skoring yang awalnya digunakan untuk memprediksi TVD pada pasien dengan faktor risiko trombosis dan secara klinis diduga suspected TVD, tetapi, belum digunakan pada pasien-pasien yang tanpa gejala dan tanda TVD. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kegunaan skor Wells yang dilanjutkan dengan algoritma ACCP IX pada pasien kanker yang asimtomatik TVD.Tujuan: Mengetahui kegunaan skor Wells dalam mendiagnosis TVD pada pasien kanker yang tidak menunjukkan gejala dan tanda trombosis asimtomatik .Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Pasien kanker yang insidens trombosis vena dalamnya tinggi tanpa gejala dan tanda TVD , dihitung skor Wells dan dilanjutkan dengan algoritma diagnostik ACCP IX untuk mendiagnosis TVD.Hasil: Penelitian ini merekrut 100 pasien kanker yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan mendapatkan kejadian TVD pada 2 pasien kanker yang tidak menunjukkan gejala dan tanda TVD. Sebagian besar pasien 93 memiliki skor Wells unlikely < 2 . Hasil D-dimer lebih dari 500 g/l didapatkan pada 60 subyek penelitian. Berdasarkan uji statistik, skor Wells memiliki nilai kalibrasi yang kurang baik p < 0,01 dan nilai diskriminasi area under the curve AUC sangat lemah 47,4 . Kesimpulan: Skor Wells tidak dapat digunakan untuk memprediksi TVD pada pasien kanker yang tidak memiliki gejala dan tanda TVD. Proporsi pasien kanker dengan TVD tanpa gejala dan tanda trombosis adalah 2 . Kata Kunci: asimtomatik, kanker, skor Wells, trombosis vena dalam

ABSTRACT
Background Venous thromboembolism is the main cause of morbidity and mortality in cancer patients. Until now there was no scoring system to predict deep vein thrombosis DVT in patients with risk factors but without sign and symptoms of thrombosis. Wells score was designated to predict patients who were clinically suspected as having DVT, but not yet used for patients who were asymptomatic. We investigate whether Wells score followed by ACCP IX guideline can be used to predict DVT in cancer asymptomatic patient. Purpose To investigate the use of Wells score in diagnosing DVT in asymptomatic cancer patients. Method We conducted a cross sectional study in cancer patients whose incidence of thrombosis were highest, without sign and symptoms of DVT. We calculated the Wells score from each patients and then chose the appropriate diagnostic examination in accordance to ACCP IX guideline. Result A total of 100 patients were enrolled in this research. We found the proportion of asymptomatic DVT in cancer patients was 2 . Most of the subjects has low Wells score 93 of subjects, score 2, categorized as unlikely and high D dimer 60 of subjects, concentration of 500 g l . Based on statistical test, Wells score had a poor calibration score p 0,01 and low area under the curve 47,4 . Conclusion Wells score cannot be used as a prediction model to predict DVT in asymptomatic cancer patients. The proportion of asymptomatic DVT in cancer patients was 2 . Keywords asymptomatic, cancer, deep vein thrombosis, Wells score "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Retta Catherina
"Latar Belakang: Malaria asimtomatik cukup banyak ditemukan pada daerah endemik, termasuk Nusa Tenggara Timur. Meskipun tidak menimbulkan gejala, individu yang terinfeksi sangat berperan dalam penularan malaria. Sama seperti malaria dengan gejala, pada malaria asimtomatik dapat terjadi perubahan hematologi termasuk trombosit.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi malaria asimtomatik di kecamatan Nangapanda, mengetahui kadar trombosit penduduk, dan mengidentifikasi hubungan antara kejadian malaria asimtomatik dengan jumlah trombosit.
Metode : Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang berdasarkan data penduduk Kecamatan Nangapanda dari penelitian besar sebelumnya pada tahun 2009.
Hasil : Dari total 217 subjek penelitian, prevalensi malaria asimtomatik di Kecamatan Nangapanda didapatkan sebesar 14,29 . Nilai tengah jumlah trombosit pada subjek penelitian didapatkan sebesar 110 x 103/ L, dengan nilai minimal 14 x103/ L dan nilai maksimal 511x103/ L. Dari 31 individu yang terinfeksi, didapatkan prevalensi trombositopenia sebesar 74,2 , sedangkan dari 126 individu yang tidak terinfeksi didapatkan prevalensi sebesar 67,7. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kejadian infeksi malaria asimtomatik dengan jumlah trombosit atau status trombositopenia.
Kesimpulan : Tidak ditemukan hubungan bermakna antara malaria asimtomatik dengan jumlah trombosit pada penduduk Kecamatan Nangapanda.

Introduction: Asymptomatic malaria is prevalent in endemic area, including East Nusa Tenggara. Although it usually cause no symptoms, the infected individual plays a significant role in malaria transmission. Like symptomatic malaria, hematological changes such as in platelet count might occur in asymptomatic malaria.
Objective: This study aims to obtain the prevalence of asymptomatic malaria in a population living in Nangapanda district, to describe the platelet count of the population, as well as to investigate the relationship between asymptomatic malaria and platelet count.
Method: This study used cross sectional method based on the data from a previous study that was conducted in Nangapanda district back in 2009.
Result: From a total of 217 subjects, the prevalence of asymptomatic malaria found in Nangapanda district was 14.29. The median of platelet count of the subject population was 110 x 103 L, ranging from 14 x103 L to 511x103 L. Out of 31 infected individuals, the prevalence of thrombocytopenia was 74.2, meanwhile from 126 not infected individuals the prevalence of thrombocytopenia was 67.7. No significant relationship was found between asymptomatic malaria and platelet count or the status of thrombocytopenia.
Conclusion: Asymptomatic malaria was not associated with the low platelet count in this population of Nangapanda district.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Johanna
"Pendahuluan: Malaria merupakan masalah kesehatan global dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Namun, sampai saat ini, mekanisme imunitas terhadap malaria asimtomatik masih belum dimengerti secara jelas sehingga sistem kontrol malaria pun belum berhasil dikembangkan.Tujuan: Meneliti hubungan status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10, TNF-?, dan IFN-? pada penduduk di Kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder dari studi ldquo "Does treatment of intestinal helminth infections influence malaria" Background and methodology of a longitudinal study of clinical, parasitological and immunological parameters in Nangapanda, Flores, Indonesia ImmunoSPIN Study ". Data dianalisis dengan uji Mann-Whitney SPSS versi 20.0.
Hasil: Dari 116 sampel, prevalensi malaria asimtomatik sebesar 11,2. Konsentrasi IL-10, TNF-?, dan IFN-? pada kelompok status malaria asimtomatik positif: 29,36 pg/ml; 3,20 pg/ml; dan 111,89 pg/ml; pada kelompok status malaria asimtomatik negatif: 21,74 pg/ml; 3,20 pg/ml; dan 1,60 pg/ml. Tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna antara status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10 dan TNF-? p > 0,05, namun terdapat kecenderungan adanya perbedaan bermakna dengan konsentrasi IFN-? p = 0,051.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10 dan TNF-? pada penduduk di Kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur, namun terdapat kecenderungan adanya hubungan bermakna dengan konsentrasi IFN-?.

Introduction: Malaria is a global health problem. However, the immune mechanism of asymptomatic malaria has not been clearly understood. Thus, an effective malaria control system is still unavailable.
Aim: To analyze the association between asymptomatic malaria status and IL 10, TNF, and IFN concentration among residents in Nangapanda District, East Nusa Tenggara Province which is malaria endemic.
Method This study uses secondary data from ldquo Does treatment of intestinal helminth infections influence malaria Background and methodology of a longitudinal study of clinical, parasitological and immunological parameters in Nangapanda, Flores, Indonesia ImmunoSPIN Study rdquo. Data were analyzed using Mann Whitney SPSS version 20.0.
Result From 116 samples, the prevalence of asymptomatic malaria was 11.2. The IL 10, TNF, and IFN concentration on positive asymptomatic malaria residents were 29.36 pg ml 3.20 pg ml and 111.89 pg ml on negative asymptomatic malaria residents were 21.74 pg ml 3.20 pg ml and 1.60 pg ml. There were no significant differences between asymptomatic malaria status and IL 10 and TNF concentration p 0.05, however, there was a tendency of a significant difference with IFN concentration p 0.051.
Conclusion No significant associations between asymptomatic malaria status and IL 10 and TNF concentration were found. However, there was a tendency of a significant association with IFN concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latuasan, Kitra
"Latar Belakang : Nusa Tenggara Timur adalah wilayah endemik malaria. Tidak hanya malaria simtomatik, malaria asimtomatik juga menjadi beban daerah ini. Pendeteksiannya harus dilakukan dengan seksama. Perubahan hematologi yang terjadi pada pasien, diantaranya jumlah dan hitung jenis leukosit dapat dijadikan salah satu penanda terjadinya malaria asimtomatik.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi malaria asimtomatik, mengetahui profil jumlah dan hitung jenis leukosit, serta mengetahui hubungan malaria asimtomatik dengan jumlah dan hitung jenis leukosit pada warga di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT.
Metode : Metode penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel yang berasal dari data sekunder penelitian induk di Nangapanda, Ende, NTT pada tahun 2009.
Hasil : Prevalensi malaria asimtomatik di Kecamatan Nangapanda, Ende, NTT sebesar 14,7. Median nilai minimum-nilai maksimum jumlah leukosit = 8000 3000-21000 sel/mm3, hitung jenis monosit = 5 0-14, hitung jenis granulosit = 47 10-71, hitung jenis limfosit = 48 23-84. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan malaria asimtomatik dengan jumlah dan hitung jenis leukosit pada keseluruhan data. Namun, jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, terdapat hubungan signifikan antara malaria asimtomatik dengan monosit pada jenis kelamin laki-laki p=0,031.
Diskusi : Tidak terdapat hubungan signifikan antara infeksi malaria asimtomatik dengan jumlah dan hitung jenis leukosit pada warga di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT.

Introduction : East Nusa Tenggara is a malaria rsquo s endemic region. The region bears not only the burden of symptomatic malaria, but also asymptomatic malaria. The detection of this disease must be done carefully, and one of the methods is to measure the hematological changes that happened in the patients body, calculating the total and differential leukocyte counts.
Objective : The objectives of this study were to find out the prevalence of asymptomatic malaria, the total and differential counts of leukocyte, and also the relationship between asymptomatic malaria with the total and differential leukocyte counts on the residents of Nangapanda, Ende, East Nusa Tenggara.
Method : This study used cross sectional method, with the sample originated from a secondary data of the previous study in Nangapanda, Ende, East Nusa Tenggara back in 2009.
Result : The prevalence of asymptomatic malaria in Nangapanda, Ende, East Nusa Tenggara was 14.7. While the median minimum maximum total leukocyte counts 8000 3000 21000 cell mm3, monocyte counts 5 0 14, granulocyte counts 47 10 71, lymphocyte counts 48 23 84. In this study, there was no significant relationship between asymptomatic malaria with total and differential leukocyte counts in the overall data. However, if categorized by sex, there was a significant relationship between asymptomatic malaria and monocyte counts in male p 0.031.
Discussion : There was no significant relationship between asymptomatic malaria infection with the total and differential counts of leukocyte on residents of Nangapanda, Ende, East Nusa Tenggara.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library