Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meidyta Puspa M.
"Penelitian ini membahas peran orang tua bagi anak autis dalam kehidupan sehari-hari mereka. Penderita autis dapat diketahui dari terhambatnya interaksi sosial yang diikuti gangguan perkembangan komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Untuk memperoleh kesejahteraannya, peran keluarga sangat diperlukan agar anak autis bisa mengaktualisasikan dirinya secara optimal terutama agar anak autis dapat diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitar mereka. Dengan metode penelitian kualitatif menggunakan studi kasus terhadap 3 keluarga yang memiliki anak autis, penelitian ini memahas peran-peran yang dijalankan keluarga bagi anak autis. Didapati bahwa keluarga menjalankan peran yang cenderung berbeda dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan sosial anak autis.

This research describes parents role for Autistic Children in their dialy life. Children with Autism can be known by their distracted social interaction followed by communication disorder either verbal or non-verbal communication. Family role is something that autism children really require to be actualized optimally, especially so that they can be accepted by the people they surrounded by. By using qualitative research method with case study, this research means to explain family roles for children with Autism. From this research known that family play pretty much different roles in sustaining and providing children with autism?s Physical, Psychological and social needs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maurice, Catherine
London: Robrt Hale, 1994
618.928 5 MAU l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Autism a behaviorally defined disorder which occurs within the first three years of life first discribed by Leo Kanner. Autism is a life a life - long, complex and severe disorder...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mufidah Fathi Dini
"Anak autistik memiliki gangguan sensorik yang membuatnya beranggapan bahwa ruang di luar dirinya memiliki stimulan sensorik berlebihan yang membuatnya tidak nyaman saat berada dalam suatu ruang, akibat rasa tidak nyaman tersebut anak cenderung menarik diri dari ruang tempat ia berkegiatan. Padahal ruang, dalam konteks belajar, menentukan kualitas belajar seorang anak. Oleh karena itu, anak harus dilatih agar gangguan sensoriknya dapat berkurang sehingga kualitas belajar anak dapat meningkat. Sekolah alam menyediakan dua ruang belajar bagi anak autistik yaitu ruang belajar di dalam ruangan dan di alam. Ruang belajar di dalam ruangan memiliki intensitas stimulan sensorik yang sedikit sehingga dapat digunakan anak untuk kegiatan belajar yang membutuhkan fokus yang tinggi. Ruang belajar di alam memiliki intensitas stimulan sensorik yang lebih besar dan digunakan untuk kegiatan belajar yang dominan bergerak aktif. Kedua ruang yang berbeda ini dapat memfasilitasi gangguan sensorik anak autistik sehingga anak dapat berkegiatan dengan nyaman sekaligus melatih respon sensoriknya agar terus berkembang ke arah yang lebih baik.

Autistic children have sensory difficulties that make children think that the space outside him had exaggerated sensory stimulants that make them feel uncomfortable when doing activities in a space, because of this inconvenience, children tend to withdraw from the space where they perform activities. Whereas space, in the context of learning, determine the quality of a child's learning. Therefore, children should be trained to reduced their sensory diffculties, so that the quality of children's learning can be increased Nature school provides two learning space for autistic children that is learning space in the room and in nature. Learning space in the room has a sensory stimulant intensity slightly so that it can be used for learning activities which require high focus. Learning space in nature has an intensity greater sensory stimulant and used for learning that require active movements. Both of these different spaces can facilitate sensory difficulties in autistic children so that the children can do activities with ease at once, trained sensory response in order to continue to be better.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58910
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feoda Inayah
"Skripsi ini membahas mengenai pemberian dukungan sosial terhadap anak autis. Penelitian ini menggambarkan bagaimana dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua maupun sekolah terhadap anak autis. Anak autis yang diteliti ialah siswa di SD Khusus Talenta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.
Hasil dari penelitian ini yaitu adanya berbagai macam bentuk dukungan sosial yang diberikan kepada anak autis baik dari orang tua maupun sekolah. Menggambarkan bahwa ada keterlibatan dari lingkungan sekitar anak autis yaitu orang tua serta sekolah dalam memberikan dukungan sosial.

This thesis deals with the granting of social support to autistic children. This research describes how social support given by parents and schools to an autistic children. Autistic children are examined are students in Special Talent Elementary School. This research used the qualitative approach with this type of case study research.
The results of this research, namely the existence of various forms of social support provided to autistic children from both the parents and the school. Describe that there are involvement of the environment around the autistic children namely parents and schools in providing social support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hatton, Sue
Kidderminster: Learning Matters, 2011
616.858 82 HAT i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Handayani
"Autism adalah suatu gangguan perkembangan yang muncul di awal kehidupan seorang anak, yang dilandai oleh ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, masalah dalam hal komunikasi, dan adanya pola tingkah laku tertentu yang diulang-ulang. Saal ini angka kejadian autism semakin banyak. Beberapa ahli meyakini bahwa autism berhubungan dengan faktor genetik. Orang tua yang memiliki anak autism mempunyai kemungkinan besar untuk kembali memiliki anak autism, Kemungkinan ini juga akan menjadi semakin besar bila orang tua memiliki anak kembar (penelitian Greenberg & Gillberg dalam www.news bbc.co.uk, 2002. Penelitian ini mencoba untuk melihat gambaran kejadian autism pada anak kembar,
bagaimanakah sejarah perkembangan mereka, apakah ada hal yang unik pada kasus ini, melihat bahwa kedua anak berasal dari ibu yang sama, tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang sama pula. Selain itu juga akan dilihat faktor-faktor apa yang berperan dalam perkembangan tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitalif dengan memakai teknik wawancara dan observasi sebagai metode pengumpulan data. Subyek penelitian adalah anak kembar yang keduanya telah didiagnosa autism oleh seorang professional alau lebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pada awalnya kedua anak berkembang normal, namun mulai usia 11bulan, mereka menunjukkan gejiala-gejala autism seperti tidak peduli pada lingkungan, tidak tertarik pada permainan, perilaku hiperaktivitas, dan adanya keterlambatan pada perkembangan bahasa. Selanjutnya tampaklah bahwa mereka mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan dengan anak seusianya. Temlama pada aspek mental dan psikososial, sementara aspek fisik berkembang dengan tidak seimbang. Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa kemajuan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor dari dalam diri anak (inteligensi dan kepribadian), pengobatan, pengajaran terapi yang intensif dan terstuktur, serta intervensi dan keterlibatan orang tua/saudara kandung di rumah yang menarik pada kasus autism anak kembar ialah bahwa kebersamaan mereka kemungkinan besar membawa pengaruh yang kurang baik bagi perkembangan, dimana mereka dapat meniru yang dilakukan saudara kembarnya. Untuk membantu perkembangan mereka, pelibatan saudara sekandung alau anak-anak yang normal serta memisahkan dari saudara kembar yang juga autism dapat menjadi pertimbangan, melihat bahwa anak autism memiliki kemampuan meniru yang baik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afia Fitriani
"Komunikasi pada Anak yang Mengalami Autistic Disorder Anak yang mengalami Autistic Disorder memiliki hambatan dalam tiga ranah utama yaitu, interaksi sosial timbal balik, komunikasi, dan pola tingkah Iaku repelitif (Ginanjar, 200_8). Tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik anak autis al-can mudah Bustrasi dan menunjukkan gangguan perilaku karena kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi (Mangunsong, 2009). Picture Exchange Communication .Slystam (PECS) rnerupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengajarkan cara berkomunikasi yang praktis kepada individu gang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan menggunakan kartu-ka11u bergambar (Bondy & Frost, 2001).
Program intervensi dalam tugns akhir ini diberikan pada D, anak laki-Iaki dcngan Autistic Disorder yang berusia 7 tahun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi D me-lalui modilikasi perilaku dengan metode Pictu:-e lnlwlzange Cotmuunication System (PECS) sampai fase kedua dari enam fase PECS. I-lasil menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan data dasar dan evaluasi, kemampuan komunikasi D dengan menggunakan PECS menunjukkan peningkatan kcberhasilan sebesar 30%. Hasil ini didukung oleh prosedur intervensi yang terstruktur, jelas, dilaksanakan secara intensifl serta pembexian prompt yang membantu pemahaman instruksi. Kcndala pelaksanaan program antara lain, pilihan benda yang digunakan dalam intervensi, keadaan ruangan, kondisi D yang belum pcrnah mendapatkan intervensi, serta usia D. Sccara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa program intervensi ini cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi D.

Children with Autistic Disorder have deficits in three major domains, which are social interaction reciprocity, communication, and repetitive and stereotyped patterns of behavior (Ginanjar, 2008). Without fine communication skills, autistic children may easily frustrated and then show disturbing behavior because their needs are not understood (Mangunsong, 2009). Picture Exchange Communication System (PECS) is an alternative method using picture cards to teach a practical way to communicate for individuals with speech and language limitations (Bondy & Frost, 2001).
Intervention program in this final project is given to D, a 7 years old child with Autistic Disorder. The purpose is to improve D’s communication skills by behavior mcdilication using Picture Exchange Communication System (PECS) method up to the second phase from total six phase. Results shows that based on the comparision between baseline and evaluation data, D’s communication skills using PECS indicates 30% increase of success. Supportive factors of this result were clear and structured intervention procedure, carried out intensively, and additional prompt to aid instruction understandings Unfortunately, choices of items used in the intervention, room settings, D’s age and not ever received any intervention before became the hindrance factors. Overall, this intervention program is quite effective to improve D’s communication skills.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34137
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Awaliyah Mardiani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak Autistic Spectrum Disorder. Pengukuran keberfungsian keluarga menggunakan alat ukur family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) dan pengukuran resiliensi menggunakan alat ukur resiliet quotient (Reivich & Shatte, 2002). Partisipan berjumlah 40 ibu yang memiliki karakteristik sebagai ibu yang memiliki anak ASD.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD (r = 0.507; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD. Berdasarkan hasil tersebut, maka dukungan dari keluarga untuk ibu yang memiliki anak ASD sangat penting agar dapat meningkatkan kapasitas resiliensinya sehingga mampu bangkit dari trauma yang dialaminya dan mampu menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.

This research was conducted to find the correlation between family functioning and reseiliece on mother who have children with Autistic Spectrum Disorder (ASD). Family functioning was measured using a modification instrument named family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) and resilience was measured using a modification instrument named reseilient quotient (Reivich & Shatte, 2002). The participants of this research are 40 mother who have children with ASD.
The main results of this research show that family functioning positively correlated significantly with resilience (r = 0.507; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family functioning, the higher showing resilience. Based on these results, the support of the family for mothers of children with autistic spectrum disorder is important in order to increase her resiliece capacity so as able to rise from the trauma and able to face difficulties in everyday life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Agung Bhagaskoro Hardiyan Syahputro
"Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) merupakan suatu kelompok gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan kualitatif interaksi sosial, komunikasi, pola perilaku yang repetitif dan stereotipik. Prevalensi GPP semakin meningkat di berbagai negara, dari tahun ke tahun. Berbagai faktor diduga berkaitan dengan kejadian GPP, termasuk faktor riwayat persalinan ibu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara 12 faktor riwayat persalinan ibu dengan GPP. Riwayat persalinan ibu termasuk prematuritas <37 minggu, urutan persalinan, durasi persalinan yang terlalu lama, komplikasi persalinan dan pendarahan postpartum, tekanan darah saat persalinan, komplikasi terkait tekanan darah, persalinan letak sungsang, bantuan persalinan, abruptio placentae, placenta previa, dan induksi persalinan. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan melibatkan 52 anak dengan GPP (44 laki-laki, 8 perempuan) dan 156 anak sehat sebagai kontrol (132 laki-laki, 24 perempuan) dengan umur rata-rata baik untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 7,3 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa durasi persalinan yang terlalu lama >12 jam berhubungan secara bermakna dengan GPP (OR = 3,22; IK95% 1,324 - 7,829; p = 0,007) demikian pula dengan komplikasi persalinan (OR = 2,42; IK95% 1,000 - 5,831; p = 0,045) dan jumlah perdarahan postpartum 501-1000 ml (OR =3,11; IK95% 1,373 - 7,025; p = 0,007), jumlah perdarahan >1000 ml (OR = 4,87; IK95% 1,401 - 16,947; p = 0,013). Faktor lainnya seperti prematuritas <37 minggu, urutan persalinan, tekanan darah saat persalinan, komplikasi terkait tekanan darah, persalinan letak sungsang, bantuan persalinan, abruptio placentae, placenta previa, dan induksi persalinan tidak berhubungan secara bermakna dengan GPP. Disimpulkan bahwa durasi persalinan yang terlalu lama, komplikasi persalinan dan pendarahan postpartum merupakan faktor risiko penting Gangguan Perkembangan Pervasif.

Pervasive Developmental Disorder (PDD) is a group of developmental disorder that is characterized by social interaction impairment and communication impairment along with repetitive and stereotyped behaviors. Prevalence of PDD is increasing in many countries every year. Many factors are suspected to have association with PDD, including maternal perinatal factors.
The purpose of this study is to discover the association between maternal perinatal facors and PDD. Maternal perinatal factors include prematurity less than 37 weeks, birth order, prolonged labor, labor complication, post-partum hemorrhage, blood pressure in labor, blood pressure complication, breech presentation, assisted labor, abruptio placentae, placenta previa, and labor induction. This case-control study includes 52 children diagnosed with PDD (44 males, 8 females) and 156 tipically developing children as control group (132 males, 24 females), with mean age for both groups are 7,3 years.
This study shows that prolonged labor more than 12 hours was significantly associate with PDD (OR = 3.22, 95% CI 1.324 - 7.829; p = 0.007), as well as labor complication (OR = 2.42, 95% CI 1.000 - 5.831; p = 0.045) and postpartum hemorrhage 501-1000 ml (OR = 3.11, 95% CI 1.373 - 7.025; p = 0.007), postpartum hemorrhage >1000 ml (OR = 4.87; 95% CI 1.401 - 16.947; p = 0.013). Meanwhile prematurity less than 37 weeks, birth order, blood pressure in labor, blood pressure complications, assisted delivery, abruptio placentae, placenta previa, and labor induction were not significantly associate with PDD. In conclusion, prolonged labor, labor complications, and amount of postpartum hemorrhage play important roles as risk factors of Pervasive Developmental Disorder (PDD).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>