Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Priyo Jatikusumo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39816
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andriawan Dwi Putra
"Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) merupakan salah satu jenis pengelasan tipe las busur listrik (Arc Welding) yang banyak digunakan dalam industri karena aplikasinya yang luas dan stabilitas proses yang baik. Namun kekurangan utama dalam pengelasan TIG adalah sulitnya mendapatkan penetrasi yang dalam pada pengelasan TIG single pass untuk pelat-pelat tebal diatas 6mm. Metode pengelasan dengan fluks atau A-TIG welding pertama kali dikembangkan di Paton Welding Institute pada 1960, metode ini mampu menghasilkan penetrasi yang lebih dalam dibandingkan dengan pengelasan TIG konvensional. Pada penelitian ini, dilakukan proses pengelasan pada Baja Tahan Karat SUS 304 dengan metode pengelasan Activated Flux Tungsten Inert Gas (A-TIG). Pengelasan dilakukan tanpa logam pengisi (autogenous). Fluks yang digunakan yaitu SiO2, TiO2, dan NSN308. Pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dan komposisi kimia pada daerah lasannya. Pengujian struktur mikro dilakukan dengan metode metalografi pada hasil pengelasan dengan menggunakan mikroskop optik sementara pada pengujian komposisi kimia dilakukan dengan metode Energy-dispersive X-ray spectroscopy (EDS). Dari hasil pengujian metalografi ditemukan bahwa terjadi peningkatan jumlah δ-ferrite pada daerah weld metal dari semua pengelasan yang menggunakan fluks sementara pada daerah HAZ dan logam induk struktur mikro menunjukan butir austenite yang lebih halus jika dibandingkan dengan pengelasan yang dilakukan tanpa fluks. Komposisi kimia pada weld metal dari semua jenis pengelasan tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan pada kandungan unsur kimia.
Tungsten Inert Gas (TIG) welding is a type of electric arc welding that is widely used in industry because of its wide application and good process stability. However, the main disadvantage of TIG welding it is difficult to get deep penetration in single pass welding for plates over 6mm thick. Flux or A-TIG welding method was first developed at Paton Welding Institute in 1960, this method is capable to produce deeper penetration compared to conventional TIG welding. In this study, the welding process was carried out on SUS 304 Stainless Steel by using Activated Flux Tungsten Inert Gas (A-TIG) welding method. Welding was carried out without filler metal (autogenous). Fluxes used are SiO2, TiO2, and NSN308. Tests carried out to obtain the microstructure and chemical composition of the weld area. Microstructure testing was carried out by metallography using an optical microscope while chemical composition testing was done by Energy-dispersive X-ray spectroscopy (EDS). From the results of metallographic testing it was found that an increase in the amount of δ-ferrite in the weld metal region of all welding using flux, while in the HAZ and the base metal micro structure showed finer grain of austenite compared to welding carried out without flux. The chemical composition of weld metal of all types of welding does not show any significant difference in the content of chemical elements."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Khalida Rahma Nariswari
"Lingkungan tanah perkotaan cenderung bersifat korosif terhadap logam karena faktor-faktor seperti pH, kelembapan, kandungan ion agresif, dan aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme dan ketahanan korosi pada baja karbon Q235 dan Baja Tahan Karat 304 yang direndam selama 21 hari dalam tanah halaman Departemen Teknik Metalurgi dan Material Kampus UI Depok. Pengujian menggunakan metode polarisasi linear menunjukkan bahwa baja karbon Q235 memiliki nilai potensial korosi (Ecorr) yang fluktuatif, dengan puncak korosi pada hari ke-14 (Ecorr -725,485 mV vs Cu-CuSO4 dan icorr 1,14 µA/cm²). Sebaliknya, Baja Tahan Karat 304 menunjukkan peningkatan Ecorr dari -204,78 mV vs Cu-CuSO4 menjadi -72,483 mV vs Cu-CuSO4, sementara nilai icorr stabil pada 0,01 µA/cm² berkat lapisan oksida kromium. Hasil pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) menunjukkan Baja Tahan Karat 304 memiliki resistansi polarisasi (Rp) tertinggi (3283200 Ω), diikuti baja karbon dengan pelapisan epoksi 200 µm (1429400 Ω) dan baja karbon tanpa pelapisan (8577 Ω). Pelapisan epoksi pada baja karbon Q235 terbukti meningkatkan ketahanan korosi secara signifikan. Baja Tahan Karat 304 adalah pilihan terbaik untuk lingkungan korosif, sementara pelapisan epoksi pada baja karbon Q235 menjadi alternatif ekonomis untuk meningkatkan ketahanan korosi. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengevaluasi ketahanan jangka panjang pada berbagai kondisi tanah.
Urban soil environments tend to be corrosive to metals due to factors such as pH, moisture, aggressive ion content, and human activities. This study aims to analyze the corrosion mechanism and resistance of Q235 carbon steel and 304 stainless steel immersed for 21 days in soil at the Department of Metallurgical and Materials Engineering, Universitas Indonesia, Depok Campus. Tests using the linear polarization method revealed that Q235 carbon steel exhibited fluctuating corrosion potential (Ecorr), with peak corrosion observed on day 14 (Ecorr -725.485 mV vs Cu-CuSO4 and icorr 1.14 µA/cm²). In contrast, 304 stainless steel showed a gradual increase in Ecorr from -204.78 mV vs Cu-CuSO4 to -72.483 mV vs Cu-CuSO4, while icorr remained stable at 0.01 µA/cm² due to the protective chromium oxide layer. Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) results indicated that 304 stainless steel had the highest polarization resistance (Rp) of 3,283,200 Ω, followed by epoxy-coated Q235 carbon steel (1,429,400 Ω) and uncoated Q235 carbon steel (8,577 Ω). Epoxy coating with a thickness of 200 µm on Q235 carbon steel significantly improved its corrosion resistance. In conclusion, 304 stainless steel is the best choice for corrosive environments, while epoxy-coated Q235 carbon steel provides an economical alternative for enhancing corrosion resistance. Further studies are needed to evaluate long-term resistance under various soil conditions."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Donanta Dhaneswara
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library